You are on page 1of 17

F. DIAGNOSIS BANDING - Batu ureter kanan - Salphingitis - Limfadenitis mesenterika G.

DIAGNOSIS KERJA - Appendisitis akut

TINJAUAN PUSTAKA APPENDISITIS


PENDAHULUAN Appendisitis adalah peradangan dari appendiks vermivormis dan merupakan kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering ditemukan. ANATOMI DAN FISIOLOGI Appendiks merupakan organ berbentuk tabung dengan panjang kurang lebih 10 cm (3-15 cm), berpangkal di caecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli (Tinea libera, tinea colica, dan tinea omentum.

Memiliki beberapa jenis posisi yaitu : 1.Ileocecal 2.Antecaecal 3.Retrocaecal 4.Hepatica 5.Pelvica

Apendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale. Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya terletak 2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil. Appendiks dipersarafi oleh persarafan parasimpatis yang berasal dari cabang N. Vagus dan persarafan simpatis yang berasal dari N. Thoracalis X. Perdarahan appendiks berasal dari A. Appendicularis yang merupakan arteri tanpa kolateral, sehingga jika arteri ini tersumbat, appendiks akan mengalami ganggren. Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan serosa. Apendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan appendiks. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat kendor dan jaringan elastic membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan sekum (inner circular layer). Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks. Taenia anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari apendiks Appendiks menghasilkan lendir sebanyak 1-2 ml per hari. Lendir ini normalnya dicurahkan ke dalam lumen lalu mengalir ke dalam caecum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampakya berperan dalam terjadinya appendicitis. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks adalah IgA, yang berfungsi sebagai pelindung terhadap infeksi. Apendiks memiliki topografi yaitu pangkal appendiks terletak pada titik Mc Burney. Garis Monroe Titik Mc Burney Titik Lanz sinistra Garis Munro SIAS ETIOLOGI Apendisitis akut disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus. Ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya : : Pertemuan antara garis Monroe dengan garis parasagital dari pertengahan dekstra dengan simfisis. : : Garis 1/3 antara dari umbilicus SIAS dengan dekstra pada SIAS garis dekstra Monroe bagian

: 1/6 bagian dari SIAS dekstra pada garis antara SIAS dekstra dan SIAS

I.

Faktor Obstruksi Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia jaringan diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. lymphoid sub 1% mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya

II.

Faktor Bakteri Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut. Bakteri Lacto-bacilus, yang ditemukan biasanya E.coli, Bacteriodes fragililis, Splanchicus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter

III.

Kecenderungan familiar Hal ini dari organ apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang memudahkan terjadi apendisitis.

IV.

Faktor ras dan diet Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.

PEMBAGIAN APPENDICITIS: - Abses. - Pritonitis umum. Appendicitis kronika. Appendicitis acuta tanpa perforasi (Simple Appendicitis Acuta). Appendicitis acuta dengan perforasi:

- Lokal peritonitis.

PATOFISIOLOGI Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang disebabkan bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus. Obstruksi pada lumen mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai seikum dan peningkatan keterbatasan mukus oleh makin menyebabkan tersebut menyebabkan

sehingga

peningkatan intralumen. Tekanan di dalam sekum akan meningkat. Kombinasi tekanan tinggi di flora kuman di kolon mengakibatkan sembelit, hal ini menjadi apendisitis oleh apendiks pencetus radang di mukosa apendiks. Perkembangan dari apendisitis mukosa menjadi komplit, yang meliputi semua lapisan dinding apendiks tentu dipengaruhi berbagai faktor pencetus setempat yang menghambat pengosongan lumen atau mengganggu motilitas normal apendiks.

Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda

hipoksia,

menyebabkan

karena terjadi trombosis

pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, akan nyeri setiap pasien karena ditentukan banyak faktor. dinding.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks apendisitis perforasi. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan

supuratif akut. Bila kemudian

yang diikuti dengan gangrene. Stadium

ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut. sekitarnya. bawah. Pada suatu ketika

GAMBARAN KLINIS I. ANAMNESIS Keluhan utama appendicitis: Sakit perut : tahap awal terjadi hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi sehingga nyeri viseral dirasakan diseluruh perut (epigastrium dan regio umbilikal). Tahap lanjut nyeri somatik dirasakan dikuadran kanan bawah perut (Mc Burney). Anorexia, mual, muntah, demam, obstipasi, diare. II. PEMERIKSAAN FISIK 1. Inspeksi - tidak ditemukan gambaran spesifik. - kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi. - penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa atau abses periapendikuler. 2. Palpasi - nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri tekan lepas. - defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. - pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. 3. Perkusi - terdapat nyeri ketok pekak hati (jika terjadi peritonitis pekak hati ini hilang karena bocoran usus maka udara bocor). 4. Auskultasi - sering normal - peristaltic dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata pada keadaan lanjut - bising usus tidak ada (karena peritonitis). 5. Rectal Toucher - tonus musculus sfingter ani baik - ampula kolaps - nyeri tekan pada daerah jam 09.00-12.00 - terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses). - pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka kunsi diagnosis dalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. 6. Uji Psoas

Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menepel di m. poas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.

7.

Uji Obturator

Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m. obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks.

III. Skor Alvarado

Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan

menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6 dan >6. Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang akut.

Tabel Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis Manifestasi Adanya migrasi nyeri Anoreksia Mual/muntah Nyeri RLQ Nyeri lepas Febris Leukositosis Shift to the left Skor 1 1 1 2 1 1 2 1 10

Gejala

Tanda

Laboratorium Total poin

Keterangan Alvarado score: - Dinyatakan appendisitis akut bila skor > 7 poin - Modified Alvarado score (kalan et al) tanpa observasi of Hematogram : 1-4 : dipertimbangkan appendicitis akut 5-6 : possible appendicitis tidak perlu operasi 7-9 : appendicitis akut perlu pembedahan Penanganan berdasarkan skor Alvarado : 1-4 : observasi 5-6 : antibiotika 7-10 : operasi dini PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium a. Pemeriksaan darah - leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi. - pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat b. Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis. 2. Radiologis

a. Foto polos abdomen Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi (misalnya peritonitis) tampak: - scoliosis ke kanan - psoas shadow tak tampak - bayangan gas usus kananbawah tak tampak - garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak - 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak - Appendicogramhasil positif bila : non filling partial filling mouse taicut off. b. USG Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.

c.Bariumenema Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding. Foto barium enema yang dilakukan perlahan pada appendicitis akut memperlihatkan tidak adanya pengisian apendiks dan efek massa pada tepi medial serta inferior dari seccum; pengisisan lengkap dari apendiks menyingkirkan appendicitis. DIAGNOSIS BANDING Gastroenteritis : pada gastroenteritis terdapat mual, muntah dan diare yang mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut.

Demam dengue : demam dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis, disini didapatkan hasil tes positif untuk Rumpel Leede, trombositopenia, dan hematokrit yang meningkat.

Limpadenitis mesenterika : limfadenitis mesenterika yang biasa didahului oleh enteritis atau gastroenteritis ditandai dengan nyeri perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri tekan perut samar, terutama kanan.

Kelainan ovulasi : folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selama 2 hari.

Infeksi panggul : salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendicitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina, akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan, pada gadis dapat dilakukan colok dubur jika perlu untuk diagnosis banding.

Kehamilan diluar kandungan : hampir selalu ada riwayat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan rongga Douglas dan pada kuldosentesis didapatkan darah.

Kista ovarium terpuntir : timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vagina atau colok rektal. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan ultrasonografi dapat menentukan diagnosis.

Urolitiasis pielum/ureter kanan : adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas.

PENATALAKSANAAN Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik adalah appendiktomi. Terapi selalu operatif karena lumen yang terobstruksi tidak akan sembuh dengan antibiotika saja. Appendicitis akut tanpa ruptura diterapi dengan appendiktomi segera setelah evaluasi medis selesai. Ruptura appendicitis dengtan peritonitis lokal atau flegmon dioperasi setelah resusitasi awal untuk memperbaiki cairan serta elektrolit yang hilang. Ruptura appendicitis dengan penyebaran pada peritonitis membutuhkan resusitasi cairan yang lebih luas,

tetapi pasien harus menjalani operasi secara normal dalam 4 jam untuk mencegah berlanjutnya kontaminasi peritoneum. Ruptura appendicitis dengan pembentukan abses periapendiks dapat diterapi secara akut dengan operasi, tetapi berkaitan dengan morbiditas yang meningkat. Jika gejala sudah berlangsung beberapa hari mereda berkaitan dengan massa kuadran kanan bawah, terapi awal nonoperatif dengan resusitasi cairan, istirahat usus,dan dosis besar antibiotika yang tepat, mungkin dapat dilakukan drainase abses dengan bimbingan USG. Jika tanda-tanda vital, leukositosis dan tandatanda abdomen makin berkembang, drainase abses dapat diindikasikan, diikuti oleh terapi konservatif. Disarankan appendiktomi dilakukan setelah 3 bulan. Sebelum operasi a.Observasi Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laktasif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah (lekosit dan hitung jenis) diulang secara periodic. Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan. b. Antibiotik. Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotic, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses atau perforasi.

c. Operasi

1. Appendiktomi cito (appendicitis akut, abses, dan perforasi) 2. Appendiktomi elektif (appendisitis kronis) 3. Konservatif kemudian operasi elektif (appendisitis infiltrat) Operasi Appendisitis akut disebut : A. Chaud Operasi Appendisitis kronis disebut : A. Froid

4. Pascaoperasi Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya pendarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posii Fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjai gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ke tujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang

KOMPLIKASI Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada appendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan appendiks, sekum, dan lekuk usus halus. Massa appendiks terjadi bila appendicitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan/lekuk usus halus. Pada massa periappendikuler yang pendinginannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periappendikuler yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyakit tersebut. Pada anak selamanya dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3hari saja. Pasien dewasa dengan massa periappendikuler yang terpancang dengan pendinginan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotika sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periappendikular hilang, dan leukosit normal. Penderita boleh pulang dan appendictomy efektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar pendarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses appendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit. Appendiktomy direncanakan pada infiltrat periappendikuler tanpa pus yang telah ditenangkan. Sebelumnya pasien diberi antibiotika kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan appendiktomy. Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainage saja dan appendiktomy dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tiak ada keluhan atau gejala apapun dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah Adanya fekalit dalam lumen, umur (orang tua atau anak kecil) dan keterlambatan diagnosis merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya perforasi appendiks. Dilaporkan insiden perforasi

60% pada penderita diatas usia 60 tahun. Faktor yang mempengaruhi tingginya insiden perforasi pada orangtua adalah gejalanya samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi appendiks berupa penyempitan lumen dan arteriosclerosis. Insiden tinggi pada anak disebabkan pleh dinding appendiks yang masih tipis, anak kurang komunikatif, sehingga memperpanjang waktu diagnosis, dan proses pendinginan kurang sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum anak belum berkembang. Perbaiki keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman gram negatif dan positif serta kuman anaerob dan pemasangan pipa nasogastric perlu dilakukan sebelum pembedahan. Perlu dilakukan laparotomi dengan insisi yag panjang supaya dapat dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin yang adekuat secara mudah, begitu pula pembersiha kantung nanah. Akhir-akhir ini mulai banyak dilaporkan pengelolaan appendicitis perforasi secara laparoskopi appendiktomy. Keuntungannya lama rawat lebih pendek dan secara kosmetik lebih baik. Karena ada kemungkinan terjadi infeksi luka operasi, perlu dianjurkan pemasangan penyalir subfacia, kulit dibiarkan terbuka untuk kemudian dijahit bila sudah dipastikan tidak ada infeksi. APPENDICITIS REKURENS Diagnosis appendicitis rekurens baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kiri kanan bawah yang mendorong dilakukan appendictomy, dan hasil patologi menunjukkan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangan appendicitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, appendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya aserangan lagi sekitar 50%. Incidens appendicitis rekurens adalah 10% dari spesimen appendictomi yang diperiksa secara patologik. Pada appendicitis recurens biasanya dilakukan appendictomi karena sering penderita datang dalam serangan akut. APPENDICITIS KRONIK Diagnosis appendicitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat ; riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik dan keluhan menghilang setelah appendictomi. Kriteria mikroskopik appendicitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding appendiks, sumbatan parsial atau total lumen appendiks, adanya jaringan parut atau ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens appendicitis kronik antara 1-5%. MUKOKEL APPENDIKS

Mukokel appendiks adalah dilatasi kistik dari appendiks yang berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal appendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa terinfeksi. Walaupun jarang, mukokel dapat disebabkan oleh kistadenoma yang dicuriai bisa menjadi ganas. Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda appendicitis akut. Pengobatan dengan appendiktomi. PROGNOSIS Dengan diagnosa yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila appendiks tidak diangkat.

DAFTAR PUSTAKA
1. R Sjamsuhidajat. Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : penerbit buku

kedokteran EGC. 2005 2. Condon RE (et al). Appendicitis. Dalam : David C.Sabiston,Jr, ed. The Biological Basis of modern Surgical Practice. 14th edition. USA : W.B. Sauders Company. 1991 : 884-897

3. Schwartz, Shires&Spencer. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Edisi6. Cetakan pertama. Jakarta : penerbit buku kedokteran EGC.2000 4. Lawrence WW. Appendix. Dalam : Gerard MD&Lawrence WW,ed. Current Surgical Diagnosis&Treatment. 12th edition. USA:Lange Medical books/The Mcgraw-Hill companies,Inc. 648-653 5. Lally Kevin P (et al). Appendix. Dalam : Courtney M. Townsend, Jr (et al),ed. Sabiston textbook of surgery The Biological Basis of Modern Surgical practice. 17th edition. USA : Elsevier Inc. 2004 : 1381-1397. 6. Jaffe BM & David HB. The appendix. Dalam : F.Charles Brunicardi (et al),ed. Schwartzs principles of surgery. 8th edition. USA : The McGraw-Hill Companies,Inc. 2005 : 1119-1135

LAPORAN KASUS APPENDISITIS akut

Pembimbing : Dr. Tito, Sp. OT

Penyusun : Dwi Putri Arlina (030.06.077) KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT DR. MINTOHARDJO PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI Mei 2011

You might also like