You are on page 1of 21

PRESENTASI KASUS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT SIMPANGAN DEPOK FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

Topik Dokter Pembimbing Penyaji NIM

: Kejang Demam : dr. Henny Komalia, SpA. : Nur Hafizah Ainaa binti Abu Hassan : 11 2011 - 167

I.

IDENTITAS PASIEN Nama Tanggal Lahir Umur Jenis kelamin Alamat Suku Bangsa Agama Tanggal masuk RS Tanggal keluar RS : An. F : 13 Februari 2012 : 9 bulan : Laki - laki : Jl. Citra Yuda II No. 138, Sukmajaya : Sunda : Islam : 28 November 2012 : 30 November 2012

II.

IDENTITAS ORANG TUA Ayah Nama Ayah Umur Pendidikan terakhir Agama Alamat : Tn. H : 36 tahun : S1 : Islam : Jl. Citra Yuda II No. 138, Sukmajaya Pekerjaan Penghasilan Suku Bangsa : Karyawan : Rp 2.000.000 : Sunda

Ibu Nama Ibu Umur Pendidikan terakhir Agama Alamat : Ny. N : 26 tahun : Tamat SMA : Islam : Jl. Citra Yuda II No. 138, Sukmajaya Pekerjaan Penghasilan Suku Bangsa : Karyawan : Rp 1.000.000 : Jawa

III. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT Alloanamnesis dengan ibu pasien tanggal 28 November 2012, jam 15.00 WIB. Keluhan utama Keluhan tambahan : Kejang dua kali SMRS : Panas tinggi 5 jam SMRS

Riwayat Perjalanan Penyakit : Sejak 5 jam SMRS, ibu mengatakan anaknya mulai panas tinggi tetapi ibunya tidak memberikan obat penurun panas. Ibu tak mengukur suhu anak dengan menggunakan termometer. Menurut ibunya, panasnya sangat tinggi dan tiba-tiba anak kejang. Saat kejang mata pasien mendelik ke atas, mulut terkatup rapat, kedua kaki lurus dan kaku, kedua tangan lurus dan mengepal. Kejang berlangsung kurang daripada 5 menit. Ibu membawa anaknya ke bidan untuk pengobatan dan telah diberikan obat lewat anus. Sejak 2 jam SMRS, anak mulai demam panas tinggi dan kejang anak kambuh lagi pada jam 07.30 WIB. Kejangnya terjadi dengan kondisi anak diam sebentar seluruh tubuh dan seterusnya kaki dan tangan anak bergetar, mata mendelik ke atas, kedua tangan dan kaki lurus dan mengepal. Kejang ini terjadi sekitar 5 menit dan ibu memberikan obat lewat anus kepada anaknya dan beberapa menit kemudian anak mulai sadar terlihat lemas dan menangis. Karena khawatir, ibu membawa anak ke Poliklinik RS Simpangan Depok pada jam 09.15 dengan keluhan kejang dua kali SMRS pada jam 03.00 WIB dan 07.30 WIB dengan lama kejang kurang daripada 10 menit. Saat dibawa ke Poliklinik anak tidak kejang, sadar dan diukur suhunya adalah 38,2C. Pasien dianjurkan untuk dirawat inap. Ibu menyangkal adanya pusing, pilek, batuk, mimisan, gusi berdarah, mual, muntah, perut kembung. BAB 2x sehari dengan konsistensi lunak, berwarna kekuningan, tidak ada lendir dan tidak ada darah.

BAK 4x sehari, banyaknya gelas aqua, berwarna kuning cair dan tidak nyeri. Ibu pasien juga menyangkal adanya trauma kepala. Riwayat Penyakit Dahulu : Anak pernah kejang demam 2 kali seperti ini pada usia 6 dan 8 bulan tetapi anaknya hanya berobat di bidan sahaja. Anak pernah dirawat inap karena kuning pada usia 7 hari. Riwayat penyakit asma dan alergi disangkal oleh ibu. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat epilepsi, kejang demam, penyakit paru, alergi makanan dan obatan, jantung dan asma. IV. RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN Kehamilan Antenatal Care : Trimester 1 : 1x Trimester 2 : 1x Trimester 3 : 3x Penyakit Kehamilan Kelahiran Tempat kelahiran Ditolong oleh Cara persalinan Masa gestasi Keadaan Bayi Berat badan lahir Panjang badan lahir Lingkar kepala Menangis Sianosis Ikterus Kelainan bawaan : 3000 gram : 50 cm : Tidak ingat : Langsung menangis : Tidak ada : : Tidak ada 3 : Rumah Bersalin : Bidan : Spontan : Aterm 38 minggu : Tidak ada

APGAR Score

: Ibu pasien tidak tahu (saat dilahirkan pasien langsung menangis kencang, kulit warna kemerahan, dan bergerak aktif)

Kesan : Neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan V. RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Pertumbuhan gigi pertama Psikomotor Tengkurap Duduk Berdiri Berbicara Membaca dan menulis Perkembangan pubertas Rambut pubis Perubahan suara : 7 bulan : : 3 bulan : 5 bulan : Belum : Belum : Belum : : Belum ada : Belum ada

Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia dan tidak ada gangguan VI. RIWAYAT MAKAN Umur 0 2 bulan 2 4 bulan 4 6 bulan 6 8 bulan 8 9 bulan ASI / PASI ASI ASI ASI PASI PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim

Kesan: Riwayat makan anak baik VII. RIWAYAT IMUNISASI

Kualitas dan kuantitas : Baik dan cukup

Program Pengembangan Imunisasi (PPI) / Diwajibkan Vaksin BCG DPT / DT Polio Campak Hepatitis B Dasar (usia) 3 minggu 4 bln 4 bln 1 bln Ulangan (usia) -

2 bln 2 bln 0 bln

6 bln 6 bln 6 bln

Non PPI / dianjurkan Vaksin Hepatitis A HIB Thypi MMR Varicela Usia -

Kesimpulan : Status imunisasi belum lengkap Riwayat Penyakit yang pernah diderita : PENYAKIT Diare Otitis Radang paru Tuberkulosis Kejang Ginjal Jantung Darah Difteri UMUR 4 bulan 6 dan 8 bulan PENYAKIT Morbili Parotitis Demam berdarah Demam tifoid Cacingan Alergi Kecelakaan Operasi Lain-lain UMUR -

RIWAYAT KELUARGA Corak Reproduksi Pasien merupakan anak pertama dan tidak mempunyai saudara lain. DATA PERUMAHAN Kepemilikan rumah Keadaan rumah : Rumah mertua : Pasien tinggal dalam sebuah rumah berukuran 10 x 12 m, terdapat dua buah jendela di ruang tamu, dan sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah. Terdapat satu kamar tidur utama dan satu buah jendela, 5

satu kamar tidur mertua, dan satu kamar tidur anak, serta satu kamar mandi, satu dapur dan menggunakan air PAM. Keadaan lingkungan : Saluran air di sekitar lingkungan cukup lancar. Namun tumpukan sampah di daerah pemukiman. Kesan : keadaan rumah cukup baik, keadaan lingkungan cukup VIII. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 28 November 2012, jam 15.00 WIB. Status Generalis Keadaan umum Kesadaran Tanda vital : Tampak sakit sedang : Compos Mentis : - Tekanan darah - Frekuensi nadi - Frekuensi napas - Suhu aksila Data Antropometri Berat badan Panjang badan Lingkar kepala Lingkar lengan atas : 9 kg ( dibawah persentil 50 menurut NCHS ) : 72 cm ( sesuai persentil 50 menurut NCHS ) : 45 cm : 20 cm :: 124 x / menit (95 120 x/menit) : 24 x / menit (20 40 x/menit) : 38,2 0C terdapat

Berdasarkan kurva NCHS, perbandingan berat badan dengan panjang badan = 97,8 % Kesan : Status gizi baik Pemeriksaan Sistematis Kepala Bentuk dan ukuran Rambut dan kulit kepala Mata : Normocephal, tidak ada benjolan : Hitam, distribusi merata, dan tidak mudah dicabut : Bentuk normal, kedudukan bola mata dan alis simetris, palpebra superior dan inferior normal, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, kornea jernih, pupil bulat 2 mm, isokor, refleks cahaya +/+ 6

Telinga Hidung

: Bentuk normal, liang telinga lapang, sekret tidak ada, membran timpani utuh : Bentuk tidak ada kelainan, septum nasal tidak ada deviasi, tidak ada sekret, tidak ada pernapasan cuping hidung

Mulut Tonsil Faring Leher

: Bentuk normal, bibir kering, tidak sianosis, lidah tidak kotor : T1-T1 : Faring tidak hiperemis : Bentuk tidak ada kelainan, tidak ada kaku kuduk, KGB tidak teraba membesar

Thorax Paru-paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi : Datar, tidak tampak benjolan dan tidak ada gambaran vena : Bising usus + normal, 7x/menit : Supel, nyeri tekan ( - ), tugor baik Perkusi Hepar Lien : Tidak teraba membesar : Tidak teraba membesar : Tidak tampak pulsasi iktus kordis : Teraba pulsasi ictus cordis pada sela iga V LMCS : Tidak dilakukan : Bunyi jantung I dan II murni reguler, murmur -, Gallop : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis, tidak ada retraksi otot pernapasan : Vocal fremitus kanan dan kiri sama : Tidak dilakukan : Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

: Timpani pada keempat kuadran

Genitalia externa Extremitas Kulit Kelenjar getah bening Capillary Refill Time Tugor kulit Pemeriksaan neurologis Refleks Fisiologis

: Laki-laki, tidak tampak kelainan : Akral hangat, tidak ada deformitas, tidak ada edema : Warna sawo matang : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening : < 2 detik : < 2 detik :

Refleks Biceps Tidak dilakukan Refleks Triceps Tidak dilakukan Refleks Patella Positif Refleks Achilles Tidak dilakukan Kesan: tidak ada kelainan di UMN dan LMN. Refleks Patologis Refleks Barbinsky Hoffman Tremor Klonus Pergelangan kaki Klonus Patella Oppenheim, Gordon, Schaefer, Chaddock Kesan: tidak ada kelainan di UMN. Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

Tanda Rangsang Meningeal Kaku kuduk Brudzinski I Brudzinki II Kernig Lasague Kesan: tidak ada kelainan di meningeal. IX. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Laboratorium RS Simpangan Depok tanggal 28 November 2012 jam 10.18 WIB Hematologi Hasil 8 Rujukan Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

Hb Leukosit Trombosit Hematokrit Kimia Darah Gula Darah Sewaktu Elektrolit darah Kalium Natrium Chlorida

11,6 g/dL 10.800 u/L 187.000 u/L 36 %

11,5 15,5 g/dL 6.000 17.500 u/L 150.000 400.000 u/L 35 - 45 %

Hasil 120

Rujukan 60 100 mg/dL

4,0 135 106

3,5 6,0 mEq/L 139 146 mEq/L 98 106 mEq/L

X.

RESUME

Seorang anak laki laki berusia 9 bulan dengan berat badan 9 kg datang dengan keluhan kejang 2 kali SMRS dengan durasi waktu kurang dari 10 menit. Kejang diawali dengan demam panas tinggi 5 jam SMRS. Kejang pada jam 03.00 WIB diawali dengan kaku diseluruh tubuh, mulut terkatup rapat, kaki lurus dan kaku serta kedua tangan lurus dan mengepal, mata mendelik ke atas. Pada kejang pertama ibu membawa anaknya ke bidan dan dimasuki obat lewat anus setelah itu anak sadar, terlihat lemas dan menangis. Kejang pada jam 07.30 WIB kejang anak dengan kondisi anak diam sebentar seluruh tubuh dan seterusnya kaki dan tangan anak bergetar, mata mendelik ke atas, kedua tangan dan kaki lurus dan mengepal. Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum, tampak sakit sedang. Suhu 38,2 C, nadi 124 x/menit dan respirasi 24 x/menit. Semua refleks patologis dan tanda rangsang meningeal negatif. Pada pemeriksaan laboratorium Hb 11,6 g/dL, leukosit 10.800/ L, Trombosit 187.000/ L dan Hematorkit 36%. Berdasarkan tabel NCHS, perbandingan berat badan dengan tinggi badan adalah 97,8 %. XI. DIAGNOSIS KERJA Kejang Demam Kompleks Dasar yang mendukung: Demam 38,2 C ( >38 C) Umur pasien diantara 6 bulan 5 tahun. Tidak ada gejala kelainan neurologik pra/pasca kejang. 9

XII.

Kejang bersifat tonik klonik Kejang berulang > 1 kali dalam masa 24 jam

DIAGNOSIS BANDING Epilepsy induced triggered of fever Hipoglikemi

XIII. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan darah tepi lengkap Pungsi lumbal EEG satu minggu setelah bebas demam

XIV. PENATALAKSANAAN Non Medikamentosa : 1. 2. 3. Oksigen 2 liter/menit Rawat inap Edukasi: Kompres dengan air hangat Memberikan informasi kemungkinan kejang akan kambuh

Medikamentosa : 1. Cairan rumatan : IVFD KAEN 1B 12 tpm / makro 10 kg I = 100 cc = [(9 kg x 100 cc) x 20] / [ 24 jam x 60 ] = [ 900 cc x 20 ] / [ 24 jam x 60 ] = [ 18000 ] / [ 1440 ] = 12,5 = 12 tpm 2. Diazepam Supp 5 mg 3. Asam Valproat 3 x 1 ml 4. Paracetamol 3 x 1 ml 5. Cefotaxime 3 x mg dalam NaCl 0,9% 50 cc IV 6. Metimazol 0,4 cc IV (kalau perlu)

10

Anjuran Edukasi keluarga pasien untuk tatalaksana saat kejang: XV. Tetap tenang dan tidak panik. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher. Bila tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring. Bersihkan muntah atau lendir di hidung dan mulut. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan masukkan sesuatu ke dalam mulut. Memperhatikan jenis kejang dan lama waktu kejang. Berikan diazepam rektal jika ada. Bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih, bawa ke rumah sakit atau ke dokter.

PROGNOSIS Ad vitam Ad functionam Ad sanationam : bonam : bonam : dubia ad bonam

XVI. FOLLOW UP Hari I (28.11.2012) S : Jam 16.00 WIB : Jam 21.00 WIB : Jam 00.00 WIB : Jam 04.00 WIB : panas Jam 08.00 WIB : O : Jam 16.00 WIB N : 124 x/menit RR : 27 x/menit S : 35,4 C Jam 21.00 WIB N : 133 x/menit RR : 30 x/menit S : 36,5 C Jam 00.00 WIB N : Hari II (29.11.2012) S : Jam 16.00 WIB : panas Jam 21.00 WIB : Jam 00.00 WIB : Jam 04.00 WIB : Jam 08.00 WIB : O : Jam 16.00 WIB N : 108 x/menit RR : 26 x/menit S : 37,6 C Jam 21.00 WIB N : 120 x/menit RR : 36 x/menit S : 36,6 C Jam 00.00 WIB N : 120 x/menit 11 O : Jam 08.00 WIB N : 116 x/menit RR : 24 x/menit S : 36,2 C Hari III (30.11.2012) S : Jam 08.00 WIB : -

RR : S : 36,3 C Jam 04.00 WIB N : 132 x/menit RR : 36 x/menit S : 37,8 C Jam 08.00 WIB N : 116 x/menit RR : 27 x/menit S : 36,7 C Lab : Jam 10.18 WIB Hb Tr Ht Na K Cl : 11,6 g/dL : 187.000 : 36 % : 4,0 mmol/L :135 mmol/L : 106 mmol/L Leuko : 10.800

RR : 36 x/menit S : 35,6 C Jam 04.00 WIB N : 108 x/menit RR : 32 x/menit S : 35,6 C Jam 08.00 WIB N : 116 x/menit RR : 24 x/menit S : 36,2 C Lab : Lab : Jam 06.00 WIB Hb Tr Ht : 11,3 g/dL : 300.000 : 35 % Leuko : 9.200

GDS : 120 mg/dL

A : Kejang demam kompleks

A : Kejang demam kompleks A : Kejang demam kompleks dengan perbaikan dengan perbaikan klinis

P: - IVFD KAEN 1B 12 tpm / makro - Diazepam supp 5 mg - Asam Valproat 3 x 1 ml - Paracetamol 3 x 1 ml - Metimazol 0,4 cc IV - Cefotaxime 3 x mg dalam NaCl 0,9% 50 cc IV

P: - IVFD KAEN 1B 12 tpm / makro - Diazepam supp 5 mg - Asam Valproat 3 x 1 ml - Paracetamol 3 x 1 ml - Metimazol 0,4 cc IV - Cefotaxime 3 x mg dalam NaCl 0,9% 50 cc IV 12

P: - Infus aff - Rencana pulang - Asam Valproat 3 x 1 ml - Kontrol setelah 3 hari

13

ANALISA KASUS Pada kasus ini pasien didiagnosa sebagai Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure). Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Dasar diagnosis pada pasien ini terjadi kejang terjadi pada umur kurang 5 tahun, bersifat umum, tonik-klonik dan kemudian fokal, kesadaran menurun pada saat kejang, dan setelah kejang pasien sadar, terlihat lemas dan menangis. Pada pemeriksaan neurologis, refleks fisiologis, refleks patologis dan tanda rangsang meningeal menunjukkan tidak adanya kelainan pada SSP. Menurut Nelson Esenstial of Pediatrics, kejang demam terjadi pada usia di antara 6 bulan 60 bulan (5 tahun) dengan suhu di atas 38 C yang tidak disebabkan oleh infeksi sistem saraf pusat atau ketidakstabilan metabolik. Kejang demam sederhana ditandai dengan karakteristik kejang yang tonik klonik disertai demam dan berlangsung kurang daripada 15 menit dan kejang tidak kambuh dalam 24 jam. Kejang demam kompleks terjadi lebih lama yaitu lebih dari 15 menit dan kejang bersifat focal dan kejang berulang > 1 kali dalam masa 24 jam. Menurut Schweich dan Zempsky dalam Oskis Pediatric, kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik, dan atau otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan di neuron otak. Menurut WHO, kejang demam adalah kejang yang terjadi akibat demam (suhu rektal di atas > 38C) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat (SSP) atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak di atas umur 1 bulan, dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. Menurut Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, Jakarta. Kriteria Livingstone yang dimodifikasi untuk kejang demam sederhana (Simple Febrile Convulsion) adalah: 1. Umur anak kejang diantara 6 bulan 5 tahun. 2. Kejang tidak lebih dari 15 menit. 3. Kejang bersifat umum. 4. Kejang timbul 16 jam setelah mulai demam. 5. Pemeriksaan saraf sebelum dan setelah kejang normal. 14

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat 1 minggu setelah suhu normal, tidak ada kelainan. 7. Frekuensi kebangkitan kejang dalam 1 tahun tidak lebih dari 4 kali. Menurut kriteria Livingstone, kejang demam kompleks (Complex Febrile Convulsion adalah kejang lama >15 menit, kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului dengan kejang parsial, kejang berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam. Pada kasus ini telah terpenuhi 5 dari 7 kriteria Livingstone menegakkan diagnosis kejang demam sedarhana. Namun karena kejang pada kasus ini berulang 2 kali dalam masa 24 jam, maka kejang demam ini digolongkan dalam kejang demam kompleks. Sumber utama dari otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal sel neuron mudah dilewati oleh kalium tetapi tidak mudah dilewati natrium akibatnya terdapat perbedaan potensial diluar sel dan didalam sel. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bentuan enzim Na-K ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10 %-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrirm melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini begitu besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel melalui perantaraan neurotransmiter dan terjadilah kejang. Lamanya kejang sangat bervariasi, kejang yang lebih lama dari 15 menit biasanya terjadi apnea, hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot selanjutnya mengakibatkan metabolisme otak meningkat, kejadian ini merupakan proses terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Serangan kejang dapat juga terjadi karena adanya suatu awitan hipertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. Pasien anak ini tidak mempunyai riwayat kejang demam dalam keluarganya, maka diperkirakan kemungkinan terjadinya kejang demam adalah karena imaturitas sel otak. Faktor risiko yang akan meningkatkan terjadinya kejang demam rekuren adalah kejang atipikal, kelainan postiktal, adanya riwayat epilepsi di dalam keluarga dan kejang demam pertama berusia < 9 bulan. Penyebab kejang demam terbanyak adalah 15

meningoencephalitis (terutama etiologi herpes simplex), ISPA dan otitis media. Menurut Nelson Esential of Pediatrics terdapat faktor resiko mayor dan minor untuk terjadinya rekurensi kejang demam. MAYOR Usia < 1 tahun Lama demam < 24 jam Suhu 38 39 C. MINOR Riwayat keluarga dengan kejang demam Riwayat keluarga dengan epilepsy Kejang demam kompleks Jenis kelamin: Laki laki Na serum rendah

Persentase rekusensi kejang demam: i. ii. iii. iv. Tanpa faktor resiko 1 faktor resiko 2 faktor resiko 3 atau lebih : 12 % : 25 50% : 50 59% : 73 100%

Pada kasus ini didapatkan jenis kelamin pasien laki laki, usia < 1 tahun dan suhu tinggu dengan 38,2 C. Dengan adanya 3 faktor ini menunjukkkan tahap rekurensi untuk terjadinya kejang demam sebanyak 73 100%. Pada kasus ini didiagnosa bandingkan dengan epilepsy induced trigged of fever karena kejang ini memenuhi kriteria Livingstone kecuali pada pemeriksaan EEG yang menunjukkan adanya kelainan aktivitas di otak. Kejang bisa juga disebabkan oleh hipoglikemia (Gula darah sewaktu < 60 mg/dL) . Namun pada kasus dapat disingkirkan penyebab kejang karena hipoglikemik karena setelah diperiksa GDS 120 mg/dL. Dianjurkan juga pemeriksaan darah tepi lengkap untuk mengetahui ada tidaknya infeksi pada tubuh. Terakhir, dianjurkan pemeriksaan EEG setelah satu minggu bebas demam karena kejang demam yang terjadi adalah tipe kompleks. EEG juga dianjurkan karena ini merupakan kali keempat terjadinya kejang demam pada pasien ini. Menurut 16

Nelson Esenstial of Pediatrics jika adanya faktor risiko terjadinya kejang demam rekuren dianjurkan pemeriksaan EEG. Ini untuk melihat jika terdapat kelainan gelombang epileptiform atau gejala sisa akibat dari kejang demam itu. Lumbal punksi sangat di anjurkan karena pasien ini karena berusia 9 bulan. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan terjadinya meningitis karena pada bayi kecil manifestasi meningitis cenderung tidak jelas. Menurut American Academy of Peadiatrics (AAP) mengatakan anak usia < 12 bulan sangat dianjurkan untuk melakukan lumbal punksi. Anak 12 18 bulan dianjurkan untuk lumbal punksi. Anak > 18 bulan tidak rutin dilakukan lumbal punksi, hanya dilakukan sekiranya ada indikasi, gejala klinis, simptom penyakit meningitis. Menurut Nelson Esential of Pediatrics, untuk mengevaluasi anak dengan kejang pertama dilakukan pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan kimia darah seperti glukosa, kalsium, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, urea nitrogen, kreatinin, magnesium, dan fosforus, pemeriksaan toksikologi darah dan urin, analisa cairan serebrospinal, elektroensefalografi (EEG) dan MRI. Terapi pertama yang diberikan dalam kasus ini adalah diazepam supp 5 mg. Obat yang praktis dapat berupa diazepam rectal dengan dosis 0,5 0,75 mg/kgBB atau diazepam rectal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 mg. Untuk kasus ini karena anak dengan berat badan 9 kg maka diberi diazepam rectal dengan dosis 5 mg supositoria. Untuk dosis diazepam rectal bisa diberikan diantara 4,5 6,75 mg dan obat ini diberikan sekiranya serangan kejang berulang. Menurut Vincent W. Chiang dalam Fleisher-Textbook of Pediatrics Emergency Medicine benzodiazepine merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang. Lorazepam (Ativan) mempunyai onset of action (< 5menit) yang lebih cepat dari diazepam dan efek antikonvulsannya bertahan selama beberapa jam. Ia dapat diberikan secara intravena dan intramuscular dengan dosis 0,05 0,1 mg/kgBB dengan dosis maksimal 4mg. Menurut Vincent juga, diazepam menjadi terapi utama sebelum adanya benzodiazepine. Diazepam mempunyai waktu paruh yang lebih pendek, dapat diberikan lewat rektal dan intravena dengan dosis 0,5 mg/kgBB. Kedua, diberikan oksigen nasal 2-5 liter/menit. Menurut Nelson Esenstial of Pediatrics, penanganan pertama pada kasus kejang demam adalah memastikan jalan nafas dan sirkulasi dalam keadaan baik. Oksigen diberikan, namun jika ada obstruksi maka dapat dilakukan intubasi. Oksigen diberikan karena pada saat kejang, terjadi penurunan saturasi

17

oksigen dan perfusi kortikal yang dapat meningkatkan resiko kerusakan otak dan terjadinya status epileptikus. Ketiga, berikan obat analgesik dan antipiretik paracetamol sirup 3 x 1 ml /hari dan anjuran kompres hangat. Ini diberikan untuk menurunkan suhu tubuh anak, jika suhu tetap meningkat, bisa terjadi kejang. Dosis paracetamol yang diberikan adalah 10 15 mg/kgBB, maka untuk anak ini berat badannya 9 kg dosis paracetamol yang didapatkan adalah 90 135 mg. Dalam obat paracetamol merek Ottopan terisi 120 mg/ 5ml, maka 1 ml terkandung 24 mg pacaretamol. Maka, pemberian obat paracetamol untuk pasien ini adalah 3 kali satu hari. Menurut Julie A. Jaskiewicz, dalam Raymond-Pediatric Primary Care Ill, pemberian antipiretik asetaminofen pada kejang demam setiap 4 jam tidak mencegah terjadinya kejang demam ulangan. Menurut WHO, dianjurkan dilakukan kompres air hangat pada anak yang mengalami demam tinggi. Keeempat, diberikan antibiotik cefotaxime 3 x mg dalam NaCl 0,9% 50 cc IV. Antibiotik diberikan karena diduga terdapat faktor infeksi yang menyebabkan terjadinya kejang demam walaupon penyebab infeksinya tidak ditemukan. Diberikan cefotaxime yaitu antiobiotik golongan cephalosporin karena golongan ini kurang menyebabkan reaksi alergi berbanding dengan golongan beta laktam. BB anak = 9 kg Dosis cefotaxime: 50 180 mg/ kgBB/ hari Maka, dosis cefotaxime adalah 450 1620 mg / hari 9 kg x 100 mg = 900 mg / hari dibagi dalam 3 dosis = 300 mg Maka, 1 gram cefotaxime dibagi tiga dosis dalam NaCl 0,9 % 50 cc IV. Terakhir, diberikan asam valproat 3 x 1 ml (250 mg/ 5ml). Pemberian asam valproat sebagai profilaksis terjadinya kejang rekuren. Dosis asam valproat untuk profilaksis kejang demam kompleks adalah 15 40 mg/ kgBB. Maka, dosis untuk pasien ini adalah 135 360 mg. BB anak = 9 kg Dosis maintainence asam valproat 15 40 mg/ kgBB Maka, dosis anak 135 360 mg asam valproat

18

= 9 kg x 17 mg / kgBB / hari = 153 mg dibagi dalam 3 dosis = 51 mg ~ 50 mg = 50 mg / 1 ml diberikan 3 kali sehari. Menurut Julie A. Jaskiewicz, dalam Raymond-Pediatric Primary Care Ill mengatakan bahawa pemberian antikonvulsan fenobarbital atau asam valproat efektif dalam mencegah terjadinya kejang demam rekuren. Sedangkan carbamazepin dan fenitoin tidak efektif dalam mencegah terjadi kejang demam rekuren. Menurut Nelson Esenstial of Pediatrics, penggunaan asam valproat harus hati-hati karena dapat menyebabkan hepatotoksisitas yang berakibat fatal terutama pada anak berumur 2 tahun ke bawah. Efek samping yang harus diperhatikan pada pemakaian fenobarbital adalah penurunan fungsi kongnitif dan gangguan perilaku. Pada kasus ini dipasang infus intravenous line (IV) atas indikasi untuk drug line. Menurut Oskis Pediatrics, IV line dipasang pada anak yang mengalami kejang untuk pemberian cairan dan obat- obatan. Dekstrosa 25% diberikan (2mL/kgBB) jika kejang disebabkan oleh hipoglikemia dan cairan isotonik diberikan pada kadar yang perlahan untuk mengelakkan terjadinya eksaserbasi edema serebral. Untuk pemberian cairan pada pasien anak ini diberikan cairan rumatan KAEN 1B 12 tpm / 24 jam dengan menggunakan rumus 10 kg pertama 100cc, 10 kg kedua 50 cc dan 10 kg seterusnya 20 cc. 10 kg I = 100 cc = [(9 kg x 100 cc) x 20] / [ 24 jam x 60 ] = [ 900 cc x 20 ] / [ 24 jam x 60 ] = [ 18000 ] / [ 1440 ] = 12,5 = 12 tpm Prognosis ad vitam bonam karena kejang demam tidak menyebabkan kematian. Menurut Oskis pediatrics prognosis kejang demam adalah baik. Ad functionam bonam karena tidak ada kelainan neurologis setelah kejang terjadi. Ad sanationam dubia ad bonam karena, ini merupakan kejang demam kedua serta bersifat kompleks dan dapat menyebabkan 19

epilepsi. Menurut Oxford Handbook of Clinical Specialties, 1% anak kejang demam yang kejang < 30 menit dapat terjadi epilepsi. Pasien ini mempunyai riwayat kejang demam sewaktu berumur 6 dan 8 bulan. Menurut Nelson Esenstial of Pediatrics, 30-50% anak yang pernah mengalami kejang demam, akan terjadi kejang demam rekuren. Kadar rekurensi kejang demam tergantung umur pasien pada saat pertama kali kejang demam terjadi. 50-60% kadar rekuren terjadi apabila saat kejang demam pertama terjadi usia di bawah 1 tahun, 28% rekuren terjadi apabila di atas 1 tahun. Pada perawatan hari pertama tanggal 28/11/2012, pasien sudah tidak kejang tetapi masih demam dan suhu panas pada jam 04.00 pagi (29/11/2012). Keadaan umum tampak sakit ringan, suhu 37.8C, nadi 132 x/menit dan respirasi 36 x/menit. Pasien ini diterapi dengan IVFD KAEN 1B sebanyak 12 tetes per menit, paracetamol sirup 3 x 1 ml dan metamizol (Novalgin) 0,4 cc secara intravena (jika suhu > 38,5C), asam valproat 3 x 1 sendok teh sebagai profilaksis kejang demam rekuren, antibiotik cefotaxime 3 x mg dalam NaCl 0,9% 50 cc IV. Menurut Nelson Esenstial of Pediatrics, asam valproat efektif sebagai profilaksis terjadinya kejang demam rekuren. Nelson menganjurkan pemberian diazepam oral sebanyak 0,3mg/kgBB/8jam atau 1mg/kgBB/24 jam sepanjang fase sakit (selalunya selama 2-3 hari). Pada perawatan hari kedua tanggal 29/11/2012, pasien tidak kejang dan masih panas pada jam 16.00 WIB. Keadaan umum tampak sakit ringan, suhu 37,6C, nadi 108 x/menit dan respirasi 26 x/menit. Terlihat perbaikan klinis pada hari kedua perawatan pasien ini. Pemberian infus KAEN 1B diteruskan sebanyak 12 tetes per menit. Diazepam supp 5 mg sebagai persediaan terapi jika terjadi kejang berulang. Paracetamol dan metamizol diberikan jika pasien demam sahaja. Pemberian asam valproat masih diteruskan sebanyak 3 x 1 sendok teh sebagai profilaksis terjadinya kejang demam rekuren. Antibiotik dilanjutkan cefotaxime 3 x mg dalam NaCl 0,9% 50 cc IV. Pada perawatan hari ketiga, pasien menunjukkan perbaikan klinis di mana, kejang dan panas sudah tidak ada. Keadaan umum tampak sehat, suhu 36,2C, nadi 116 x/menit dan respirasi 24 x/menit. Hasil laboratorium pada jam 06.00 WIB menunjukkan Hemoglobin 11,3 g/dL, Leukosit 9.200, Trombosit 300.000 dan Hematokrit 35%. Ini menunjukkan penatalaksanaan pada pasien ini berhasil. Antibiotik IV cefotaxime dihabiskan karena diberikan paling minimal selama 3 hari. Pasien dibenarkan pulang dan diberikan asam valproat 3 x 1 sendok teh dan diminta untuk kontrol setelah 3 hari. 20

21

You might also like