You are on page 1of 32

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .. 1

KATA PENGANTAR .................................................................................. . 2

BAB 1 PENDAHULUAN . 3 BAB 2 LAPORAN KASUS .. 4 18 BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA 3. 1. Definisi.................................................................................................... 19-20 3.2. Epidemiologi ........................................................................................... 20-21 3.3. Etiologi ................................................................................................... 21-22 3.4. Patogenesis ............................................................................................. 22-24 3.5. Diagnosis ................................................................................................ 24-25 3.6. Penatalaksanaan ..................................................................................... 26-27 3.7. Komplikasi ............................................................................................. 27 3.8. Peognosis ............................................................................................... 28 BAB 4 DISKUSI 29-31 DAFTAR PUSTAKA .32

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas izin-Nya saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudulPneumonia ini. Laporan kasus ini dibuat untuk melengkapi persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior dibagian Ilmu Penyakit Dalam yang dilaksanakan di RSU Prof. Dr. Boloni Medan, Sumatera Utara. Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada dokter pembimbing di SMF Ilmu Penyakit Dalam RSU Prof. Dr. Boloni Medan : 1. dr. Leonardo B. Dairy, Sp. PD KGEH 2. dr. Laura Dairy Yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan agar laporan kasus ini lebih akurat dan bermanfaat. Tentunya saya menyadari bahwa laporan kasus ini banyak kekurangan untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca agar kedepannya saya dapat memperbaiki dan menyempurnakan kekurangan tersebut. Besar harapan saya agar laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi para pembaca serta dapat memberikan suatu pengetahuan baru bagi mahasiswa untuk meningkatkan keilmuannya.

Medan, 22 April 2013

Harry Putri Wulandari

BAB I. PENDAHULUAN
Infeksi saluran nafas bawah masih merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. WHO (1999) : Penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran nafas akut (influenza dan pneumonia). SKRT Depkes (2001) : Infeksi saluran nafas bawah urutan ke 2 penyebab kematian di Indonesia. Pneumonia memberikan gambaran yang berbeda dari pneumonia bakterial akut dan dapat terjadi di lingkungan masyarakat ataupun di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena latar belakang patofisiologinya berbeda dengan pneumonia bakterial akut. Pada masa lalu pneumonia dikenal sebagai pneumonia tipikal yang disebabkan oleh Str. Pneumoniae dan atipikal yang disebabkan oleh kuman atpik seperti misalnya M. Pneumoniae. Tapi istilah tersebut tidak lagi dipergunakan. Pada perkembangannya pneumonia saat ini dikenal atas 2 kelompok utama yaitu pneumonia di rumah perawatan atau nosokomial (PN) dan pneumonia komunitas (PK) yang didapat di masyarakat. Disamping kedua bentuk utama ini terdapat pula pneumonia bentuk khusus yang masih sering dijumpai. Pneumonia bentuk khusus terdiri dari pneumonia aspirasi yang terjadi di Amerika pada pneumonia komunitas sebanyak 1.200 per 100.000 penduduk per tahun, sedangkan pada pneumonia nosokomial sebesar 800 pasien per 100.000 pasien rawat inap per tahun dengan insidensi tertinggi pada pria terutama usia anak atau usia lanjut; pneumonia pada gangguan imunitas yang terjadi tergantung pada defek imunitas tersebut; pneumonia pada usia lanjut terjadi pada usia diatas 60 terutama terjadi pada 2 kelompok yaitu usia lanjut yang tinggal di rumah dan yang tinggal di rumah perawatan; pneumonia kronik dapat berupa pneumonia karena infeksi dan bukan karena infeksi; dan pneumonia bentuk lain yang terdiri dari pneumonia rekurens atau berulang; penyakit paru eosinofilik merupakan penyakit paru akibat kelompok gangguan paru yang beragam yang ditandai oleh adanya infiltrasi eosinofil pada bronkus, alveoli dan interstitium dari paru; dan pneumonia resolusi lambat yaitu bila pengurangan gambaran konsolidasi pada foto toraks lebih kecil dan 50% dalam 2 minggu dan berlangsung lebih dari 21 hari.

BAB II. LAPORAN KASUS


KOLEGIUM PENYAKIT DALAM (KPD) CATATAN MEDIK PASIEN No. Reg. RS : 05.02.92 Nama Lengkap : Rohman Tanggal Lahir : 02 januari 1957 Umur : 56 tahun Jenis Kelamin : Laki-Laki No. Telepon : 081361146282 Pekerjaan : Karyawan PT. Waskita Pendidikan : SLTA Suku Bangsa : Jawa Agama : Islam Status: Menikah

Alamat : Jl. Mongonsidi No. 70 Medan

Dokter Muda Dokter


Tanggal Masuk:

: Harry Putri Wulandari :

ANAMNESIS

Automentesis Heternomentesi s

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Keluhan Utama Deskripsi : Os datang ke RSU.Prof.Dr.Boloni Medan pada tanggal 06 April 2013 pukul 20.00 WIB dengan keluhan nafasnya terasa sesak sejak sore hari, sesak tidak dipengaruhi oleh posisi tubuh, aktivitas dan cuaca. Hal ini baru dialami pertama kalinya. Os juga mengeluhkan batuk lebih dari satu bulan yang lalu dan berdahak dengan dahak warna hijau, tidak dijumpai batuk darah dan tidak disertai pilek. Os juga mengalami demam, demam naik turun kurang lebih sejak lima hari yang lalu, demam tidak disertai menggigil dan berkeringat di malam hari. Demam turun dengan obat penurun panas. Os menyangkal pernah melakukan perjalanan ke daerah pantai, makan sembarangan, dan tidak ada riwayat penurunan berat badan. Os belum pernah mengkonsumsi obat 6 bulan. Os perokok aktif sejak usia 18 tahun hingga sekarang dengan frekuensi 3 sampai 4 batang rokok sehari. Os mengatakan kepala terasa pusing dan oyong, lidah terasa pahit, nyeri tenggorokan, mual, muntah, tidak disertai nyeri ulu hati. Badan terasa lemas, nafsu makan normal dan nafsu minum normal. Buang air kecil normal dan buang air besar normal. : Sesak.

RPT RPO

::-

RIWAYAT PRIBADI Riwayat Alergi Tahun Bahan / obat Gejala -

Riwayat imunisasi Tahun Jenis imunisasi -

Hobi Olah Raga

: Tidak ada yang khusus. : Tidak ada yang khusus.

Kebiasaan Makanan : Tidak ada yang khusus. Merokok batang rokok perhari. Minum Alkohol : (-). : (+) sejak usia 18 tahun hingga sekarang dengan frekuensi 3 sampai 4

ANAMNESIS UMUM (Review of System) Umum : Sesak nafas. Abdomen : Simetris, soepel, tidak

terdapat organomegali.

Kulit : Warna coklat.

Alat kelamin: Laki-laki, tidak ada keluhan.

Kepala dan leher : Tidak ada keluhan.

Ginjal dan saluran kencing : Tidak ada keluhan.

Mata : Tidak ada keluhan. Telinga : Tidak ada keluhan. Hidung : Tidak ada keluhan.

Hematologi : Tidak ada keluhan. Endokrin/metabolik : Tidak ada keluhan. Musculoskeletal : Tidak ada keluhan.

Mulut dan Tenggorokan : Batuk berdahak. Sistem saraf : Tidak ada keluhan. Pernafasan : Terasa sesak. Jantung : Tidak ada keluhan. Emosi : Terkontrol. Vaskuler : Tidak ada keluhan.

DISKRIPSI UMUM

Ringan

Sedang

Berat

Status Gizi BB = 65 Kg, TB = 175 Cm. IMT = BB (kg)/TB(m) = 65/3,062 kg/ m = 21,224. Kesan : Normowheight.

TANDA VITAL Kesadaran Compos mentis. Deskripsi : Bicara dengan baik dan jelas.

Nadi Tekanan darah

Frekuensi 116 x/menit. Berbaring: Lengan kanan : 100/70 mmHg. Lengan kiri : -

Reguler, t/v: kuat Duduk: Lengan kanan: -. Lengan kiri : -

Temperatur Pernafasan

Aksila: 40,1 C. Frekuensi: 24 x/menit. Deskripsi: reguler, abdominal thorakal

KULIT KEPALA & LEHER TELINGA HIDUNG

: Dalam batas normal. : Dalam batas normal. : Dalam batas normal. : Dalam batas normal.

RONGGA MULUT DAN TENGGORAKAN : Dalam batas normal. MATA : Conjunctiva palpebra inferior pucat (-), sclera ikterik (-), Reflek Cahaya (+)/(+), Pupil isokor D=S 3mm.

THORAX Anteior Inspeksi Palpasi Perkusi Simetris fusiformis. SF sinistra > SF dextra. Pekak di lapangan bawah paru sinistra. Auskultasi SP : vesikuler di seluruh lapang paru dextra; vesikuler di lapangan atas dan lapangan tengah paru sinistra. Poterior Simetris fusiformis. SF sinistra > SF dextra. Pekak di lapangan bawah paru sinistra. SP : vesikuler di seluruh lapang paru dextra; vesikuler di lapangan atas dan lapangan tengah paru sinistra.

ST : ronki basah di lapang bawah paru ST : ronki basah di lapang bawah paru sinistra. sinistra.

JANTUNG Inspeksi Palpasi : Ictus Cordis tidak terlihat. : Ictus Cordis tidak teraba, 1 cm medial Linea Midclavicula Sinistra ICR VI..

Perkusi

: Batas Jantung Relatif. Atas : ICR III Sinistra. Kanan: Linea Sternalis Dextra. Kiri : 1 cm medial Linea Midclavicula Sinistra ICR VI.

Auskultasi

: BJ l dan BJ II normal. ST: desah (-), gallop (-). M1>M2, A2>A1, P2>P1, A2>P2

ABDOMEN Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Simetris, Distensi (-). : Soepel, Hepar/Lien/Renal: organomegali (-), nyeri tekan (-). : Tympani di seluruh lapang abdomen. : Peristaltik (+), kesan: normal.

PINGGANG Ballotement (-), Tapping pain (-).

EKSTREMITAS Superior Inferior : Edema (-) / (-), clubbing finger (-). : Edema (-) / (-), clubbing finger (-).

ALAT KELAMIN Tidak dilakukan pemeriksaan. REKTUM Tidak dilakukan pemeriksaan.

NEUROLOGI Refleks Fisiologis (+) Normal, Refleks Patologis (-).

BICARA Normal.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM - Tanggal 06 April 2013 Darah Rutin Hemoglobin (cyan) Leukosit Hematokrit Trombosit Widal Test : : 14,3 g/dl. : 21.000 /mm3. : 35,2 %. : 285.000 /mm3

Widal Test

Typhi A 1/80 1/80 1/80 1/80

Paratyphi B 1/320 180 C 1/80 1/80

Titer H Titer O

10

PEMERIKSAAN LABORATORIUM - Tanggal 08 April 2013 Metabolisme Karbohidrat Kadar Gula Darah Puasa : 122 mg%.

URINALISA Warna pH Berat Jenis Sediment : Kuning jernih. : 6,0. : 1,015. : : 1-3 /LP. : 5-7 /LP. : 2-3 /LP.

o Eritrosit o Leukosit o Epitel

PEMERIKSAAN LABORATORIUM - Tanggal 09 April 2013 Darah Rutin Leukosit Hematokrit Trombosit : 7.100 / mm3. : 35,1 %. : 430.000 / mm3.

Feses Rutin Tidak dilakukan pemeriksaan.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI FOTO THORAX Thorax : Tampak infiltrat dibagian bawah paru kiri.

11

Kesimpulan : Bronchopneumonia.

FOTO POLOS ABDOMEN Tidak dilakukan pemeriksaan.

RESUME DATA DASAR (Diisi dengan Temuan Positif) Oleh Dokter Muda : Harry Putri Wulandari Nama Pasien No. Rekam Medik 1. KELUHAN UTAMA 2. ANAMNESIS : Rohman : 05. 02. 92 : Sesak. :

(Riwayat Penyakit Sekarang, Riwayat Penyakit Dahulu, Riwayat Pengobatan, Riwayat Penyakit Keluarga, Dll). Sesak nafas (+), batuk (+) lebih dari satu bulan, berdahak (+) dengan dahak warna hijau. Demam (+) naik turun kurang lebih sejak lima hari yang lalu. Kepala pusing (+) dan oyong (+), lidah terasa pahit (+), nyeri tenggorokan (+), mual (+), muntah (+). Lemas (+), nafsu makan (+) normal dan nafsu minum (+) normal. Buang air kecil (+) normal dan buang air besar (+) normal. RPT RPO ::-

12

RENCANA AWAL Nama Penderita: Rohman 0 5 0 2 9 2

Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah (meliputi rencana untuk diagnose, penatalaksanaan dan edukasi) No Masalah Rencana Diagnosa 1 DD: Pneumonia ISPA TB paru - Darah rutin - Urine rutin - Foto thorax - Konsul bagian penyakit dalam Rencana Terapi - O 2-5 L/i - Bedrest - Diet MB - IVFD RL 20 gtt/i. - IVFD ciprofloxacin 400 mg 1 flash/12 jam. - Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam (IV) skin test. - Inj. Novalgin 1 gr /IV. - Imox tablet 3x1. - Cefixime tablet 2x2. - Ambroxol syr 3xCI. Rencana Monitoring - Klinis - Laboratorium Rencana Edukasi Menerangkan dan menjelaskan keadaan, penatalaksanaan dan komplikasi penyakit pada pasien dan keluarga

13

Follow Up pasien selama dirawat : P Tgl. S O A Terapi - O 2-5 liter/i. - Bedrest. - Diet MB. - IVFD RL 20 gtt/i. - IVFD ciprofloxacin 400 P. Fisik: Thorax: I: simetris fusiform. P: SF kiri > SF kanan. P: pekak di lapang bawah paru sinistra. A: SP: vesikuler diseluruh lapang paru dextra, vesikuler di lapang atas dan tengah paru sinistra. ST: ronki basah di bagian bawah paru sinistra. mg 1 flash/12 jam. - Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam (IV) skin test. - Inj. Novalgin 1 gr /IV. - Ambroxol syr 3xCI. Diagnost ik

06/04/ 2013

Sesak (+), batuk (+), berdahak (+), dahak warna hijau, demam (+), pusing (+), oyong (+), nyeri tekan perut (-), lemas (+), BAK (+) normal, BAB (+) normal.

Sens: Compos Mentis. TD: 100/70 mmHg. HR: 116 x/i. RR: 24 x/i. T : 40,1C.

DD : Suspect pneumonia, Suspect TB paru.

P.fisik abdomen: I: simetris. P:organomegali (-). A:peristaltik(+) normal. P: Timpani diseluruh


14

lapang perut.

08/04/ 2013

Sesak (-), batuk (+), berdahak (+),

Sens: Compos Mentis. TD: 110/70 mmHg.

- Pneumonia

- O 2-5 liter/i (k/p). - Bed Rest. - Diet MB. - IVFD RL 20 gtt/i. - IVFD ciprofloxacin 400

dahak warna hijau HR: 76 x/i. kekuningan, demam (-), pusing (+), oyong (+), nyeri tekan perut (-), lemas (+), BAK (+) normal, BAB (+) normal. P. Fisik: Thorax: I: simetris fusiform P: stem fremitus meningkat di lapang bawah paru sinistra. P: redup di lapang bawah paru sinistra. A: SP: vesikuler RR: 20 x/i. T : 36,5 C.

mg 1 flash/12 jam. - Inj. Ceftriaxone 1 gr /12 jam. - Paracetmol tablet 3x1 (k/p). - Imox tablet 3x1. - Cefixime tablet 2x2.
15

disluruh lapng paru dextra, vesikuler di lapang atas dan tengah paru sinistra. ST: ronki basah di bagian bawah paru sinistra.

- Ambroxol syr 3x CI.

P.fisik abdomen: I: simetris. P: organomegali (-). A: peristaltik(+) normal. P: Timpani diseluruh lapang perut.

09/04/ 2013

Sesak (-), batuk (+) berkurang, berdahak (+) berkurang, dahak warna putih kekuningan, demam (-), oyong (-), pusing (-), mual (-), muntah (-), lemas (-), BAK (+) normal, BAB (+) normal.

Sens: Compos Mentis. TD: 110/80 mmHg. HR: 78 x/i. RR: 18 x/i. T : 36,8 C.

- Pneumonia

- Bedrest. - Diet MB. - IVFD RL 20 gtt/i. - IVFD ciprofloxacin 400 mg 1 flash/12

P. Fisik: Thorax: I: simetris fusiform. P: SF kiri > SF kanan. P: pekak di lapang bawah paru sinistra. A: SP: vesikuler disluruh lapng paru dextra, vesikuler di lapang atas dan tengah

jam. - Paracetamol tablet 3x1 (k/p). - Imox tablet 3x1. - Cefixime tablet2x2. - Ambroxol syr 3xCI.

16

paru sinistra. ST: ronki basah di bagian bawah paru sinistra.

P.fisik abdomen: I: simetris. P: organomegali (-). A: peristaltik(+) normal. P: Timpani diseluruh lapang perut.

10/04/ 2013

Sesak (-), batuk (+) berkurang, berdahak (+) berkurang, warna dahak putih, pusing (-), oyong (-), mual (-), muntah (-), lemas (-), BAK (+) normal, BAB (+) normal.

Sens: CM TD: 110/60 mmHg HR: 80 x/i RR: 20 x/i T : 36,8 C

- Pneumonia

- Bedrest. - Diet MB. - IVFD RL 20 gtt/i. - IVFD ciprofloxacin 400 mg 1 flash/12

P. Fisik: Thorax: I: simetris fusiform. P: SF kiri > SF kanan. P: pekak di lapang bawah paru sinistra. A: SP: vesikuler disluruh lapng paru dextra, vesikuler di lapang atas dan tengah

jam. - Paracetmol tablet 3x1 (k/p). - Imox tablet 3x1. - Cefixime tablet 2x2. - Ambroxol syr 3xCI.

17

paru sinistra. ST: ronki basah di bagian bawah paru sinistra.

P.fisik abdomen: I: simetris. P: organomegali (-). A: peristaltik(+) normal. P: Timpani diseluruh lapang perut.

Kesimpulan : Laki-laki, 56 tahun dengan diagnosa Pneumonia. Prognosis: Ad Vitam : dubia ad bonam.

Ad Functionam : dubia ad bonam. Ad Sanactionam : dubia ad bonam.

18

BAB III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1. DEFINISI Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme. Istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut yang merupakan penyebabnya yang tersering. Pneumonia Komunitas (PK) atau pneumonia yang didapat di mayarakat adalah pneumonia yang terjadi akibat infeksi diluar RS. Infeksi akut pada parenkim paru yang berhubungan dengan setidaknya beberapa gejala infeksi akut, disertai adanya gambaran infiltrat akut pada radiologi toraks atau temuan auskultasi yang sesuai dengan pneumonia
19

(perubahan suara napas dan atau ronki setempat) pada orang yang tidak dirawat di rumah sakit atau tidak berada pada fasilitas perawatan jangka panjang selama 14 hari sebelum timbulnya gejala (IDSA 2000). Sedangkan Pneumonia di rumah perawatan (PN) adalah pneumonia yang terjadi > 48 jam atau lebih setelah dirawat di RS, baik di ruang rawat umum ataupun ICU tetapi tidak sedang memakai ventilator. Pneumonia yang berhubungan dengan pemakaian ventilator (PBV) adalah pneumonia yang terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi tracheal. Pneumonia yang didapat di pusat perawatan kesehatan (PPK) yang juga masih termasuk ke dalam pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang didapat pada pasien yang dirawat oleh perawatan akut di rumah sakit selama 2 hari atau lebih dalam waktu 90 hari dari proses infeksi. Disamping kedua bentuk pneumonia diatas ada pula pneumonia bentuk khusus yang masih sering dijumpai.

Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan : Pneumonia komunitas Pneumonia nosokomial Pneumonia rekurens kronik. Pneumonia aspirasi : Alkoholik dan usia tua. : Endemik, muda atau orang tua. : Didahului perawatan di RS. :Terjadi berulangkali, berdasarkan penyakit paru

Pneumonia pada gangguan imun : Pada pasien transplantasi, onkologi dan AIDS.

Pneumonia Kronik bukan karena infeksi.

: Dapat berupa pneumonia karena infeksi dan

Penyakit paru eosinoilik

: Penyakit paru akibat kelompok gangguan paru

yang beragam yang ditandai oleh adanya infiltrasi eosinofil.

20

Pneumonia resolusi lambat

: Bila pengurangan gambaran konsolidasi pada

foto thorax lebih kecil dan 50% dalam 2 minggu dan berlangsung lebih dari 21 hari.

3.2. EPIDEMIOLOGI Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran nafas yang terjadi di masyarakat atau komunitas (PK) atau di dalam rumah sakit atau pusat perawatan atau nosokomial (PN). Kejadian pneumonia nookomial di ICU lebih sering dari pada pneumonia nosokomial di ruangan umum, yaitu dijumpai hampir 25% dari semua infeksi di ICU, dan 90% terjadi pada saat ventilasi mekanik. Pneumonia yang berhubungan dengan pemakaian venilator didapat pada 9-27% dari pasien yang diintubasi. Resiko pneumonia yang berhubungan dengan penggunaan ventilator tertinggi pada saat awal masuk ICU. Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%. Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang lanjut usia dan sering terjadi pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Juga dapat terjadi pada pasien dengan penyakit lain seperti diabetes mellitus, payah jantung, penyakit arteri koroner, keganasan, insufisiensi renal, penyakit syaraf konik, dan penyakit hati kronik. Faktor predisposisi antara lain : Kebiasaan merokok. Pasca infeksi virus. Diabetes Mellitus. Keadaan immunodefisiensi. Kelainan atau kelemahan struktur organ dada. Penurunan kesadaran. Tindakan invasif seperti infus, intubasi, trakeostomi, atau pemasangan ventilator.

21

Anamnesis epidemiologi haruslah mencakup keadaan lingkungan pasien, tempat yang dikunjungi dan kontak dengan orang atau binatang yang menderita penyakit yang serupa. Pneumonia diharapkan akan sembuh setelah terapi 2-3 minggu. Bila lebih lama perlu dicurigai adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non bakteri seperti oleh jamur, mikobakterium atau parasit.

3.3. ETIOLOGI Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai tipe dari pneumonia, dan hal ini berdampak kepada obat yang akan diberikan. Pneumonia komuniti (PK) diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri gram positif, pneumonia di rumah sakit (PN) banyak disebabkan bakteri gram negatif. Cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman misalnya : Droplet infeksi : Streptococcus pneumoniae. Melalui selang infus : Staphylococcus aureus. Infeksi pada pemakaian ventilator : P. Aeruginosa dan Enterobacter.

Pada masa kini terjadi perubahan pola mikroorganime penyebab infeksi saluran nafas bawah akut akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan tubuh dan penyakit kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat hingga menimbulkan perubahan karakteristik kuman. Mikroorganisme penyebab yang tersering adalah bakteri yang jenisnya berbeda antar negara, antara satu daerah dengan daerah yang lain pada satu negara, di luar rumah sakit dan di dalam rumah sakit, antara rumah sakit besar atau tersier dengan rumah sakit yang lebih kecil. Karena itu perlu diketahui dengan baik pola kuman disuatu tempat. Indonesia belum mempunyai data mengenai pola kuman penyebab secara umum, karena itu meskipun pola kuman di luar negeri tidak sepenuhnya cocok dengan pola kuman di Indonesia, maka pedoman yang berdasarkan pola kuman diluar negeri dapat dipakai sebagai acuan secara umum.

22

3.4. PATOGENESIS Proses patogenesis pneumoni terkait dengan 3 faktor, yaitu : 1. Keadaan imunitas. 2. Mikroorganisme yang menyerang. 3. Lingkungan yang berinteraksi satu sama lain. Cara mikroorganisme mencapai permukaan saluran napas : 1. Inokulasi langsung. 2. Penyebaran melalui pembuluh darah . 3. Inhalasi bahan aerosol. 4. Kolonisasi di permukaan mukosa. Pada masa kini terlihat perubahan pola mikroorganisme penyebab infeksi saluran nafas bawah akut akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti gagguan kekebalan tubuh dan penyakit kronik, polusi lingkungan dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat yang menimbulkan perubahan karakteristik kuman. Dijumpai peningkatan patogenitas atau jenis kuman akibat adanya berbagai mekanisme, terutama oleh Staphylococus aureus, B. Catarrhalis, Haemophilus influenzae dan Enterobachtericeae, juga oleh berbagi bakteri enterik gram negatif. Patogenesis Pneumonia Komunitas (PK) mempunyai gambaran interaksi dari ketiga faktor tersebut yang tercermin pada kecenderungan terjadinya infeksi oleh kuman tertentu oleh faktor perubah yang meningkatkan resiko infeksi oleh patogen tertentu pada pneumonia komunitas sebagai berikut : 1. Pneumokokus yang resisten penisilin dan obat lain. a. Usia lebih dari 65 tahun. b. Pengobatan Beta laktam dalam 3 bulan terakhir, c. Alkoholisme. d. Penyakit immunosupresif. e. Penyakit peyerta yang multipel. f. Kontak pada klinik lansia. 2. Patogen gram negatif.
23

a. Tinggal di rumah jompo. b. Penyakit kardioulmonal penyerta. c. Penyakit penyerta yang jamak. d. Baru selesai mendapatkan terapi antibiotika. 3. Pseudomonas aeruginosa. a. Penyakit paru struktural. b. Terapi kortikosteroid. c. Terapi antibiotik spektrum luas lbih dari 7 hari pada bulan sebelumnya. Patogenesis pneumonia nosokomial (PN) terjadi akibat proses infeksi bila patogen yang masuk saluran napas bagian bawah terebut mengalami kolonisasi setelah dapat melewati hambatan mekanisme pertahanan inang beruba daya tahan mekanik (epitel, cilia dan mukus), humoral (antibodi dan komplemen) dan selular (lekosit polinklir, makrofag, limfosit dan sitokinnya). Kolonisasi terjadi akibat adanya berbagai faktor penyerta yang berat, tindakan bedah, pemberian antibiotik, obat-obatan lain dan tindakan invasif pada saluran pernapasan.

Faktor resiko terjadinya pneumonia nosokomial dapat dikelompokkan atas 2 golongan, yaitu yang tidak bisa dirubah yang berkaitan dengan inang dan terkait tindakan yang diberikan. Pada faktor yang bisa dirubah dapat dilakukan upaya berupa mengontrol infeksi, disinfeksi dengan alkohol, pengawasan patogen resisten, penghentian dini penggunaan alat invasif dan pengaturan tatacara pemakaian antibiotik.

3.5. DIAGNOSIS Penegakan diagnosis dibuat dengan maksud pengarahan kepada pemberian terapi yaitu dengan cara mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit dan perkiraan jenis kuman penyebab infeksi. Dugaan mikroorganisme penyebab infeksi akan mengarahkan kepada pemilihan terapi empiris antibiotik yang tepat. Anamnesa ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang berhubungan dengan faktor infeksi. Berikut gejala klinis yang dapat kita nilai : Demam, suhu tubuh dapat melebihi 400C.
24

Batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah. Sesak nafas. Nyeri dada .

Pada pemeriksaan fisik, presentasi bervariasi tergantung etiologi, usia dan keadaan klinisnya. Perhatikan gejala klinis yang mengarah ada tipe kuman penyebab atau patoenitas kuman dan tingkat berat penyakit. Inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernafas, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi pekak, pada auskultasi terdengar suara nafas bronkovaskuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah pada stadium resolusi. Pemeriksaan penunjang mencakup pemeriksaan radiologis, laboratorium,

bakteriologis dan pmeriksaan khusus. a. Pemeriksaan Radiologis Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air brionkhogram (airspace disease), bronkopneumonia (segmental disease). Distribusi infiltrat pada segmen apikal lobus bawah atau inferior lobus atas tapi pada pasien tidak sadar lokasi ini bisa dimana saja. Infiltrat di lobus atas sering ditimbulkan oleh Klebsiella spp, tuberkulosis atau amiloidosis. Pada lobus bawah dapat tejadi infiltrat akibat Staphylococcus atau bakteremia. Bentuk lesi berupa kavitas dengan air fluid level sugestif untuk abses paru, infeksi anaerob dan gram negatif. Pembentukan kista terdapat pada neumonia nekrotikans atau supurativa, abses dan fibrosis akibat adanya nekrosis jaringan patu oleh kuman Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae dan kumankuman anaerob. b. Pemeriksaan Laboratorium Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri, leukosit normal atau rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus atau mikoplasma atau pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau lemah. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas. Peningkatan leukosit lebih dari 10.000/ul 30.000/ul. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri dan terjadi peningkatan Laju Endap Darah.
25

c. Pemeriksaan Bakteriologis Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal atau transtrakeal, aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin Quellung test dan Z. Nielsen. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama pra terapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya. d. Pemeriksaan Khusus Titer antiobodi terhadap virus, legionella, dan mikoplasma. Nilai diagnostik bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.

3.6. PENATALAKSANAAN Terdiri atas pengobatan empiris dan pengobatan suportif berdasarkan mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya : 1. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa. 2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia. 3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu. Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris yang ditujukan pada patogen yang paling mungkin menjadi penyebab. Bila telah ada hasil kultur dilakukan penyesuaian obat. Pada prinsipnya terapi utama pneumonia adalah pemberian antibiotik tertentu terhadap kuman tertentu pada sesutu tipe dari infeksi saluran nafas bawah akut baik pneumonia ataupun betuk lain, dan antibiotik ini dimaksudkan sebagai terapi kausal terhadap kuman penyebab tersebut. Faktor-faktor yang dipertimbangkan pada pemilihan antibiotik sebagai berikut :

26

1. Faktor pasien, yaitu urgensi atau cara pemberian obat berdasarkan tingkat berat sakitnya dan keadaan umum, mekanisme imunologis, usia, defisiensi genetik atau organ, kehamilan dan alergi. 2. Faktor antibiotik, tidak mungkin mendapatkan satu jenis antibiotik yang ampuh untuk semua jenis kuman. Karena itu penting dipahami berbagai aspek tentang antibiotik untuk efisiensi pemakaian antibiotik. Cara pemilihan antibiotik dapat berupa : Antibiotik tunggal : dipilih yang paling cocok diberikan pada pasien pneumonia komunitas yang asalnya sehat dan gambaran klinisnya sugestif disebabkan oleh kuman tertentu yang sensitif. Kombinasi antibiotik diberikan dengan maksud untuk mencakup spektrum kuman-kuman yang dicurigai, untuk meningkatkan aktivitas spektrum dan pada infeksi jamak. Bila telah didapat hasil kultur dan tes kepekaan maka hasil ini dapat dijadikan pertimbangan untuk pemberian antibiotik yang lebih terarah atau monoterapi. 3. Faktor farmakologis, farmakokinetik antibiotik mempertimbangkan proses bakterisidal dengan kadar hambat minimal yang sama degan kadar bakterisidal minimal, dan bakteriostatis dengan kadar bakterisidal minimal yang jauh lebih tinggi daripada kadar hambat minimal. Untuk mencapai efektivitas optimal, obat yang tergolong mempunyai dose dependent perlu diberikan 3-4 pemberian per hari sedangkan golongan consentration dependent cukup 1-2 kali sehari namun dengan dosis yang lebih besar. Terapi suportif terdiri atas : a. Terapi oksigen untuk mncapai PaO 80-100 mmHg atau saturasi 95-96% berdasarkan analisis gas darah. b. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme. c. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan napas dalam. d. Pengaturan cairan harus diatur dengan baik, termasuk pada keadaan gangguan sirkulasi.

27

e. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. f. Obat inotropik seperti dobutmin atau dopamin kadang-kadang diperlukan bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal prerenal. g. Ventilasi mekanis. h. Drainase empiema bila ada. i. Bila terdapat gagal napas berikan nutrisi yang cukup kalori terutama lemak (>50%), hingga dapat dihindari produksi CO yang berlebihan.

3.7. KOMPLIKASI Dapat terjadi komplikasi pneumonia ekstrapulmoner, misalnya pada pneumonia pneumokokus dengan bakteremi dijumpai pada 10% kasus berupa meningitis, arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis, dan empiema. Terkadang dijumpai komplikasi ekstrpulmoer non infeksius bisa dijumpai yang memperlambat resolusi gambaran radiologi paru, dan infark miokard akut dapat dijumpai komplikasi lain berupa acute respiratory distres syndrome (ARDS), gagal organ jamak dan komplikasi lanjut berupa pneumonia nosokomial.

3.8. PROGNOSIS Kejadian pneumonia komunitas di USA adalah 3,4-4 juta kasus pertahun, dan 20% di antaranya perlu dirawat di rumah sakit. Secara umum angka kematian pneumonia oleh pneumokokus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat pada orang tua dengan kondisi buruk. Pneumonia dengan influenza di USA merupakan penyebab kematian nomer 6 dengan kejadian sebesar 5%. Sebagian besar pada lanjut usia yaitu sebesar 89%. mortalitas yang tinggi ini berkaitan dengan faktor perubah yang ada pada pasien. Angka mortalitas pneumonia nosokomial dapat mencapai 33-50%, yang bisa mencapai 70% bila termasuk yang meninggal akibat penyakit dasar yng dideritanya. Penyebab kematian biasanya adalah akibat bakteremia terutama oleh Ps. Aeruginosa atau Acinoacter spp.

28

BAB IV. DISKUSI

Faktor predisposisi antara lain : Kebiasaan merokok. Pasca infeksi virus. Diabetes Mellitus. Keadaan immunodefisiensi. Kelainan atau kelemahan struktur organ dada. Penurunan kesadaran. Tindakan invasif.

Pada kasus ini, penderita seorang laki-laki dengan usia 56 tahun dengan riwayat habituasi merokok (+) sejak usia 18 tahun dengan frekuensi 3 sampai 4 batang rokok sehari.

Presentasi bervariasi tergantung etiologi, usia Pada pasien didapati :

29

dan keadaan klinis. Demam, suhu tubuh dapat melebihi 400C. Sesak nafas. Nyeri dada. Tanda konsolidasi paru (perkusi paru yang pekak, ronki basah didaerah basale). Batuk dan sputum produktif. Leukositosis.

Demam tinggi 40,1 C, bersifat naik turun sejak 5 hari yang lalu. Sesak nafas. Batuk disertai dahak berwarna hijau. Pada pemeriksaan fisik regio thorax : palpasi SF kiri > SF kanan, perkusi pekak dilapang bawah paru sinistra, auskultasi ronki basah dibagian basal paru sinistra.

Pada auskultasi ditemukan Suara pernafasan: vesikuler di seluruh

lapang paru dextra; vesikuler di lapangan atas dan lapangan tengah paru sinistra. Suara nafas tambahan: ronki basah di lapang bawah paru sinistra. Pada pasien ditemukan kadar leukosit 21.000 /mm3.

Pemeriksaan Radiologis

FOTO THORAX

Pola radiologis dapat berupa air Thorax : Tampak infiltrat di paru kiri bawah. bronkhogram. Distibusi infiltrat pada segmen apikal lobus bawah atau inferior lobus. Kesimpulan : Bronchopneumonia.

Penatalaksanaan : Antibiotik tunggal : dipilih yang paling cocok diberikan pada pasien pneumonia komunitas yang asalnya sehat dan gambaran klinisnya sugestif disebabkan oleh kuman tertentu yang sensitif. diberikan Kombinasi dengan antibiotik untuk

Pada pasien ini diberikan terapi : O 2-5 liter/i Bed rest Diet MB IVFD RL 20 gtt/ i IVFD ciprofloxacin 400 mg 1

flash/12 jam Inj. Novalgin 1 gr /IV


30

maksud

mencakup spektrum kuman-kuman yang dicurigai, untuk meningkatkan aktivitas spektrum dan pada infeksi jamak. Bila telah didapat hasil kultur dan tes kepekaan maka hasil ini dapat dijadikan pemberian pertimbangan antibiotik yang untuk lebih

Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam (IV), skin test Imox 3x1 Cefixime 2x2 Ambroxol syr 3xCI

terarah atau monoterapi. Terapi oksigen untuk mncapai PaO 80-100 mmHg atau saturasi 95-96% berdasarkan analisis gas darah. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bronkospasme. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk bila terdapat

batuk dan napas dalam. Pengaturan cairan harus diatur dengan baik, termasuk pada keadaan

gangguan sirkulasi. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Obat inotropik seperti dobutmin atau dopamin kadang-kadang diperlukan bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal prerenal. Ventilasi mekanis. Drainase empiema bila ada. Bila terdapat gagal napas berikan nutrisi yang cukup kalori terutama lema (>50%), hingga dapa dihindari
31

produksi CO yang berlebihan.

DAFTAR PUSTAKA
W. Sudoyo Aru, Setiohadi Bambang, dkk. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta : Balai Penerbit Interna Publishing : Juni 2006.

Rani A.Aziz, Nafrialdi, dkk. Panduan Pelayanan Medik PB PAPDI. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Agustus 2008.

http://www.wikipedia.com

hhttp://www.medikastore.com

32

You might also like