You are on page 1of 10

A. Mangga (Mangifera indicia)7,8 Berdasarkan penelitian, M.

indica dinyatakan mempunyai efek antibacterial terhadap bakteri gram positif dan negatif seperti S. pneumonia, S.aureus, P. mirabilis, S. typhi, E. coli, dan B. cereus. Mangga dan berbagai khasiatnya, terutama sebagai antimikroba akan dibahas lebih lanjut.

IV. Mangifera indica l.

Gambar 6. Mangga (Mangifera indica l) Taksonomi Mangifera indica l: Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Subkelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Tracheobionta : Spermatophyta : Magnoliophyta : Rosidae : Sapindales : Anacardiaceae : Mangifera : Mangifera indica l. Mangifera indica merupakan tanaman buah, dengan tinggi 10-45 meter, dengan batang yang tipis, kasar, dan berwarna abu gelap. Daun mangga berbentuk elips, dengan ukuran panjang 10-30 cm dan lebar 2-9 cm. Bunga berukuran kecil, berwarna merah keputih-putihan atau kuning kehijauan. Mangga adalah buah berbiji tunggal, yang berbentuk oval dan berkulit keras. Saat ini telah banyak dilakukan penelitian dengan menggunakan senyawa bioaktif dari mangga, baik itu yang berasal dari daging buah, daun, kulit batang, akar,

biji mangga, serta bunga dari Mangifera indica l. Selain itu, Mangifera indica juga merupakan buah yang bersifat sangat ekonomis dari famili Anacardiceae. 9 Mangifera indica mengandung vitamin A dan C, -caroten, xanthofil, humulen, elemen, indicin, tannin, flavonoid, nerol, asam galic, etil galate, methyl galate dan mangiferin. Secara etnofarmakologi, Mangifera indica l secara umum telah dipergunakan secara turun temurun untuk pengobatan diare, rematik, antiobesitas, antiskorbut; antiinflamasi, antibakteri, antijamur, antihelmintik, antispasmodik, perdarahan, nyeri haid, dan sakit kepala.10 Mangifera indica juga mengandung komponen senyawa polifenolat seperti mangiferin dari turunan senyawa xanton, katekin dan epitakin. Di dalam biji, daun dan batang mangifera indica mengandung flavonoid, sedangkan daun, kulit dan batang mengandung saponin serta biji dan kulit batangnya mengandung tanin. 9,10 astrigen,

IV. MANGIFERIN Mangiferin, C19H18O11, glucoxanthone (1,3,6,7- tetrahydroxyxanthone-C2-D-glukoside) merupakan senyawa alami turunan dari xanton dan CGlucosylxanthones, dengan berat molekul 422,35 ; yang terdistribusi secara luas pada semua bagian dari Mangifera indica, yaitu daun muda (172 g/kg), daun tua (94 g/kg), buah, batang, kulit batang(107 g/kg), dan akar. Senyawa ini dapat ditemukan pada famili tanaman Anarcadiacea dan Gentianaceae, terutama pada bagian daun dan kulit batang.

Gambar 7. Struktur Mangiferin

Mangiferin memiliki efek farmakologi yang cukup luas, diantaranya sebagai antioksidan, radioprotektor, bronkodilator, imunomodulator, antialergi, antiinflamasi,

antitumor, hepatoprotektor, kardioprotektor, antidiabetikum, antimikroba, dan analgesik.


14,15,16

Mangiferin di beberapa negara, sudah dipergunakan sebagai salah satu obat tradisional, contohnya di Kuba, Vimang merupakan sediaan obat yang secara turun temurun digunakan untuk antiinflamasi, analgesic dan sebagai antioksidan. Di Srilanka, mangiferin digunakan sebagai antiobesitas dan juga sebagai antidiabetikum tipe II (Salaretin). 16 Mangiferin akan diabsorbsi secara cepat setelah pemberian per oral dan kadar puncaknya akan terdeteksi dalam waktu 0,73 0,72 jam setelah pemberian per oral.

Mangiferin terutama akan diabsorpsi di saluran gastrointestinal dan dalam jumlah yang sedikit melalui metabolisme lintas pertama. Mangiferin berikatan secara reversibel dengan albumin. Ikatan mangiferin albumin bergantung dengan dosis, dimana semakin tinggi dosis yang diberikan maka eliminasinya juga semakin meningkat. Volume distribusi mangiferin adalah 5 - 25 L, menunjukkan bahwa mangiferin terkonsentrasi di darah dan cairan ekstraselular. Mangiferin mengalami biotransformasi fase I dan fase II, yaitu metilasi, glukoronidasi, dan sulfasi. Metabolit dari mangiferin tidak ditemukan di dalam darah dalam 24 jam setelah pemberian per oral. Mangiferin yang diekskresikan melalui urin tidak lebih dari 0,1% dalam 24 jam. Mangiferin tidak dapat melewati sawar darah otak.

V. MEKANISME MANGIFERIN SEBAGAI ANTIMIKROBA Secara in vitro dengan menggunakan metode difusi agar, mangiferin menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap 7 spesies bakteri, yaitu Bacillus pumilus, B. cereus, Staphylococcus aureus, S. citreus, Escherichia coli, Salmonella agona, Klebsiella pneumoniae, 1 spesiaes yeast yaitu Saccharomyces cerevisiae dan 4 spesies jamur, yaitu Thermoascus aurantiacus, Trichoderma reesei, Aspergillus flavus and A. fumigates. 15, 17, 18 Aktivitas antibakteri mangiferin lebih kuat terhadap bakteri gram positif jika dibandingkan dengan bakteri gram negatif. Beberapa penelitian menyatakan bahwa gram positif lebih suseptibel terhadap ekstrak tanaman obat daripada gram negatif. Hal ini disebabkan karena dinding sel pada bakteri gram positif memiliki struktur yang lebih sederhana (single layer) daripada bakteri gram negatif (multilayered). 17 Mangiferin juga mempunyai efek sebagai antiviral terhadap virus herpes simplex, HIV, dan virus hepatitis B. sehingga mengiferin dapat digunakan pada pasien yang terinfeksi virus influenza, karena mempunyai efek menghambat enzim neuroaminidase (isomerisasi). Dan selain mempunyai efek antimikroba terhadap bakteri gram positif dan negatif,

mengiferin juga mempunyai mekanisme sebagai multidrug transporter dari ABCB1/P glycoprotein.14, 15, 18, 19

A. Simplisia Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia digolongkan menjadi simplisia nabati, hewani dan mineral. Simplisia nabati ialah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia hewani ialah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia pelikan/mineral ialah simplisia yang berupa bahan pelikan/mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni (Departemen Kesehatan Indonesia, 1980). Diantara ketiga golongan itu, simplisia nabati merupakan jumlah terbanyak yang digunakan untuk bahan obat. Penyiapan simplisia nabati merupakan suatu proses memperoleh simplisia dari tanaman sumbernya di alam. Proses ini meliputi pengumpulan, pemanenan, pengeringan, pemilihan, serta pengepakan, penyimpanan dan pengawetan (Leliqia dalam Astuti, 2011). B. Ekstrak Ekstrak adalah sediaan yang dapat berupa kering, kental dan cair, dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, yaitu maserasi, perkolasi atau penyeduhan dengan air mendidih. Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat simplisia terdapat dalam bentuk kadar yang tinggi dan hal ini memudahkan agar zat berkhasiat dapat diatur dosisnya (Ariantari dalam Astuti 2011). Ekstraksi merupakan proses pemisahan zat aktif dari jaringan tanaman atau hewan dari bahan inaktif dan inert dengan menggunakan pelarut yang selektif dalam prosedur ekstraksi yang standar (Handa dalam Astuti 2011). Secara umum terdapat beberapa metode ekstraksi yang paling banyak digunakan untuk tanaman obat diantaranya: 1. Maserasi

Dalam proses maserasi, serbuk tanaman obat direndam menggunakan pelarut dalam kontainer tertutup selama 3 hari pada suhu kamar dengan sesekali diaduk hingga zat terlarut dapat larut. Campuran antara residu dan filtrate dipisahkan dengan penyaringan atau dekantasi. 2. Infusa Infusa merupakan proses preparasi tanaman obat dengan cara maserasi dalam waktu singkat dalam air mendidih atau air dingin. 3. Digesti Digesti merupakan proses maserasi yang disertai dengan pemanasan selama proses berlangsung. Metode ini dapat digunakan jika bahan aktif tahan terhadap panas. Pemanasan ini meningkatkan efisiensi pelarut. 4. Dekoktum Dalam proses ini, tanaman obat dididihkan dalam volume dan waktu tertentu kemudian didinginkan lalu disaring atau difiltrasi. Prosedur dekoktum cocok untuk bahan aktif larut air dan tahan panas. Metode ini digunakan dalam Ayur Weda. Perbandingan tanaman obat dan air biasanya tetap seperti 1:4 atau 1:16. Volume ini biasanya dipekatkan hingga seperempatnya dengan cara dididihkan. Ekstrak yang pekat ini kemudian disaring atau difiltrasi. 5. Perkolasi Metode perkolasi ini banyak digunakan untuk pembuatan ekstrak cair dan tingtur. Perkolasi merupakan proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang mengalir dalam alat perkolator. 6. Hot Continuous Extraction (Soxhlet) Dalam metode ini, serbuk tanaman obat diletakkan dalam kantong berpori dari kertas saring yang kuat dan diletakkan dalam alat Soxhlet. Pelarut dipanaskan dan uapnya dikondensasi dalam kondensor. Pelarut ini kemudian menetes dalam kantong yang mengandung serbuk tanaman obat dan mengekstraksi pada saat terjadi kontak. Proses ini berlangsung secara terus menerus hingga diperoleh ekstrak yang diinginkan.

C. Pelarut Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor. Pelarut yang baik harus memenuhi kriteria antara lain murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, selektif, tidak mempengaruhi zat

berkhasiat dan diperbolehkan oleh peraturan. Untuk penyarian ini Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai pelarut adalah air, etanol, etanol-air, atau eter (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986). Etanol dipertimbangkan sebagai pelarut karena lebih selektif, tidak beracun, netral, absorbsi baik, etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan, panas untuk pemekatan sedikit (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986). Umumnya yang digunakan sebagai cairan pengekstraksi adalah campuran bahan pelarut yang berlainan khususnya campuran etanol-air (Voigt, 1995). D. Tinjauan Tentang Bakteri Sel bakteri mempunyai ukuran antara 0,3 dan 0,5 um. Mereka memiliki tiga bentuk dasar, yaitu kokus, batang lurus, dan batang melengkung atau spiral. Inti sel bakteri tidak dikelilingi oleh membran dan terdiri dari molekul DNA untai ganda yang sangat tipis. Di antara struktur genetik nonesensial adalah plasmid. Membran sitoplasma banyak tersusun atas protein seperti permease (enzim yang mensintesis dinding sel), protein sensor, protein sistem sekresi, dan pada bakteri aerobik terdapat enzim rantai pernapasan. Membran ini dikelilingi oleh dinding sel, suatu struktur yang paling penting untuk menungjang kerangka peptidoglikan. Dinding sel bakteri Gram-negatif memiliki membran luar berpori ke permukaan luar yang merupakan lipopolisakarida dan bertanggung jawab atas patogenesis infeksi Gram-negatif. Dinding sel bakteri Gram-positif tidak memiliki lapisan membran luar. Bakteri Gram-positif memiliki lapisan peptidoglikan yang lebih tebal dan mengandung asam teichoic dan protein dinding terkait yang berkontribusi terhadap proses patogen pada infeksi Gram-positif. Banyak bakteri memiliki kapsul yang terbuat dari polisakarida yang melindunginya dari fagositosis. Bakteri juga memiliki pili atau fimbriae yang memfasilitasi adhesi ke sel inang. Bakteri yang bergerak memiliki flagela. Beberapa bakteri menghasilkan spora, bentuk dorman yang sangat tahan terhadap bahan kimia dan fisik (Kayser dkk, 2005). Fungsi utama dari dinding sel bakteri adalah untuk melindungi protoplasma dari lingkungan eksternal, untuk menahan dan mempertahankan gradien tekanan osmotik antara lingkungan intaseluler dan lingkungan ekstraseluler, untuk memberikan bentuk pada sel, dan untuk memfasilitasi komunikasi dengan lingkungannya. Peptidoglikan (murein) merupakan struktur terpenting dari dinding sel yang merupakan bahan polimer dan mengelilingi seluruh sel. Peptidoglikan ini terbuat dari rantai silang polisakarida (Kayser dkk, 2005).

Dinding bakteri Gram-positif tersusun atas peptidoglikan yang terdiri dar 40 lapisan dengan ketebalan 15-80 nm dan menyumbang 30% dari berat dinding sel. Asam lipoteikoat terdapat di membran sitoplasma, dimana asam teichoic pada dinding sel digabungkan melalui ikatan kovalen ke peptidoglikan. Peran fisiologis asam teichoic tidak diketahui secara rinci, kemungkinan fungsinya mengatur aktivitas autolisis pada pertumbuhan dan proses pembelahan sel. Dalam makroorganisme, asam teichoic dapat mengaktifkan jalur komplemen alternatif dan merangsang makrofag untuk mensekresikan sitokin. Dinding sel bakteri terdapat protein, protein tersebut sering berfungsi sebagai penentu patogenisitas baik terhadap adhsi ke sel inang atau perlidungan dari fagisitosis (Kayser dkk, 2005). Dinding sel bakteri Gram-negatif memiliki lapisan peptidoglikan yang lebih tipis dibandingkan bakteri Gram-positif. Ketebalannya hanya 2 nm dan menyumbang 10% dari berat keseluruhan dinding sel. Membran luar merupakan struktur yang sangat penting pada bakteri Gram-negatif. Daerah tersebut berisi banyak protein (50% dari massa dinding sel) serta lipopolisakarida. Membran luar protein terdiri dari : 1. OmpA (protein membran luar A) dan lipoprotein peptidoglikan yang membentuk ikatan antara membran luar dan peptidoglikan. 2. Porin, protein yang membentuk pori-pori di membran luar, memungkinkan masuknya zat hidrofilik, molekul kecil hingga besar ke dalam ruang periplasma. 3. Membran luar terkait protein merupakan struktur khusus yang memungkinkan bakteri untuk menempel ke reseptor sel inang. 4. Sejumlah OMPs adalah protein transport. Contoh protein LamB untuk transpot maltosa dan FepA untuk transport besi. Lipopolisakarida merupakan molekul struktur kompleks yang dikenal sebagai endotoksin, terdiri dari lipoid A, suatu polisakarida inti, dan rantai polisakarida O-spesifik. Lipoid A bertanggung jawab atas efek toksik. Rantai polisakarida O-spesifik yang disebut antigen O, struktur kimia yang menghasilkan sejumlah besar varian antigenik berguna dalam pengenalan (Kayser dkk, 2005).

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Profil Kesehatan Indonesia 2005 : Masyarakat yang Mandiri untuk Hidup Sehat. Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hlm 23-5. 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Desember 2008. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hlm 104-5. 3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Desember 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2046/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum

Penggunaan Antibiotik. 4. UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA DAN UJI SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL AKAR TANAMAN AKAR KUCING (ACALYPHA INDICA LINN), DAGING BUAH MAHKOTA DEWA (PHALERIA MACROCARPA (SHEFF) BOERL) DAN SARI BUAH MERAH (PANDANUS CONOIDEUS LAM)am3 5. Valensi Vol. 2 No. 1, Nop 2010 (333-339) ISSN : 1978 - 8193 333 Karakterisasi Senyawa Aktif Antibakteri Ekstrak Air Bunga Kecombrang (Etlingera elatior) Sebagai Bahan Pangan Fungsional 1Dede Sukandar, 2Nani Radiastuti, 3Ira Jayanegara, 2Adeng Hudayaam4 6. Farmaka, Volume 7 Nomor 1, April 2009 1 AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK ETANOL DAUN SUKUN (Artocarpus altilis [Parkins.] Fosbberg) TERHADAP BAKTERI Escherichia coli, Bacillus subtilis DAN JAMUR Candida albicansdaun sukun 7. African Journal of Microbiology Research Vol.(2) pp. 067-072, April, 2008 Available online http://www.academicjournals.org/ajmr ISSN 1996-0808 2008 Academic Journals Full Length Research Paper In vitro antibacterial activity of crude leaf extracts of Mangifera indica Linn doughari dan manzara

8. Malaysian Journal of Microbiology, Vol 5(2) 2009, pp. 73-80 73 In vitro antimicrobial activity and the major polyphenol in leaf extract of Mangifera indica Lmekanisme mangga Masibo, M.1* and He, Q.2 Pullaiah , T and Chandrasekhar Naidu, K. 2000. Antidiabetic plants in India and Herbal based antidiabetic research, Regency Publications, New Delhi, pp.3-9
9. Wauthoz N, Balde A, Balde E.S, Damme M.V, Duez P. Ethnopharmacology of

Mangifera Indica L. Bark and Pharmacological Studies of its Main CGlucosylvanthone , mangiferin. International Journal of Biomedical and

Pharmaceutical Sciences. 2007; 1(2); 112-9. 10. Muruganandan S, Srinivasan K, Gupta S, Gupta PK, La J. Effect of mangiferin on hyperglycemia and atherogenicity in streptozotocin diabetic rats. Journal of Ethnopharmacology. 2005;97:497-501

11.

12. Grover, J.K., Yadav, S. and Vats, V. 2002. Medicinal Plants of India with antidiabetic potential. J. Ethnopharmacol.,81, 81-100 13. Martinez,G., R. Delgaro, G. Garriodo et al. 2000. Evaluation of the in vitro antioxidant activity of Mangifera indica L. Extract (Vimang). Phytother Res., 14:424427 14. Pardo-Andreau G, Snchez-Baldoquin C, vila-Gonzalez R, Delgado R, Naal Z, Curti C. Fe (III) improves antioxidant and cytoprotecting activities of mangiferin. European Journal of Pharmacology.2006; 547:31-7 15. Miura T, Ichiki H, Hashimoto I, Iwamoto N, Kato M, Kubo M, et al. Antidiabetic activity of a xanthone compound, mangiferin. Phytomedicine. 2001; 8(2): 85-3 16. Mrquez L, Prez-Nievas BG, Grate I, Garcia-Bueno B, Madrigal JL, Menchn L, et al. Anti-inflammatory effects of Mangifera indica L. Extract in a model of colitis. World J. Gastroenterol. 2010 ; 16(39): 4922-9
17. Garcia-Rivera D, Delgado R, Bougarne N, Haegeman G, Berghe WV. Gallic acid

indanone and mangiferin xanthone are strong determinants of immunosuppressive anti-tumour effects of Mangifera indica L. Bark in MDA-MB231 breast cancer cells. Cancer Letters. 2011; 305:21-11

18. Guha S, Ghosal S, Chattopadhyay U: Antitumor, immunomodulatory and anti-HIV effect of mangiferin, a naturally occuring glucosyl xanthone. Chemotherapy 1996;42:443-451 19. Rianto Setiabudy. 2011. Pengantar Antimikroba. Dalam Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Farmakologi dan Terapi. Balai Penerbit FK UI. Hlm 585-95. 20. Singh S.K, Sharma V.K, Kumar Y, Kumar S.S, Sinha S.K. Phytochemical and pharmacological investigations on mangiferin. Herba Polonica. 2009 : 1 (55) : 12638. 21. K. A. Shah, M.B Patel, R.J Patel, P.K Parmar. Mangifera Indica (Mango). Pharmacogn Rev. 2010 ; Jan-Jun; 4 (7): 42-8. 22. Singh S.K, Sharma V.K, Kumar Y, Kumar S.S, Samad A. Antimicrobial Evaluation of Mangiferin Analogues. Indian J Pharm Sci. 2009; 71; 328-31. 23. Vaghasiya Y, Patel H, Chanda S. Antibacterial Activity of Mangifera indica L. seeds against some human pathogenic bacterial strains. African Journal of Biotechnology. 9 November 2011; 10 (70) ; 15788-94. 24. Mancini D.A.P, Torres R.P, Pinto J.R, Mancini-Filho J. Inhibition of DNA Virus: Herpes-1 (HSV-1) in cellular culture replication, through an antioxidant treatment extracted from rosemary spice. Brazillian Journal of Pharmaceutical Sciences. 2009; 45 (1); 127-33.

You might also like