Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh : Ridwan Tandiawan (406117038) Pembimbing : dr. Renni Yuniati, Sp.KK dr. Endang Soekmawati, Sp.KK
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RSUD KUDUS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA JAKARTA
Dermatitis atopi
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei-23 Juni 2012 Page 2
Dermatitis atopi
HALAMAN PENGESAHAN
Nama NIM Fakultas Universitas Tingkat Bagian Periode Kepaniteraan Judul Diajukan : Ridwan : 406117038 : Kedokteran Umum : Tarumanagara : Program Pendidikan Profesi Dokter : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin : 21 Mei - 23 Juni 2012 : DERMATITIS ATOPI : Juni 2012
Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei-23 Juni 2012 Page 3
Dermatitis atopi
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya, sehingga Referat berjudul Dermatitis Atopi dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Referat ini disusun guna melengkapi tugas kepaniteraan Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di RSUD Kudus periode, selain itu penyusun berharap referat ini juga dapat menambah pengetahuan bagi kita semua mengenai Dermatitis Atopi. Pada kesempatan ini pula penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Renni Yuniati, Sp.KK dan dr. Endang Soekmawati, Sp.KK yang telah membimbing selama pembuatan referat ini maupun selama kepaniteraan berlangsung sehingga penulis mendapat banyak tambahan pengetahuan. Juga kepada semua staff dan rekan-rekan anggota kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin di RSUD Kudus. Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penyusun mengucapkan terima kasih dan mohon maaf bila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam pembuatan Referat ini, dan semoga Referat ini dapat bermanfaat bagi setiap orang.
Penyusun
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei-23 Juni 2012 Page 4
Dermatitis atopi
DAFTAR ISI
COVER ........................................................................................................ HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... KATA PENGANTAR ................................................................................. DAFTAR ISI ................................................................................................ BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... BAB II DERMATITIS ATOPI ................................................................... A. Definisi ...................................................................................... B. Sinonim ..................................................................................... C. Epidemiologi ............................................................................. D. Patogenesis ................................................................................ E. Gambaran klinis ........................................................................ F. Diagnosis ................................................................................... G. Pemeriksaan penunjang ............................................................. H. Diagnosis banding ..................................................................... I. Penatalaksanaan ......................................................................... J. Komplikasi ................................................................................ K. Prognosis ................................................................................... BAB III KESIMPULAN ............................................................................ LAMPIRAN ............................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 1 2 3 4 5 5 5 5 6 9 12 16 17 17 22 22 24 25 27
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei-23 Juni 2012 Page 5
Dermatitis atopi
BAB I PENDAHULUAN
Dermatitis Atopik (DA) adalah dermatitis yang timbul pada individu dengan riwayat atopi pada dirinya sendiri ataupun keluarganya, yaitu riwayat asma bronkial, rinitis alergi dan reaksi alergi terhadap serbuk-serbuk tanaman.1 Penyakit DA merupakan bentuk ekzema yang paling sering dijumpai dan menyerang 23% anak-anak di seluruh dunia.2 Penyebab DA secara pasti belum diketahui, tetapi faktor keturunan merupakan dasar pertama untuk timbulnya penyakit.1 Diagnosis DA ditegakkan berdasarkan kriteria diagnostik menurut Hanifin dan Rajka pada tahun 1980 yang sampai sekarang masih digunakan. Terdapat kriteria diagnostik lain yaitu yang terbaru adalah kriteria William dkk. pada tahun 1994.3 Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai dermatitis atopi.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei-23 Juni 2012 Page 6
Dermatitis atopi
A. Definisi
Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif,disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak,sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita (dermatitis atopi, rhinitis alergika, asma bronkhiale,dan konjungtivitis alergika).Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural).4 Kata atopi pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai kepekaan dalam keluarganya. Misalnya : asma bronchial, rhinitis alergika,dermatitis atopi, dan konjungtivitis alergika.4
B. Sinonim
Banyak istilah dermatitis atopik lain yang digunakan, misalnya : ekzema konstitusional, fleksural eczema, disseminated neurodermatitis, prurigo Besnier. Tetapi yang paling sering digunakan ialah dermatitis atopik.4
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei-23 Juni 2012 Page 7
Dermatitis atopi
C.
Epidemiologi
Oleh karena definisi secara klinis tidak ada yang tepat maka untuk menginterpretasikan hasil penelitian epidemiologi harus berhati-hati. Berbagai penelitian menyatakan bahwa prevalensi D.A makin meningkat sehingga merupakan masalah kesehatan besar. Di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia dan Negara industri lain, prevalensi D.A pada anak mencapai 10-20%, sedangkan pada dewasa kira-kira 1-3 %. Di negara agraris, misalnya Cina, Eropa Timur, Asia Tengah, prevalensi D.A jauh lebih rendah. Wanita lebih banyak menderita D.A daripada pria dengan rasio 1,3:1. Berbagai faktor lingkungan berpengaruh terhadap prevalensi D.A misalnya jumlah keluarga kecil, pendidikan ibu makin tinggi, penghasilan meningkat, migrasi dari desa ke kota, dan meningkatnya penggunakan antibiotik, berpotensi menaikan jumlah penderita D.A. Sedangkan rumah yang berpenghuni banyak, meningkatnya jumlah keluarga, urutan lahir makin belakang, sering mengalami infeksi sewaktu kecil, akan melindungi kemungkinan timbul D.A pada kemudian hari.4 D.A cenderung diturunkan. Lebih dari seperempat anak dari seorang ibu yang menderita atopi akan mengalami D.A pada masa kehidupan tiga bulan pertama. Bila salah satu orang tua menderita atopi, lebih dari separuh jumlah anak akan mengalami gejala alergi sampai usia dua tahun, dan meningkat sampai 79% bila kedua orang tua menderita atopi. Resiko mewarisi D.A lebih tinggi bila ibu yang menderita D.A dibandingkan dengan ayah. Tetapi, bila D.A yang dialami berlanjut hingga masa dewasa, maka resiko untuk mewariskan untuk anaknya sama saja yaitu kira-kira 50%.4
D.
Patogenesis
Faktor endogen yang berperan, meliputi faktor genetik, hipersensitivitas akibat peningkatan kadar immunoglobulin (Ig)E total dan spesifik, kondisi kulit yang relatif kering (disfungsi sawar kulit), dan gangguan psikis. Faktor eksogen pada DA, antara lain adalah trauma fisik-kimia-panas, bahan iritan, allergen debu, tungau debu rumah, makanan (susu sapi, telur), infeksi mikroba, perubahan iklim (peningkatan suhu dan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei-23 Juni 2012 Page 8
Dermatitis atopi
kelembaban), serta hygiene lingkungan. Faktor endogen lebih berperan sebagai faktor predisposisi sedangkan faktor eksogen cenderung menjadi faktor pencetus.5
Faktor endogen
a.
Sawar kulit
Penderita DA pada umumnya memiliki kulit yang relatif kering baik di daerah lesi maupun non lesi, dengan mekanisme yang kompleks dan terkait erat dengan kerusakan sawar kulit. Hilangnya ceramide di kulit, yang berfungsi sebagai molekul utama pengikat air di ruang ekstraselular stratum korneum, dianggap sebagai penyebab kelainan fungsi sawar kulit. Variasi pH kulit dapat menyebabkan kelainan metabolisme lipid di kulit. Kelainan fungsi sawar kulit mengakibatkan peningkatan transepidermal water loss (TEWL) 2-5 kali normal, kulit akan makin kering dan merupakan port dentry untuk terjadinya penetrasi allergen, iritasi, bakteri dan virus. Bakteri pada pasien dermatitis atopik mensekresi ceramidase yang menyebabkan metabolisme ceramide menjadi sphingosine dan asam lemak, selanjutnya semakin mengurangi ceramide di stratum korneum, sehingga menyebabkan kulit makin kering. Selain itu, faktor luar (eksogen) yang dapat memperberat keringnya kulit adalah suhu panas, kelembaban yang tinggi, serta keringat berlebih. Demikian pula penggunaan sabun yang bersifat lebih alkalis dapat mengakibatkan gangguan sawar kulit. Gangguan sawar kulit tersebut meningkatkan rasa gatal, terjadilah garukan berulang (siklus gatal-garuk-gatal) yang menyebabkan kerusakan sawar kulit. Dengan demikian penetrasi alergen, iritasi, dan infeksi menjadi lebih mudah.5
b. Genetik
Pendapat tentang faktor genetik diperkuat dengan bukti, yaitu terdapat DA dalam keluarga. Jumlah penderita DA di keluarga meningkat 50% apabila salah satu orangtuanya DA, 75% bila kedua orangtuanya menderita DA. Risiko terjadi DA pada kembar monozigot sebesar 77% sedangkan kembar dizigot sebesar 25%. Dari berbagai penelitian terungkap tentang polimorfisme gen dihubungkan dengan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei-23 Juni 2012 Page 9
Dermatitis atopi
DA. Selain itu pada penderita DA atau keluarga sering terdapat riwayat rinitis alergik dan alergi pada saluran napas.5
c. Hipersensitivitas
Berbagai hasil penelitian terdahulu membuktikan adanya peningkatan kadar IgE dalam serum dan IgE di permukaan sel Langerhans epidermis. Data statistik menunjukkan peningkatan IgE pada 85% pasien DA dan proliferasi sel mast. Pada fase akut terjadi peningkatan IL-4, IL-5, IL-13 yang diproduksi sel Th2, baik di kulit maupun dalam sirkulasi, penurunan IFN-, dan peningkatan IL-4. Produksi IFN- juga dihambat oleh prostaglandin (PG) E2, sedangkan IL-5 dan IL-13 tetap tinggi. Pasien DA bereaksi positif terhadap berbagai alergen, misalnya terhadap alergen makanan 40-96% DA bereaksi positif (pada food challenge test).5
d. Psikis
Berdasarkan laporan orangtua, antara 22-80% penderita DA menyatakan lesi DA bertambah buruk akibat stress emosi.5
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei-23 Juni 2012 Page 10
Dermatitis atopi
Faktor eksogen
a.
Iritan
Kulit penderita DA ternyata lebih rentan terhadap bahan iritan, antara lain sabun alkalis, bahan kimia yang terkandung pada berbagai obat gosok untuk bayi dan anak, sinar matahari, dan pakaian wol.5
b.
Alergen
Penderita DA mudah mengalami alergi terutama terhadap beberapa alergen, antara lain: 1. Alergen hirup, yaitu debu rumah dan tungau debu rumah. Hal tersebut dibuktikan dengan peningkatan kadar IgE RAST (IgE spesifik) 2. Alergen makanan, khususnya pada bayi dan anak usia kurang dari 1 tahun (mungkin karena sawar usus belum bekerja sempurna). Konfirmasi alergi dibuktikan dengan uji kulit soft allergen fast test (SAFT) atau double blind placebo food challenge test (DBPFCT) 3. Infeksi: Infeksi Staphylococcus aureus ditemukan pada > 90% lesi DA dan hanya pada 5% populasi normal. Hal tersebut mempengaruhi derajat keparahan dermatitis atopik, pada kulit yang mengalami inflamasi ditemukan 107 unit koloni setiap sentimeter persegi. Salah satu cara S.aureus menyebabkan eksaserbasi atau mempertahankan inflamasi ialah dengan mensekresi sejumlah toksin (Staphylococcal enterotoin A,B,C,D - SEA-SEB-SEC-SED) yang berperan sebagai superantigen, menyebabkan rangsangan pada sel T dan makrofag. Superantigen S.aureus yang disekresi permukaan kulit dapat berpenetrasi di daerah inflamasi Langerhans untuk memproduksi IL-1, TNF dan IL-12. Semua mekanisme tersebut meningkatkan inflamasi pada DA dengan kemungkinan peningkatan kolonisasi S.aureus. Demikian pula jenis toksin atau protein S.aureus yang lain dapat mengindusi inflamasi kulit melalui sekresi TNF- oleh keratinosit atau efek sitotoksik langsung pada keratinosit.5
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei-23 Juni 2012 Page 11
Dermatitis atopi
c. Lingkungan
Faktor lingkungan yang kurang bersih berpengaruh pada kekambuhan DA, misalnya asap rokok, polusi udara (nitrogen dioksida, sufur dioksida), walaupun secara pasti belum terbukti. Suhu yang panas, kelembaban, dan keringat yang banyak akan memicu rasa gatal dan kekambuhan DA. Di negara 4 musim, musim dingin memperberat lesi DA, mungkin karena penggunaan heater (pemanas ruangan). Pada beberapa kasus DA terjadi eksaserbasi akibat reaksi fotosensitivitas terhadap sinar UVA dan UVB.5
E. Gambaran klinis
Kulit penderita D.A. umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid di epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Jari tangan teraba dingin. Penderita D.A. cenderung tipe astenik, dengan inteligensia di atas rata-rata, sering merasa cemas, egois, frustrasi, agresif, atau merasa tertekan. 4 Gejala utama D.A. ialah (pruritus), dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan menggaruk sehingga timbul bermacam-macam kelainan di kulit berupa papul,likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi, dan krusta.4 D.A. dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu: D.A. infantil (terjadi pada usia 2 bulan sampai 2 tahun; D.A. anak (2 sampai 10 tahun); dan D.A. pada remaja dan dewasa 4
Dermatitis atopi
sehingga anak gelisah, susah tidur, dan sering menangis. Pada umumnya lesi D.A. infantil eksudatif, banyak eksudat, erosi, krusta dan dapat mengalami infeksi. Lesi dapat meluas generalisata bahkan, walaupun jarang,dapat terjadi eritroderma. Lambat laun lesi menjadi kronis dan residif.Sekitar usia 18 bulan mulai tampak likenifikasi. Pada sebagian besar penderita sembuh setelah usia 2 tahun, mungkin juga sebelumnya, sebagian lagi berlanjut menjadi bentuk anak. Pada saat itu penderita tidak lagi mengalami eksaserbasi, bila makan makanan yang sebelumnya menyebabkan kambuh penyakitnya.4 Larangan makan atau minuman yang mengandung susu sapi pada bayi masih ada silang pendapat. Ada yang melaporkan bahwa kelainan secara dramatis membaik setelah makanan tersebut dihentikan, sebaliknya ada pula yang mendapatkan tidak ada perbedaan.4
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei-23 Juni 2012 Page 13
Dermatitis atopi
Lesi kulit D.A. pada bentuk ini dapat berupa plak papular-eritematosa dan berskuama, atau plak likenifikasi yang gatal. Pada D.A. remaja lokalisasi lesi dilipat siku, lipat lutut, dan samping leher, dahi, dan sekitar mata. Pada D.A.dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik, sering mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapat pula ditemukan setempat, misalnya di bibir (kering,pecah, bersisik), vulva, puting susu, atau skalp. Kadang erupsi meluas, dan paling parah di lipatan, mengalami likenifikasi. Lesi kering, agak menimbul, papul datar dan cenderung bergabung menjadi plak likenifikasi dengan sedikit skuama, dan sering tejadi eksoriasi dan eksudasi karena garukan. Lambat laun terjadi hiperpigmentasi.4 Lesi sangat gatal, terutama pada malam hari waktu beristirahat. Pada orang dewasa sering mengeluh bahwa penyakitnya kambuh bila mengalami stres.Mungkin karena stres dapat menurunkan ambang rangsang gatal. Penderita atopik memang sulit mengeluarkan keringat, sehingga rasa gatal timbul bila mengadakan latihan fisik. Pada umumnya D.A. remaja atau dewasa berlangsung lama,kemudian cenderung menurun dan membaik (sembuh) setelah usia 30 tahun, jarang sampai usia pertengahan; hanya sebagian kecil terus berlangsung sampai tua. Kulit penderita D.A. yang telah sembuh mudah gatal dan cepat meradang bila terpajan oleh bahan iritan eksogen.4 Penderita atopik berisiko tinggi menderita dermatitis tangan, kira-kira 70% suatu saat dapat mengalaminya. D.A. pada tangan dapat mengenai punggung maupun telapak tangan, sulit dibedakan dengan dermatitis kontak. D.A. di tangan biasa timbul pada wanita muda setelah melahirkan anak pertama, ketika sering terpajan sabun dan air sebagai pemicunya.4 Berbagai kelainan dapat menyertai DA, misalnya: hiperlinearis palmaris, xerosis kutis, iktiosis, pomfoliks, pitiriasis alba, keratosis pilaris, lipatan DennieMorgan, penipisan alis bagian luar (tanda Hertoghe), keilitis, katarak subkapsularanterior, lidah geografik, liken spinulosus, dan keratokonus (bentuk kornea yang abnormal). Selain itu penderita D.A. cenderung mudah mengalami kontak urtikaria, reaksi anafilaksis terhadap obat, gigitan atau sengatan serangga.4
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei-23 Juni 2012 Page 14
Dermatitis atopi
F. Diagnosis
Diagnosis D.A. didasarkan kriteria yang disusun oleh Hanifin dan Rajka yang diperbaiki oleh kelompok kerja dari Inggris yang dikoordinasi oleh Williams(1994).4
Kriteria mayor Pruritus Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak Dermatitis di fleksura pada dewasa Dermatitis kronis atau residif Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
Kriteria minor Xerosis Infeksi kulit (khususnya oleh S.aureus dan virus herpes simpleks) Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki lktiosis/hipeliniar palmaris/keratosis pilaris Pitiriasis alba Dermatitis di papila mammae White dermographism dan delayed blanch response
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei-23 Juni 2012 Page 15
Dermatitis atopi Keilitis Lipatan infra orbital Dennie-Morgan Konjungtivitis berulang Keratokonus Katarak subkapsular anterior Orbita menjadi gelap Muka pucat atau eritem Gatal bila berkeringat Intolerans terhadap wol atau pelarut lemak Aksentuasi perifolikular Hipersensitif terhadap makanan
Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan atau emosi Tes kulit alergi tipe dadakan positif Kadar IgE di dalam serum meningkat Awitan pada usia dini
Diagnosis D.A. harus mempunyai tiga kriteria mayor dan tiga kriteria minor.4
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei-23 Juni 2012 Page 16
Dermatitis atopi
Untuk bayi, kriteria diagnosis dimodifikasi yaitu: 4 tiga kriteria mayor berupa : -
riwayat atopi pada keluarga, dermatitis di muka atau ekstensor, pruritus, xerosis/iktiosis/hiperliniaris palmaris, aksentuasi perifolikular, fisura belakang telinga, skuama di skalp kronis.
Kriteria major dan minor yang diusulkan oleh Hanifin dan Rajka didasarkan pengalaman klinis. Kriteria ini cocok untuk diagnosis penelitian berbasis rumah sakit (hospital based) dan eksperimental, tetapi tidak dapat dipakai pada penelitian berbasis populasi, karena kriteria minor umumnya ditemukan pula pada kelompok kontrol, di samping juga belum divalidasi terhadap diagnosis dokter atau diuji untuk pengulangan (repeatability). Oleh karena itu kelompok kerja Inggris ( UK working party) yang dikoordinasi oleh William memperbaiki dan meyederhanakan kriteria Hanifin dan Rajka menjadi satu set kriteria untuk pedoman diagnosis D.A. yang dapat diulang dan divalidasi. Pedoman ini sahih untuk orang dewasa, anak, berbagai ras, dan sudah divalidasi dalam populasi, sehingga dapat membantu dokter Puskesmas membuat diagnosis.4 Pedoman diagnosis D.A. yang diusulkan oleh kelompok tersebut yaitu: 4 Harus mempunyai kondisi kulit gatal (itchy skin) atau dari laporan orangtuanya bahwa anaknya suka menggaruk atau menggosok. Ditambah 3 atau lebih kriteria berikut:
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei-23 Juni 2012 Page 17
Dermatitis atopi
1. Riwayat terkenanya lipatan kulit, misalnya lipat siku, belakang lutut,bagian depan pergelangan kaki atau sekeliling leher (termasuk pipi anak usia di bawah 10 tahun). 2. Riwayat asma bronkial atau hay fever pada penderita (atau riwayat penyakit atopi pada keluarga tingkat pertama dari anak di bawah 4 tahun). 3. Riwayat kulit kering secara umum pada tahun terakhir. 4. Adanya dermatitis yang tampak di lipatan (atau dermatitis pada pipi/dahi dan anggota badan bagian luar anak di bawah 4 tahun). 5. Awitan di bawah usia 2 tahun (tidak digunakan bila anak di bawah 4 tahun).
G. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium Tidak ada hasil laboratorium yang spesifik yang dapat dipergunakan untuk menegakkan diagnosis dermatitis atopik. Hasil yang dapat ditemukan pada dermatitis atopik, misalnya kenaikkan kadar IgE dalam serum,
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei-23 Juni 2012 Page 18
Dermatitis atopi
mengurangnya jumlah sel-T ( terutama T-supresor ) dan imunitas seluler, jumlah eosinofil dalam darah relatif meningkat 2. Dermatografisme putih Penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan tiga respon yakni berturut-turut akan terlihat: Garis merah ditempat penggoresan selama 15 detik, warna merah disekitarnya selama beberapa detik, edema timbul setelah beberapa menit. Penggoresan pada penderita yang atopi akan bereaksi belainan. Garis merah tidak disusul warna kemerahan, tetapi kepucatan selama 2 detik sampai5 menit, sedangkan edema tidak timbul. Keadaan ini disebut dermatografisme putih 3. Percobaan asetil kolin Suntikan secara intra kutan solusio asetilkolin 1/5000 akan menyebabkan hyperemia pada orang normal. Pada orang dengan dermatitis atopi akan timbul vasokonstriksi terlihat kepucatan selama satu jam 4. Percobaan histamin Jika histamin fosfat disuntikkan pada lesi penderita dermatitis atopi eritema akan berkurang dibandingkan orang lain sebagai kontrol. Kalau obat tersebut disuntikkan parenteral, tampak eritema bertambah pada kulit orang normal
H. Diagnosa Banding
Penyakit
Seboroik dermatitis Psoriasis Neurodermatitis Dermatitis kontak Skabies Sistemik
Gambaran klinis
Berminyak, squama, riwayat keluarga tidak ada Plak pada daerah ekstensor, skalp, gluteus, pitted nail Gatal, soliter, riwayat keluarga tidak ada Riwayat kontak, ruam di tempat kontak, riwayat keluarga tidak ada Papul, sela jari, positif ditemukan tungau Riwayat, pemeriksaan fisik. Pemeriksaan banyak sesuai dengan penyakit
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei-23 Juni 2012 Page 19
Ridwan Tandiawan 406117038 Vesikel berkelompok di daerah lipatan Plak dengan sentral healing, sediaan KOH terlihat hifa ataupun spora Riwayat infeksi berulang
I. Penatalaksanaan
Kulit penderita D.A. cenderung lebih rentan terhadap bahan iritan, oleh karena itu penting untuk mengidentifikasi kemudian menyingkirkan faktor yang memperberat dan memicu siklus gatal-garuk , misalnya sabun dan deterjen, kontak dengan bahan kimia, pakaian kasar, pajanan terhadap panas atau dingin yang ekstrim. Bila memakai sabun hendaknya yang berdaya larut minimal terhadap lemak dan mempunyai pH netral. Pakaian baru sebaiknya dicuci terlebih dahulu sebelum dipakai untuk membersihkan formaldehid atau bahan kimia tambahan. Mencuci pakaian dengan deterjen harus dibilas dengan baik, sebab sisa deterjen dapat bersifat iritan. Kalau selesai berenang harus segera mandi untuk membilas klorin yang biasanya digunakan pada kolam renang. Stres psikik juga dapat menyebabkan eksaserbasi DA.4 Acapkali serangan dermatitis pada bayi dan anak dipicu oleh iritasi dari luar, misalnya terlalu sering dimandikan; menggosok terlalu kuat; pakaian terlalu tebal, ketat atau kotor; kebersihan kurang terutama di daerah popok; infeksi lokal; iritasi oleh kencing atau feses; bahkan juga medicated baby oil. Pada bayi penting diperhatikan kebersihan daerah bokong dan genitalia; popok segera diganti, bila basah atau kotor. Upaya pertama adalah melindungi daerah yang terkena terhadap garukan agar tidak memperparah penyakitnya. Usahakan tidak memakai pakaian yang bersifat iritan (misalnya wol, atau sintetik), bahan katun lebih baik. Kulit anak/bayi dijaga tetap tertutup pakaian untuk menghindari pajanan iritan atau trauma garukan.4 Mandi dengan pembersih yang mengandung pelembab; hindari pembersih antibakterial karena berisiko menginduksi resistensi.4
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei-23 Juni 2012 Page 20
Dermatitis atopi
PENGOBATAN TOPIKAL Hidrasi kulit. Kulit penderita D.A. kering dan fungsi sawarnya berkurang,mudah
retak sehingga mempermudah masuknya mikroorganisme patogen, bahan iritan dan alergen. Pada kulit yang demikian perlu diberikan pelembab, misalnya krim hidrofilik urea 10%; dapat pula ditambahkan hidrokortison 1% di dalamnya. Bila memakai pelembab yang mengandung asam laktat, konsentrasinya jangan lebih dari 5%, karena dapat mengiritasi bila dermatitisnya masih aktif. Setelah mandi kulit dilap, kemudian memakai emolien agar kulit tetap lembab. Emolien dipakai beberapa kali sehari, karena lama kerja maksimum 6 jam.4
Imunomodulator topikal Takrolimus. Takrolimus (FK-506), suatu penghambat calcineurin , dapat diberikan
dalam bentuk salap 0,03% untuk anak usia 2-15 tahun; untuk dewasa0,03% dan 0,1%. Takrolimus menghambat aktivasi sel yang terlibat dalam D.A.yaitu: sel Langerhans, sel T, sel mast, dan keratinosit. Pada pengobatan jangka panjang dengan salep
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei-23 Juni 2012 Page 21
Dermatitis atopi
takrolimus, koloni S. aureus menurun. Tidak ditemukan efek samping kecuali rasa seperti terbakar setempat. Tidak menyebabkan atrofi kulit seperti pada pemakaian kortikosteroid; dapat digunakan di muka dan kelopak mata.4
Pimekrolimus. Dikenal juga dengan ASM 81, suatu senyawa askomisin yaitu
imunomodulator golongan makrolaktam, yang pertama ditemukan dari hasil fermentasi Streptomyces hygroscopicus var. ascomyceticus. Cara kerja sangat mirip siklosporin dan takrolimus yang dihasilkan dari Streptomyces tsuku-baensis, walaupun ketiganya berbeda dalam struktur kimianya, yaitu bekerja sebagai prodrug, yang baru menjadi aktif bila terikat pada reseptor sitosolik imunofilin.Reseptor imunofilin untuk askomisin ialah makrofilin-12. Ikatan askomisin pada makrofilin-12 dalam sitoplasma sel T, akan menghambat calcineurin (suatu molekul yang dibutuhkan untuk inisiasi transkripsi gen sitokin), sehingga produksi sitokin TH1 ( IFN-y dan IL-2) dan TH2 ( IL-4 dan IL-10) dihambat. Askomisin juga menghambat aktivasi sel mas. Askomisin menghasilkan efek imunomodulator lebih selektif dalam menghambat fase elisitasi dermatitis kontak alergik, tetapi respons imun primer tidak terganggu bila diberikan secara sistemik,tidak seperti takrolimus dan siklosporin.4 Derivat askomisin yang digunakan ialah krim SDZ ASM 981 konsentrasi1%, mempunyai efektivitas sama dengan krim klobetasol-17- propionat 0.05% (steroid superpoten), tidak menyebabkan atrofi kulit (setidaknya selama 4minggu), aman pada anak dan dapat dipakai pada kulit sensitif misalnya pada muka dan lipatan. Cara pemakaian dioleskan 2 kali sehari. Pimekrolimus dan takrolimus tidak dianjurkan pada anak usia kurang dari 2 tahun. Penderita yang diobati dengan pimekrolimus dan takrolimus dinasehati untuk memakai pelindung matahari karena ada dugaan bahwa kedua obat tersebut berpotensi menimbulkan kanker kulit.4
Preparat ter. Preparat ter mempunyai efek antipruritus dan anti inflamasi pada
kulit. Dipakai pada lesi kronis, jangan pada lesi akut. Sediaan dalam bentuk salap hidrofilik, misalnya yang mengandung likuor karbonis detergen 5% sampai10 %, atau crude coal tar 1 % sampai 5%.4
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei-23 Juni 2012 Page 22
Dermatitis atopi
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei-23 Juni 2012 Page 23
Dermatitis atopi
Interferon. IFN-y diketahui menekan respons IgE dan menurunkan fungsi dan
proliferasi sel TH2. Pengobatan dengan IFN-y rekombinan menghasilkan perbaikan klinis, karena dapat menurunkan jumlah eosinofil total dalam sirkulasi.4
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei-23 Juni 2012 Page 24
Dermatitis atopi
J. Komplikasi
Infeksi sekunder yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus
K. Prognosis
Sulit meramalkan prognosis D.A. pada seseorang. Prognosis lebih buruk bila kedua orang tuanya menderita DA. Ada kecenderungan perbaikan spontanpada masa
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei-23 Juni 2012 Page 25
Dermatitis atopi
anak, dan sering ada yang kambuh pada masa remaja. Sebagian kasusmenetap pada usia di atas 30 tahun. Penyembuhan spontan D.A. yang dideritasejak bayi pernah dilaporkan terjadi setelah umur 5 tahun sebesar 40-60%,terutama kalau penyakitnya ringan. Sebelumnya juga ada yang melaporkan bahwa84% D.A. anak berlangsung sampai masa remaja. Ada pula laporan, D.A. padaanak yang diikuti sejak bayi hingga remaja, 20% menghilang, dan 65 % berkurang gejalanya. Lebih dari separo D.A. remaja yang telah diobati kambuh kembalisetelah dewasa. 4 Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik D.A. yaitu : DA luas pada anak menderita rinitis alergik dan asma bronkial riwayat D.A. pada orang tua atau saudara kandung awitan (onset) D.A. pada usia muda anak tunggal kadar igE serum sangat tinggi.
Diperkirakan 30 hingga 50 persen D.A. infantil akan berkembang menjadi asma bronkial atau hay fever. Penderita atopi mempunyai risiko menderita dermatitis kontak iritan akibat kerja di tangan.4
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei-23 Juni 2012 Page 26
Dermatitis atopi
Dermatitis atopik adalah peradangan pada epidermis dan dermis dan residif yang bersifat kronis, residif sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau endogen dan keluhan gatal, sering berhubungan dengan individu atau keluarga dengan riwayat atopi, distribusi simetris, biasanya terjadi pada individu dengan riwayat gangguan alergi pada atau individu tersebut. Dermatitis atopik dapat terjadi pada segala usia tetapi sering mulai timbul pada usia balita. Berdasarkan usia kejadian dermatitis atopi dibagi dalam 3 stadium yaitu tipe infantil ( 2 bulan - 2 tahun), tipe anak-anak ( 3 -10 tahun) dan tipe dewasa. Etiologi pasti dermatitis atopik belum diketahui, tetapi faktor turunan merupakan dasar pertama untuk timbulnya penyakit Gejala klinis yang spesifik yaitu rasa gatal yang khas dengan predileksi yang khas, berlangsung kronis dan residif. Komplikasi dermatitis atopik adalah infeksi sekunder akibat bakteri, infeksi jamur kulit, infeksi virus dan eritroderma. Aspek yang paling penting dalam menangani anak-anak dengan dermatitits atopik adalah memberikan penjelasan yang simpatik pada orangtuanya tentang keadaan yang sesungguhnya. Pengobatan topikal dermatitis atopik terdiri dari hidrasi kulit, kortikosteroid topikal, imunomodulator topikal, preparat ter dan antihistamin. Pengobatan sistemik terdiri dari kortikosteroid, antihistamin, anti-infeksi, interferon, dan siklosporin. Prognosis dermatitis atopik pada seseorang sulit diramalkan.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei-23 Juni 2012 Page 27
Dermatitis atopi
LAMPIRAN
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei-23 Juni 2012 Page 28
Dermatitis atopi
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei-23 Juni 2012 Page 29
Dermatitis atopi
DAFTAR PUSTAKA
1. Siregar, R. 2005. Dermatitis atopi, dalam Siregar R. , Saripati Penyakit Kulit, EGC, edisi kedua. Jakarta : 115-117. 2. Mahadi, I. D. R., 2000, Ekzema dan Dermatitis dalam Harahap, M., (ed.), Ilmu Penyakit Kulit, Hipokrates, Jakarta : 6 14. 3. Kariosentono, H., 2006, Dermatitis Atopik ( Ekzema ) LPP U. N .S., Jawa Tengah : 1-15. 4. Djuanda A, Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Jakarta : Bala Penerbit FKUI, 2007: 138-147.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei-23 Juni 2012 Page 30
Dermatitis atopi
5. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25618/4/Chapter%20II.pdf 6. Buxton, Paul K. And Morris-Jones, Rachel. 2009. Eczema (Dermatitis) Including Management dalam ABC Of Dermatology, BMJI Books. London : 24-27.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei-23 Juni 2012 Page 31