You are on page 1of 24

KASUS 2 DIABETES MELITUS TIPE 1

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas tutorial mata kuliah Endokrin I

Disusun oleh : KELOMPOK TUTOR 12

Dewi Ratnasari Fara Sakina Rahma-Scriber 2 Vinni Alfiana-Chair Lusiyanti Septyani Elvionita S Dini Yulia Maria Gabriella Astri Wijayanti Annisa Nurul Fiqhy Peronika Sari Barus Fien Halima JT-Scriber 1 Meliza Dwi Utami Rr. Herning Putri G

(220110110011) (220110110023) (220110110035) (220110110047) (220110110059) (220110110071) (220110110083) (220110110095) (220110110107) (220110110119) (220110110131) (220110110143) (220110110155)

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2013


KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas tutorial mata kuliah Endokrin I. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai Diabetes Melitus Tipe 1. Tak lupa penyusun ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian penulisan makalah ini, khususnya dosen kami ibu Nursiswati, ibu Sri Hartati serta dosen-dosen lainnya. Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Jatinangor, April 2013

Kelompok 12

Kasus Pemicu

Laki-laki 13 tahun. BB = 28 kg. Dibawa ke Rumah Sakit oleh orang tua. Dikaji kesaran anak apatis. Turgor jelek. Pada saat diraba daerah ekstremitas dingin dan lembab. Frekuensi nadi 108x/menit. RR= 30x/menit. Anak tersebut menangis lemah tanpa keluar air mata. Sewaktu dilakukan pengambilan darah tanpa didampingi ayah dan ibu. Gula darah puas 419mg/dl. Gula darah pos prandial = 573mg/dl

SGD STEP 1-5


Selasa, 24 April 2013 STEP 1 1. Gula darah Pos Prandia(Annisa) : pemeriksaan gula darah 2 jam selepas makan(Putri) STEP 2 1. (Melisa) Berapa nilai normal gula darah pos prandial dan puasa? 2. (Melisa) Apa diagnosa medisnya? 3. (Lusiyanti) Peran perawat untuk anak apatis 4. (Pero) Kenapa saat anak apatis nadinya cepat? 5. (Dewi) Terapi diet untuk klien apa? 6. (Nita) Apa yang menyebabkan ekstremitas dingin dan lembab? 7. (Dini) Apa yang akan terjadi bila anak tidak ditangani segera apatisnya? 8. (Fara) Kenapa perlu dilakukan pemeriksaan gula darah? 9. (Putri) apakah ada dampak psikologis anak kala orang tua tidak menemani saat anak dilakukan pemeriksaan? Dan farmakoterapinya apa? 10. (Astri) Pendkes perawatan anak? 11. (Putri) Masalah keperawatan? 12. (Nita) Pemeriksaan apa saja yang harus dilakukan selain pemeriksaan gula darah? 13. (Dewi) Apa yang menyebabkan gula darah meningkat? 14. (Astri) Kebutuhan cairan yang diberikan berapa? 15. (Lusiyanti) Penyakit yang diderita turunan atau bukan? 16. (Melisa) komplikasi dari penyakit? 17. (Astri) Etiologi atau faktor risiko penyakit? 18. (Geby) Mengapa pada saat menangis tidak keluar air mata? 19. (Dini) Intervensi yang dilakukan untuk menurunkan gula darah? 20. (Vinni) Pencegahan agar gula darah tidak naik? 21. (Melisa) data apa saja yang perlu dikaji? 22. Dampak tumbuh kembang anak saat hospitalisasi? 23. Anfis pankreas b.d sistem endokrin? STEP 3 1. LO

2. (Dewi) DM tipe 1 : pankreas rusak sehingga menurunkan produksi insulin. (Dini) Dilihat dari usia. DM tipe 1 tidak memandang usia. DM tiper 2 pada lansia 3. (Dini) Selalu diperhatikan, jangan dibiarkan sendiri tanpa pengawasan 4. (Annisa) Tidak ditemani orang tua sehingga anak merasa ketakutan efeknya nadi cepat (Dewi) Tanda2 syok hipovolemik, komplikasi dari tubuh. 5. (Gaby) Rendah Karbohidrat dan Tinggi Protein 6. (Astri) Glukosa hanya di darah namun tidak terdapat di sel sehingga tidak terjadi metabolisme efeknya tidak dihasilkan panas dari tubuh (Putri) Berkeringat namum dalam keadaan dingin 7. (Melisa) Kesadaran akan terus menerus dan bisa sampai koma 8. (Pero) Menunjukkan tingkat keparawahan dan intervensi yang tepat 9. (Fien) Pasti Berpengaruh 10. (Putri) ADL Diperhatikan (Gaby) Harus hati-hati. jika luka sukar disembuhkan, pakaikan diperhatikan jangan sampai membuat friksi 11. (Astri) Syok Hipovolemik b.d kekurangan cairan, Risiko Infeksi 12. LO 13. (Gaby) Penurunan insulin sehingga gula darah meningkat 14. LO 15. Turunan 16. (Nita) Gangren,katarak,tumbuh kembang terganggu, koma 17. (Annisa) Genetik,Imun,Lingkungan,Herediter 18. LO 19. (Dini) penurunan kolesterol,olahraga.dll 20. (Lusiyanti) idem no 10,11, dan 25 21. (Lusiyanti) Idem no 10,11,dan 25 22. LO 23. (Nita) Pankreas menghasilkan insulin yang diproduksi oleh sel beta dalam pulau langerhans

ANATOMI DAN FISIOLOGI PANKREAS

Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster didalam ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa diarah kronio dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior berada dileher pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus unsinatis pankreas. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu : 1) Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum. 2) Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah. Pankreas manusia mempunyai 1 2 juta pulau langerhans, setiap pulau langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah kapiler. Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan delta. Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama ditengah setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu dengan yang lain. Dalam sel B , molekul insulin membentuk polimer yang juga kompleks dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin karena perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin disintesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian diangkut ke aparatus golgi, tempat ia dibungkus didalam granula yang diikat membran. Granula ini bergerak ke dinding sel oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta kapiler berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah (Ganong, 1995). Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin (Pearce, 2000) Gambar anatomi pankreas dapat dilihat berikut ini :

a. Fisiologi Pankreas Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa hormonhormon yang disekresikan oleh sel sel dipulau langerhans. Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon. Fisiologi Insulin : Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis hormone lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin menghambat sekresi glukagon dan insulin. Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau langerhans. Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan normal adalah 80-90 mg/dl. Insulin bekerja dengan cara

berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah be rikatan, insulin bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera digunakan untuk menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam hati (Guyton & Hall, 1999)

KONSEP UMUM PENYAKIT DIABETES MELITUS TIPE 1


A. DEFINISI Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002). Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000 ). B. EPIDEMIOLOGI Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004). Sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%. Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), MARS, DTM&H saat membuka Seminar dalam rangka memperingati Hari Diabetes Sedunia 2009, 5 November 2009 di Jakarta. C. ETIOLOGI Beberapa teori ilmiah yang menjelaskan penyebab diabetes mellitus tipe 1 sebagai berikut: 1. Hipotesis sinar matahari Teori yang paling terakhir adalah "hipotesis sinar matahari," yang menyatakan bahwa waktu yang lama dihabiskan dalam ruangan, dimana akan mengurangi paparan sinar matahari kepada anakanak, yang akan mengakibatkan berkurangnya kadar vitamin D. Bukti menyebutkan bahwa vitamin D memainkan peran integral dalam sensitivitas dan sekresi insulin (Penckofer, Kouba, Wallis, & Emanuele, 2008). Berkurangnya kadar vitamin D, dan jarang terpapar dengan sinar matahari, dimana masing-masing telah dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes mellitus tipe 1.

2. Hipotesis higiene "Hipotesis kebersihan" Teori ini menyatakan bahwa kurangnya paparan dengan prevalensi patogen, dimana kita menjaga anak-anak kita terlalu bersih, dapat menyebabkan hipersensitivitas autoimun, yaitu kehancuran sel beta yang memproduksi insulin di dalam tubuh oleh leukosit. Dalam penelitian lain, peneliti telah menemukan bahwa lebih banyak eksposur untuk mikroba dan virus kepada anak-anak, semakin kecil kemungkinan mereka menderita penyakit reaksi hipersensitif seperti alergi. Penelitian yang berkelanjutan menunjukkan bahwa "pelatihan" dari sistem kekebalan tubuh mungkin berlaku untuk pencegahan tipe 1 diabetes (Curry, 2009). Kukrija dan Maclaren menunjukkan bahwa pencegahan diabetes tipe 1 mungkin yang akan datang melalui penggunaan imunostimulasi, yakni memaparkankan anak-anak kepada bakteri dan virus yang ada di dunia, tetapi yang tidak menyebabkan efek samping imunosupresi. 3. Hipotesis Susu Sapi Teori ini menjelaskan bahwa eksposur terhadap susu sapi dalam susu formula pada 6 bulan pertama pada bayi dapat menyebabkan kekacauan pada sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko untuk mengembangkan diabetes mellitus tipe 1 di kemudian hari. Dimana protein susu sapi hampir identik dengan protein pada permukaan sel beta pankreas yang memproduksi insulin, sehingga mereka yang rentan dan peka terhadap susu sapi maka akan direspon oleh leukosit, dan selanjutnya akan menyerang sel sendiri yang menyebabkan kerusakan sel beta pankreas sehingga terjadi dibetes mellitus tipe 1. Peningkatan pemberian ASI di 1980 tidak menyebabkan penurunan terjadinya diabetes tipe 1, tetapi terjadi peningkatan dua kali lipat diabetes mellitus tipe 1. Namun, kejadian diabetes tipe 1 lebih rendah pada bayi yang diberi ASI selama 3 bulan (Ekoe, Zimmet, & Williams, 2001). Jika dirunut lebih mendalam, ada beberapa faktor yang menyebabkan diabetes mellitus, yaitu sebagai berikut: Diabetes Melitus Tipe 1 (Tergantung pada Insulin/IDDM) a. Genetik atau Faktor Keturunan Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucocyte antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya. Sembilan puluh lima persen pasien berkulit putih (caucasian) dengan diabetes tipe I memperlihatkan tipe HLA yang spesifik (DR3 atau DR4). Risiko terjadinya diabetes tipe I meningkat tiga hingga lima kali lipat pada individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA ini. Risiko tersebut meningkat sampai 10 hingga 20 kali lipat pada individu yang memiliki tipe HLA DR3 maupun DR4 (jika dibandingkan dengan populasi umum).y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m Page 35

b. Virus dan Bakteri Virus yang diduga menyebabkan diabetes mellitus adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Hasil penelitian menyebutkan bahwa virus dapat menyebabkan diabetes mellitus melalui mekanisme infeksi sitolitik pada sel beta yang mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Selain itu, melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun pada sel beta. c. Bahan toksik atau beracun Ada beberapa bahan toksik yang mampu merusak sel beta secara langsung, yakni alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozotocin (produksi jenis jamur). Bahan toksik lain berasal dari cassava atau singkong. Singkong merupakan tanaman yang banyak tumbuh didaerah tropik, merupakan sumber kalori utama penduduk kawasan tertentu. Singkong mengandung glikosida sianogenik yang dapat melepaskan sianida sehingga memberi efek toksik terhadap jaringan tubuh. d. Nutrisi Diabetes mellitus dikenal sebagai penyakit yang berhubungan dengan nutrisi, baik sebagai faktor penyebab maupun pengobatan. Nutrisi yang berlebihan (overnutrition) merupakan faktor resiko pertama yang diketahui menyebabkan diabetes mellitus. Semakin lama dan berat obesitas akibat nutrisi yang berlebihan, semakin besar kemungkinan terjangitnya diabetes mellitus. e. Otoimun Disebabkan kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Respon ini merupakan proses abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Otoantibodi terhadap sel-sel pulau langerhans dan insulin endogen(internal) terdeteksi pada saat diagnosis dan bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda klinis diabetes tipe I yang baru terdiagnosis atau pada pasien pradiabetes (pasien dengan antibodi yang terdeteksi tetapi tidak memperlihatkan gejala klinis diabetes). Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu pula oleh adanya infeksi pada tubuh. Ditemukan beberapa petanda imun (immune markers) yang menunjukkan pengrusakan sel beta pankreas untuk mendeteksi kerusakan sel beta, seperti "islet cell autoantibodies (ICAs), autoantibodies to insulin (IAAs), autoantibodies to glutamic acid decarboxylase (GAD)", dan antibodies to tyrosine phosphatase IA-2 and IA-2. f. Faktor lingkungan Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan detruksi sel beta. Interaksi antara faktor-faktor genetik, imunologi dan lingkungan dalam etiologi diabetes tipe I merupakan pokok perhatian riset yang terus berlanjut. Meskipun kejadian yang menimbulkan destruksi sel beta tidak dimengerti sepenuhnya, namun pernyataan bahwa kerentanan genetik merupakan faktor dasar yang melandasi proses terjadinya diabetes tipe I merupakan hal secara umum dapat diterima.

g. Idiopatik Sebagian kecil diabetes melitus tipe 1 penyebabnya tidak jelas (idiopatik). D. MANIFESTASI KLINIS E. Manifestasi Klinik a. Poliuria Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria). b. Polidipsia Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia). c. Poliphagia Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia). d. Penurunan berat badan Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara otomatis. e. Malaise atau kelemahan (Brunner & Suddart, 2002)

KLASIFIKASI

Klasifikasi DM tipe 1, berdasarkan etiologi sebagai berikut : 1. Tipe IA, diduga pengaruh genetik dan lingkungan memegang peran utama untuk terjadinya kerusakan pankreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan fenomena ini. 2. Tipe IB berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok penderita yang juga sering menunjukkan manifestasi autoimun lainnya, seperti Hashimoto disease, Graves disease, pernicious anemia, dan myasthenia gravis. Keadaan ini berhubungan dengan antigen HLA-DR3 dan muncul pada usia sekitar 30 - 50 tahun. F. KOMPLIKASI Komplikasi DM baik pada DM tipe 1 maupun 2, dapat dibagi menjadi2 kategori, yaitu komplikasi akut dan komplikasi menahun. a. Komplikasi Metabolik Akut 1. Ketoasidosis Diabetik (khusus pada DM tipe 1) Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan glukosuria berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai penumpukkan benda keton, peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria juga mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidasi dan kehilangan elektrolit sehingga hipertensi dan mengalami syok yang akhirnya klien dapat koma dan meninggal 2. Hipoglikemi Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami hipoglikemia jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi akibat lupa atau terlambat makan sedangkan penderita mendapatkan therapi insulin, akibat latihan fisik yang lebih berat dari biasanya tanpa suplemen kalori tambahan, ataupun akibat penurunan dosis insulin. Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah, lapar, palpitasi, berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, tremor, pusing/sakit kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga akibat kekurangan glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti tingkah laku aneh, sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan koma.

b. Komplikasi Vaskular Jangka Panjang (pada DM tipe 1 biasanya terjadi memasuki tahun ke 5) 1. Mikroangiopaty Merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopaty diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik diabetic/dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1), syaraf-syaraf perifer (neuropaty diabetik), otot-otot dan kulit.

Manifestasi klinis retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan, neovasklarisasi dan jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan kebutaan. Manifestasi dini nefropaty berupa protein urin dan hipetensi jika hilangnya fungsi nefron terus berkelanjutan, pasien akan menderita insufisiensi ginjal dan uremia. Neuropaty dan katarak timbul sebagai akibat gangguan jalur poliol (glukosasorbitolfruktosa) akibat kekurangan insulin. Penimbunan sorbitol dalam lensa mengakibatkan katarak dan kebutaan. Pada jaringan syaraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa dan penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropaty. Neuropaty dapat menyerang syaraf-syaraf perifer, syaraf-syaraf kranial atau sistem syaraf otonom. 2. Makroangiopaty Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini berupa : a) Penimbunan sorbitol dalam intima vascular. b) Hiperlipoproteinemia c) Kelainan pembekun darah

Pada akhirnya makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan penyumbatan vaskular jika mengenai arteria-arteria perifer maka dapat menyebabkan insufisiensi vaskular perifer yang disertai Klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas. Jika yang terkena adalah arteria koronaria, dan aorta maka dapat mengakibatkan angina pektoris dan infark miokardium. Komplikasi diabetik diatas dapat dicegah jika pengobatan diabetes cukup efektif untuk menormalkan metabolisme glukosa secara keseluruhan PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK a. Pemeriksaan Gula Darah Puasa atau Fasting Blood Sugar(FBS) Tujuan Pembatasan boleh Prosedur Hasil : Menentukan jumlah glukosa darah pada saat puasa : Tidak makan selama 12 jam sebelum test biasanya jam 08.00-20.00, minum : Darah diambil dari vena dan kirim ke lab : Normal 80-120 mg/100 ml serum Abnormal 140 mg/ 100 ml atau lebih

b. Pemeriksaan Gula darah Postprandial Tujuan : Menentukan gula darah setelah makan

Pembatasan

: Tidak ada

Prosedur : Pasien diberi makan kira-kira 100 gr karbohidrat, 2 jam kemudian diambil darah venanya Hasil : Normal kurang lebih 120 mg/ 100 ml serum Abnormal lebih dari 200 mg/ 100 ml atau lebih, indikasi DM

c. Pemeriksaan Toleransi Glukosa Oral/Oral Glukosa Tolerance Test(TTGO) Tujuan : Menentukan toleransi terhadap respon pemberian glukosa

Pembatasan : Pasien tidak makan 12 jam sebelum test dan selama test, boleh minum air putih, tidak merokok, ngopi atau minum teh selama pemeriksaan Prosedur : Pasien diberi makan tinggi karbohidrat selama 3 hari sebelum test, kemudian puasa selama 12 jam, ambil darah puasa dan urine untuk pemeriksaan. Berikan 100 gr glukosa ditambah juice lemon melalui mulut, periksa darah dan urin -5 jam setelah pemberian glukosa Hasil : Normal Puncaknya jam pertama setelah pemberian 140 mg/dl dan kembali normal 2 atau 3 jam kemudian Abnormal Peningkatan glukosa pada jam pertama tidak kembali setelah 2 atau 3 jam, urine positif glukosa

d. Pemeriksaan Glukosa Urine Pemeriksaan ini kurang akurat karena hasil pemeriksaan ini banyak dipengaruhi oleh berbagai hal misalnya karena obat-obatan seperti aspirin, vitamin C dan beberapa antibiotik, adanya kelainan ginjal pada lansia dimana ambang ginjal meningkat. Adanya glukosuria menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap glukosa terganggu.

e. Pemeriksaan Keton Urine Badan keton merupakan produk sampingan proses pemecahan lemak, dan senyawa ini akan menumpuk pada darah dan urine. Jumlah keton yang besar pada urin akan merubah pereaksi pada strip menjadi keunguan. Adanya ketonuria menunjukkan adanya ketoasidosis.

f. Pemeriksaan kolesterol dan kadar ketidakseimbangan kontrol glikemik

serum

trigliserida,

dapat

meningkat

karena

g. Pemeriksaan Hemoglobin Glikat(HbA1c) Pemeriksaan lain untuk memantau rata-rata kadar glukosa darah adalah glykosylated hemoglobin(HbA1c), test ini mengukur prosentasi glukosa yang melihat pada hemoglobin. Pemeriksaan ini menunjukkan kadar glukosa darah rata-rata selama 120 hari sebelumnya, sesuai dengan usia eritrosit. HbA1c digunakan untuk mengkaji kontrol glukosa jsangks panjang, sehingga dapat memprediksi risiko komplikasi. Hasil HbA1c tidak berubah karena pengaruh kebiasaan makan sehari sebelum test. Pemeriksaan HbA1c dilakukan untuk diagnosis dan pada interval tertentu untuk mengevaluasi penatalaksanaan DM, direkomendasikan dilakukan 2 kali dalam setahun bagi pasien DM. Kadar yang direkomendasikan oleh ADA < 7%

h. Pemeriksaan C-peptide Pemeriksaan ini digunakan untuk membedakan diabetes melitus tipe 1 dengan tipe 2. Konsentrasi C-peptide merupakan indikator yang baik untuk fungsi sel beta, juga bisa digunakan untuk memonitor respons individual setelah operasi pankreas. Konsentrasi Cpeptida akan meningkat pada transplantasi pankreas atau transplantasi sel sel pulau pankreas.

G. PENATALAKSANAAN Ada enam cara dalam penatalaksanaan DM tipe 1 meliputi: 1. Pemberian insulin Yang harus diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis, dosis, kapan pemberian, dan cara penyuntikan serta penyimpanan. Terdapat berbagai jenis insulin berdasarkan asal maupun lama kerjanya, menjadi kerja cepat/rapid acting, kerja pendek(regular/soluble), menengah, panjang, dan campuran. Penatalaksanaan Terapi Insulin. Cara pemberian /penyuntikan hormone insulin Indikasi dan kontra indikasi pemberian /penyuntikan hormone insulin. Efek samping pemberian / penyuntikan hormone insulin.dll Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi insulin. Tujuan terapi ini terutama untuk : 1. Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal.

2. Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes. Keberhasilan terapi insulin juga tergantung terhadap gaya hidup seperti program diet dan olahraga secara teratur Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah ini : Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari Kadar glukosa darah sering tidak teratur Ingin mengurangi resiko hipoglikemi Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel Enam tipe insulin berdasarkan mulai kerja, puncak, dan lama kerja insulin tersebut, yakni : 1. Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin) 2. Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin) 3. Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin) 4. Mixed Insulin 5. Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin) 6. Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin) Cara Pemberian Insulin Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan sehingga insulin tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan pemberian insulin adalah melalui suntikan, bisa suntikan di bawah kulit (subcutan/sc), suntikan ke dalam otot (intramuscular/im), atau suntukan ke dalam pembuluh vena (intravena/iv). Ada pula yang dipakai secara terus menerus dengan pompa (insulin pump/CSII) atau sistem tembak (tekan semprot) ke dalam kulit (insulin medijector).

Dosis anak bervariasi berkisar antara 0,7-1,0 U/kg per hari. Dosis insulin ini berkurang sedikit pada adanya fase remisi yang dikenal sebagai honeymoon periode dan kemudian meningkat pada saat pubertas.

Saat awal pengobatan insulin diberikan 3-4 kali injeksi. Bila dosis optimal dapat diperoleh, diusahakan untuk mengurangi jumlah suntikan menjadi 2 kali dengan menggunakan insulin kerja mengengah atau kombinasi kerja pendekb dan menengah (split-mix regimen). Penyuntikan setiap hari secara subkutan dipaha, lengan atas, sekitar umbilicus secara bergantian. Insulin sebaiknya disimpan dalam lemari es pada suhu 4-80C.
Penggolongan sediaan insulin berdasarkan mula dan masa kerja (IONI, 2000 dan Soegondo, 1995b).

Jenis Sediaan Insulin Mulal kerja(jam)Puncak(jam) Masa kerja(jam) Masa kerja Singkat (Short acting/lnsulin), disebut juga insulin reguler0,5 1-4 6-8 Masa kerja Sedang 1-2 6-12 18-24 Masa kerja Sedang, Mula kerja cepat 0-5 4-15 18-24 Masa kerja Panjang 4-6 14-20 24-36

2. o

Pengaturan makan/diet Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia pubertas dapat juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut : 1000 + (usia dalam tahun x 100) = ....... Kalori/hari

o o a. b. c. d. e. f.

Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 50-55% karbohidrat, 10-15% protein (semakin menurun dengan bertambahnya umur), dan 30-35% lemak. Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali makanan kecil sebagai berikut : 20% berupa makan pagi. 10% berupa makanan kecil. 25% berupa makan siang. 10% berupa makanan kecil. 25% berupa makan malam. 10% berupa makanan kecil. Dari sisi makanan penderita diabetes atau kencing manis lebih dianjurkan mengkonsumsi karbohidrat berserat seperti kacang-kacangan, sayuran, buah segar seperti pepaya, kedondong, apel, tomat, salak, semangka dll. Sedangkan buah-buahan yang terlalu manis seperti sawo, jeruk, nanas, rambutan, durian, nangka, anggur, tidak dianjurkan. Menurut peneliti gizi asal Universitas Airlangga, Surabaya, Prof. Dr. Dr. H. Askandar Tjokroprawiro, menggolongkan diet atas dua bagian, A dan B. Diet B dengan komposisi 68% karbohidrat, 20% lemak, dan 12% protein, lebih cocok buat orang Indonesia dibandingkan dengan

diet A yang terdiri atas 40 50% karbohidrat, 30 35% lemak dan 20 25% protein. Diet B selain mengandung karbohidrat lumayan tinggi, juga kaya serat dan rendah kolesterol. Berdasarkan penelitian, diet tinggi karbohidrat kompleks dalam dosis terbagi, dapat memperbaiki kepekaan sel beta pankreas. Serat makanan Tipe diet ini berperan dalam penurunan kadar total kolesterol dan LDL (low-density lipoprotein) kolesterol dalm darah. Peningkatan kandungan serat dalam diet dapat pula memperbaiki kadar glukosa darah sehingga kebutuhan insulin dari luar dapat dikurangi. Mekanisme kerja serat terlarut diperkirakan berhubungan dengan pembentukan gel dalam traktus gastrointestinal. Gel ini akan memperlambat pengosongan lambung dan gerakan makanan yang melalui saluran cerna bagian atas. Efek penurunan glukosa yang potensial oleh serat makanan tersebut mungkin disebabkan oleh kecepatan absorpsi glukosa yang lebih lambat. Sementara itu tingginya serat dalam sayuran jenis A(bayam, buncis, kacang panjang, jagung muda, labu siam, wortel, pare, nangka muda) ditambah sayuran jenis B (kembang kol, jamur segar, seledri, taoge, ketimun, gambas, cabai hijau, labu air, terung, tomat, sawi) akan menekan kenaikan kadar glukosa dan kolesterol darah. Bawang merah dan putih (berkhasiat 10 kali bawang merah) serta buncis baik sekali jika ditambahkan dalam diet diabetes karena secara bersama-sama dapat menurunkan kadar lemak darah dan glukosa darah. Alkohol Alkohol dapat menurunkan reaksi fisiologi normal dalam tubuh yang memproduksi glukosa (glukoneogenesis). Jadi, jika seorang penderita diabetes minum minuman beralkohol pada saat lambung kosong, maka kemungkinan terjadinya hipoglikemia akan meningkat. Konsumsi alcohol yang berlebihan dapat menggganggu kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi serta mengatasi keadaan hipoglikemia dengan tepat dan mengikuti rencana makan yang sudah diresepkan untuk mencegah hipoglikemian. 3. Olahraga Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selam kurang lebih 30 menit yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rytmical Interval Progressive Endurance Training). Latihan yang dapa dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, dan bersepeda. 4. Obat hipoglikemik oral (OHO)

Jika pasien telah melakukan pengturan makan dan kegiatan jasmani yang teratur, tetapi kadar glukosa darahnya masih belum baik, dipertimbangkan pemakaian obat berhasiat hipoglikemik. a. Sulfoniurea Berfungsi untuk menstimulasin pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin, meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. b. Biguanid Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah normal. Dianjurkan untuk pasien gemuk. c. Inhibitor glukosidase Bersifat kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pascaprandial. d. Insulin sentizing agent Berfungsi meningkatkan sensitifitas insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia. 5. Edukasi Kegiatan edukasi meliputi pemahaman dan pengertian penyakit dan komplikasinya, memotivasi penderita dan keluarga agar patuh berobat. 6. Pemantauan mandiri/home monitoring Pasien serta keluarga harus dapat melakukan pemantauan kadar glukosa darah dan penyakitnya di rumah. Halini sangat diperlukan karenasangat menunjang upaya pencapaian normoglikemia. Pamantauan dapat dilakukan secara langsung (darah) dan secara tidak langsung (urin).

HEALTH EDUCATION Berikan penjelasan kepada keluarga mengenai penyakitnya, apa yang menyebabkan, pengobatan, komplikasi dan pencegahannya. Berikan penjelasan mengenai penggunaan insulin yang tepat. Anjurkan klien untuk selalu menyediakan permen dan mengenali tanda-tanda hipodlikemia. Berikan penjelasan mengenai tanda-tanda pertumbuuhan dan perkembangan yang ditoleransi klien.

Anjurkan keluarga klien mencatat hasil pemeriksaan gula darah dan berkonsultasi dengan pelayan kesehatan untuk mengontrol gula darah secara berkala

H. PATOFISIOLOGI (Terlampir) I. PENGKAJIAN I. Identitas : Nama Usia Jenis kelamin II. Keluhan utama Kesadaran anak apatis III. Riwayat kesehatan Sekarang Masa lalu Keluarga 1. 2. : BB = 28kg, Turgor jelek,ekstremitas dingin dan lembab. :::: 13 tahun : Laki-laki

IV. Pemeriksaan fisik Keadaan umum anak, kesadaran apatis Tanda-tanda Vital : - Tekanan darah - Nadi - Pernapasan - Suhu 3. Antopometri - Berat Badan : 28kg. (Idealnya 40kg) - Tinggi badan : - Lingkar lengan 1) :Aktivitas dan Istirahat Gejala: lemah, letih, sulit bergerak atau beijalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan istirahat dan tidur. Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas, letargi, disorientasi, koma. 2) Sirkulasi ::: 108x/menit. : 30x/menit.

Gejala: adanya riwayat penyakit hipertensi, inpark miokard akut, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama. Tanda: takikardia, perubahan TD postural, nadi menurun, disritmia, krekels, kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung. 3) Integritas ego Gejala: stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi. Tanda: ansietas, peka rangsang. 4) Eliminasi Gejala: perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri terbakar, kesulitan berkemih, ISK, nyeri tekan abdomen, diare. Tanda: urine encer, pucat, kuning, poliuri, bising usus lemah, hiperaktif pada diare. 5) Makanan dan cairan Gejala: hilang nafsu makan, mual muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik. Tanda: kulit kering bersisik, turgor jelek, kekakuan, distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid, napas bau aseton. 6) Neurosensori

Gejala: pusing, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parastesia, gangguan penglihatan. Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma, gangguan memori, refleks tendon menurun, kejang. 7) Pernapasan Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum. Tanda: pernapsan cepat dan dalam, frekuensi meningkat. 8) 9) Seksualitas Penyuluhan Gejala: rabas vagina, impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita. Gejala: fakor resiko keluarga DM, PJK, HT, stroke, penyembuhan yang lambat, penggunaan obat steroid, diuretik, dilantin, fenobarbitol. Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik. V. Pemeriksaan Laboratorium Gula darah puasa : 419mg/dl Gula darah pos prandial : 573mg/dl VI. Terapi yang Diberikan (-)

J. ANALISA DATA No 1 Data yang Menyimpang DO : turgor anak jelek, anak menangis lemah tanpa keluar air mata Etiologi Hiperglikemia Ginjal tidak mereabsorbsi glukosa Osmotik diuresis Poliuria dehidrasi kekurangan volume cairan tubuh 2 DO: - gula darah puasa= 419 ml/dl - gula darah post prandial= 573 ml/dl Etiologi Terjadi respon autoimun thd sel-sel pulau langerhans di pancreas Antibody ICA (Islet Cell Antibody) Terjadi proses destruksi/ peradangan Pancreas rusak Produksi insulin tubuh berkurang/ tidak ada Transport glukosa ke sel terganggu Sel lapar Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh Masalah Kekurangan volume cairan tubuh

Tubuh menggunakan cadangan lemak, protein, karbo untuk menghasilkan energy Cadangan makanan BB Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan x/menit Defisiensi insulin Starvation cells Peningkatan katabolisme lemak,protein Oksidasi as. Lemak Terbentuk keton bodies Asidosis metabolik hiperventilasi pola napas tidak efektif

RR

30

Pola napas tidak efektif

N = 108 x/menit CRT = belum terkaji AGD = belum terkaji (biasanya pH darah menurun/terjadi asidosis metabolik)

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan keseimbangan cairan kurang dari kebutuhan b.d dieresis osmotic d.d turgor anak jelek, anak menangis lemah tanpa keluar air mata 2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d defisiensi insulin 3. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (Terlampir) Tambahan ! Tahap Early Adolescence(13-14 tahun). Ciri-ciri remaja awal menurut Desmita(2000):

1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat dikenal sebagai mass storm and stress. pada masa ini banyak tuntunan untuk mereka.misalnya mereka diperintah untuk tidak lagi berperilaku seperti anak-anak. Mereka harus lebih mandiri dan bertanggungjawab 2. Perubahan yang cepat secara fisik juga disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat mereka tidak yakin akan diri sendiri dan kemampuan diri. Proporsi tubuh sangat berpengaruh pada mereka. 3. Perkembangan kemampuan kognitif remaja 4. Perubahan nilai, di mana apa yang mereka anggap penting kala anak-anak, sudah tidak lagi dianggap penting saat mereka telah mencapai tahap ini 5. Meningkatnya pengaruh teman sebaya dalam kehidupan mereka 6. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan,tapi di sisi lain mereka takut akan tanggungjawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka untuk bertanggungjawab atas tindakan tersebut. Analisa kasus : efek dari penyakit ini adalah anak early adolescenece ini lebih mengutamakan penampilan mereka ketimbang hal-hal yang lebih penting. Sang anak sebenarnya ingin mandiri, namun dia belum bisa. Sehingga saat dibawa untuk dilakukan pemeriksaan ada baiknya orang tuanya diikutsertakan. 2. Efek Hospitalisasi
Timbul perasaan cemas : harus berpisah dengan teman sebayanya Pembatasan aktivitas di RS :anak kehilangan kontrol terhadap dirinya dan menjadi tergantung pada keluarga atau pertugas kesehatan Reaksi yang sering muncul : menolak perawatan atau tindakan yang dilakukan, anak tidak mau kooperatif dengan petugas kesehatan atau menarik diri dari keluarga, sesama pasien dan petugas kesehatan Perasaan sakit : respon anak bertanya-tanya, menarik diri dari lingkungannya / menolak kehadiran orang lain Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi anak 1. Perasaan cemas dan takut Perasaan cemas dan takut : mendapat prosedur menyakitkan Cemas paling tinggi : menunggu informasi tentang diagnosa penyakit anaknya Takut muncul : takut kehilangan anak pada kondisi sakit terminal

Perilaku : sering bertanya / bertanya tentang hal yang sama secara berulang-ulang pada orang yang berbeda, gelisah, ekspresi wajah tegang dan marah

DAFTAR PUSTAKA
Wong,Donna L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Jakarta: EGC. Suriadi,dan Rita. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta:Perpustakaan Nasional RI. Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Suddarth, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Panduan Pelayanan Medik/editornya M Farid Aziz, Julianto Witjaksono, Imam Rasjidi. Jakarta:EGC, 2008. Lanywati, Endang. 2001. Diabetes Mellitus. Yogyakarta:Kanisius Almatsier, Sunita. 2006.Penuntun Diet . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Baradero, Mary. 2009. Klien Gangguan Endokrin: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC Brashers, Valentina L. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan & Manajemen ed.2. Jakarta: EGC Diabetes Mellitus. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3720/1/fkmhiswani4. Pdf

Nanda. 2006. Panduan Diagnosa keperawatan Nanda. Jakarta:EGC

You might also like