You are on page 1of 15

LAPORAN KASUS EPILEPSI BANGKITAN UMUM TIPE TONIK-KLONIK

Nama Pasien : Tn. A R No. DM Umur MRS KRS I. : 25 03 69 : 24 Tahun : 25 September 2013 : 08 Oktober 2013 ANAMNESIS

a. Keluhan Utama Kejang b. Riwayat Penyakit Sekarang 5 jam SMRS pada saat akan makan siang tiba tiba pasien kejang 15 menit

sekitar jam 12.00 siang, pada saat pasien kejang tangan pasien mengepal dan terguncang naik turun kaki pasien juga terguncang naik turun secara bersamaan. Mata terbelalak, mulut tidak berbusa, lidah tidak tergigit, saat kejang terjadi pasien terjatuh pada sisi tubuh sebelah kanan dengan bibir dan kepala sisi kanan membentur batu, bibir luka sebesar 1 cm tepi tidak rata, Kejang terjadi hingga 3 kali sekitar 15 menit, selama masa kejang pasien tidak sadarkan diri. c. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat epilepsi sejak kecil (+) namun tidak terkontrol, Riwayat penyakit kusta (+) meminum obat program(2006)

II.

PEMERIKSAAN FISIK a. Vital Sign Kesadaran: compos mentis TTV: TD: 110/70mmHg, N:88x/m, R: 20x/m, SB: 38C

b. Status Interna Kepala/Leher: Konjungtiva anemis (-/-); Sklera Ikterik (-/-); Pembesaran KGB (ttm) Thorax: Paru: Simetris, ikut gerak nafas,sonor, SN: vesikuler, Rho(-/-), Whe(-/-), Abdomen: datar, supel, BU(+), nyeri tekan(-) Ekstremitas: akral hangat, edema(-/-), atrofi(-). Genitalia: tidak dilakukan

c. Status Neurologis Rangsang Meningeal: KK(-), L/K(tidak terbatas), Brudz I,II,III(-/-/-) Saraf otak: Mata: pupil bulat, isokor ODS: 3mm, RC(+/+) GBM: baik ke segala arah Wajah: Simetris, Lidah: letak tengah

Motorik:

Sensorik: dalam batas normal Vegetatif: Ma/Mi(+/+), BAB/BAK(+/+) Refleks fisiologis: BTR(+/+), KPR(+/+), APR(+/+) Refleks patologis: Babinsky(-/-), Oppenheim(-/-), Schaeffer(-/-), Chaddock(-/-), Gonda(-/-),Gordon(-/-)

III.

DIAGNOSA SEMENTARA Epilepsi dd Infeksi Intrakranial

IV.

TERAPI SAAT MRS IVFD D5% + fenitoin 3 ampul/8jam Ceftriaxone 2x1 ampul (iv) Paracetamol drip 3x1 Fl. (bila panas)

V. Tgl 25-

FOLLOW UP RUANGAN Catatan Kesadaran: Compos Mentis TD: 100-130/60-80mmHg, N: 6188x/m, R: 18-29x/m, SB: 35,9-36,7C Status Neurologis: RM: KK(-), L/K(tidak terbatas), Brudz I,II,III(-/-/-) Saraf otak: Mata: pupil bulat, isokor ODS: 3mm, RC (+/+), GBM:baik ke segala arah Wajah: simetris Lidah:letak tengah Motorik: Kekuatan otot 5 5 Sensorik : dalam batas normal Ref. Fisiologis: BTR(+/+), kPR(+/+), APR(+/+) Ref. patologis: Babinsky(-/-), Oppenheim(-/-), Schaeffer(-/-), Chaddock(-/-), Gonda(-/-), Gordon(-/-) Diagnosis kerja: Epilepsi bangkitan umum tipe Tonik-Klonik + hipokalemia 5 5 Tgl 30-09-2013 Instruksi dr. Heidi pemberian hepamers 3x1 sachet (po) Tindakan Keterangan

IVFD NaCl 0,9% + KCl Tgl 26-09-2013 25 mEq + fenitoin 3 pemeriksaan ampul : D5% + fenitoin 3 darah ampul (1:2)/24 jam lengkap,kimia Inj. Ceftriaxone 2x1 gr lengkap,hasilnya (iv) SGOT 80 U/L, Inj. Paracetamol drip 3x1 kalium 3,3 fl bila demam Hepamers 3x1 sachet (po) Pro MRI kepala mmol/L, leukosit 11,9 ribu/uL, ASTO dan

30/09/2 013

Pro Pemeriksaan Sputum rheumatoid factor non reactif hasil uji BTA lainnya dalam batas normal

018/09/20 13

Kes: Compos Mentis TD: 100-130/60-80mmHg, N: 6488x/m, R: 18-24x/m, SB: 35,9-36,5C Status Neurologis: RM: KK(-), L/K(tidak terbatas), Brudz I,II,III(-/-/-) Saraf otak: Mata: pupil bulat, isokor ODS: 3mm, RC (+/+), GBM:baik ke segala arah Wajah: simetris Lidah:letak tengah

IVFD NaCl 0,9% + KCl Tgl 01-10-2013 25 mEq + fenitoin 3 Konsul dr. ampul : D5% + fenitoin 3 ampul (1:2)/24 jam Inj. Ceftriaxone 2x1 gr (iv) Inj. Paracetamol drip 3x1 Vial bila demam Hepamers 3x1 sachet (po) Aspilet 1x1 tab (po) Clopidogrel 1x1 tab (po) Pemeriksaan sputum uji BTA negative Spesialis Kulit dan Kelamin Jawaban konsul: Dermatitis Seboroik

Terapi dari dr.Rani Sp.KK Motorik: Kekuatan otot 5 5 Sensorik: dalam batas normal Ref. Fisiologis: BTR(+/+), TPR(+/+), APR(+/+) Ref. patologis: Babinsky(-/-), Oppenheim(-/-), Schaeffer(-/-), Chaddock(-/-), Gonda(-/-), Gordon(-/-) Diagnosis kerja: Epilepsi bangkitan umum tipe Tonik-Klonik Diagnosis tambahan: Dermatitis Seboroik (perbaikan) 5 5 - Nerilon CR 2x1 - MetilPrednisolon 2x4 mg - Interhistin tab 2x50 gr - Ketomed Shampo setiap keramas

Tgl 02-10-2013 Instruksi dr. Heidi pemberhentian ceftriaxone

Tgl 05-10-2013 Hasil MRI :

Instruksi dr. Nelly pemberian Clopidogrel dan aspilet

Tgl 08-10-2013 Pasien boleh pulang

VI.

DIAGNOSA AKHIR Epilepsi bangkitan umum tipe Tonik-Klonik

VII.

DIAGNOSA TAMBAHAN Dermatitis Seboroik (perbaikan)

VIII. RESUME 5 jam SMRS pada saat akan makan siang tiba tiba pasien kejang 15 menit sekitar

jam 1200 siang, pada saat pasien kejang tangan pasien mengepal dan terguncang naik turun kaki pasien juga terguncang naik turun secara bersamaan. mata terbelalak, mulut tidak berbusa, lidah tidak tergigit, saat kejang terjadi pasien terjatuh pada sisi tubuh sebelah kanan dengan bibir dan kepala sisi kanan membentur batu, bibir luka sebesar 1 cm tepi tidak rata, Kejang terjadi hingga 3 kali sekitar 15 menit, selama masa kejang pasien tidak sadarkan diri. Pemeriksaan fisik, kesadaran Compos

Mentis, TD: 110/70mmHg, N:88x/m, R: 20x/m, SB: 38C. Pemeriksaan status interna dalam batas normal, pada pemeriksaan status neurologis dalam batas normal,

melalui pemeriksaan yang dilakukan dan melihat gejala serta tanda yang ada maka pesien di diagnose epilepsi bangkitan umum tipe tonik klonik dengan diagnosa tambahan dermatitis seboroik. IX. TERAPI

Farmakologi -

Terapi Non Farmakologi - Makan makanan bergizi - Minum obat teratur - Hindari stress - Kontrol kembali ke polik Saraf dan Polik kulit dan Kelamin 22 Oktober 2013

Fenitoin 100 mg 3x1 (po)


Aspilet 1x1 tab (po) Clopidogrel 1x1 tab (po)

Metilprednisolon 4 mg 2x1 (po) Interhistin tab 50 mg 2x1 (po) Nerilon Cr 2x1 oles tipis-tipis Ketomed Shampo setiap keramas

X.

PERMASALAHAN a. Bagaimana menegakkan diagnosa epilepsi? b. Bagaimana penatalaksanaan epilepsi?

XI.

PEMBAHASAN EPILEPSI

Definisi Epilepsi didefinisikan sebagai kumpulan gejala dan tanda-tanda klinis yang muncul disebabkan gangguan fungsi otak secara intermiten, yang terjadi akibat lepas muatan listrik abnormal atau berlebihan dari neuron-neuron secara paroksismal dengan berbagai macam etiologi, sedangkan serangan atau bangkitan epilepsi yang dikenal dengan nama epileptic seizure adalah manifestasi klinis yang serupa dan berulang secara paroksismal, yang disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang spontan.2,3 Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan.(betz & Sowden,2002). Tidak semua bangkitan disertai kejang, misalnya bangkitan lena (absence seizure). Diagnosa epilepsi ditegakkan, bila penderita mengidap minimal 2 serangan kejang (konvulsi) dalam kurun waktu 2 tahun. 1,4 Pada pasien ini ditemukan riwayat kejang sejak kecil dengan pengobatan tidak terkontrol Patofisiologi Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai kegiatan listrik yang disebabkan oleh adanya potensial membran sel. Potensial membran neuron bergantung pada permeabilitas selektif membran neuron, yakni membran sel mudah dilalui oleh ion K+ dari ruang ekstraseluler ke intraseluler dan kurang sekali oleh ion Ca2+, Na+ dan Cl-, sehingga di dalam sel terdapat konsentrasi tinggi ion K+ dan konsentrasi rendah ion Ca2+, Na+, dan Cl-,

sedangkan keadaan sebaliknya terdapat diruang ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion-ion inilah yang menimbulkan potensial membran. Ujung terminal neuron-neuron berhubungan dengan dendrit-dendrit dan badanbadan neuron yang lain, membentuk sinaps dan merubah polarisasi membran neuron berikutnya. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Diantara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut

glutamat,aspartat dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Hal ini misalnya terjadi dalam keadaan fisiologik apabila potensial aksi tiba di neuron. Dalam keadaan istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan melepaskan muatan listrik. Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh ion Ca2+ dan Na+ dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca2+ akan mencetuskan/melepaskan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Di duga inhibisi ini adalah mempengaruhi neuron-neuron sekitar pusat epilepsi. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus melepas muatan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.

Klasifikasi Dikenal sejumlah tipe bangkitan epilepsi yang paling lazim adalah bentuk serangan luas (grand mal, petit mal, absence) pada mana sebagian besar otak terlibat dan serangan parsial (sebagian) yang mana pelepasan muatan listrik hanya terbatas sampai sebagian otak.4 Klasifikasi bangkitan epilepsi menurut ILAE tahun 1981 yaitu : I. Bangkitan parsial (bangkitan Fokal) A. Parsial sederhana 1.Disertai gejala motorik 2.Disertai gejala somato-sensorik 3.Disertai gejala otonomik B. Parsial kompleks 1. Disertai dengan gangguan kesadaran sejak awitan dengan atau tanpa automatism 2. parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran dengan atau tanpa otomatism C. Parsial sederhana yang berkembang menjadi umum sekunder 1. parsial sederhana menjadi umum tonik-klonik 2. parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik 3. parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik II. Bangkitan umum a. Bangkitan Lena (Absence) b. Bangkitan Mioklonik c. Bangkitan Klonik d. Bangkitan Tonik e. Bangkitan Tonik klonik f. Bangkitan Atonik g. Bangkitan yang tidak terklasifikasikan

Pada pasien ini ditemukan bangkitan umum tipe tonik-klonik karena kejang kaku bersamaan dengan kesadaran. kejutan-kejutan dari angggota badan dan hilangnya

Manifestasi Klinis 1. Bangkitan Umum a. Grand mal (Perancis = penyakit besar) atau bangkitan Tonik-klonik generalized Kejang ini merupakan bentuk kejang yang paling banyak terjadi. Bercirikan kejang kaku bersamaan dengan kejutan-kejutan ritmis dari anggota badan dan hilangnya untuk sementara kesadaran dan tonus. Terdiri atas 3 fase; fase tonik, fase klonik dan fase pasca kejang. Fase tonis ini berlangsung kira-kira 1 menit untuk kemudian disusul oleh fase klonis dengan kejang-kejang dari kakitangan, rahang dan muka. Lamanya serangan berkisar antara 1 dan 2 menit yang disusul dengan keadaan pingsan selama beberapa menit dan kemudian sadar kembali dengan perasaan kacau serta depresi.1,4,5 b. Bangkitan lena (petit mal/absence) Kejang ini termasuk jenis yang jarang. Bangkitan lena terjadi secara mendadak dan juga menghilang secara mendadak (10-45 detik). Berupa kesadaran menurun sementara, namun kendali atas postur tubuh masih baik (penderita tidak jatuh); biasanya disertai automatisme (gerakan-gerakan berulang), keadaan termangu-mangu (pikiran kosong), mendadak berhenti bergerak.

Terjadi pada masa kanak-kanak (4-8 tahun). Remisi spontan 60-70% pasien pada masa remaja.1,4,5 c. Bangkitan lena yang tidak khas (bangkitan lena atipikal) Manifestasi klinisnya berupa perubahan postural terjadi lebih lambat dan lebih lama, biasanya disertai retardasi mental.1 d. Bangkitan mioklonik (bangkitan klonik) Berupa kontraksi otot sebagian/seluruh tubuh yang terjadi secara cepat dan mendadak. Bercirikan kontraksi otot-otot simetris dan sinkron yang tak ritmis dari terutama bahu dan tangan (tidak dari muka). Adakalanya berlangsung dengan jangka waktu singkat sekali, kurang dari satu detik.1,4 e. Bangkitan atonik Tiba-tiba kehilangan tonus otot postural sehingga seringkali jatuh tiba-tiba. Sering terjadi pada anak-anak.1

2. Bangkitan parsial/fokal a. Bangkitan parsial sederhana Dapat menyebabkan gejala-gejala motorik, sensorik, otonom dan psikis tergantung korteks serebri yang teraktivasi, namun kesadaran tidak terganggu; penyebaran cetusan listrik abnormal minimal, penderita masih sadar.1 b. Bangkitan parsial kompleks (epilepsi lobus temporalis) Penyebaran cetusan listrik yang abnormal lebih banyak.Biasanya terjadi dari lobus temporal karena lobus ini rentan terhadap hipoksia/infeksi.Cirinya ada tanda peringatan/aura yang disertai oleh perubahan kesadaran; diikuti oleh automatisme, yakni gerakan otomatis yang tidak disadari seperti menjilat bibir, menelan, menggaruk, berjalan, yang biasanya berlangsung selama 30120 detik. Kemudian, biasanya pasien kembali normal yang disertai kelelahan selama beberapa jam.1 c. Bangkitan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum Biasanya terjadi pada bangkitan parsial sederhana.1 3. Bangkitan lainnya1 Kejang demam Status epileptikus Pada pasien ini di temukan bangkitan umum tipe tonik klonik karna kejang kaku bersamaan dengan kejutan-kejutan dari anggota badan dan hilangnya kesadaran.

Penatalaksanaan 1. Tindakan Umum (non farmakologi)10 Selama bangkitan epilepsi : (a) Letakan penderita di tempat teduh dan aman, untuk mencegah kecelakaan. (b) Jangan mencoba mengambil sesuatu dari mulut / membukanya kecuali mencegah lidah tergigit. (c) Kendorkan ikat pinggang atau ikat leher (dasi) (d) Jangan mencoba menahan gerak / konvulsi, dapat meninbulkan luksasio / fraktur.

(e) Setelah bangkitan berhenti (bila mungkin dihentikan dengan anti konvulsi, letakan pada posisi koma (semi frone / three-quarterprone position) (f) Awasi terus dan bebaskan jalan nafas sampai penderita sadar kembali. (g) Jangan cepat-cepat dibawa kerumah sakit, kecuali bila serangan

berkepanjangan, terjadi kecelakaan atau anoreksia. (h) Segera setelah fase iktal, penderita merasa bingung, perlu bantuan untuk memuluhkan kepercayaan diri dan simpati tanpa kegaduhan (i) Jangan tergesa memberikan minum setelah bangkitan, apalagi obat anti epilepsi (OAE) 2. Tindakan Khusus Prinsip-prinsip terapi farmakologi untuk epilepsi yakni:6 a. Obat anti epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsi sudah dipastikan. Selain itu pasien dan keluarganya harus terlebih dahulu diberi penjelasan mengenai tujuan pengobatan dan efek samping dari pengobatan tersebut. b. Terapi dimulai dengan monoterapi dengan satu jenis obat anti epilepsi. c. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan secara bertahap sampai dengan dosis efektif tercapai atau timbul efek samping obat. d. Apabila dengan penggunaaan OAE dosis maksimum tidak dapat mengontrol bangkitan, maka ditambahkan OAE kedua dimana bila sudah mencapai dosis terapi, maka OAE pertama dosisnya diturunkan secara perlahan. Tabel 1
Pemilihan Obat Anti Epilepsi (OAE) Berdasarkan Tipe Bangkitan. Sumber: dimodifikasi dari Goodman

& Gilman. Dasar Farmaklogi dan Terapi. Edisi 10. Jakarta: EGC, 2008.9
III.

Tipe bangkitan Bangkitan parsial(sederhana atau kompleks) Bangkitan umum sekunder

OAE lini pertama Fenitoin, karbamazepin, asam valproat

OAE lini kedua gabapentin, lamotrigin, levetirasetam, tiagabin, topiramat

Karbamasepin, fenitoin, asam valproat

gabapentin, lamotrigin, levetirasetam, tiagabin,

topiramat Bangkitan umum tonik klonik Bangkitan lena Bangkitan mioklonik Karbamasepin, fenitoin, asam valproat, fenobarbital. Asam valproat, etosuksimid Asam valproat Lamotrigin Lamotrigin, topiramat Lamotrigin, topiramat

Berikut dosis dan sediaan obat antikonvulsi yang beredar di Indonesia.


Tabel 2 Dosis, Kadar Terapi dan Sediaan Obat Antikonvulsi yang Beredar di Indonesia.

Sumber: di modifikasi dari FKUI. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,2009.1,9
OBAT DOSIS FREKUENSI PEMBERIAN PERHARI Asam Valproat DD : 5-15 mg/kgBB/hari DA : 10-30 mg/kgBB/hari 3-4 kali/hari Sirup 250 mg/5 ml Tablet 250 mg, 150 mg Sediaan

Tablttablet 2 mg, 5 mg, 10 mg Diazepam DD : 0.2mg/kgBB/hari DA : 0.150.3mg/kgBB/hari Fenitoin DD : 300 mg/hari DA : 5 mg/hari Fenobarbital DD : 2-3 mg/kgBB/hari DA : 3-5mg/kgBB/hari Karbamazepin DD : 1000-2000 mg/hari DA : 15-25 mgkgBB/hari Klonazepam DD : 1.5 mg/hari DA : 0.01-0.03 mg/kgBB/hari Lamotrigin DD : 100-500 mg/hari DA : 1.2 mg/kgBB/hari 1-2 kali/hari Tablet salut film 2 mg 3 kali/ hari Kaplet salut film 200 mg 2 kali/hari 2-4 kali/hari Tablet 30 mg, 50 mg, 100 mg Ampul 50 mg/ml 1-2 kali/hari 2-4 kali/hari Injeksi 5 mg/ml Gel rektal (suposituria) 2 mg, 5 mg, 10 mg, 20 mg Kapsul 100 mg, 50 mg Ampul 100 mg/2 ml

Levetirasetam

DD : 2x500mg/hari atau 2x1500mg/hari

2 kali/hari

Tablet 50 gr, 100 mg

Gabapentin* DA : DD : 900 mg 2.4 g/hari Topiramat

1-3 kali/hari Tablet 250 mg dan 500 mg

Tablet 300 mg DA : DD : 200-600 mg/hari 2 kali/hari Tablet 25 mg, 50 mg 100 mg DA = Dosis anak DD = Dosis dewasa *dalam kombinasi

Pada pasien ini di berikan dosis terapi tunggal fenitoin 3 ampul (300mg) sesuai dengan jenis bangkitanya yaitu bangkitan umum tipe tonik klonik Diagnosa Tambahan Dermatitis Seboroik11 Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamatoir kulit yang biasanya dimulai pada kulit kepala, dan kemudian menjalar ke muka, kuduk, leher dan badan.Istilah dermatitis seboroik dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik.Penyakit ini sering kali dihubungkan dengan peningkatan produksi sebum (seborrhea) dari kulit kepala dan daerah muka serta batang tubuh yang kaya akan folikel sebaceous. Dermatitis seboroik sering ditemukan dan biasanya mudah dikenali. Kulit yang terkena biasanya berwarna merah muda (eritema), membengkak, ditutupi dengan sisik berwarna kuning kecoklatan dan berkerak.Penyakit ini dapat mengenai semua golongan umur, tetapi lebih dominan pada orang dewasa. Pada orang dewasa penyakit ini cenderung berulang, tetapi biasanya dengan mudah dikendalikan. Kelainan ini pada kulit kepala umumnya dikenal sebagai ketombe pada orang dewasa. Pada pasien ini di temukan bercak di daerah wajah dan kerak pada daerah kepala.

Prognosa Quo ad vitam Quo ad functionam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

Pada pasien ini keadaan dari hari ke hari menunjukan perbaikan, baik

vitam

maupun funtionam sehingga pasien dapat dipulangkan untuk selanjutnya dirawat jalan. Kesimpulan Telah di bahas kasus seorang pria, umur 24 tahun dengan diagnosa epilepsi bangkitan umum tipe Tonik Klonik dengan diagnosis tambahan dermatitis seboroik (perbaikan) yang dirawat di ruang bangsal pria, SMF Neurologi, RSUD Jayapura selama 13 hari. Pasien mengalami perbaikan setelah dilakukan pengobatan yang disesuaikan dengan standar pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Goodman and Gilman. Dasar Farmaklogi dan Terapi. Edisi 10. Jakarta: EGC, 2008. Hal 506-531 2. Hoan Tjay, Tan. Kirana, Rahardja. Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan efekefek sampingnya. Edisi 6. Jakarta:Penerbit PT Elex Media Komputindo . 2007. Hal 415427 3. Katzung, Betram G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 9. Jakarta: EGC, 2002. Hal 83125 4. Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. PATOFISIOLOGI: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC, 2006. Hal 1157-1166 5. Arif, A. Bahan Kuliah Antiepilepsi. Farmakologi. FK UNCEN. Jayapura, 2011. 6. Public health. Epilepsi (ayan). [Online]. 2012 April. [diakses 30 Mei 2012];[1 screens]. Tersedia dari: http://publichealthnote.blogspot.com/2012/04/epilepsi.html 7. Farmacia. Mengenal Penyakit Kuno Epilepsi. [Online]. 2006 Februari[diakses 30 Mei 2012];[1 screens]. Tersedia dari: www.majalah-

farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=55 8. Harsono. .Epidemiologi epilepsi. dalam: Kapita selekta Neurology. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2007. 9. Suwarba. Insidens dan Karakteristik Klinis Epilepsi pada Anak.[online]. Agustus 2011.[diakses 1 Agustus 2012];[6 screens]. Tersedia dari: www.idai.or.id/saripediatri/fulltext.asp?q=752 10. Buku naskah lengkap dan kumpulan abstrak ilmiah. Konas perdossi ke 6 2007 11. Juanda A, Dermatosis eritroskuamosa. Dalam Juanda A, Hamzah M, Aisah S, Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi keempat. Cetakan kedua. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2005 : 200-2

You might also like