You are on page 1of 32

LBM2

SESAK NAFAS BERULANG DAN HEBAT


STEP 7
1. Otot apa saja yang berpengaruh dlm proses pernafasan dan
persyarafannya?
2. Mengapa penderita mengalami sesak nafas stlh mendapat suntikan
ketoprofen? Apa hubungannya?
3. Mengapa terdapat nafas cuping hidung?
4. Bagaimana mekanisme wheezing?
5. Apakah ada hub antara hipertensi dengan sesak nafas?
6. Mengapa pada pasien diberi adrenalin dan kortikosteroid?
7. Mengapa RR meningkat, tjd tarikan subcostal, sianosis, dan ekspirasi
memanjang?
8. Faktor apa saja yang memperberat dan memperingan sesak nafas
penderita?
9. Gejala sesak nafas berdasarkan beratnya?
10.Penyebab dari sesak nafas?
11.Pertolongan pertama pada saat sesak nafas?
12.Efek samping ketoprofen?
13.Efek samping adrenalin dan kortikosteroid?
14.Mekanisme terjadinya sesak nafas?
15.DD sesak nafas sejak kecil berulang dan hebat disertai wheezing?
STEP 7
SESAK NAFAS
1. Definisi sesak nafas?
Perasaan/ sensasi sulit bernafas dengan gejala penderita mengeluh sesak,
takipneu, RR meningkat, nafas cepat dan dangkal, nafas cuping hidung,
pemakain oto pernafasan tambahan (retraksi suprasternal, infra sternal,
sternal, intercostal), bisa disertai sianosis, biasanya penderita gelisah,
bicara terputus2

2. Otot apa saja yang berpengaruh dlm proses pernafasan dan


persyarafannya?
Inspirasi normal : m.intercostalis eksternus, m.intercostalis internus
(n.intercostalis), diafragma
Otot inspirasi tambahan : SCM, pecmi, levator costa, m.scaleni, m.
Serratus anterior
Otot ekspirasi dlm : MTA, MRA, MOAE, MOAI

ATLAS ANATOMI NETTER


3. Mengapa penderita mengalami sesak nafas stlh mendapat suntikan
ketoprofen? Apa hubungannya?

Ada reaksi alergi : IgE dlm tbh dihasilkan dlm jml besar melekat
pd jar interstitial ad alergen reaksi antigen menghasilkan
zat histamin, anafilaksis, prostaglandin, bradikinin, yang
menyebabkan edema lokal dinding bronkiolus (histamin), spasme

otot bronkus (PG), sekresi mukus berlebih (bradikinin) obstruksi


jln nafas sesak nafas
Bradikinin adalah peptida yang menyebabkan pembuluh darah
melebar (memperbesar), dan karena itu menyebabkan tekanan
darah rendah. Sebuah kelas obat yang disebut ACE inhibitor , yang
digunakan untuk menurunkan tekanan darah, meningkatkan
bradikinin (oleh degradasi yang menghambat) menurunkan tekanan
darah lebih lanjut. Bradikinin bekerja pada pembuluh darah melalui
pelepasan prostasiklin , nitrat oksida , dan diturunkan endotelium
Faktor hyperpolarizing .

Histamin dan leukotrien dilepas dari basofil maupun sel mast dan
akan
menyebabkan timbulnya gejala secara cepat dalam beberapa
menit. Gejala pada
saluran napas atas meliputi rasa gatal pada hidung, bersin dan
rinorea.
Sedangkan gejala pada saluran napas bawah meliputi
bronkokonstriksi,
hipersekresi kelenjar mukus, sesak napas, batuk dan mengi.
Interleukin 5 dan GM-CSF menyebabkan penarikan dan aktivasi
eosinofil. Eosinofil yangteraktivasi mengeluarkan berbagai growth
factor, enzim elastase dan

metaloproteinase, kemokin (RANTES, MIP-1, eotaksin), mediator


lipid dan
sitokin. Akibatnya terjadi edema submukosa dan hiperreaktivitas
bronkus.

4. Mengapa terdapat nafas cuping hidung, RR meningkat, tarikan subcostal,


sianosis, dan ekspirasi memanjang?
Nafas cuping hidung saat ekspirasi : Krn ada obstruksi saluran nafas
Sianosis : krn PO2 di arteri menurun

5. Bagaimana mekanisme wheezing?


Percabangan trakheobronkial saat ekspirasi menyempit gesekan
wheezing saat ekspirasi

6. Apakah ada hub antara hipertensi dengan sesak nafas?


Hipertensi kmungkinan pada pasien ini minum obat b blocker yg
mempunyai efek bronkonstriksi

7. Mengapa pada pasien diberi adrenalin dan kortikosteroid?

Penggunaan Klinis Adrenalin/Epinefrin

1. Mengurangi Spasme Bronkus b2

Untuk terapi asma bronkhial akut (sekarang digunakan b2 stimulan).

2. Mengurangi Hipersensitivitas b2

Merangsang b2 di membran sel mast sehingga release histamin


dihambat (membran stabilizer).

Adrenalin (Epinefrin) mempunyai efek meningkatkan tekanan darah


melalui aktivasi adrenoseptor - 1 jantung yang terjadi setelah pelepasan

atau pemberian adrenalin (Epinefrin) berhubungan dengan kerja


kronotropik positif dan inotropik positif atas jantung. Dengan demikian
adrenalin (Epinefrin) juga mempunyai efek kronotropik positif
(meningkatkan kecepatan denyut jantung) dan inotropik positif
(memperkuat kontraksi myokardium) sehingga cardiac out put (curah
jantung) meningkat. Adrenalin (Epinefrin) juga berefek pada timbulnya
vasokontriksi karena stimulasi adrenoseptor- pada otot polos dinding
pembuluh darah perifer. Kedua hal tersebut berakibat tekanan darah
meningkat. Efek adrenalin (Epinefrin) terutama pada arteriola kecil dan
sfingter prekapiler sehingga tahanan perifer meningkat.
Pada dosis kecil adrenalin (Epinefrin) juga mengaktivasi adrenoseptor - 2
pada otot polos dinding pembuluh darah dalam bundel otot lurik dan
pembuluh koroner berakibat vasodilatasi pembuluh darah tersebut,
akibatnya tahanan perifer total sebenarnya bisa turun, hal ini menjelaskan
penurunan dalam tekanan diastolik yang kadang-kadang terlihat pada
penyuntikan adrenalin (Epinefrin).
Dalam dosis besar terjadi dominasi aktivasi adrenoseptor - sehingga
tahanan perifer meningkat, aktivasi adrenoseptor - 1 sehingga curah
jantung juga naik. Kedua hal tersebut meningkatkan tekanan darah. Jika
sebelum diberi adrenalin sudah lebih dahulu diberi obat penyekat
adrenoseptor - maka adrenalin justru menurunkan tekanan darah.
Pada saluran nafas adrenalin (Epinefrin) mempunyai efek bronkodilatasi
melalui stimulasi adrenoseptor - 2 pada otot polos bronkhus. Efek
tersebut tampak jelas jika sebelumnya sudah ada bronkokonstriksi
(misalnya pada serangan asma bronkial). Adrenalin (Epinefrin) yang
mempunyai efek vasokonstriksi sehingga dapat mengurangi kongesti
mukosa dan dapat memperkuat efek pelebaran saluran nafas.
Adrenalin (Epinefrin) merupakan senyawa endogen yang amat penting
dalam pengaturan metabolisme, terutama metabolisme karbohidrat.
Adrenalin meningkatkan glikogenolisis di hepar dan otot rangka,
menghambat sekresi insulin melalui aktivasi adrenoseptor - (lebih
dominan dibanding peningkatan sekresi insulin melalui aktivasi
adrenoseptor - 2). Adrenalin (Epinefrin) juga memacu pemecahan lemak
(lipolisis) melalui aktivasi adrenoseptor - 1 dan meningkatkan aktivitas
lipase.

Kortikosteroid :
-

antiinflamasi
Sebagai anti inflamasi kortikosteroid bekerja melalui beberapa mekanisme, yaitu :

Menghambat metabolisme asam arakidonat sehingga mempengaruhi


leukotrien dan prostaglandin,
Mengurangi kebocoran mikrovaskuler,
Mencegah migrasi langsung sel-sel inflamasi,
Menghambat produksi cytokines,
Meningkatkan kepekaan reseptor pada otot polos bronkus

8. macam macam syok dan mekanismenya? (buat tabel!!!!!!!)


Pendahuluan
Langkah pertama untuk bisa menanggulangi syok adalah harus bisa
mengenal gejala syok. Tidak ada tes laboratorium yang bisa mendiagnosa
syok dengan segera. Diagnosa dibuat berdasarkan pemahaman klinik tidak
adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
Langkah kedua dalam menanggulangi syok adalah berusaha mengetahui
kemungkinan penyebab syok. Pada pasien trauma, pengenalan syok
berhubungan langsung dengan mekanisme terjadinya trauma. Semua jenis
syok dapat terjadi pada pasien trauma dan yang tersering adalah syok
hipovolemik karena perdarahan. Syok kardiogenik juga bisa terjadi pada
pasien-pasien yang mengalami trauma di atas diafragma dan syok
neurogenik dapat disebabkan oleh trauma pada sistem saraf pusat serta
medula spinalis. Syok septik juga harus dipertimbangkan pada pasien-pasien
trauma yang datang terlambat untuk mendapatkan pertolongan.
Definisi
Syok dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang
menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Bahaya
syok adalah tidak adekuatnya perfusi ke jaringan atau tidak adekuatnya
aliran darah ke jaringan. Jaringan akan kekurangan oksigen dan bisa cedera.
Penyebab Syok
Tiga faktor yang dapat mempertahankan tekanan darah normal:
a. Pompa jantung. Jantung harus berkontraksi secara efisien.
b. Volume sirkulasi darah. Darah akan dipompa oleh jantung ke dalam arteri
dan kapiler-kapiler jaringan. Setelah oksigen dan zat nutrisi diambil oleh
jaringan, sistem vena akan mengumpulkan darah dari jaringan dan
mengalirkan kembali ke jantung. Apabila volume sirkulasi berkurang maka
dapat terjadi syok.
c. Tahanan pembuluh darah perifer. Yang dimaksud adalah pembuluh darah
kecil, yaitu arteriole-arteriole dan kapiler-kapiler. Bila tahanan pembuluh
darah perifer meningkat, artinya terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kecil.
Bila tahanan pembuluh darah perifer rendah, berarti terjadi vasodilatasi.

Rendahnya tahanan pembuluh darah perifer dapat mengakibatkan


penurunan tekanan darah. Darah akan berkumpul pada pembuluh darah
yang mengalami dilatasi sehingga aliran darah balik ke jantung menjadi
berkurang dan tekanan darah akan turun.
Penyebab syok dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Syok kardiogenik (kegagalan kerja jantungnya sendiri): (a) Penyakit
jantung iskemik, seperti infark; (b) Obat-obat yang mendepresi jantung; dan
(c) Gangguan irama jantung.
b. Syok hipovolemik (berkurangnya volume sirkulasi darah): (a) Kehilangan
darah, misalnya perdarahan; (b) Kehilangan plasma, misalnya luka bakar;
dan (c) Dehidrasi: cairan yang masuk kurang (misalnya puasa lama), cairan
keluar yang banyak (misalnya diare, muntah-muntah, fistula, obstruksi usus
dengan penumpukan cairan di lumen usus).
c. Syok obstruktif (gangguan kontraksi jantung akibat di luar jantung): (a)
Tamponade jantung; (b) Pneumotorak; dan (c) Emboli paru.
d. Syok distributif (berkurangnya tahanan pembuluh darah perifer): (a) Syok
neurogenik; (b) Cedera medula spinalis atau batang otak; (c) Syok
anafilaksis; (d) Obat-obatan; (e) Syok septik; serta (f) Kombinasi, misalnya
pada sepsis bisa gagal jantung, hipovolemia, dan rendahnya tahanan
pembuluh darah perifer.
Tanda dan Gejala Syok
Sistem Kardiovaskuler
- Gangguan sirkulasi perifer - pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya pengisian
vena perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah.
- Nadi cepat dan halus.
- Tekanan darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena
adanya mekanisme kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume
sirkulasi darah.
- Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik.
- CVP rendah.
Sistem Respirasi
- Pernapasan cepat dan dangkal.
Sistem saraf pusat
- Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah
rendah sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai
tidak sadar. Obat sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai yakin
bahwa gelisahnya pasien memang karena kesakitan.
Sistem Saluran Cerna
- Bisa terjadi mual dan muntah.
Sistem Saluran Kencing
- Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa
adalah 60 ml/jam (1/5--1 ml/kg/jam).
Penanggulangan Syok

Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk


memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan
mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab
syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan
pengobatan kausal.
Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC.
Jalan nafas (A = air way) harus bebas kalau perlu dengan pemasangan pipa
endotrakeal. Pernafasan (B = breathing) harus terjamin, kalau perlu dengan
memberikan ventilasi buatan dan pemberian oksigen 100%. Defisit volume
peredaran darah (C = circulation) pada syok hipovolemik sejati atau
hipovolemia relatif (syok septik, syok neurogenik, dan syok anafilaktik) harus
diatasi dengan pemberian cairan intravena dan bila perlu pemberian obatobatan inotropik untuk mempertahankan fungsi jantung atau obat
vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi perifer.
Segera menghentikan perdarahan yang terlihat dan mengatasi nyeri yang
hebat, yang juga bisa merupakan penyebab syok. Pada syok septik, sumber
sepsis harus dicari dan ditanggulangi.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai pertolongan pertama dalam
menghadapi syok:
Posisi Tubuh
1. Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum
posisi penderita dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan aliran
darah ke organ-organ vital.
2. Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita
jangan digerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk
menghindari terjadinya luka yang lebih parah atau untuk memberikan
pertolongan pertama seperti pertolongan untuk membebaskan jalan napas.
3. Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau
penderita tidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh
(berbaring miring) untuk memudahkan cairan keluar dari rongga mulut dan
untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh muntah atau darah.
Penanganan yang sangat penting adalah meyakinkan bahwa saluran nafas
tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia.
4. Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar
atau kepala agak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih rendah
dari bagian tubuh lainnya.
5. Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita
dibaringkan dengan posisi telentang datar.
6. Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita
telentang dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke
jantung lebih besar dan tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi bila
penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita menjadi kesakitan
segera turunkan kakinya kembali.
Pertahankan Respirasi

1. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau


muntah.
2. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas
(Gudel/oropharingeal airway).
3. Berikan oksigen 6 liter/menit
4. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa
sungkup (Ambu bag) atau ETT.
Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi,
tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP).
Cari dan Atasi Penyebab
Syok Hipovolemik
Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien
trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang
tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka, atau
hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya
perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa,
kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau
majemuk.
Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang
lain. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan
kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat
mengakibatkan kehilangan banyak cairan intravaskuler. Pada obstruksi, ileus
dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada dibetes atau
penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan cairan karena diuresis
yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat,
pankreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus.
Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika
miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang.
Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume, kecepatan,
dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang, tubuh akan
selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung
dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan
kulit. Akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui sistem reninangiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan
interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan
volume intravaskular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein
dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial.
Dengan demikain, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah
menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit
volume intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka
masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang
masih belum stabil dan produksi urin yang kurang. Pengembalian volume
plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan
koloid (darah, plasma, dextran, dsb) dan cairan garam seimbang.

Penanggulangan
Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 18/16. Infus dengan cepat
larutan kristaloid atau kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena
(v. jugularis) yang kolaps terisi. Sementara, bila diduga syok karena
perdarahan, ambil contoh darah dan mintakan darah. Bila telah jelas ada
peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya
infus yang cepat adalah udem paru, terutama pasien tua. Perhatian harus
ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan.
Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan
infus:
Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia.
Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi
atau tekanan darah turun > 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan
masih perlunya transfusi cairan.
Produksi urin. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur produksi
urin. Produksi urin harus dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila kurang,
menunjukkan adanya hipovolemia. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi
dan nadi jelas teraba. Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik,
produksi urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20-40 mg untuk
mempertahankan produksi urine. Dopamin 2--5 g/kg/menit bisa juga
digunakan pengukuran tekanan vena sentral (normal 8--12 cmH2O), dan bila
masih terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak, pucat,
dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu transfusi cairan.
Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali.
Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda
syok dan dijumpainya adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang
luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli
paru, tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung.
Masalah yang ada adalah kurangnya kemampuan jantung untuk
berkontraksi. Tujuan utama pengobatan adalah meningkatkan curah
jantung.
Penanggulangan
Bila mungkin pasang CVP.
Dopamin 10--20 g/kg/menit, meningkatkan kekuatan, dan kecepatan
kontraksi jantung serta meningkatkan aliran darah ginjal.
Syok Neurogenik
Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik terjadi karena reaksi
vasovagal berlebihan yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi
menyeluruh di daerah splangnikus sehingga aliran darah ke otak berkurang.
Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas,
terkejut, takut, atau nyeri hebat. Penderita merasa pusing dan biasanya

jatuh pingsan. Setelah penderita dibaringkan, umumnya keadaan berubah


menjadi baik kembali secara spontan.
Trauma kepala yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok. Adanya syok
pada trauma kepala harus dicari penyebab yang lain. Trauma pada medula
spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat hilangnya tonus simpatis.
Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau
vasokonstriksi perifer.
Penanggulangan
Pasien-pasien yang diketahui/diduga mengalami syok neurogenik harus
diterapi sebagai hipovolemia. Pemasangan kateter untuk mengukur tekanan
vena sentral akan sangat membantu pada kasus-kasus syok yang
meragukan.
Syok Septik
Merupakan syok yang disertai adanya infeksi (sumber infeksi). Pada pasien
trauma, syok septik bisa terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam
ke rumah sakit. Syok septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka
tembus abdomen dan kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus.
Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif yang
menyebabkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negatif ini
menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas
arteriovena perifer. Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler.
Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer menyebabkan
terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan peningkatan
permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler ke
intertisial yang terlihat sebagai udem. Pada syok septik hipoksia, sel yang
terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena
ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman.
Gejala syok septik yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan
syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0.5
cc/kg/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi).
Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir
normal, mempunyai gejala takikaridia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir
normal, dan tekanan nadi yang melebar.
Penanggulangan
- Optimalisasi volume intravaskuler
- Pemberian antibiotik, Dopamin, dan Vasopresor
Syok Anafilaktik
Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi kontak
lagi terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas. Antigen
yang bersangkutan terikat pada antibodi dipermukaan sel mast sehingga
terjadi degranulasi, pengeluaran histamin, dan zat vasoaktif lain. Keadaan ini
menyebabkan peningkatan permeabilitas dan dilatasi kapiler menyeluruh.
Terjadi hipovolemia relatif karena vasodilatasi yang mengakibatkan syok,

sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan udem. Pada


syok anafilaktik, bisa terjadi bronkospasme yang menurunkan ventilasi.
Syok anafilaktik sering disebabkan oleh obat, terutama yang diberikan
intravena seperti antibiotik atau media kontras. Sengatan serangga seperti
lebah juga dapat menyebabkan syok pada orang yang rentan.
Penanggulangan
Penanggulangan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab
penderita berada pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok
anafilaktik tidaklah sulit, asal tersedia obat-obat emergensi dan alat bantu
resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini diperlukan
karena kita berpacu dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian
atau cacat organ tubuh menetap.
Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat
kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan,
adalah:
1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih
tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha
memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah.
2. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
A.
Airway 'penilaian jalan napas'. Jalan napas harus dijaga tetap bebas,
tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi
kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan
napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan,
dan buka mulut.
B.
Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila
tidak ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke
hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat
mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita
yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obatobatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan
sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui
intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.
C.
Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a.
karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.
Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup
dasar yang penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung
paru.
3. Segera berikan adrenalin 0.3--0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita
dewasa atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular.
Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik.
Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2--4
ug/menit.

4. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang


memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 5--6 mg/kgBB intravena
dosis awal yang diteruskan 0.4--0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
5. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau
deksametason 5--10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk
mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel.
6. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena
untuk koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular
sebagai tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan
akan meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi
asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid
tetap merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian
mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler.
Pada dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah
3--4 kali dari perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok
anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20--40% dari
volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan
dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma.
Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau
dextran juga bisa melepaskan histamin.
7. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok
anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam
perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di tempat
kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang
tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu
dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari
jantung.
8. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan,
tetapi harus diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan
penderita yang telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 2--3 kali suntikan,
harus dirawat di rumah sakit semalam untuk observasi.
Pencegahan Syok Anafilaktik
Pencegahan syok anafilaktik merupakan langkah terpenting dalam setiap
pemberian obat, tetapi ternyata tidaklah mudah untuk dilaksanakan. Ada
beberapa hal yang dapat kita lakukan, antara lain:
1. Pemberian obat harus benar-benar atas indikasi yang kuat dan tepat.
2. Individu yang mempunyai riwayat penyakit asma dan orang yang
mempunyai riwayat alergi terhadap banyak obat, mempunyai risiko lebih
tinggi terhadap kemungkinan terjadinya syok anafilaktik.
3. Penting menyadari bahwa tes kulit negatif, pada umumnya penderita
dapat mentoleransi pemberian obat-obat tersebut, tetapi tidak berarti pasti
penderita tidak akan mengalami reaksi anafilaktik. Orang dengan tes kulit
negatif dan mempunyai riwayat alergi positif mempunyai kemungkinan
reaksi sebesar 1--3% dibandingkan dengan kemungkinan terjadinya reaksi
60%, bila tes kulit positif.

4. Yang paling utama adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk
mengantisipasi kemungkinan terjadinya reaksi anafilaktik atau anafilaktoid
serta adanya alat-alat bantu resusitasi kegawatan.
Mempertahankan Suhu Tubuh
Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut pada penderita
untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan panas. Jangan sekalikali memanaskan tubuh penderita karena akan sangat berbahaya.
Pemberian Cairan
1. Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mualmual, muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke
dalam paru.
2. Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau dibius
dan yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak).
3. Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada
indikasi kontra. Pemberian minum harus dihentikan bila penderita menjadi
mual atau muntah.
4. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan
pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume
intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau
pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik
intravaskuler.
5. Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang
dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan
yang sama dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada
luka bakar. Kehilangan air harus diganti dengan larutan hipotonik.
Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus diganti dengan larutan
isotonik. Penggantian volume intra vaskuler dengan cairan kristaloid
memerlukan volume 3--4 kali volume perdarahan yang hilang, sedang bila
menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah yang sama dengan jumlah
perdarahan yang hilang. Telah diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat
yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan
darah lengkap.
6. Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian
cairan yang berlebihan.
7. Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan
berlebihan yang akan membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi
darah dan tindakan untuk menghilangkan nyeri.
8. Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat,
mengingat pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk
(Multiple Organ Disfunction). Diperlukan pemantauan alat canggih berupa
pemasangan CVP, "Swan Ganz" kateter, dan pemeriksaan analisa gas darah.

9. Faktor apa saja yang memperberat dan memperingan sesak nafas


penderita?
Memperberat : aktivitas (tidur, duduk, bicara), cuaca, stress, lingkungan
kerja (paparan alergen), obat-obatan, tempat tinggi
Memperingan : pd sesak nafas berat posisi tubuh membungkuk ke
depan

10.Gejala sesak nafas berdasarkan beratnya?


Ringan :
-

Dapat berjalan, berbaring, berbicara bbrp kalimat, kesadaran mungkin


gelisah, RR meningkat, retraksi otot bantu nafas (-), mengi ringan
sedang saat ekspirasi, saturasi O2 > 95%

Sedang :
-

Lebih condong pd posisi duduk, bicara 1 kalimat, kesadaran umumnya


gelisah, RR meningkat, retraksi otot bantu nafas biasanya ada, mengi
keras saat ekspirasi, saturasi O2 91-95%

Waktu berjalan lebih lambat drpd orang yg seumuran

Berat :
-

Posisi cenderung membungkuk ke depan, hanya bicara 1 kata, pasti


gelisah, RR > 30x/menit, pasti retraksi otot bantu nafas, mengi keras
saat ekspirasi dan inspirasi, mungkin sianosis dan gagal nafas, saturasi
O2 <90 %

Berhenti berjalan stlh 90-100m

11.Penyebab dari sesak nafas?


Sistem kardio : sesak timbul saat istirahat, batuk non produktif/batuk
kering, posisi tubuh lebih enak duduk biasa
Sistem respirasi : sesak timbul akibat aktifitas, batuk produktif mukus
serous

12.Pertolongan pertama pada saat sesak nafas?

Periksa ABC : bila A ad gangguan maka manuver/airway management


dan beri bronkodilator inhalasi, kotikosteroid inhalasi ; bila B ad
gangguan beri O2 facemask tipe apa? (pembagian alat bantu nafas,
cari di ACLS!!!)
Terapi Oksigen

Prinsip : Menambah Fraksi Inspirasi oksigen (FiO2), dengan


harapan kandungan oksigen dalam darah cukup, sehingga
oksigen yang diberikan ke jaringan juga mencukupi

Pemantauan Klinis

Oksimetri/Pulse-oxymetri (SaO2)

Analisa Gas Darah

Nasal Canule

System aliran pelan

Tidak mencukupi tidal volume

Udara masuk akan bercampur dengan udara ruangan (ambient)

Aliran maksimum :

6 l/menit (FiO2 44%)

Face Mask

Untuk menghindari akumulasi udara ekspirasi aliran oksigen > 5


l/menit

Aliran yang biasa digunakan 8 10 l/menit

Udara masuk akan bercampur dengan udara ruangan (ambient)


seperti pada nasal canule

Fraksi oksigen yang didapat 40 60 %

Face Mask With Oxygen Reservoir

Aliran relatif konstan

Menghasilkan oksigen konsentrasi > 60 %

6 l/mnt menghasilkan 60%

10 l/mnt menghasilkan 100%

Untuk pasien dengan nafas spontan dg keperluan O2 tinggi

Hati-hati dengan pasien tak sadar

Venturi Mask

High Gas Flow

Konsentrasi O2 fixed dan bisa diatur

Baik untuk digunakan pada pasien COPD

Konsentrasi dapat diatur 24%, 28%, 35% dan 40%

Obat yang telah diberikan

13.Efek samping ketoprofen?


CARA KERJA OBAT :
Ketoprofen adalah suatu anti inflamasi non steroid, yang termasuk dalam
golongan AINS turunan dari asam propionat. Ketoprofen memiliki aktivitas
anti inflamasi, anti piretik dan analgesik secara sentral dan perifer.
Ketoprofen menghambat sintesa prostaglandin dengan cara menghambat
ensim siklooksigenase.

INDIKASI :
- Rematik inflamasi kronis.
- Rematik abartikuler.
- Serangan Gout atau kondrokalsinosis.
- Artritis akut dan poliartritis.
- Skiatika dan nyeri pada pinggang bawah.
- Eksaserbasi kongestif pada osteoartritis.
- Mengatasi nyeri pasca persalinan dan tindakan pembedahan.

KONTRA INDIKASI :
- Penderita dengan riwayat reaksi hipersensitif terhadap Ketoprofen,
Asetosal, AINS lainnya seperti serangan asma, atau reaksi alergi tipe lain.
- Penderita gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat.

- Penderita tukak lambung atau penyakit inflamasi akut pada saluran


cerna.
- Penderita dengan riwayat rektitis atau proktoragia (untuk sediaan
supositoria).

EFEK SAMPING :
- Gangguan pada saluran cerna : gastralgia, nyeri perut, mual, muntah,
diare, konstipasi.
- Reaksi hipersensitivitas : kemerahan, urticaria, angioedema, serangan
asma, bronkospasma, reaksi anafilaksis (termasuk syok).
- Gangguan pada sistem saraf pusat dan perifer : pusing, parestesi dan
konvulsi, sakit kepala, somnolence, gangguan emosi.
- Gangguan pendengaran : tinitus.
- Gangguan pada darah : trombositopenia, anemia yang umumnya karena
perdarahan kronis, agranulositosis, aplasia sumsum tulang.
- Over dosis : Efek samping yang diamati pada keadaan overdosis adalah :
hipertensi, bronkospasme dan hemoragi gastrointestinal. Pada kejadian ini
dapat diberikan terapi simtomatik dan suportif. Reaksi anafilaksis berat
dan fatal pernah dilaporkan meskipun jarang.

PERINGATAN DAN PERHATIAN :


- Hati-hati diberikan pada penderita dengan riwayat tukak lambung atau
penyakit inflamasi akut pada saluran cerna.
- Pada pasien dengan pemeriksaan fungsi hati abnormal, atau dengan
riwayat penyakit hati, kadar transaminase harus dinilai secara berkala
terutama pada pengobatan jangka panjang. Pernah dilaporkan adanya
ikterus dan hepatitis karena ketoprofen walaupun jarang.
- Bila terjadi gangguan penglihatan misalnya penglihatan kabur maka
pengobatan harus dihentikan.
- Tidak dianjurkan diberikan pada wanita hamil dan menyusui.

INTERAKSI OBAT :
- Dengan AINS lain, termasuk salisilat dosis tinggi : dapat meningkatkan
risiko tukak lambung dan perdarahan.

- Antikoagulan oral, heparin parenteral, dan tiklopidin : meningkatkan


risiko perdarahan yang disebabkan penghambatan agregasi trombosit.
- Litium : risiko peningkatan kadar litium dalam plasma, kadang-kadang
mendekati kadar toksis, karena penurunan ekskresi litium melalui ginjal.
- Metotreksat dengan dosis lebih dari 15 mg/minggu : peningkatan risiko
toksisitas darah dari metotreksat terutama pada pemberian dosis tinggi (>
15 mg / minggu), sehubungan dengan penggantian metotreksat yang
terikat dengan protein dan penurunan klirens ginjal.

DOSIS :
SUPRAFENID Supositoria :
- Bila tidak dikombinasikan dengan pemberian per-oral, dosis lazim adalah
2 x 1 supositoria perhari, dimasukkan ke dalam rektum.
- Bila dikombinasikan dengan pemberian per-oral pada waktu pagi dan
siang, dosis lazim adalah 1 supositoria dimasukkan ke dalam rektum pada
malam hari.

SUPRAFENID Injeksi i.m. :


100 mg/hari (1 ampul), disuntikkan secara intra muskular dalam, tetapi
pada kasus yang berat dapat dinaikkan menjadi 200 mg (2 ampul).
Pengobatan secara parenteral biasanya 5 sampai dengan 10 hari
dilanjutkan pemberian oral atau supositoria.
14.Efek samping adrenalin dan kortikosteroid?
Efek samping kortikosteroid

Kortikosteroid jarang menimbulkan efek samping jika hanya digunakan


dalam waktu singkat dan non-sistemik. Namun apabila digunakan untuk
jangka waktu yang lama dapat menimbulkan beragam efek samping. Ada
dua penyebab timbulnya efek samping pada penggunaan kortikosteroid.
Efek samping dapat timbul karena penghentian pemberian secara tibatiba atau pemberian terus menerus terutama dengan dosis besar. Efek
samping yang dapat timbul antara lain:

Insufisiensi adrenal akut/krisis adrenal

Pemberian kortikosteroid jangka lama (>2 minggu) yang dihentikan


secara mendadak dapat menimbulkan insufisiensi adrenal akut (krisis
adrenal). Insufisensi adrenal akut sebaiknya dibedakan dari Addison
disease, di mana pada Addison disease terjadi destruksi adrenokorteks
oleh bermacam penyebab (mis.autoimun, granulomatosa, keganasan dll).
Insufisiensi adrenal akut terjadi akibat penekanan sumbu hipothalamushipofisis-adrenal oleh kortikosteroid eksogen, sehingga kelenjar adrenal
kurang memproduksi kortikosteroid endogen. Pada saat kortikosteroid
eksogen dihentikan, terjadilah kekurangan kortikosteroid (endogen).
Dapat terjadi kehilangan ion Na+ dan shock, terkait aktivitas
mineralokortikoid yang ikut berkurang. Gejala yang timbul antara lain
gangguan saluran cerna, dehidrasi, rasa lemah, hipotensi, demam,
mialgia, dan arthralgia. Hal ini diatasi dengan pemberian hidrokortison,
disertai asupan air, Na+, Cl-, dan glukosa secepatnya. Untuk menghindari
insufisiensi adrenal maka penghentian penggunaan kortikosteroid harus
secara perlahan /bertahap.

Habitus Cushing

Penggunaan kortikosteroid dalam jangka waktu lama menyebabkan


kondisi hiperkortisme sehingga menimbulkan gambaran habitus Cushing.
Kortikosteroid yang berlebihan akan memicu katabolisme lemak sehingga
terjadi redistribusi lemak di bagian tertentu tubuh. Gejala yang timbul
antara lain moon face, buffalo hump, penumpukan lemak supraklavikular,
ekstremitas kurus, striae, acne dan hirsutism. Moon face dan buffalo hump
disebabkan redistribusi/akumulasi lemak di wajah dan punggung. Striae
(parut kulit berwarna merah muda) muncul akibat peregangan kulit
(stretching) di daerah perut yang disebabkan oleh akumulasi lemak
subkutan.

Hiperglikemia dan glikosuria

Karena kortikosteroid (glukokortikoid) berperan dalam memetabolisme


glukosa yaitu melalui peningkatan glukoneogenesis dan aktivitas enzim
glukosa-6-pospat, maka akan timbul gejala berupa peninggian kadar
glukosa dalam darah sehingga terjadi hiperglikemia dan glikosuria. Dapat
juga terjadi resistensi insulin dan gangguan toleransi glukosa, sehingga
menyebabkan diabetes steroid (steroid-induced diabetes).

Penurunan absorpsi kalsium intesinal

Penelitian menunjukkan bahwa betametason serta prednison


menyebabkan penurunan absorpsi kalsium di intestinal dalam jumlah
signifikan. Hal ini dapat membuat keseimbangan kalsium yang negatif.

Keseimbangan nitrogen negatif

Kortikosteroid juga menyebabkan mobilisasi asam amino dari jaringan


ekstrahepatik, yang digunakan sebagai substrat untuk glukoneogenesis.
Hal ini menyebabkan tingginya kadar asam amino dalam plasma,
peningkatan pembentukan urea, dan keseimbangan nitrogen negatif.

Mudah terkena infeksi

Kortikosteroid selain memiliki efek metabolik juga memiliki efek


antiinflamatik. Efek antiinflamatik ini terjadi melalui mekanisme salah
satunya penekanan aktifitas fosfolipase sehingga mencegah pembentukan
prostaglandin, prostasiklin, tromboksan dan leukotrien. Penekanan sistem
imun ini bermanfaat untuk menghentikan reaksi peradangan, namun
dapat memudahkan pasien terkena infeksi. Oleh karena itu pada
pemberian kortikosteroid sebagai antiinflamatik sebaiknya disertakan
dengan pemberian antibiotik/antifungal untuk mencegah infeksi.

Tukak peptik

Tukak peptik merupakan komplikasi yang kadang-kadang terjadi pada


pengobatan dengan kortikosteroid. Sebab itu bila ada kecurigaan
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan radiologi terhadap saluran
cerna bagian atas sebelum obat diberikan. Pemberian dosis besar
sebaiknya dilakukan pada waktu lambung berisi, dan di antara waktu
makan diberikan antasida (bila perlu). Perforasi yang terjadi sewaktu
terapi kortikosteroid dosis besar sangat berbahaya karena dapat
berlangsung dengan gejala klinis minimal.

Osteoporosis (steroid-induced osteoporosis)

Kortikosteroid dapat menurunkan kadar Ca2+ dalam darah dengan cara


menghambat pembentukan osteoklast, namun dalam jangka waktu lama
malah menghambat pembentukan tulang (sintesis protein di osteoblast)
dan meningkatkan resorpsi sehingga memicu terjadinya osteoporosis.
Selain itu juga menurunkan absorpsi Ca2+ dan PO43- dari intestinal dan
meningkatkan ekskresinya melalui ginjal, sehingga secara tidak langsung
akan mengaktifkan PTH yang menyebabkan resorpsi. Salah satu
komplikasinya adalah fraktur vertebra akibat osteoporosis dan kompresi.

Miopatik

Katabolisme protein akibat penggunaan kortikosteroid yang dapat


menyebabkan berkurangnya massa otot, sehingga menimbulkan
kelemahan dan miopatik. Miopatik biasanya terjadi pada otot proksimal
lengan dan tungkai, bahu dan pelvis, dan pada pengobatan dengan dosis
besar. Miopatik merupakan komplikasi berat dan obat harus segera
dihentikan.

Psikosis

Psikosis merupakan komplikasi berbahaya dan sering terjadi.


Kemungkinan hal ini terjadi karena adanya gangguan keseimbangan
elektrolit dalam otak, sehingga mempengaruhi kepekaan otak. Berbagai
bentuk gangguan jiwa dapat muncul, antara lain: nervositas, insomnia,
psikopatik, skizofrenik, kecenderungan bunuh diri. Gangguan jiwa akibat
penggunaan hormon ini dapat hilang segera atau dalam beberapa bulan
setelah obat dihentikan.

Hiperkoagubilitas darah

Hiperkoagulabilitas darah dengan kejadian tromboemboli telah ditemukan


terutama pada pasien yang mempunyai penyakit yang memudahkan
terjadinya trombosis intravaskular. Pengobatan kortikosteroid dosis besar
pada pasien ini, harus disertai pemberian antikoagulan sebagai terapi
profilaksis.

Pertumbuhan terhambat

Pada anak-anak penggunaan kortikosteroid dapat menyebabkan


pertumbuhan terhambat. Mekanisme terjadinya melalui stimulasi
somatostatin, yang menghambat growth hormone. Selain itu
kortikosteroid menyebabkan kehilangan Ca2+ melalui ginjal, akibatnya
terjadi sekresi PTH yang meningkatkan aktivitas osteoklast meresorpsi
tulang. Kortikosteroid juga menghambat hormon-hormon gonad, yang
pada akhirnya menyebabkan gangguan proses penulangan sehingga
menghambat pertumbuhan.

Peningkatan tekanan darah

Kortikosteroid dengan efek mineralokortikoidnya dapat menyebabkan


peningkatan tekanan darah/hipertensi. Yaitu efek retensi sodium yang
mengakibatkan retensi air dan peninggian tekanan darah. Beberapa obat
dengan efek mineralokortikoid kuat antara lain fludrokortison dan
hidrokortison.

Glaukoma (steroid-induced glaucoma)

Patofisiologi glaukoma akibat kortikosteroid belum diketahui dengan baik.


Diduga terdapat defek berupa peningkatan akumulasi glikosaminoglikan
atau peningkatan aktivitas respons protein trabecular-meshwork inducible
glucocorticoid (TIGR) sehingga menyebabkan obstruksi cairan. Selain itu
bukti lain mengisyaratkan terjadi perubahan sitoskeleton yang
menghambat pinositosis aqueous humor atau menghambat pembersihan
glikosaminoglikans dan menyebabkan akumulasi.

Adapun efek samping dari adrenalin (Epinefrin) adalah Disritmia ventrikel,


angina pektoris, nyeri kepala, tremor, pengeluaran urine berkurang,
ketakutan serta ansietas.

15.DD sesak nafas sejak kecil berulang dan hebat disertai wheezing dan
penatalaksanaan?
-

Asma bronkialis

Status asmatikus

ASMA BRONKIALIS
1. Patofisiologi
Patofisiologi ASTHMA
Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar
dengan alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk
imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk
kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap
makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah
alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel
Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya
interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan
membentuk imunoglobulin E (IgE).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan
basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang,
maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang
yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang
sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam
permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++
kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi
sel ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang
meliputi : histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis ( SRS-A),
eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini
akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otototot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan
menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang
berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah semakin
menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar mukosa dan
peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan
ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah
paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi
hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yangsangat lanjut,
(Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 1995 )
Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis
yaitu asthma intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi)
ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus spesifik yang
dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu
telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain. Sedangkan
asthma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik
yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara
dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen,
perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih , ketegangan

mental serta faktor-faktor intrinsik lain. ( Antoni C, 1997 dan Tjen Daniel,
1991 ).
Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga
stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan
kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan
mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus.
Stadium kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan
berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam,
ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing ). Klien lebih suka
duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, penberita
tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru. Sedangkan
stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas karena
aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan menjadi dangkal dan tidak
teratur, irama pernafasan tinggi karena asfiksia,
2. Terapi
.
a)

Penobatan non farmakologik


Penyuluhan

Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang


penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor
pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada
tim kesehatan.
b)

Menghindari faktor pencetus

Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada


pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi
faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c)

Fisioterapi

Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini


dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2.

Pengobatan farmakologik

a)

Agonis beta

Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak
antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk
obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b)

Metil Xantin

Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan
bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada
orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.

c)

Kortikosteroid

Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik,
harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol
( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap
hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka
yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d)

Kromolin

Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak .


Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e)

Ketotifen

Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.


Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f)

Iprutropioum bromide (Atroven)

Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan


bersifat bronkodilator.

3. GEJALA

STATUS ASMATIKUS
1. Patofisiologi
Definisi :
Suatu serangan (eksaserbasi) akut berat asma bronchial yang refrakter
terhadapa obat-obatan yang lazim dipakai
Suatu keadaan serangan asma akut berat yang tidak menunjukkan respon
pengobatan awal di ruang gawat darurat atau memburuk dalam waktu 1-2
jam dari pengobatan awal yang telah diberikan
Keterangan Pengobatan awal

Oksigen

Agonis beta 2 inhaler /IV/IM

adrenalin subkutan

Injeksi aminofilin

Kortikosteroid sistemik

Penyebab Refrakter :
A.

Sebab farmakologik

Blockade beta adrenergic intrinsic atau didapat

defisiensi katekolamin endogen

Pengaruh reseptor alfa efek bronkokonstriktor

Peninggian tonus parasimpatis

asidosis

B.

Akibat patomekanik

n.X

Lendir lengket karena infeksi,allergen,toksin, dan rangsangan pada

Peradangan mukosa dan oedem bronkus

Otot polos bronkus yang mengalami spasme dan hipertrofi

Defek mekanisme jalan nafas

C.

Sebab imunologik

Defek mediator farmakologik aktif

Faktor Pencetus SA

Ada infeksi saluran nafas atas

Post fiberooptic bronkoskopi

Menghentikan obat asma secara mendadak

trauma

2. Terapi
Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a)

Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam

b)

Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul

c)
Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20
menit dilanjutka drip Rl atau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan
dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d)

Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.

e)

Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.

f)

Antibiotik spektrum luas.

(Pedoman penatalaksanaan status asthmatikus UPF paru RSUD Dr


Soetomo Surabaya ).

Obat2 yang telah diberikan (macam obat dan dosisnya)

Pemberian obat bronkodilator

Penilaian terhadap perbaikan serangan

Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid

Setelah serangan mereda:


o

Cari factor penyebab

Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya

Tujuan terapi adalah untuk:


a.

menghilangkan obstruksi secepat mungkin

b.

mengembalikan fungsi paru normal secepatnya

c.

merencanakan usaha penghindaran relaps di masa depan

Terapi awal :
1. O2 4-6 L/menit
2. Inhalasi/nebuliser B2 agonist tiap jam (Atrovent)
3. Dexamethason 3x2 amp.iv
4. Aminofihin bolus/infus
5. B2 agonis SC/IMIIV kalau perlu.
6. Terapi lain:
antibiotika dan rehidrasi bila diperlukan

catatan : hindari inhalasi mukolitik


sedativa dilarang
antihistamin tak bermanfaat
hindari fisioterapi pada saat sesak nafas
Bila hasil evaluasi setelah 1 jam tak terlihat perbaikan:
Fisik: gejala berat, mengantuk, bingung
Arus Puncak Ekspirasi (APE) < 30%
PCO2 >45 mmHg
PO2 < 60 mmHg
Masukkan ke ICU untuk perawatan intensif dan kemungkinan
intubasi dan ventilasi mekanik.
Kriteria memulangkan pasien:
Short Acting B2 agonist inhalasi diperlukan >4 jam sekali
Lancar berjalan sendiri
Tak terbangun malam karena sesak/perlu obat
Keadaan klinis normal/hampir normal
APE atau FEV > 780% normal/nilai terbaik setelah pemakaian SA
B2 agonist inhalasi, dan variabilitas PEF 20%
Pasien telah dapat petunjuk cukup mengenai cara penggunaan
inhaler dan rencana perawatan/kontrol asma di rumah dan diklinik untuk
mencapai fungsi paru terbaik
3. GEJALA

Diagnosis
Anamnesis

a.

b.

Serangan asma sekarang:


o

faktor pencetus: infeksi, alergen

terapi awal dan respons dalam 12 jam

lamanya serangan

Keadaan asma sebelumnya/risiko tinggi:


o

penggunaan kortikosteroid

perawatan darurat/RS tahun sebelumnya

intubasi untuk asma

masalah psikososial

kelalaian dalam melaksanakan terapi asma.

Diagnosis serangan asma akut:

Sesak napas saat istirahat

membungkuk ke depan

Kemampuan sepatah kata bicara

Kesadaran agitasi mengantuk/ bingung

Respirasi > 30/menit

otot respirasi jelas/retraksi gerakan tambahan


torakoabdominal

Mengi keras tak ada

Nadi/menit > 120 bradikardi

Pulsus (+), > 25 mmHg

PaO2 < 60 mmHg

sianosis

PaCO2 > 45 mmHg

Singkirkan kemungkinan penyakit lain (DD)

bronkitis eksaserbasi akut dengan bronkospasme

pneumotorak

edem paru akut

Diagnosis komplikasi/penyakit penyerta

Pasien asma akut berat di ruang perawatan biasa

asma akut gawat langsung ke ICU.

You might also like