You are on page 1of 19

LAPORAN KASUS SINDROM STEVENS- JOHNSON Oleh : Audra Firthi Dea Noorafiatty Pembimbing : dr.

Sri Primawati Indraswari, Sp. KK

PENDAHULUAN Sindrom Stevens-Johnson, biasanya disingkatkan sebagai SSJ, adalah suatu kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat. Juga ada efek samping \ yang lebih buruk, yang disebut sebagai nekrolisis epidermis toksik (toxik epidermal necrolysis/TEN). Ada juga versi yang lebih ringan, disebut sebagai eritema multiforme (EM). Sindroma Stevens-Johnson diduga disebabkan oleh berbagai faktor. Seringkali yang diduga sebagai penyebabnya adalah obat-obatan. Etiologi Sindroma Stevens Johnson dapat dikategorikan menjadi 4 golongan berikut: Infeksi : Herpes simplex virus (masih dalam perdebatan), AIDS, Cox, influenza, hepatitis, mumps, EBV, enterovirus, Streptococcus BetaHaemolyticus Group A, Diphteria, Brucellosis, Mycobacteria, parasit malaria dan trikomoniasis.

Drug-induced: Antibiotik (penisilin dan golongan sulfa), analgesik, obat


batuk dan pilek, OAINS, psikoepileptik (Fenitoin, Karbamazepin, Trileptal, Asam Valproat dan Barbiturat), obat anti asam urat, obat anti retroviral (Nevirapin dan Indinavir).

Berhubungan dengan keganasan Idiopatik Sindroma Stevens-Johnson yang bersifat idiopatik terdapat pada 25-

50% kasus. Obat-obatan dan keganasan adalah yang paling sering dihubungkan sebagai etiologi Sindroma Stevens-Johnson pada pasien dewasa dan lanjut usia. Sedangkan kasus pediatrik lebih sering berhubungan dengan infeksi.
1

Insidens Sindroma Stevens Johnson dan Nekrosis Epid ermal Toksik diperkirakan 2-3% per j uta populasi setiap tahun di Eropa dan Amerika Serikat. Umumnya terdapat pada dewasa, lebih sering terdapat pada ras kulit putih. Pada suatu penelitian Sindroma Stevens-Johnson dil aporkan mengenai 39.9% wanita pada 315 pasien yang diteliti. Sepanjang tahun 2012, di RSUD Kardinah Kota Tegal terdapat 10 kasus baru Sindroma Stevens-Johnson, dengan perincian sebagai berikut: Tabel 1. Kasus Baru Sindroma Stevens-Johnson di RSUD Kardinah Kota Tegal Tahun 2012 Jumlah Kasus Baru menurut Umur Pasien BULAN <1 thn Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember TOTAL 0 1-4 thn 1 1 5-14 thn 0 15-24 25-44 45-64 thn thn thn 1 1 1 3 1 1 1 3 1 1 1 3 >66 thn 0 Jenis Kelamin Jumlah Kasus Baru 2 2 0 2 2 0 0 2 0 0 0 0 10

a
2 1 1 4

2 2 1 1 6

SSJ merupakan kelainan hipersensitivitas tioe lambat yang dimediasi kompleks imun yang disebabkan oleh obat-obatan, infeksi virus dan keganasan. Asetilator lambat (orang yang heparnya tidak mampu mendetoksifikasi metabolit obat reaktif secara sempurna), pasien imunokompromais (terutama akibat infeksi

HIV) dan pasien tumor otak yang menjalani radioterapi dengan obat antiepilepsi merupakan populasi dengan risiko paling tinggi. Pada pasien dengan asetilator lambat, detoksifikasi metabolit obat tidak sempurna, metabolit obat ini memiliki efek toksik langsung atau dapat bertindak sebagai hapten yang akan menyebabkan reaksi antigen. Presentasi antigen dan produksi Tumor Necrosis Factor (TNF)-alpha oleh dendrosit jaringan lokal menyebabkan terjadinya peningkatan proliferasi limfosit T dan meningkatkan sitotoksisitas sel efektor imun lainnya. Limfosit CD8+ yang teraktivasi ini akan merangsang apoptosis sel epidermis lewat beberapa mekanisme, salah satunya melalui pelepasan granzyme B dan perforin. Perforin merupakan granul monomer yang dilepaskan dari sel natural killer dan limfosit T sitotoksik. Apoptosis keratinosit juga dapat terjadi akibat dari ligasi permukaan reseptor yang mati dengan molekul tertentu yang dapat mencetuskan aktivasi sistem sehingga menyebabkan disorganisasi DNA dan kematian sel. Kematian keratinosit menyebabkan terpisahnya epidermis dari dermis. Sehingga ketika terjadi apoptosis, sel yang mati tersebut memicu terjadinya penambahan lebih banyak kemokin sehingga dapat memperparah proses inflamasi yang berakhir pada nekrolisis epidermal yang lebih luas. Proses hipersensitivitas tersebut menyebabkan kerusakan kulit sehingga terjadi : 1. Kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan. 2. Stres hormonal diikuti peningkatan resisitensi terhadap insulin, hiperglikemia dan glukosuria. 3. Kegagalan termoregulasi. 4. Kegagalan fungsi imun. 5. Infeksi Biasanya Sindroma Stevens-Johnson dimulai dengan infeksi saluran napas atas yang tidak spesifik. Gejala prodromal ini biasanya berlangsung 1-14 hari dengan gejala berupa demam, nyeri tenggorok, menggigil, sakit kepala dan malaise. Muntah dan diare kadang kala dapat pula menyertai gejala prodromal ini. Lesi mukokutaneus berkembang secara tiba-tiba dan dapat berlangsung hingga 2-4 minggu. Lesi ini biasanya tidak gatal (non pruritik). Lesi pada mukosa mulut dan/atau membrana mukosa lain dapat terjadi sangat parah sehingga pasien kesulitan untuk makan dan
3

minum. Pasien dengan gejala genitourinarius dapat mengeluhkan adanya disuria atau kesulitan untuk berkemih. Pada pasien dapat pula ditemukan adanya riwayat Sindroma Stevens-Johnson atau eritema multiforme sebelumnya. Rekurensi tersebut dapat muncul kembali jika agen penyebabnya tidak tereliminasi secara sempurna atau jika pasien terekspos kembali. Selain lesi pada kulit, lesi Sindroma Stevens-Johnson dapat mengenai bagian tubuh lainnya misalnya pada mukosa oral, esofagus, faring, laring, anus, trakea, vagina dan uretra. Dapat pula menyebabkan gejala pada mata seperti mata merah, berair, nyeri, blefarospasme, gatal, rasa terbakar, dll. Sindroma Stevens-Johnson biasanya secara klinis terjadi dalam 8 minggu (biasanya 4-30 hari) setelah onset paparan obat. Distribusi erupsi kulit awalnya bersifat simetris pada wajah, badan bagian atas dan ekstremitas bagian proksimal, namun ruam kulit ini dapat berkembang secara cepat pada seluruh tubuh dalam beberapa hari bahkan dalam beberapa jam. Ruam kulit awalnya berupa makula yang berkembang menjadi papul, vesikel, bula, plak urtikaria atau eritema konfluens. Pada bagian tengah lesi ini biasanya bersifat vesikular, purpurik, atau nekrotik. Lesi tipikal biasanya berbentuk target yang bersifat patognomonik untuk lesi awal Sindroma Stevens-Johnson. Namun, berbeda dengan eritema multiforme, lesi ini hanya memiliki dua zona warna. Lesi bagian inti dapat bersifat vesikular, purpura atau nekrotik, sedangkan zona yang mengelilinginya berupa makula eritema. Sehingga lesi ini seringkali disebut sebagai lesi target. Dapat ditemukan tanda Nikolsky positif pada zona eritema tersebut. Lesi ini kemudian menjadi bulla dan lama kelamaan akan ruptur, sehingga menjadi kulit yang mengelupas dan kulit menjadi terekspos, kemerahan dan oozing (tampak basah). Kondisi ini memungkinkan kulit menjadi rentan untuk terjadinya infeksi sekunder. Lesi pada membrana mukosa (biasanya selalu melibatkan sedikitnya dua tempat). Biasanya dimulai dengan eritema yang diikuti dengan erosi yang terasa nyeri pada mukosa mulut, mata dan genital. Rongga mulut meruapakan lesi yang hampir selalu ditemukan pada setiap kasus dan menyebabkan erosi hemoragik yang terasa nyeri dan dilapisi oleh pseudomembran berwarna putih keabuan dan krusta pada bibir. Lesi pada mukosa ini dapat berupa eritema, edema, blister, ulserasi dan nekrosis. Sekitar 85% pasien memiliki lesi pada konjungtiva, yang biasanya berupa hiperemis, erosi, kemosis, fotofobia dan lakrimasi. Selain itu dapat pula ditemukan pengelupasan bulu mata. Pada kasus yang berat, dapat disertai dengan ulserasi kornea,
4

uveitis anterior, dan konjungtivitis purulen. Sinekia antara kelopak mata dan konjungtiva (simblefaron) juga dapat ditemukan. Berikut ini dilaporkan sebuah kasus dermatitis seboroik dan tinea korporis pada anak laki-laki berumur 15 bulan. LAPORAN KASUS

I.

IDENTITAS PASIEN Nama Jenis Kelamin Umur Alamat Agama Pekerjaan Pendidikan Status Pernikahan Suku Bangsa : Tn. S : Laki-laki : 15 tahun : Jatirawa RT 04 RW 03 Tegal : Islam : Pelajar : SMP : Belum menikah : Jawa

II.

ANAMNESIS Autoanamnesis dan Alloanamnesis (Ibu pasien) dilakukan pada hari Kamis, tanggal 28 Februari 2013 pukul 12.00 WIB di bangsal Menur RSU Kardinah Tegal.

Keluhan Utama Seorang laki-laki berusia 15 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Kardinah Tegal pada tanggal 23 Februari 2013 pukul 19.00 WIB dibawa ibunya dengan keluhan seluruh badan terasa panas dan timbul gelembung-gelembung berisi cairan pada hampir seluruh badan kecuali disekitar alat kelamin dan disertai bercak berwarna kemerahan sejak 2 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang Seorang laki-laki berusia 15 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Kardinah Tegal pada tanggal 23 Februari 2013 pukul 19.00 WIB dibawa ibunya dengan keluhan seluruh badan terasa panas dan timbul gelembung-gelembung berisi cairan pada hampir seluruh badan kecuali disekitar alat kelamin dan disertai bercak berwarna kemerahan sejak 2 hari SMRS. 3 minggu SMRS OS pergi ke poli saraf untuk kontrol epilepsi, dan mengaku diberikan 2 buah obat tablet salah satunya karbamazepin yang biasa diminum selama setahun ini. 2 minggu SMRS OS mengeluh demam, demam yang dirasakan tidak begitu tinggi, terus menerus, dan tidak pernah turun. Selain itu juga timbul bintik-bintik merah pada kulit seperti bruntusan kemerahan, awalnya muncul di wajah dan kaki serta tangan, lama-lama menyebar hampir keseluruh tubuh, bintik-bintik ini terasa gatal dan badannya terasa panas, bruntusan ini kecil hanya sebesar ujung jarum pentul. OS tidak menggaruk sampai lecet bagian tubuh yang gatal. OS juga mengeluh sakit kepala, badannya terasa lemas dan nyeri diseluruh badan. OS juga mengeluh batuk tidak berdahak. OS mengaku pernah muntah darah 1x/hari , banyaknya kurang lebih sekitar satu sendok makan. Selama sakit OS mengaku tidak minum obat lain, tapi tetap meminum obat epilepsinya. 2 hari SMRS OS mengeluh timbul gelembung-gelembung berisi cairan hampir diseluruh tubuhnya kecuali di daerah kelamin, kulit sekitar gelembung makin kemerahan dan mengelupas, gelembung-gelembung tersebut ukurannya kira-kira berdiameter 3cm-5cm, di beberapa daerah seperti wajah gelembunggelembung ini telah pecah dan kulit nya mengelupas, terlihat kemerahan dan basah serta terasa perih dan panas. OS mengaku nyeri saat menelan dan mulutnya terasa perih. OS mengaku ketika kencing tidak terasa nyeri dan tidak ada kesulitan untuk BAK. OS merasa matanya lebih merah dan terasa lebih berair serta gatal. Pasien tinggal di rumah sederhana dengan kawasan cukup padat dan ventilasi baik. Pasien mandi memakai sabun, 2 kali sehari. Punggung pasien selalu dikeringkan seusai mandi. Handuk maupun pakaian tidak pernah bergantian memakainya. Sumber air mandi di rumah pasien adalah dari

PDAM. Aktivitas pasien cukup tinggi, setelah bermain dengan temantemannya dan berkeringat, bagian yang paling basah dengan keringat di daerah punggung. Riwayat Penyakit Dahulu OS sebelumnya tidak pernah mengalami penyakit yang sama. OS juga mengaku tidak pernah merasa gatal-gatal sehabis makan makanan tertentu ataupun minum obat-obatan tertentu. OS mempunyai riwayat penyakit epilepsi sejak 2 tahun yang lalu dan rutin minum obat karbamazepin sekitar sejak 1 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami penyakit yang sama. Tidak ada juga yang mempunyai riwayat alergi makanan ataupun alergi obat.

III. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Keadaan umum Kesadaran Tanda vital Pernafasan : Tampak sakit berat : Compos mentis :

Tekanan darah : 120/80 mmHg Nadi : 82 x/menit, regular Suhu : 24 x/menit : 165 cm : 55 kg : Gizi baik : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, terdapat kelainan kulit wajah (sesuai status dermatologikus) : 38C

Tinggi badan Berat badan Status gizi Kepala

Mata

: Konjungtiva hiperemis, sklera tidak ikterik, alis

mata hitam, tidak ada madarosis Telinga Hidung Mulut : Normotia, terdapat kelainan kulit (lihat status dermatologis) : Normal, deviasi (-), sekret (-), tidak ada kelainan kulit : Bibir tidak pucat, terdapat kelainan kulit (sesuai status dermatologikus) Thorax Inspeksi: Bentuk normal, pergerakan simetris, terdapat kelainan kulit (sesuai status dermatologikus) Palpasi Perkusi Auskultasi o Paru : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/o Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen Inspeksi: Datar, terdapat kelainan kulit (sesuai status dermatologikus) Palpasi Perkusi Auskultasi Genitalia Ekstremitas atas : Supel, hepar dan lien tidak teraba membesar : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak diperiksa : Akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis, terdapat kelainan kulit (sesuai status dermatologikus) Ekstremitas bawah : Akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis, terdapat kelainan kulit (sesuai status dermatologikus) Status Dermatologikus Distribusi Ad regio : Universal : fasialis, thorakalis, abdomen, punggung, ekstremitas atas dan bawah Lesi : Multipel, konfluens, berbatas tegas, : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan

berukuran bervariasi dari lentikular sampai plakat Efloresensi : Erosi, skuama, krusta, bullae, dan makula hiperpigmentasi

Gambar 1. Ad regio fasialis

Gambar 2. Ad regio thorakalis dan abdomen

Gambar 3. Ad regio punggung

Gambar 4. Ad regio ekstremitas atas

10

Gambar 5. Ad regio ekstremitas bawah

Gambar 6. Ad regio mata

11

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium darah pada tanggal 23 Februari 2013, adalah sebagai berikut:
Hemoglobin Eritrosit : 12,9 g/dl ( N: 12-16) (N: 4,2-5,4)

: 6,3 [10^6/uL]

Leukosit
Hematokrit Trombosit MCV MCH MCHC

: 6,6
:37,5 : 120 :59,3

[10^3/uL]
% [10^3/uL] U

(N: 4,8-10,8)
(N: 37-47) (N:150-450) 40 (N : 76-96) (N : 27-35) (N : 33-37)

: 20,4 Peg : 34,4 g/dL

40 40

DIFFCOUNT Neutrofil
Lymfosit Monosit Eosinofil Basofil LED 1 LED 2 GDS SGOT SGPT Ureum Kreatinin Asam urat Total protein Albumin Globulin Widal HbsAg

: 72,2 [%]
: 23,2 [%] : 3,9 :1 : 0,2 : 5 :1 2 :109 :72 :44 :1,28 :3,5 [%] [%] [%] mm/jam mm/jam md/dL u/L mg/dl mg/dl mg/dL

(N:50-70)
( N:25-40) ( N:2-8 ) ( N:2-4 ) ( N:0-1 ) (N: 0-15) (N: 0-35) (N : 70-160) (N: 0-32) (N: 0-32) (N: 10-50) (N: 0,6-1,2) (N: 3,4-7,0)

T
40 40

: 110 u/L

T T T

: 4,85 g/dL : 3,69 g/dL : 1,16 g/dL : negatif : positif

(N: 6,30-8,60) 40 (N: 3,70-5,60) (N: 2,30-3,50) 40 (negatif) (negatif)

12

V. RESUME Seorang laki-laki berusia 15 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Kardinah Tegal pada tanggal 23 Februari 2013 pukul 19.00 WIB dibawa ibunya dengan keluhan seluruh badan terasa panas dan timbul gelembung-gelembung berisi cairan pada hampir seluruh badan kecuali disekitar alat kelamin dan disertai bercak berwarna kemerahan sejak 2 hari SMRS. 3 minggu SMRS OS pergi ke poli saraf untuk kontrol epilepsi, dan mengaku diberikan 2 buah obat tablet salah satunya karbamazepin yang biasa diminum selama setahun ini. 2 minggu SMRS OS mengeluh demam, demam yang dirasakan tidak begitu tinggi, terus menerus, dan tidak pernah turun. Selain itu juga timbul bintik-bintik merah pada kulit seperti bruntusan kemerahan, awalnya muncul di wajah dan kaki serta tangan, lama-lama menyebar hampir keseluruh tubuh, bintik-bintik ini terasa gatal dan badannya terasa panas, bruntusan ini kecil hanya sebesar ujung jarum pentul. OS juga mengeluh sakit kepala, badannya terasa lemas dan nyeri diseluruh badan. 2 hari SMRS OS mengeluh timbul gelembung-gelembung berisi cairan hampir diseluruh tubuhnya kecuali di daerah kelamin, kulit sekitar gelembung makin kemerahan dan mengelupas, gelembung-gelembung tersebut ukurannya kirakira berdiameter 3cm-5cm, di beberapa daerah seperti wajah gelembunggelembung ini telah pecah dan kulit nya mengelupas, terlihat kemerahan dan basah serta terasa perih dan panas. OS mengaku nyeri saat menelan dan mulutnya terasa perih. OS merasa matanya lebih merah dan terasa lebih berair serta gatal. OS sebelumnya tidak pernah mengalami penyakit yang sama. OS juga mengaku tidak pernah merasa gatal-gatal sehabis makan makanan tertentu ataupun minum obat-obatan tertentu. OS mempunyai riwayat penyakit epilepsi sejak 2 tahun yang lalu dan rutin minum obat karbamazepin sekitar sejak 1 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan pada pemeriksaan mata ditemukan konjungtiva hiperemis, lainnya dalam batas normal. Pada status dermatologikus distribusi: universal; ad regio: fasialis, thorakalis, abdomen, punggung, ekstremitas atas dan bawah; lesi: Multipel, konfluens,

13

berbatas tegas, berukuran bervariasi dari lentikular sampai plakat; efloresensi: Erosi, skuama, krusta, bullae, dan makula hiperpigmentasi. Dari pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan laboratorium darah pada tanggal 23 Februari 2013 dengan hasil eritrosit, netrofil, SGOT, SGPT dan kreatinin meningkat. Trombosit, MCV, MCH, limfosit, eosinophil, total protein, dan globulin menurun VI. DIAGNOSIS BANDING Sindroma Stevens-Johnson Nekrolisis Epidermal Toksik (NET) Eritema Multiformis VII. DIAGNOSIS Sindroma Steven-Johnson disertai infeksi virus hepatitis B

VIII. USULAN PEMERIKSAAN Untuk menunjang diagnosis sindroma stevens -johnson dapat dilakukan biopsi kulit untuk pemeriksaan histopatologi rutin dan pemeriksaan imunofluorensi.

IX. PENATALAKSANAAN 1. UMUM Memberikan penjelasan pada orangtua pasien tentang penyakit yang diderita dan pengobatannya. Menghentikan obat yang diduga menyebabkan penyakit yang diderita Stabilisasi jalan napas dan hemodinamik, perawatan luka, dan mengontrol nyeri. Terapi cairan yang adekuat serta koreksi elektrolit. Konsultasi dengan dokter spesialis lain (seperti spesialis mata, penyakit dalam dan saraf)

14

2. KHUSUS Sistemik (oral) :


o Dexamethasone inj 2x 1 ampul o Ranitidin inj 2x1 ampul o Cetirizine 1x1 tab

Topikal :
o NaCl 0,9% untuk kompres mata dan bibir o Ikaderm 20 mg dan decubal 20 mg dioleskan di seluruh tubuh

X. PROGNOSIS Quo ad vitam : Ad bonam

Quo ad fungtionam : Ad bonam Quo ad sanationam : Ad bonam Quo ad kosmetikum : Dubia Ad bonam

15

PEMBAHASAN Diagnosis sindroma Stevens-Johnson ini sesuai dengan adanya trias kelainan kulit, mukosa, dan mata, serta hubungannya dengan faktor penyebabnya. Dari anamnesis diketahui bahwa terdapat kelainan pada kulit yang awalnya berupa seperti beruntusan berwarna kemerahan lalu berkembang jadi timbul gelembung-gelembung berisi cairan pada hampir seluruh badan dan pada beberapa tempat mengelupas terlihat kemerahan dan terasa perih. Diketahui juga dari anamnesis adanya riwayat pengunaan obat karbamazepin sejak 1 tahun SMRS. OS mengaku nyeri saat menelan dan mulutnya terasa perih. OS merasa matanya lebih merah dan terasa lebih berair serta gatal. Pada pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan pada pemeriksaan mata ditemukan konjungtiva hiperemis, lainnya dalam batas normal. Pada status dermatologikus distribusi: universal; ad regio: fasialis, thorakalis, abdomen, punggung, ekstremitas atas dan bawah; lesi: Multipel, konfluens, berbatas tegas, berukuran bervariasi dari lentikular sampai plakat; efloresensi: Erosi, skuama, krusta, bullae, dan makula hiperpigmentasi. Secara klinis terdapat lesi berbentuk target, iris atau mata sapi (tetapi pada pasien ini tidak terlihat), kelainan pada mukosa, mata, serta dapat disertai dengan demam. Selain itu dapat didukung dengan pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan imunologik, biakan kuman serta uji resistensi dari darah dan tempat lesi, serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit. Anemia dapat dijumpai pada kasus berat dengan perdarahan, leukosit biasanya normal atau sedikit meninggi, dapat pula terjadi peningkatan eosinophil, tetapi pada pasien ini tidak terjadi. Biopsi kulit dapat direncanakan bila lesi klasik tak ada. Imunoflurosesensi direk bisa membantu diagnosa kasus-kasus yang atipik. Pasien dapat diklasifikasikan menjadi tiga grup berdasarkan luas area epidermis yang mengelupas atau dapat dikelupas (tanda Nikolsky positif), yaitu: 1. 2. 3. Sindroma Stevens-Johnson; bila kurang dari 10% luas permukaan tubuh (BSA) SJS/TEN overlap bila antara 10-30% luas permukaan tubuh TEN (Toxic Epidermal Necrolysis) bila lebih dari 30% luas permukaan tubuh

16

Penyakit ini perlu dibedakan dengan Eritema Multiforme Majus (EMM). Lesi target yang menimbul (raised) baik yang tipikal maupun atipikal merupakan lesi karakteristik untuk EMM. Lesi ini kebanyakan muncul pada ekstremitas, namun kadangkala dapat pula terdapat pada wajah dan tubuh, terutama pada anak-anak. Sebaliknya, lesi target yang tersebar luas, seringkali berupa makula konfluens atau lesi target atipikal datar yang dominan di tubuh merupakan gambaran lesi yang khas pada Sindroma Stevens-Johnson. Perbedaan Eritema Multiforme, Sindroma StevensJohnson dan Epidermal Nekrolisis Toksik: Tabel 2. Perbedaan Eritema Multiforme dan Epidermal Necrolysis (SSJ/ENT)

17

DAFTAR PUSTAKA Hamzah M. Erupsi Obat Alergik. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th edition. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007. p:154-158. Djuanda A. Sindrom Stevens-Johnson. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th edition. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007. p:163-165. Adithan C. Stevens-Johnson Syndrome. In: Drug Alert. Volume 2. Issue 1. Departement of Pharmacology. JIPMER. India. 2006. Access on: June 3, 2007. Available at: www.jipmer.edu Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Erupsi Alergi Obat. In: Kapita Selekta Kedokteran. Volume 2. 3rd edition. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Media Aesculapius. Jakarta. 2002. p:133-139 Ilyas, S. Sindrom Steven Johnson. In Ilmu Penyakit Mata. 3rd edition. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2004. Hal 135-136. Siregar, R.S. Sindrom Stevens Johnson. In : Saripati Penyakit Kulit. 2nd edition. EGC. Jakarta. 2004. hal 141-142. Carroll MC, Yueng-Yue KA, Esterly NB. Drug-induced hypersensitivity syndrome in pediatric patients. Pediatrics 2001; 108 : 485-92. Parrilo, S. : Steven Johnson Syndrome In Emergency Medicine. Philadelphia University. 2010. Access on : May 15, 2011. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/756523-overview.

18

You might also like