You are on page 1of 16

LAPORAN KASUS

SINDROM
STEVENSJOHNSON
Ditujukan untuk
memenuhi tugas
Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan
Kulit dan
Kelamin
RSUD dr. H.
Soewondo
Kendal

Disu
sun
oleh
:
Fachrizal Arfani Prawiragara
Joko Arif Kurniawan ....

Pembi
mbing
Klinik:
dr.Sri
Ellyani,
Sp.KK

(01.207.5372)
(01.208.5692)

FAKULTAS
KEDOKTE
RAN
UNIVERSITAS
ISLAM SULTAN
AGUNG
SE
MA
RA
NG
2
0
1
2

BAB I

LAPORAN KASUS

I.

Identitas pasien
Nama

: Ny. ES

Umur

: 30 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Sendang Dawung Rt03/RwIV No. 132 Kec.Kangkung Kendal

Pekerjaan

I.

: Ibu Rumah Tangga

No. RM

: 401814

Tgl masuk

: 23 Mei 2012

Tgl keluar

: 29 Mei 2012

ANAMNESIS
Autoanamnesis : tgl 24 Mei 2012
Keluhan utama : kulit melepuh di seluruh badan, selaput lendir mulut dan
kelamin
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :
Seorang perempuan, 30 tahun datang ke RSUD dr. H. Soewondo Kendal diantar
suaminya dengan keluhan kulit melepuh di seluruh badan, selaput lendir mulut
dan kelamin. 2 hari SMRS pasien datang ke puskesmas karena badan terasa
demam. Oleh petugas kesehatan diberi amoxicillin dan paracetamol. 1 hari SMRS
pasien mengalami demam tinggi dan timbul bintik-bintik merah dan lepuhan di
seluruh badan, kulit menjadi kasar, berair, dan terdapat bercak-bercak coklat
kehitaman. Keadaan ini juga timbul di selaput lendir mulut dan kelamin. Pasien
merasakan perih di bibir dan kelamin. Keluhan pada mata disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :

Pasien mengaku belum pernah mengalami keluhan yang sama seperti ini.
Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) :
Tidak terdapat anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi :
Pasien sehari-hari bekerja sebagai ibu rumah tangga, suami bekerja sebagai kontraktor
Biaya pengobatan ditanggung sendiri
III. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Keadaan umum

: tampak lemah

Kesadaran

: composmentis

Tanda vital
Frekuensi nadi ......: 124 x / menit
Tekanan darah ..... : 120 / 80 mmHg
Frekuensi napas

: 24 x / menit

Suhu tubuh : 380C


DATA ANTROPOMETRI
Berat badan

: 70 kg

Tinggi badan : 150 cm


KEPALA
Bentuk dan ukuran : normocephal
Rambut dan kulit kepala : hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : VODS 6/6, injeksi konjungtiva (-/-), injeksi silier (-/-), sekret (-), konjungtiva
tidak anemis, sclera tidak anemis, pupil bulat isokor, diameter 3mm, refleks
cahaya +/+
Telinga : bentuk normal, liang telinga lapang, tidak ada sekret
Hidung : bentuk normal, tidak ada septum deviasi, tidak ada sekret, tidak ada
pernapasan cuping hidung
Mulut : tampak eritem dengan erosi dan krusta kehitaman
Tenggorokan : faring tidak hiperemis, tonsil T1 tenang

4
Leher : trakea di tengah, kelenjar tiroid tidak teraba, kelenjar submandibula, suprainfra clavicula dan cervical tidak teraba
THORAX
Paru-paru
Inspeksi

: pergerakan dada simetris dalam keadaan statis dan dinamis, tidak

terdapat retraksi intercostae dan suprasternal


Palpasi : sterm fremitus kanan-kiri dan depan-belakang sama kuat
Perkusi

: sonor pada kedua lapang paru batas paru-hepar di ICS VI MCL

dextra

.::..:

....

.:::......

Auskultasi: suara pernapasan vesikuler, ronkhi -/- ,wheezing -/Jantung


- Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
- Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V midclavikula sinistra
- Perkusi: redup, batas jantung kiri : ICS V linea MCL sinistra
kanan: ICS V linea sternalis dextra
atas : ICS II linea parasternal sinistra
pinggang : ICS III linea parasternal sinistra
- Auskultasi : BJ I dan II murni, murmur (-), Gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi : tampak datar
Palpasi : hepar teraba 2 cm di bawah arcus costae dextra, konsisitensi kenyal,
tepi tajam, permukaan licin, nyeri tekan (+), lien tidak teraba, defans
muskular (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness(-), meteorismus (+)
Auskultasi : bising usus (+) normal
GENITALIA ............ : tampak eritem dengan erosi dan krusta kehitaman pada
permukaan
-..-

dalam labia major

. .. .. .. ..

--

.........:

............

---------..

.......::

ANUS REKTUM : tidak tampak kelainan dari luar


EKSTREMITAS : akral hangat, tidak sianosis, tidak ada edema

-- ---- -.

STATUS DERMATOLOGIS

Lokasi : kulit seluruh badan, mukosa mulut dan kelamin


-

UKK : kulit wajah, leher, badan, lengan dan tungkai dijumpai eritema, vesikel,
dan bula dengan batas sirkumskrip, multipel, tersebar merata (generalisata)
disertai erosi dan krusta kehitaman.
:.:..:: :.

mukosa mulut dan kelamin tampak eritem dengan erosi dan krusta kehitaman.
Kelainan mata tidak ditemukan.
III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan darah rutin ditemukan leukositosis
IV. DIAGNOSIS BANDING
- Sindrom Stevens-Johnson
- Nekrosis Epidermal Toksik
- Pemfigus Vulgaris
- Pemphigoid bulosa

- Variola hemoragik
V.

DIAGNOSIS KERJA
- Sindrom Stevens-Johnson

VI.

TERAPI
Rawat inap
Diberikan infus NaCl 30 tetes/menit
Injeksi Gentamicin 3 x 280
Dexamethasone intravena 3 x 1 ampul
Untuk lesi di mulut diberikan kenalog
in orabase

V.

FOLLOW UP
Hari I : suhu 380C (aksiller)
Hari II : suhu dbn, terapi tetap
dilanjutkan
Hari III : UKK mulai mengering,
selanjutnya diberikan tambahan
inerson salep
Hari IV : semua luka mengering, dosis
dexamethasone intravena diturunkan
menj adi
....
... ..... . ..
H A.

..

'Ll:
Al
..

Ml

2 x 1 ampul

........

... . ...

air,-

Aw
Hari VII : pasien pulang

Pada bokong
tampak banyak lesi
target, terdiri atas
plak
eritematosa
berbatas tegas
berukuran
numular, bagian
tengah
berwarna lebih j

elas
6
Pada sebagian besar
wajah
tampak eritema
dan purpura. Pada
pipi kanan tampak
sebagian erosi.
Bibir erosi dan
sebagian tertutup

TINJAUAN PUSTAKA

1.

Definisi Sindrom Steven Johnson merupakan sindrom (kumpulan gejala) yang


mengenai kulit, selaput lendir orifisium dan mata dengan keadaan umum
bervariasi dari ringan sampai berat. Kelainan pada kulit berupa eritema,
vesikel / bula dapat disertai purpura.

2.

Epidemiologi
Insiden SSJ dan NET diperkirakan 2-3% per juta populasi setiap tahun di
eropa dan AS, dan umumnya menyerang orang dewasa. .... .......

3.

Etiologi Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor


yang dapat dianggap
:..............................................`
sebagai
penyebab, adalah'
...................................................... `
- : ".

""
' "" .... ""

...

a.Alergi obat secara sistemik ( misalnya penisilin, analgetik, antipiretik


).
.::@

Penisillin dan semisintetiknya Streptomicin

Sulfonamida

..

...

.~.r
Ml

....

.:..::::: "

~'

.r'
.......................A

..........

Tetrasiklin

... ..

..

...

......11

Antipiretik / analgetik ( dentat, salisil / perazolon, metamizol,


metampiron, dan
paracetamol ).
...
.

.::.......:..

.....

....

--

..

Klorpromazin
Karbamazepin
Kirin antipirin
Tegretol

.::

........

~.~

.........................:~ .:: ;:.:::..

di

..............

...........

..
....
..

...
........

.....
....

...

......

......
...........

...
....

......
...
.. ............................

:.
..

..........

b.Infeksi mikroorganisme ( bakteri, virus,


jamur, dan parasit ). c.Neoplasma dan
faktor endoktrin. d.Faktor fisik ( sinar
matahari, radiasi, sinar x ).
M.

ii

e.Makanan.
1.

.. ...::.~ -1 M

::

Patogenesis
alergi obat 4 reaksi hipersensitivitas tipe II (sitolitik) 4 aktivasi sel T
cytotoxic(cell mediated cytotoxic) 4 destruksi keratinosit +terjadi apoptosis 4
lesi dermal dan epidermal
aktivasi mediator alergi dan manifestai klinisnya bervariasi, tergantung sel
target.

8
CD4 terutama terdapat di dermis, CD8 pada epidermis serta juga terjadi peningkatan
IL-5 dan sitokin- sitokin yang lain.
5. Gejala klinis
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun ke bawah. Keadaan umumnya
bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun,
penderita dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai
gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan
nyeri tenggorok. Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa : a.
Kelainan kulit.
b.
c.

~. ~
.~ .::

....... _ ,..

""

Kelainan selaput lendir di orifisium.


Kelainan mata. i__ ___

..~

....

....

.....--.

Kelainan kulit Kelainan kulit terdiri atas eritema, vesikel dan bula
kemudian memecah sehingga

a.

terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi purpura. Pada bentuk
yang
berat kelainannya generalisata.
Kelainan selaput lendir di orifisium .................................. . .
@' Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100%),
kemudian
a.

disusul dengan kelainan di lubang alat genital (50%), sedangkan di lubang


hidung
dan anus jarang (masing-masing 8% dan 4%).

..

...........

Kelainannya berupa vesikel da bula yang cepat memecah hingga menjadi


erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dapat terbentuk
pseudomembran. Di bibir kelainan yang sering tampak ialah krusta yang
berwarna hitam yang tebal. Kelainan di mukosa dapat juga terdapat di
faring, traktus respiratorius bagian atas dan esofagus. Stomatitis ini dapat
menyebabkan penderita sukar/tidak dapat menelan. Adanya
pseudomembran di faring dapat menyebabkan keluhan sukar
bernapas. .......... ................................................ ..........
b.

Kelainan mata Kelainan mata, merupakan 80 % diantara semua


kasus, yang tersering ialah konjungtivitis kataralis. Selain itu juga
dapat berupa konjugtivitis purulen, perdarahan, simblefaron, ulkus
kornea, iritis dan iridosiklitis.

Disamping trias kelainan terebut dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya

nefritis dan onikolisis.

6.

Komplikasi

Komplikasi yang paling tersering ialah bronkopneumonia, yang didapati


sejumlah 16% diantara seluruh kasus yang datang berobat. Komplikasi yang
lain ialah kehilangan cairan/darah, gangguan keseimbangan elektrolit dan
syok. Pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan lakrimasi.
7.

Pemeriksaan laboratorium Hasil pemeriksaan laboratorium tidak khas. Jika


terdapat leukositosis, penyebabnya
kemungkinan karena infeksi. Kalau terdapat eosinofilia kemungkinan karena
alergi.
Jika disangka penyebabnya karena infeksi dapat dilakukan kultur darah.

8.

Histopatologi
Gambaran histopatologiknya sesuai dengan eritema multiforme, berfariasi
dari
perubahan dermal yang ringan sampai nekrolisis epidermal yang menyeluruh,
kelainan berupa :
o Infiltrat sel mononuklear di sekitar pembuluh-pembuluh
darah
................................................................

dermis superfisial. :.

o Edema dan ekstravasasi sel darah merah di dermis papilar.


o Degenerasi hidropik lapisan basalis sampai terbentuk
vesikel
:..:

subepidermal.

.........:................

..........

...

..

J.

o Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang di adneksa.


o Spongiosis dan edema intrasel di epidermis.
9.

Diagnosis banding
Sebagai diagnosis banding ialah nekrolisis epidermal toksik (N.E.T).
Penyakit ini sangat mirip dengan sindrom Stevens-Johnson. Pada N.E.T
terdapat epidermolisis generalisata yang tidak terdapat pada sindrom
Stevens-Johnson. Perbedaan lain biasanya keadaan umum pada N.E.T lebih
buruk. ""

6.

Pengobatan
Jika keadaan umum penderita sindrom Stevens-Johnson baik dan lesi tidak
menyeluruh cukup diobati dengan prednison 30-40 mg sehari. Kalau

keadaan umumnya buruk dan lesi menyeluruh harus diobati secara tepat dan
cepat. Penggunaan obat kortikoseroid merupakan tindakan live-saving.
Biasanya digunakan deksametason secara intravena dengan dosis permulaan
4-6 x 5 mg sehari. Pada umumnya masa krisis dapat diatasi dalam beberapa
hari. Agar lebih jelas maka berikut ini akan diberikan contoh seorang
penderita Stevens-Johnson yang berat harus segera dirawat-inap dan
diberikan deksametason 6 x 5 mg

10
inravena. Biasanya setelah beberapa hari (2-3 hari), masa krisis telah teratasi,
keadaan umum membaik dan tidak timbul lesi baru, sedangkan lesi lama
tampak mengalami involusi. Dosisnya segera diturunkan secara cepat, setiap
hari diturunkan 5 mg, setelah dosis mencapai 5 mg sehari lalu diganti
dengan tablet krtikosteroid, misalnya prednison, yang diberikan keesokan
harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari kemudian diturunkan lagi menjadi
10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Jadi lama pengobatan kira-kira 10
hari.
Pada waktu penurunan dosis kortikosteroid sistemik dapat timbul miliaria
kristalina yang yang sering disangka sebagai lesi baru dan dosis
kortikosteroid dinaikkan lagi, yang seharusnya tetap diturunkan.
Dengan dosis kortikosteroid setinggi itu maka imunitas penderita akan
berkurang, karena itu harus diberikan antibiotik untuk mencegah terjadinya
infeksi, misalnya bronkopneumonia yang dapat menyebabkan kematian.
Antibiotik yang dipilih hendaknya yang jarang menyebabkan alergi,
berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak atau sedikit nefrotoksik.
Obat yang memenuhi sayarat tersebut misalnya siprofloksasin 2 x 400 mg
i.v dan klindamisisn 2 x 600 mg i.v sehari. Biasanya digunakan gentamisin
dengan dosis 2 x 80 mg. Untuk mengurangi efek samping kortikosteroid
diberikan diet yang miskin garam dan tinggi protein. Kecuali itu juga
diberikan obat anabolik dan KCL 3 x 500 mg sehari, jika terjadi penurunan
K.
Hal yang perlu diperhatikan ialah mengatur keseimbangan cairan/elektrolit
dan nutrisi, terlebih-lebih karena penderita sukar atau tidak dapat menelan
akibat lesi di mulut dan di tenggorokan dan kesadaran dapat menurun.
Untuk itu dapat diberikan infus, misalnya berupa dextrose 5 %, NaCl 9%,
dan larutan RL berbanding 1 : 1 : 1 dalam 1 labu yang diberikan 8 jam sekali
. '
Jika dengan terapi di atas belum tampak perbaikan dalam 2-3 hari, maka
dapat diberikan transfusi darah whole blood sebanyak 300 cc selama 2 hari
berturutturut, terlebih-lebih pada kasus yang disertai purpura yang luas dan
leukopenia. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan
vit C 500 mg atau 1000 mg sehari I.V dan hemostatik.
Terapi topikal tidak sepenting terapi sistemik. Untuk lesi di mulut dapat diberikan

kenalog in orabase dan betadine gargle. Untuk lesi di kulit yang erosif dapat
dierikan sofratulle atau krim sulfodiazin perak. Untuk bibir dengan krusta
tebal kehitaman dapat diberikan emolien misalnya krim urea 10%.

11. Prognosis
Kalau kita bertindak cepat dan tepat maka prognosisnya cukup memuaskan.
Bila terdapat purpura yang luas dan leukopenia prognosisnya lebih buruk. Pada
keadaan umum yang buruk dan terdapat bronkopneumonia penyakit ini dapat
mendatangkan kematian. Dalam kepustakaan angka kematian berkisar antara 515 %.
Kepustakaan
1. Djuanda, A. 2005. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
1.

Siregar, R. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC.

11

You might also like