You are on page 1of 17

Bed Side Teaching (BST) and Case Report Session (CRS)

Fraktur Kompresi Vertebra


Dosen Pembimbing : dr. Ali Imran Lubis, Sp.Rad

Oleh : Nama : Nesya Andini Nim : G1A108055

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN RADIOLOGI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS JAMBI RSUD RADEN MATTAHER JAMBI 2013

BAB I LAPORAN KASUS

I. Identitas pasien Nama Usia Jenis Kelamin Alamat Agama Pekerjaan : Ny. Komariah : 86 tahun : Perempuan : Kelurahan Teluk Kecamatan Pemayung RT.09 : Islam : Ibu rumah tangga

II. Anamnesis 1. Keluhan Utama : Nyeri di daerah pinggang yang makin berat sejak 2 hari yang lalu.

2. Keluhan Tambahan : Nyeri ulu hati, sulit bergerak, mual, muntah, sakit kepala, nafsu makan berkurang dan sesak napas sejak 2 hari yang lalu.

3. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RSUD Raden Mattaher Jambi pada tanggal 3 Januari 2013 dengan keluhan nyeri di daerah pinggang yang makin hari makin berat dan sulit menggerakkan badan. Sebelumnya pasien pernah merasakan nyeri namun hilang timbul. 4 bulan yang lalu, pasien mengalami jatuh terduduk karena terpeleset dari tangga. Nyeri dipinggang bertambah bila bergerak dan berkurang pada waktu istirahat. Pasien juga merasakan sesak napas, nyeri ulu hati, mual dan muntah, sakit kepala, lemas serta merasakan perut kembung. Nyeri dada dan demam di sangkal, penggunaan obat anti nyeri dan riwayat penggunaan obat lain sebelumnya di sangkal. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan. Gangguan tidur disangkal.

4. Riwayat Penyakit Dahulu : Sudah beberapa bulan yang lalu tubuh pasien semakin bongkok dan sering mengeluhkan nyeri pinggang yang hilang timbul 2

Riwayat penyakit gastritis / maagh disangkal Pasien juga jarang melakukan kebiasaan maupun pekerjaan berat Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus disangkal Riwayat penyakit keluarga : riwayat penyakit gastritis / maagh disangkal, riwayat asma, nyeri pinggang, nyeri tulang dan sendi dalam keluarga disangkal.

III. Pemeriksaan Fisik Status Generalis a. Keadaan Umum : Sakit Sedang b. Kesadaran : Compos Mentis GCS : 15 (Eye : 4, Verbal : 5, Movement : 6) c. Tanda Vital : Tekanan Darah : 120/70 mmHg Nadi : 80x / menit, regular Suhu : afebris Pernapasan 20x / menit

Kepala Mata

: normocephal, deformitas (-) : conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), isokor kiri dan kanan dengan diameter 2mm.

Telinga Hidung Mulut Leher

: simetris kiri dan kanan, discharge (-/-) : Pernapasan cuping hidung (-/-), sekret (-/-), septum deviasi (-/-) : Perioral sainosis (-), faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 : Pembesaran KGB (-), retraksi suprasternal (-), kelenjar tiroid dalam batas normal

Jantung

Inspeksi : ichtus kordis tidak terlihat Palpasi : ichtus kordis tidak teraba Perkusi : jantung dbn Auskultasi : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-) JVP : 5-2 cmH2O 3

Pulmo

Inspeksi : simetris kanan dan kiri, retraksi (-), sikatrik (-) Palpasi : nyeri tekan (-) Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru Auskultasi : vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen : Inspeksi : datar Auskultasi : meteorismus (+), bising usus (+) dbn Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan daerah epigastrium (+) Perkusi : timpani

Ekstremitas atas : kanan dan kiri : akral hangat, edema -/Ekstremitasa bawah : kanan dan kiri : akral hangat, edema -/-

Status Lokalis a. Look (inspeksi) : postur tubuh membungkuk, merasa nyeri saat diminta menggerakkan badan b. Feel (palpasi) c. Move (gerak) : nyeri tekan pada daerah torakolumbal : gerak terbatas karena nyeri

IV. Anjuran Pemeriksaan Pemeriksaan darah rutin EKG GDS MCV Rontgen lumbosacral (AP dan lateral)

V. Pemeriksaan Laboratorium Ureum Kreatinin GDS : 18,9 mg/dl : 0,9 mg/dl : 122 mg/dl

VI. Diagnosis Kerja Low back pain et causa trauma dan dyspepsia DD/ Fraktur tulang belakang Osteoarthritis Osteoporosis Spondilolistesis HNP (hernia nucleus pulposus)

VII. Pemeriksaan Radiologis Tanggal 05/01/2013 Foto polos vertebra lumbosakral posisi AP dan lateral

X foto Lumbosacral : o Terdapat tanda-tanda instability, alignment tidak sejajar, skoliosis (+) o Trabekula tampak seperti garis-garis / benang-benang tipis o Tidak tampak listesis o Terdapat gambaran fraktur kompresi thorakal XII (corpus berbentuk seperti tapak) 5

o Terdapat penyempitan celah diskus intervertebralis dan peningkatan densitas (sklerosis) sendi paravertebralis lumbal

Kesan : o Scoliosis o Fraktur kompresi Thorakal XII o Osteoporosis generalisata o Osteoarthritis

VIII. Diagnosis Radiologi Fraktur kompresi thorakal XII et causa osteoporosis generalisata dengan osteoarthritis.

IX. Penatalaksanaan Non Farmakologis (edukasi): Tidur telentang dengan alas yang keras, posisi diubah tiap 2 jam mencegah dekubitus, terutama simple compressi Hindari aktifitas fisik berat Jaga asupan kalsium (sayuran hijau, susu tinggi kalsium dll) Hindari defisiensi vitamin D Nutrisi dengan diet tinggi protein Berjemur pada pagi dan sore hari Latihan dan program rehabilitasi Fisioterapi untuk mencegah kontraktur

Farmakologis Infus RL 20 tetes / menit Ranitidine 2x1 amp IV Ondansetron 3x1 amp IV Pulvis Braxidin 3x1 Celebrex 1x200 mg

BAB II PENDAHULUAN

2.1

Pendahuluan Tulang belakang manusia adalah pilar / tiang yang berfungsi menyangga tubuh dan melindungi medulla spinalis. Pilar tersebut terdiri dari 33 ruas tulang belakang yang tersusun secara segmental yang terdiri atas 7 ruas tulang servikal, 12 ruas tulang torakal, 5 ruas tulang lumbal, 5 ruas tulang sacral yang menyatu dan 4 ruas tulang ekor. Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh karena adanya dua sendi di daerah posterolateral dan diskus intervertebralis di anterior.

Fraktur di daerah kolumna vertebralis sebagai akibat osteoporosis bisa terjadi dalam bentuk crush (pada wanita pasca menopause) atau bentuk multiple, seperti baji (wanita / pria akibat osteoporosis senilis). Gejala dan tanda sering tidak khas. Kadangkadang penderita merasa nyeri dengan derajat ringan sampai sedang. Nyeri akan bertambah bila bergerak atau batuk dan berkurang pada waktu istirahat. Khas adalah timbulnya bongkok akibat fraktur daerah pungggung (Dowagers hump), yang juga berakibat tinggi 8

penderita berkurang. Nyeri yang timbul bisa disertai nyeri akibat penekanan saraf sesuai dengan dermatom, karena penekanan saraf daerah tersebut. Nyeri biasanya akan membaik dalam waktu 2-4 minggu, sedangkan fraktur akan sembuh dalam waktu 3 - 4 bulan.

2.2

Definisi Fraktur kompresi (wedge fractures) merupakan kompresi pada bagian depan corpus vertebralis yang tertekan dan membentuk patahan irisan. Fraktur kompresi adalah fraktur tersering yang mempengaruhi kolumna vertebra.

2.3

Epidemiologi Gangguan keseimbangan dan jatuh yang dapat menyebabkan fraktur merupakan salah satu masalah yang sering terjadi pada orang berusia lanjut akibat berbagai perubahan fungsi organ, penyakit dan faktor lingkungan. Osteoporosis merupakan faktor yang dapat meningkatakan kejadian fraktur kompresi. Bersamaan dengan jatuh, kejadian patah tulang / fraktur juga meningkat dengan peningkatan paling cepat terjadi setelah usia 75 tahun. Fraktur merupakan penyebab utama kesakitan, kematian dan pengeluaran biaya untuk pelayanan kesehatan dan sosial orang usia lanjut yang bersangkutan. Kematian dan kesakitan yang terjadi, umumnya disebabkan oleh komplikasi akibat patah tulang dan imobilisasi yang ditimbulkannya.

2.4

Etiologi Fraktur ini dapat disebabkan oleh kecelakaan jatuh dari ketinggian dengan posisi terduduk ataupun mendapat pukulan di kepala, osteoporosis dan adanya metastase kanker dari tempat lain ke vertebra kemudian membuat bagian vertebra tersebut menjadi lemah dan akhirnya mudah mengalami fraktur kompresi. Vertebra dengan fraktur kompresi akan menjadi lebih pendek ukurannya daripada ukuran vertebra sebenarnya. Fraktur tulang belakang terjadi karena trauma kompresi axial pada waktu tulang belakang tegak. Menurut percobaan beban seberat 315 kg atau 1,03 kg per mm2 dapat mengakibatkan fraktur tulang belakang. Daerah yang paling sering kena adalah daerah yang mobil yaitu C4-6 dan Th12-L2.

2.5

Patofisiologi Trauma pada tulang belakang dapat mengenai : 1. Jaringan lunak pada tulang belakang, yaitu ligamen, diskus dan faset. 2. Tulang belakang sendiri 3. Sum-sum tulang belakang.Fraktur kompresi dapat terjadi melalui mekanisme : Mekanisme trauma pada tulang belakang 1. Fleksi Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada vertebra. Vertebra mengalami tekanan terbentuk remuk yang dapat menyebabkan kerusakan atau tanpa kerusakan ligamen posterior. Apabila terdapat kerusakan ligamen posterior, maka fraktur bersifat tidak stabil dan dapat terjadi subluksasi. 2. Fleksi dan rotasi Trauma jenis ini merupakan trauma fleksi yang bersama-sama dengan rotasi. Terdapat strain dari ligamen dan kapsul, juga ditemukan fraktur faset. Pada keadaan ini terjadi pergerakan ke depan/dislokasi vertebra diatasnya. Semua fraktur dislokasi bersifat tidak stabil. 3. Kompresi vertikal (aksial) Suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai vertebra yang akan menyebabkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan memecahakan permukaan serta badan vertebra secara vertikal. Material diskus akan masuk dalam badan 10

vertebra dan menyebabkan vertebra menjadi rekah (pecah). Pada trauma ini elemen posterior masih intak sehingga fraktur yang terjadi bersifat stabil. 4. Hiperekstensi atau retrofleksi Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi dan ekstensi. Keadaan ini sering ditemukan pada vertebra servikal dan jarang pada vertebra torakolumbal. Ligamen anterior dan diskus dapat mengalami kerusakan atau terjadi fraktur pada arkus neuralis. Frkatur ini biasanya bersifat stabil. 5. Fleksi lateral Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan menyebabkan fraktur pada komponen lateral yaitu pedikel, foramen vertebra dan sendi faset. Dengan adanya penekanan / kompresi yang berlangsung lama menyebabkan jaringan terputus akibatnya daerah disekitar fraktur dapat mengalami edema atau hematoma. Kompresi akibatnya sering menyebabkan iskemia otot. Gejala dan tanda yang menyertai peningkatan tekanan kompartemental mencakup nyeri, kehilangan sensasi dan paralisis. Hilangnya tonjolan tulang yang normal, pemendekan atau pemanjangan tulang dan kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu menyebabkan terjadinya perubahan bentuk (deformitas).

2.6

Manifestasi Klinis Fraktur kompresi biasanya bersifat insidental, menunjukkan gejala nyeri tulang belakang ringan sampai berat. Dapat mengakibatkan perubahan postur tubuh karena terjadinya kiposis dan skoliosis. Pasien juga menunjukkan gejala-gejala pada abdomen seperti rasa perut tertekan, rasa cepat kenyang, anoreksia dan penurunan berat badan. Gejala pada sistem pernafasan dapat terjadi akibat berkurangnya kapasitas paru. Hanya sepertiga kasus kompresi vertebra yang menunjukkan gejala. Pada saat fraktur terasa nyeri, biasanya dirasakan seperti nyeri yang dalam pada sisi fraktur. Jarang sekali menyebabkan kompresi pada medulla spinalis, tampilan klinis menunjukkan gejala nyeri radikuller yang nyata. Rasa nyeri pada fraktur disebabkan oleh banyak gerak, dan pasien biasanya merasa lebih nyaman dengan beristirahat. Banyak pasien yang mengalami fraktur kompresi vertebra akan menjadi tidak aktif, dengan berbagai alasan antara lain rasa nyeri akan berkurang dengan terlentang, takut 11

jatuh sehingga terjadi patah tulang lagi. Sehingga kurang aktif atau malas bergerak pada akhirnya akan mengakibatkan semakin buruknya kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

2.7

Penegakkan Diagnosis Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu : a) Roentgenography : pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat tulang vertebra untuk melihat fraktur dan pergeseran tulang vertebra b) Computerized tomography : Pemeriksaan ini sifatnya membuat gambar vertebra 2 dimensi. Pemeriksaan vertebra dengan melihat irisan-irisan yang dihasilkan CT-scan. c) Magnetic Resonance Imaging : pemeriksaan ini memberi informasi detail mengenai jaringan lunak di daerah vertebra. Gambaran yang akan dihasilkan adalah 3 dimensi. MRI sering digunakan untuk mengetahui kerusakn jaringan lunak pada ligament dan diskus intervertebralis dan menilai cedera medulla spinalis.

Beberapa gambaran radiologis fraktur kompresi :

Anterosuperior wedge shape compression fracture

Lateral wedge fracture of L3

12

CT Scan :

Sagittal reformat of the thoracic spine shows wedge fracture 2.8 Penatalaksanaan 1. Nyeri akut fraktur kompresi vertebra Pengobatan pada pasien dengan akut fraktur harus menekankan pada pengurangan rasa nyeri, dengan pembatasan bedrest, penggunaan analgetik, brancing dan latihan fisik. a. Menghindari bedrest yang terlalu lama Bahaya dari bedrest yang terlalu lama pada orang tua adalah, meningkatkan kehilangan densitas tulang, deconditioning, thrombosis, pneumonia, ulkus dekubitus, disorientasi dan depresi. b. Analgetik Analgetik digunakan untuk mengurangi rasa nyeri, biasa diberikan sebagai terapi awal untuk menghindari dari beddrest yang terlalu lama. c. Calcitonin, diberikan secara subkutan, intra nasal, atau perrektal mempunyai efek analgetik pada fraktur kompresi yang disebabkan oleh osteoporosis dan pasien dengan nyeri tulang akibat metastasis. d. Bracing Bracing merupakan terapi yang biasa dilakukan pada manajemen akut non operatif. Ortose membantu dalam mengontrol rasa nyeri dan membantu penyembuhan dengan menstabilkan tulang belakang. Dengan mengistirahatkan pada posisi fleksi, maka akan mengurangi tekanan pada kolumna anterior dan

13

rangka tulang belakang. Bracing dapat digunakan segera, tetapi hanya dapat digunakan untuk dua sampai tiga bulan. e. Vertebroplasty dan kypoplasty Vertebroplasty dilakukan dengan menempatkan jarum biopsy tulang belakang kedalam vertebra yang mengalami kompresi dengan bimbingan fluoroscopy atau computed tomography. Kemudian diinjeksikan Methylmethacrylate kedalam

tulang yang mengalami kompresi. Prosedur ini dapat menstabilkan fraktur dan megurangi rasa nyeri dengan cepat yaitu pada 90% 100% pasien. Tetapi prosedur ini tidak dapat memperbaiki deformitas yang terjadi pada tulang belakang. Pada kypoplasty, sebuah balon dimasukkan dan dikembungkan untuk melebarkan

vertebra yang terkompresi sebelum celah tersebut diisi dengan bone cement.

2. Penatalaksanaan nyeri kronis Nyeri kronis umumnya biasa dialami oleh pasien dengan multipel fraktur, penurun tinggi badan, dan kehilangan densitas tulang. Pada pasien-pasien ini, sangat dianjurkan untuk tetap aktif melakukan pelemasan otot dan program peregangan, seperti program yang berdampak ringan seperti berjalan dan berenang. Sebagai tambahan obat penghilang rasa sakit, pemeriksaan nonfarmakologis seperti stimulasi saraf listrik transkutaneus, aplikasi panas dan dingin, atau penggunaan bracing, dapat menghilangkan rasa sakit sementara. Aspek psikologis dari rasa nyeri yang kronis dan kehilangan fungsi fisiologis harus diterangkan dalam konseling, jika perlu, dapat diberikan antidepresan.

3. Pencegahan fraktur tambahan a. Sebagian besar pasien dengan fraktur akibat osteoporosis akut harus diberikan terapi osteoporosis secara agresif. b. Pemeriksaan bone densitometry sebaiknya dilakukan pada pasien dengan frkatur kompresi dan sebelumnya diduga mengalami kehilangan massa tulang. c. National Osteoporosis Foundation menganjurkan semua wanita yang mengalami fraktur spiral dan densitas mineral tulang harus diberikan terapi seperti osteoporosis.

14

d. Diet suplemen vitamin D dan kalsium harus optimal. Bisphosponates (alendronate, risendronate) mengurangi insidensi terjadinya fraktur vertebra baru sampai lebih dari 50%. e. Raloxifene, merupakan modulator estrogen selektif, menunjukkan dapat mengurangi terjadi fraktur vertebra 65% pada tahun pertama dan sekitar 50% pada tahun ketiga. f. Kalsitonin menunjukkan penurunan resiko terjadinya fraktur vertebra baru sekitar 1 dari 3 wanita yang mengalami fraktur vetebra. g. Teriparatide (fortoe), merupakan preparat hormon paratiroid rekombinan diberikan secara subkutan. Obat ini juga menunjukkan rendahnya resiko terjadinya fraktur vertebra dan meningkatkan densitas tulang pada wanita postmenopause dengan osteoporosis. Obat ini bekerja pada osteoblast untuk menstimulasi pembentukan tulang baru.

2.9

Prognosis Nyeri dan fraktur yang dialami akan membaik dengan dukungan terapi farmakologis dan farmakologis, namun dengan semakin bertambahnya usia, fungsi dan struktur fisiologi tulang akan semakin menurun, diperlukan upaya kewaspadaan agar tetap menjaga stabilitas tulang belakang dan pencegahan trauma pada usia lanjut.

2.10 Pencegahan Hindari aktifitas fisik berat Olah raga seperti jogging dan berjalan cepat Jaga asupan kalsium (sayuran hijau, susu tinggi kalsium dll) Hindari defisiensi vitamin D Nutrisi dengan diet tinggi protein Berjemur pada pagi dan sore hari Diperlukan pendamping untuk usia lanjut Memperhatikan lingkungan dan berbagai penyebab untuk menghindari berulangnya jatuh

15

2.11 Kesimpulan Fraktur dan jatuh merupakan masalah besar pada usia lanjut. Terdapat berbagai faktor risiko dan penyebab instabilitas serta diperlukan pengkajian secara menyeluruh untuk mencegah terjatuh dan fraktur maupun fraktur berulang. Osteoporosis dengan bertambahnya usia baik pada perempuan maupun laki-laki menyebabkan peningkatan risiko fraktur pada trauma minimal. Penyakit tulang dan fraktur merupakan satu dari sekian banyak masalah pada usia lanjut. Bagaimanapun upaya pencegahan jauh lebih bermanfaat sehingga upaya penyebar luasan mengenai penyakit tulang dan fraktur ini perlu ditekankan.

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Martono HH. Penyakit Tulang Dan Patah Tulang. Dalam: Martono HH, K Pranaka. Buku Ajar Boedhi-Darmojo. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010. Hal 273-277 2. Jong WD, Samsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 2005. Hal 870-874 3. Setiati S, PW Laksmi. Ganggaun Keseimbangan, Jatuh dan Fraktur: Dalam: Sudoyo AW, B Setiyohadi, I Alwi, M Simadibrata, S Setiati, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006 Hal. 1378-1385. 4. Brashers VL. Aplikasi Klinis Patofisiologi (Pemeriksaan dan Manajemen). Jakarta: EGC.2007. Hal 337-343. 5. AANS. 2005. Spinal Cord Injury. http:// www.neurosurgerytoday.org/patient_e/spinal.asp. diakses pada 6 januari 2013. 6. Ladkeridge health. 2012. Example of X-ray in action. http://www.lakeridgehealth.on.ca/patient_care/interventional_radiology/presentations/radiolo gy/slide12.htm. diakses 7 Januari 2013 7. Apley, A Graham. Apleys System O Orthopaedic and Fracture. Seventh Edition. London: Butterworth Scientific. 2000. Hal. 668-665

17

You might also like