You are on page 1of 48

LAPORAN KASUS HIPERTENSI EMERGENCY

Oleh: Karina Astari 107103001529 Hilyah Mursilah 107103000451

Pembimbing: Dr. J Sarwono , Sp.PD

MODUL KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2012

BAB I STATUS PASIEN


I. IDENTITAS Nama Jenis Kelamin Umur Pekerjaan Agama : Ny.D : Perempuan : 51 tahun : Ibu Rumah Tangga : Islam

Status Perkawinan : Menikah Alamat Masuk IGD RSF : Kebayoran Lama : 20 Januari 2012

Masuk Rawat Inap : 20 Januari 2012 II. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara auto dan alloanamnesis pada tanggal 21 Januari 2012. A. Keluhan Utama Sesak napas 2 hari SMRS

B. Keluhan tambahan Bengkak, mual

C. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati dengan keluhan sesak napas sejak 2 hari SMRS.Sesak dirasakan hilang timbul, sesak dirasakan ketika pasien melakukan aktivitas sehari-hari seperti jalan ke kamar mandi, sesak juga timbul saat pasien berjalan 1-2 meter, sesak berkurang jika pasien duduk.Sesak tidak disertai dengan suara ngik-ngik, sesak tidak berkurang ketika pasien melakukan perubahan posisi tubuhnya ke kanan maupun ke kiri.Pasien sering terbangun pada malam hari karena sesak, pasien memerlukan 2 buah bantal untuk tidur agar tidak sesak.Pasien juga mengeluh nyeri dada kiri, nyeri seperti di tusuktusuk menjalar sampai ke punggung dan lengan kiri.Timbul saat apapun dan hilang saat istirahat, nyeri timbul kurang lebih 5 menit.1 bulan SMRS pasien sering mengalami bengkak

pada kedua tungkainya.Bengkak tersebut hilang timbul sehingga pasien tidak terlalu memikirkan keluhan tersebut.Bengkak timbul sewaktu-waktu.Mual (+), muntah (-), batuk (), dahak (+) putih, darah (-), demam (-).BAK sering namun sedikit- sedikit, nyeri pada saat BAK (-), BAK darah (-).Pasien merasa BAK nya semakin sedikit, BAB tidak ada keluhan, BAB hitam (-).Pasien menyangkal adanya penurunan berat badan, banyak minum, BAK hanya sedikit dan cepat merasa lapar.Pasien menderita hipertensi sejak 1 tahun terakhir, mengkonsumsi obat-obatan hipertensi amlodipin dan furosemid namun tidak teratur dan jarang kontrol ke dokter.Gangguan penglihatan (+), kelemahan satu sisi tubuh (-). Adanya perdarahan (-).

D. Riwayat penyakit dahulu Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini Riwayat DM tidak diketahui Riwayat sakit jantung dan paru tidak diketahui. Riwayat stroke (-) Riwayat sakit kuning (-) Alergi (-), asma (-)

E. Riwayat penyakit keluarga DM, hipertensi, penyakit jantung dan paru disangkal. Alergi (-), asma (-)

F.

Riwayat kebiasaan Pasien seorang ibu rumah tangga, merokok(-), alcohol (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik pada saat pasien pertama di ruangan tanggal 21/1/2012 A. Keadaan Umum: Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran Sikap Kooperasi Berat badan : Kompos Mentis : Berbaring : Kooperatif : 80 kg

Tinggi badan BMI

: 156 cm : 32.9 ( obesitas )

Tekanan Darah : 200/110 mmHg Nadi Pernafasan Suhu B. Pemeriksaan Kepala dicabut Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, refleks cahaya langsung& tak langsung +/+, pupil bulat isokor 3mm/3mm Telinga : Normotia, nyeri tekan tragus -/-, serumen -/-, liang telinga : Deformitas (-), rambut hitam tersebar merata, tidak mudah : 84 x/ menit, regular, isi cukup, equal : 36 x/ menit, regular, kedalaman cukup : 36,8 C (axilla)

lapang, membran timpani intak Hidung : Septum deviasi (-), napas cuping hidung -/-, mukosa

hiperemis -/-, sekret -/Mulut : Sianosis (-), mukosa lembab, atrofi papil (-), faring

hiperemis (-), tonsil T1/T1 Leher Jantung Inspeksi Palpasi Sinistra Perkusi : Batas jantung kanan : ICS IV PSLD Batas jantung kiri : ICS VI 2 jari lateral linea midklavikula sinistra Pinggang jantung : ICS IV linea parasternalis sinistra Auskultasi : BJ I, II regular, murmur (-), gallop(+) Paru-paru Inspeksi Palpasi Perkusi : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi sela iga (-) : Ekspansi dada simetris, vokal fremitus simetris kanan=kiri : Sonor di kedua lapang paru : Pulsasi ictus cordis tidak terihat : Pulsasi ictus cordis teraba 2 jari lateral linea midklavikula : JVP 5 +2 cmH2O, KGB & tiroid tidak teraba membesar

Auskultasi : Vesikuler +/+, rh +/+ basah halus di basal, wh -/-

Abdomen Inspeksi : Buncit, gerakan pernapasan dinding perut (-), benjolan (-), spider nevi

(-), caput meduse (-) Palpasi : Lemas, hati tidak teraba membesar, nyeri tekan (-), limpa tidak teraba membesar Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas Akral hangat ++ , CRT < 2, edema pitting + + + +

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG A. LABORATORIUM (20-1-2012)

PEMERIKSAAN HEMATOLOGI Hemoglobin Hematokrit Lekosit Trombosit Eritrosit

HASIL

NILAI RUJUKAN

4.0g/dL 14% 16.8 ribu/ul 406 ribu/ul 1.54 juta/uL

11.7-15.5 33-45 5.0-10.0 150-440 3.80-5.20

VER/HER/KHER/RDW VER HER KHER RDW HITUNG JENIS Basofil 0% 0-1 93.2 fl 26.2 pg 28.1 g/dl 20.6 % 80.0-100.0 26.0-34.0 32.0-36.0 11.5-14.5

Eosinofil Netrofil Limfosit Monosit LUC Retikulosit HOMEOSTASIS APTT kontrol APTT PT Kontrol PT INR FUNGSI HATI SGOT SGPT Albumin FUNGSI GINJAL Asam urat darah Ureum Creatinin DIABETES GDS HbA1C LEMAK Trigliserida Kolesterol total Kolesterol HDL Kolesterol LDL

1% 89 % 6% 3% 1% 0.7 %

1-3 50-70 20-40 2-8 <4.5 0.5-1.5

30.5 detik 34.4 detik 17.1 detik 13.0 detik 1.44

33.9-46.1 12.7-16.1 -

13 U/l 6 U/l 3.60 g/dL

0-34 0-40 3.40-4.80

10.5 mg/dL 265 18.0

<7 20-40 0.6-1.5

144 mg/dl 4.5 %

70-140 4.5-6.3

155 mg/dL 170 mg/dL 36 mg/dL 102 mg/dL

<150 <200 37-92 <130

ELEKTROLIT DARAH Fosfor Natrium Kalium Klorida Kalsium total 10.50 mg/dL 139 mmol/l 7.14 mmol/l 115 mmol/l 7.10 mg/dL 2.4-5.10 135-147 3.10-5.10 95-108 8.80-10.20

MORFOLOGI DARAH Anemia bimorfik mikrositik hipokrom dan normositik normokromik, leukositosis TEPI

B. FOTO THORAX

Interpretasi : Kardiomegali dengan elongasi aorta ( HHD ) Edema paru Infiltrat di kedua lapang paru

C. Echocardiogram Katup katup jantung normal Dimensi ruang ruang jantung normal Global normokinetik

Fungsi sistolik RV dan LV baik, fungsi diastolic menurun

Kesan : HHD

D. EKG Irama Laju QRS Aksis Interval PR Gelombang P Sinus 68 x/menit Normoaksis 0.16 s Normal

Kompleks QRS ST Elevasi ST Depresi T Inverted RBBB LBBB

Normal V3-v6 -

V.

RESUME Anamnesis tgl 21/1/12 Pasien perempuan 51 tahun dibawa oleh keluarga dengan keluhan sesak napassejak 2 hari SMRS, ortopnea (+), dispnea on effort (+), paroxysmal nocturnal dispnea (+). Lemas

(+), jantung berdebar-debar (+). Pasien juga sering mengeluh nyeri dada kiri, nyeri seperti di tusuk-tusuk menjalar sampai ke punggung dan lengan kiri.Timbul saat apapun dan hilang saat istirahat, nyeri timbul kurang lebuh 5 menit.2 minggu SMRS Pasien juga mengeluh nafsu makannya menurun mual (+), muntah (-), nyeri ulu hati (-).Bengkak pada kedua kaki (+).BAK sering namun sedikit- sedikit, nyeri pada saat BAK (-), BAK darah (-).Pasien merasa BAK nya semakin sedikit, BAB tidak ada keluhan.Pasien menyangkal adanya penurunan berat badan, banyak minum, BAK hanya sedikit dan cepat merasa lapar.Batuk (+), dahak (+) putih, demam (-).Gangguan penglihatan (+), kelemahan satu sisi tubuh (-). Riwayat hipertensi (+) . riwayat sakit kuning (-), Kencing manis, penyakit jantung dan paru tidak diketahui.

Pemeriksaan fisik tgl 21/1/12 KU/Kes : TSS/CM TD: 200/ 110 mmHg Nadi: 84 x/ menit, regular, isi cukup, equal ;

Napas: 36 x/ menit, regular, kedalaman cukup ; Suhu: 36,8 C (axilla). Konjungtiva anemis +/+., JVP 5 +2 cmH2O, Batas-batas jantung melebar ; BJ I & II teraba membesar, Edema pitting + + regular, murmur (-),

gallop (+). Ronkhi +/+ basah halus di basal. Nyeri tekan (-) epigastrium, hati dan lien tidak

Pemeriksaan penunjang Laboratorium tgl 20/1/12 Kesan: anemia normositik normokrom, leukositosis (netrofilia, limfositopenia). Penurunan eritrosit.Peningkatan asam urat darah; ureum; kreatinin. Peningkatan fosfor, klorida dan kalsium total, Dislipidemia. EKG Kesan: T inverted V3-V6 Foto thoraks Kesan: kardiomegali, edema paru, infiltrar (+) dikedua lapang paru.

VI. DIAGNOSIS KERJA Hipertensi emergency dengan HHD AKI dd/ Acute on CKD Anemia gravis CHF fc IV

CAD anteroseptal Sindrom dispepsi CAP Dyslipidemia

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN DPL serial AGD serial Pemeriksaan profil lipid, Ur, Cr, GDS, GDP, retikulosit, elektrolit Pemeriksaan UL, CCT ukur, Pemeriksaan sputum BTA USG abdomen Rontgen thorax ulang 7 hari post antibiotik EKG serial

VIII. PENATALAKSANAAN Non medikamentosa: Posisi duduk O2 nasal kanul 4 L/mnt Diet jantung 2200 kkal Protein 0,8 gr/kg/hr Diet rendah natrium Restriksi cairan 500 cc/ hari Konsul jantung Konsul mata Pasang folley cateter Medikamentosa: Transfusi PRC 300 cc/hari dengan premedikasi furosemide 20 mg IV. IVFD furosemide 240 mg drip 10mg/jam2 cc/jam dalam NS NTG 50 mg dalam NS 50 cc 0,3 cc/jam

Captopril 3x12,5 mg ISDN 3x5 mg Ascardia 1x80 mg Simvastatin 1x20 mg Ranitidine 2x150 mg Antacid 3xCI Ceftriakson 1x2gr iv Azitromicin 1x500 mg Ambroksol 3x1 tab

IX. PROGNOSIS Ad Vitam Ad Functionam Ad Sanactionam : Dubia : Malam : Malam

FOLLOW UP 23-1-2012

Subjective

Sesak berkurang, Pusing, Badan lemas, mual (+), muntah (+), nafsu makan menurun, nyeri ulu hati.

Objective

KU : Tampak sakit sedang KS : Compos mentis TD : 210/110 mmHg Nadi : 84x/ menit Suhu : 36,5 C Frekuensi pernapasan : 24x/menit Mata : konjungtifa pucat +/+, Sklera ikterik -/Leher : JVP 5+2 cmH20, KGB tidak teraba membesar Paru : Sn Vesikuler +/+, rh +/+ basah kasar dibasal, wh -/Jantung : BjI-II reguler, murmur-, gallop Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan + di epigastrium, hepar dan lien tidak teraba membesar, BU +N, shifting

dullness (-). Ekstremitas : akral hangat, edem +/+ kedua tungkai, CRT < 2 Assessment Hipertensi emergency dgn HHD Anemia gravis CHF fc. IV AKI dd/ acute on CKD CAD anteroseptal Sindrom dyspepsia CAP Planning a. Rdx/ Echocardiografi, lipid profile, SGOT, SGPT, AGD, elektrolit, USG abdomen, bilirubin, cek DPL, morfologi darah tepi, retikulosit, ureum/creatinin serial, UL, PKU, CCT ukur, sputum BTA, MOR, gram, rontgen thoraks ulang pasca 5-7 hari antibiotic, konsul mata. b. Rtx O2 4L/m dengan nasal kanul Diet Jantung 2200 kkal, 0,8 gr protein/KgBB/hari Posisi duduk Transfusi PRC 300 cc/hari dengan premedikasi furosemide 20 mg IV. IVFD furosemide 240 mg drip 10mg/jam2 cc/jam dalam NS NTG 50 mg dalam NS 50 cc 0,3 cc/jam Captopril 3x12,5 mg ISDN 3x5 mg Ascardia 1x80 mg Simvastatin 1x20 mg Ranitidine 2x150 mg Antacid 3xCI Ceftriakson 1x2gr iv Azitromicin 1x500 mg Ambroksol 3x1 tab

24-1-2012

Subjective

Sesak (+), Pusing, Badan lemas, mual (+), muntah (+), nafsu makan membaik, nyeri ulu hati (-)

Objective

KU : Tampak sakit sedang KS : Compos mentis TD : 220/110 mmHg Nadi : 92x/ menit Suhu : 36 C Frekuensi pernapasan : 24x/menit Mata : konjungtifa pucat +/+, Sklera ikterik -/Leher : JVP 5+0 cmH20, KGB tidak teraba membesar Paru : Sn Vesikuler +/+, rh +/+ basah kasar dibasal, wh -/Jantung : BjI-II reguler, murmur-, gallop Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan (), hepar dan lien tidak teraba membesar, BU +N, shifting dullness (-).

Ekstremitas : akral hangat, edem +/+ kedua tungkai, CRT < 2

Assessment

Hipertensi emergency dgn HHD Anemia gravis CHF fc. IV AKI dd/ acute on CKD CAD anteroseptal Sindrom dyspepsia CAP

Planning

c. Rdx/ Echocardiografi, AGD, elektrolit, USG abdomen, bilirubin, cek DPL, ureum/creatinin serial, UL, PKU, CCT ukur, sputum BTA, MOR, gram, rontgen thoraks ulang pasca 5-7 hari antibiotic, konsul mata, raber kardio. d. Rtx

O2 4L/m dengan nasal kanul Diet Jantung 2200 kkal, 0,8 gr protein/KgBB/hari UMU BC -500 cc/hari Restriksi cairan 500cc/hari Pro HD CITO Posisi duduk Transfusi PRC 300 cc/hari dengan premedikasi furosemide 20 mg IV.target Hb 9 mg/dl

Furosemide 3x60 mg iv Captopril 3x25 mg Clonidine 2x0,075 mg Amlodipin 1x10 mg ISDN 3x5 mg Ascardia 1x80 mg Simvastatin 1x20 mg Ranitidine 2x150 mg Antacid 3xCI Ceftriakson 1x2gr iv Azitromicin 1x500 mg Ambroksol 3x1 tab As.folat 5 mg 1x3 tab B12 3x50 mcg Bicnat 3x1000 mg CaCo3 3x 500 mg

Hasil Lab 23-1-2012

PEMERIKSAAN

HASIL

NILAI RUJUKAN

HEMATOLOGI Hemoglobin 6.3 g/dL 11.7-15.5

Hematokrit Lekosit Trombosit Eritrosit

21 % 20.1 ribu/ul 306 ribu/ul 2.23 juta/uL

33-45 5.0-10.0 150-440 3.80-5.20

VER/HER/KHER/RDW VER HER KHER RDW 93.8 fl 28.2 pg 30.0 g/dl 17.8 % 80.0-100.0 26.0-34.0 32.0-36.0 11.5-14.5

25-1-2012

Subjective Objective

Sesak (+) KU : Tampak sakit sedang KS : Compos mentis TD : 170/90 mmHg Nadi : 96x/ menit Suhu : 36 C Frekuensi pernapasan : 32x/menit Mata : konjungtifa pucat +/+, Sklera ikterik -/Leher : JVP 5+0 cmH20, KGB tidak teraba membesar Paru : Sn Vesikuler +/+, rh +/+ basah kasar dibasal, wh -/Jantung : BjI-II reguler, murmur-, gallop Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan (), hepar dan lien tidak teraba membesar, BU +N, shifting dullness (-). Ekstremitas : akral hangat, edem +/+ kedua tungkai, CRT < 2

Assessment

CHF fc. III (perbaikan) Acute on CKD dd/AKI Anemia Gravis Hipertensi gr II dengan HHD CAD anteroseptal CAP Sindrom dyspepsia Dyslipidemia

Planning

e. Rdx/ Echocardiografi, AGD, elektrolit, USG abdomen, bilirubin, cek DPL, ureum/creatinin serial, UL, PKU, CCT ukur, sputum BTA, MOR, gram, rontgen thoraks ulang pasca 5-7 hari antibiotic, konsul mata, raber kardio. f. Rtx O2 4L/m dengan nasal kanul Diet Jantung 2200 kkal, 0,8 gr protein/KgBB/hari UMU BC -500 cc/hari Restriksi cairan 500cc/hari Pro HD CITO Posisi duduk Transfusi PRC 300 cc/hari dengan premedikasi furosemide 20 mg IV.target Hb 9 mg/dl Furosemide 3x60 mg iv Captopril 3x25 mg Clonidine 2x0,075 mg Amlodipin 1x10 mg ISDN 3x5 mg Ascardia 1x80 mg Simvastatin 1x20 mg Ranitidine 2x150 mg Antacid 3xCI Ceftriakson 1x2gr iv Azitromicin 1x500 mg Ambroksol 3x1 tab

As.folat 5 mg 1x3 tab B12 3x50 mcg Bicnat 3x1000 mg CaCo3 3x 500 mg

LAB 24-1-2012

PEMERIKSAAN

HASIL

NILAI RUJUKAN

HEMATOLOGI Hemoglobin Hematokrit Lekosit Trombosit Eritrosit 6.6g/dL 22% 18.7 ribu/ul 310 ribu/ul 2.34 juta/uL 11.7-15.5 33-45 5.0-10.0 150-440 3.80-5.20

VER/HER/KHER/RDW VER HER KHER RDW HITUNG JENIS Basofil 0% 0-1 92.3 fl 28.1 pg 30.4 g/dl 18.1 % 80.0-100.0 26.0-34.0 32.0-36.0 11.5-14.5

Eosinofil Netrofil Limfosit Monosit LUC FUNGSI GINJAL Ureum darah Creatinin darah ELEKTROLIT DARAH Natrium Kalium Klorida SERO-IMUNOLOGI HEPATITIS HbsAg Anti HCV AGD pH PCO2 PO2 BP HCO3

2% 88 % 6% 3% 1%

1-3 50-70 20-40 2-8 <4.5

278 mg/dL 21.8 mg/dL

20-40 0.6-1.5

145 mmol/l 5.09 mmol/l 123 mmol/l

135-147 3.10-5.10 95-108

Negative Negative

7.233 22.6 141.8 751.0 9.3

7.370-7440 35.0-45.0 83.0-108.0 21.0-28.0

O2 saturasi BE Total CO2

96.4 -16.1 10.0

95.0-99.0 -2.5 2.5 19.0-24.0

26-1-2012 Subjective Objective Sesak (+) KU : Tampak sakit sedang KS : Compos mentis TD : 180/100 mmHg Nadi : 96x/ menit Suhu : 36 C Frekuensi pernapasan : 32x/menit Mata : konjungtifa pucat +/+, Sklera ikterik -/Leher : JVP 5+0 cmH20, KGB tidak teraba membesar Paru : Sn Vesikuler +/+, rh +/+ basah kasar dibasal, wh -/Jantung : BjI-II reguler, murmur-, gallop Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan (), hepar dan lien tidak teraba membesar, BU +N, shifting dullness (-). Ekstremitas : akral hangat, edem +/+ kedua tungkai, CRT < 2 Assessment CHF fc. III Acute on CKD Anemia Gravis Hipertensi gr II dengan HHD CAD anteroseptal CAP Sindrom dyspepsia Dyslipidemia

Planning

g. Rdx/ UL, PKU, CCT ukur, sputum BTA, MOR, gram, rontgen thoraks ulang pasca 5-7 hari antibiotic, konsul mata, raber kardio. h. Rtx O2 4L/m dengan nasal kanul Diet Jantung 2200 kkal, 0,8 gr protein/KgBB/hari UMU BC -500 cc/hari Restriksi cairan 500cc/hari Pro HD CITO Posisi duduk Transfusi PRC 300 cc/hari dengan premedikasi furosemide 20 mg IV.target Hb 9 mg/dl Furosemide 3x60 mg iv Captopril 3x25 mg Clonidine 2x0,075 mg Amlodipin 1x10 mg ISDN 3x5 mg Ascardia 1x80 mg Simvastatin 1x20 mg Ranitidine 2x150 mg Antacid 3xCI Cefotaxim 3x1 gr iv Azitromicin 1x500 mg Ambroksol 3x1 tab As.folat 5 mg 1x3 tab B12 3x50 mcg Bicnat 3x500mg CaCo3 3x 500 mg

27-1-2012 Subjective Objective Sesak (+) berkurang KU : Tampak sakit sedang KS : Compos mentis TD : 170/100 mmHg Nadi : 98x/ menit Suhu : 36 C Frekuensi pernapasan : 24x/menit Mata : konjungtifa pucat +/+, Sklera ikterik -/Leher : JVP 5+0 cmH20, KGB tidak teraba membesar Paru : Sn Vesikuler +/+, rh +/+ basah kasar dibasal, wh -/Jantung : BjI-II reguler, murmur-, gallop Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan (), hepar dan lien tidak teraba membesar, BU +N, shifting dullness (-). Ekstremitas : akral hangat, edem +/+ kedua tungkai, CRT < 2 Assessment CHF fc. III Acute on CKD Anemia Gravis Hipertensi gr II dengan HHD CAD anteroseptal CAP Sindrom dyspepsia Dyslipidemia Planning i. Rdx/ UL, PKU, CCT ukur, sputum BTA, MOR, gram, rontgen thoraks ulang pasca 5-7 hari antibiotic, konsul mata, raber kardio. j. Rtx O2 4L/m dengan nasal kanul Diet Jantung 2200 kkal, 0,8 gr protein/KgBB/hari UMU BC -500 cc/hari Restriksi cairan 500cc/hari

Pro HD CITO Posisi duduk Transfusi PRC 300 cc/hari dengan premedikasi furosemide 20 mg IV.target Hb 9 mg/dl

Furosemide 3x60 mg iv Captopril 3x25 mg Clonidine 2x0,075 mg Amlodipin 1x10 mg ISDN 3x5 mg Ascardia 1x80 mg Simvastatin 1x20 mg Ranitidine 2x150 mg Antacid 3xCI Cefotaxim 3x1 gr iv Azitromicin 1x500 mg Ambroksol 3x1 tab As.folat 5 mg 1x3 tab B12 3x50 mcg Bicnat 3x500mg CaCo3 3x 500 mg

30-1-2012 Subjective Objective Sesak (+) berkurang KU : Tampak sakit sedang KS : Compos mentis TD : 180/100 mmHg Nadi : 88x/ menit Suhu : 36,3 C Frekuensi pernapasan : 24x/menit Mata : konjungtifa pucat +/+, Sklera ikterik -/Leher : JVP 5+0 cmH20, KGB tidak teraba membesar

Paru : Sn Vesikuler +/+, rh +/+ basah kasar dibasal, wh -/Jantung : BjI-II reguler, murmur-, gallop Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan (), hepar dan lien tidak teraba membesar, BU +N, shifting dullness (-).

Ekstremitas : akral hangat, edem +/+ kedua tungkai, CRT < 2

Assessment

CHF fc. III Acute on CKD Anemia Gravis Hipertensi gr II dengan HHD CAD anteroseptal CAP Sindrom dyspepsia Dyslipidemia

Planning

k. Rdx/ UL, PKU, CCT ukur, sputum BTA, MOR, gram, rontgen thoraks ulang pasca 5-7 hari antibiotic, konsul mata, raber kardio. l. Rtx O2 4L/m dengan nasal kanul Diet Jantung 2200 kkal, 0,8 gr protein/KgBB/hari UMU BC -500 cc/hari Restriksi cairan 500cc/hari Pro HD CITO Posisi duduk Transfusi PRC 300 cc/hari dengan premedikasi furosemide 20 mg IV.target Hb 9 mg/dl Furosemide 3x60 mg iv Captopril 3x25 mg Clonidine 2x0,075 mg Amlodipin 1x10 mg ISDN 3x5 mg Ascardia 1x80 mg Simvastatin 1x20 mg

Ranitidine 2x150 mg Antacid 3xCI Cefotaxim 3x1 gr iv Azitromicin 1x500 mg Ambroksol 3x1 tab As.folat 5 mg 1x3 tab B12 3x50 mcg Bicnat 3x500mg CaCo3 3x 500 mg

31-1-2012

Subjective Objective

Sesak (+) berkurang KU : Tampak sakit sedang KS : Compos mentis TD : 170/100 mmHg Nadi : 88x/ menit Suhu : 36,1 C Frekuensi pernapasan : 24x/menit Mata : konjungtifa pucat +/+, Sklera ikterik -/Leher : JVP 5+0 cmH20, KGB tidak teraba membesar Paru : Sn Vesikuler +/+, rh +/+ basah kasar dibasal, wh -/Jantung : BjI-II reguler, murmur-, gallop Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan (), hepar dan lien tidak teraba membesar, BU +N, shifting dullness (-). Ekstremitas : akral hangat, edem -/-, CRT < 2 CHF fc. II III (perbaikan) Acute on CKD Anemia Hipertensi gr II dengan HHD CAD anteroseptal CAP

Assessment

Sindrom dyspepsia Dyslipidemia Planning Rdx/ UL, PKU, CCT ukur, sputum BTA, MOR, gram, rontgen thoraks ulang pasca 5-7 hari antibiotic, konsul mata, raber kardio. Rtx O2 4L/m dengan nasal kanul Diet Jantung 2200 kkal, 0,8 gr protein/KgBB/hari UMU BC -500 cc/hari Restriksi cairan 500cc/hari Pro HD CITO Posisi duduk Transfusi PRC 300 cc/hari dengan premedikasi furosemide 20 mg IV.target Hb 9 mg/dl Furosemide 3x60 mg iv Captopril 3x25 mg Clonidine 2x0,075 mg Amlodipin 1x10 mg ISDN 3x5 mg Ascardia 1x80 mg Simvastatin 1x20 mg Ranitidine 2x150 mg Antacid 3xCI Cefotaxim 3x1 gr iv Azitromicin 1x500 mg Ambroksol 3x1 tab As.folat 5 mg 1x3 tab B12 3x50 mcg Bicnat 3x500mg CaCo3 3x 500 mg

LAB 31-1-2012 PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN HEMATOLOGI Hemoglobin Hematokrit Lekosit Trombosit Eritrosit 7.2 g/dL 23 % 12.6 ribu/ul 192 ribu/ul 2.59 juta/uL 11.7-15.5 33-45 5.0-10.0 150-440 3.80-5.20

VER/HER/KHER/RDW VER HER KHER RDW 90.0 fl 27.7 pg 30.8 g/dl 18.1 % 80.0-100.0 26.0-34.0 32.0-36.0 11.5-14.5

1-2-2012 Subjective Objective Sesak (+) berkurang KU : Tampak sakit sedang KS : Compos mentis TD : 140/90 mmHg Nadi : 98x/ menit Suhu : 36,3 C Frekuensi pernapasan : 24x/menit Mata : konjungtifa pucat +/+, Sklera ikterik -/Leher : JVP 5+0 cmH20, KGB tidak teraba membesar Paru : Sn Vesikuler +/+, rh +/+ basah kasar dibasal, wh -/-

Jantung : BjI-II reguler, murmur-, gallop Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan (), hepar dan lien tidak teraba membesar, BU +N, shifting dullness (-). Ekstremitas : akral hangat, edem -/-, CRT < 2

Assessment

CHF fc. II III (perbaikan) Acute on CKD Anemia Hipertensi gr II dengan HHD CAD anteroseptal CAP Sindrom dyspepsia Dyslipidemia

Planning

Rdx/ UL, PKU, CCT ukur, sputum BTA, MOR, gram, rontgen thoraks ulang pasca 5-7 hari antibiotic, konsul mata, raber kardio. Rtx O2 4L/m dengan nasal kanul Diet Jantung 2200 kkal, 0,8 gr protein/KgBB/hari UMU BC -500 cc/hari Restriksi cairan 500cc/hari Pro HD CITO Posisi duduk Transfusi PRC 300 cc/hari dengan premedikasi furosemide 20 mg IV.target Hb 9 mg/dl Furosemide 3x60 mg iv Captopril 3x25 mg Clonidine 2x0,075 mg Amlodipin 1x10 mg ISDN 3x5 mg Ascardia 1x80 mg Simvastatin 1x20 mg Ranitidine 2x150 mg Antacid 3xCI

Cefotaxim 3x1 gr iv Azitromicin 1x500 mg Ambroksol 3x1 tab As.folat 5 mg 1x3 tab B12 3x50 mcg Bicnat 3x500mg CaCo3 3x 500 mg

LAB 1-2-2012 FUNGSI GINJAL Ureum darah Creatinin darah ELEKTROLIT DARAH Natrium Kalium Klorida AGD pH PCO2 PO2 BP HCO3 O2 saturasi BE Total CO2 7.255 25.5 100.0 755.0 11.1 96.8 -14.2 11.8 7.370-7440 35.0-45.0 83.0-108.0 21.0-28.0 95.0-99.0 -2.5 2.5 19.0-24.0 146 mmol/l 4.54 mmol/l 108 mmol/l 135-147 3.10-5.10 95-108 349 mg/dL 21.0 mg/dL 20-40 0.6-1.5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA HIPERTENSI EMERGENCY

Pendahuluan Hipertensi adalah salah satu dari penyakit kronik yang paling sering ditemukan di Amerika Serikat, yang mengenai hampir 30% populasi yang berusia > 20 tahun.Hipertensi kronik telah diketahui sebagai faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular, serebrovaskuloar, dan ginjal.Sedangkan peningkatan tekanan darah yang akut dapat menyebabkan kerusakan organ target yang disertai dengan morbiditas yang signifikan.Hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi merupakan kasus yang cukup sering ditemukan oleh dokter dalam praktik klinis sehari-hari.Pengenalan dini, evaluasi, dan terapi yang tepat sangat penting dalam mencegah kerusakan organ target.

Definisi Klasifikasi dan pendekatan diagnostik hipertensi selalu mengalami peninjauan secara berkala oleh theJoint National Committee (JNC) on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (lihat tabel 1)2Dalam laporan terakhirnya, yaitu JNC 7, meskipun tidak disebutkan secara spesifik, pasien dengan tekanan darah sistolik >179 mmHg atau tekanan darah diastolik >109 mmHg dianggap mengalami krisis hipertensi. Laporan JNC pada tahun 1993 menyebutkan klasifikasi operasional krisis hipertensi sebagai hipertensi emergensi (kegawatan hipertensi) atau hipertensi urgensi (hipertensi mendesak).Klasifikasi ini sampai sekarang masih dipakai.Hipertensi berat dikategorikan sebagai hipertensi emergensi apabila ditemukan adanya kerusakan organ target yang bersifat akut, sedangkan apabila tidak ditemukan keterlibatan organ target yang akut, maka digolongkan sebagai hipertensi urgensi.

Membedakan antara hipertensi urgensi dengan emergensi sangat penting dalam menetapkan rencana terapi. Pasien dengan hipertensi urgensi harus diturunkan tekanan darahnya dalam 24 sampai 48 jam, sedangkan pasien dengan hipertensi emergensi harus diturunkan tekanan darahnya sesegera mungkin, meskipun tidak sampai ke level normal. Istilah hipertensi maligna dahulu digunakan untuk menggambarkan sindrom yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah yang disertai dengan ensefalopati atau nefropati akut.Istilah ini sudah tidak lagi digunakan dalam panduan National and International Blood Pressure Control dan termasuk dalam hipertensi emergensi. Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi menurut JNC 7 Klasifikasi Tekanan Darah Normal Prehipertensi Hipertensi Derajat 1 Hipertensi Derajat 2 Tekanan Darah Sistolik < 120 mmHg 120 139 mmHg 140 159 mmHg 160 mmHg Tekanan Darah Diastolik dan < 80 mmHg atau 80 89 mmHg atau 90 99 mmHg atau 100 mmHg

Prevalensi Hipertensi emergensi pertama kali dilaporkan oleh Volhard dan Fahr pada tahun 1914, yang menemukan pasien dengan hipertensi berat yang disertai dengan tanda-tanda jejas vaskular di jantung, otak, retina, dan ginjal.Sindrom ini mempunyai perjalanan klinik yang fatal, yang berakhir dengan serangan jantung, gagal ginjal, atau strok.Akan tetapi, baru pada tahun 1939, penelitian besar yang pertama mengenai perjalanan alamiah hipertensi emergensi dipublikasikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hipertensi emergensi yang tidak ditatalaksana memiliki angka mortalitas satu tahun mencapai 79%, dengan median survival sebesar 10,5 bulan. Sebelum pengobatan antihipertensi diperkenalkan, kurang lebih 7% pasien hipertensi mengalami hipertensi emergensi. Saat ini, diperkirakan 1-2% pasien hipertensi akan mengalami periode hipertensi emergensi selama hidupnya. Di Amerika Serikat, jumlah kasus hipertensi emergensi meningkat sejalan dengan peningkatan hipertensi esensial, dan terutama lebih tinggi pada lansia dan African American, dengan laki-laki dua kali lebih sering daripada wanita. Mayoritas pasien yang datang dengan hipertensi emergensi ke unit gawat darurat suatu rumah sakit telah didiagnosis hipertensi sebelumnya dalam meminum obat antihipertensi.Akan tetapi, banyak di antara pasien-pasien

ini yang tidak melakukan kontrol tekanan darah secara teratur.Kekurangan dokter pada pelayanan primer dan ketidaktaatan terhadap pengobatan antihipertensi merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi emergensi. Prevalensi hipertensi pada usia > 18 tahun di Indonesia berdasarkan laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2007 adalah sebesar 31,7%.Hipertensi juga merupakan penyakit terbanyak nomor tiga pada pasien rawat jalan di rumah sakit di Indonesia pada tahun 2005.Mengingat besarnya masalah ini, penting bagi dokter-dokter dan petugas kesehatan untuk mengetahui bagaimana menangani krisis hipertensi secara cepat dan tepat.

Patofisiologi Hipertensi berat akut dapat terjadi de novo atau dapat menjadi komplikasi dari hipertensi esensial atau hipertensi sekunder.Faktor yang menyebabkan peningkatan tekanan darah secara cepat dan berat pada pasien krisis hipertensi masih belum banyak diketahui.Kecepatan onset terjadinya hipertensi emergensi menggambarkan adanya faktor pemicu yang terjadi pada hipertensi yang sudah ada sebelumnya.Krisis hipertensi dimulai dengan peningkatan resistensi vaskular secara mendadak yang berhubungan dengan vasokostriksi humoral.Akibat peningkatan tekanan darah tersebut, terjadi stres mekanik dan jejas endotel yang menyebabkan peningkatan permeabilitas, aktivasi kaskade koagulasi dan trombosit, serta deposisi fibrin.Seiring dengan peningkatan tekanan darah yang berat, terjadi jejas endotel yang semakin berat dan nekrosis fibrinoid arteriol. Proses ini menyebabkan iskemia dan pelepasan mediator vasoaktif lagi yang menyebabkan kembali berulangnya lingkaran setan dari jejas vaskular. Tekanan darah yang tinggi juga menyebabkan natriuresis spontan yang dapat menyebabkan terjadinya deplesi volume intravaskular yang kemudian mengaktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) dan menyebabkan vasokonstriksi yang lebih berat serta produksi sitokin proinflamasi, seperti interleukin-6.Seluruh mekanisme ini dapat berakhir dengan hipoperfusi, iskemia, dan disfungsi organ target yang bermanifestasi sebagai hipertensi emergensi.

Manifestasi Klinis Sebagian besar pasien telah memiliki tekanan darah yang tinggi selama beberapa tahun sebelum mereka datang dengan hipertensi emergensi.Manifestasi klinis hipertensi emergensi berhubungan secara langsung dengan disfungsi organ target tertentu (tabel 2).

Tabel 2. Manifestasi Klinis Hipertensi Emergensi Ensefalopati hipertensif Diseksi aorta akut Infark miokardial akut Sindrom koroner akut Edema pulmoner dengan gagal napas Pre-eklampsia berat, sindroma HELLP, eklampsia Gagal ginjal akut Anemia hemolitik mikroangiopati APH *HELLP = hemolysis, elevated liver enzymes, low platelets Oleh karena itu, gejala dan tanda hipertensi emergensi bervariasi dari satu pasien ke pasien lainnya.Zampaglione dkk melaporkan bahwa gejala hipertensi emergensi yang paling saering adalah nyeri dada (27%), sesak napas (22%), dan defisit neurologi (21%).Tidak ada batas tekanan darah tertentu yang dihubungkan dengan terjadinya hipertensi emergensi.Akan tetapi, disfungsi organ jarang terjadi pada tekanan darah diastolik (TDD) <130 mmHg (kecuali pada anak-anak dan kehamilan). Level absolut tekanan darah tidak terlalu penting bila dibandingkan dengan kecepatan peningkatan tekanan darah. Sebagai contoh, pada pasien dengan hipertensi menahun, tekanan darah sistolik (TDS) 200 mmHg atau TDD 150 mmHg dapat ditoleransi dengan baik tanpa terjadinya ensefalopati hipertensif. Sebaliknya, pada anak-anak dan wanita hamil, ensefalopati dapat terjadi pada TDD 100 mmHg. Evaluasi Klinis Pasien dengan hipertensi emergensi biasanya datang berobat karena munculnya gejala baru yang berhubungan dengan peningkatan tekanan darah yang mereka alami. Proses anamnesis dan pemeriksaan fisik harus dilakukan secara cepat untuk menghindari kerusakan

organ target. Anamnesis sebaiknya terfokus pada riwayat penyakit dahulu dan penggunaan obat-obatan, termasuk obat-obat over the counter (OTC).Apabila pasien diketahui memiliki penyakit hipertensi, pada anamesis perlu digali mengenai riwayat hipertensi pasien, kontrol sebelumya, riwayat kerusakan organ target, pengobatan antihipertensi saat ini (termasuk dosis dan ketaatan dalam minum obat), dan waktu terakhir pasien meminum obat

antihipertensinya.Selain itu, sebaiknya ditanyakan juga mengenai adanya penggunaan obatobat rekreasional, seperti amfetamin dan kokain) atau obat golongan monoamine oxidase inhibitor (MAO-inhibitor). Dokter juga harus menanyakan gejala-gejala spesifik yang terkait dengan gangguan fungsi organ target, antara lain nyeri dada (iskemia miokard atau infark, diseksi aorta), nyeri punggung (diseksi aorta), sesak napas (edema paru atau gagal jantung kongestif), dan gejalagejala neurologik, seperti kejang, atau perubahan tingkat kesadaran (ensefalopati hipertensif). Gejala gagal jantung maupun iskemia miokard yang tidak spesifik pun, seperti batuk atau mudah lelah juga perlu ditanyakan. Pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan oleh dokter di kedua lengan dengan menggunakan manset yang sesuai.Manset dengan ukuran yang sesuai sangat penting karena penggunaan manset yang terlalu kecil untuk lengan dapat meningkatkan pembacaan tekanan darah pada pasien yang gemuk.Apabila terdapat perbedaan tekanan darah yang bermakna di antara kedua lengan, perlu dicurigai adanya diseksi aorta. Pemeriksaan fisik juga perlu dilakukan untuk menilai adanya kerusakan organ target.Pemeriksaan mata, khususnya funduskopi, sangat bermanfaat karena dapat membedakan hipertensi emergensi dengan hipertensi urgensi.Adanya perdarahan, eksudat, atau edema papil menunjukkan hipertensi emergensi.Pemeriksaan kardiovaskular terutama difokuskan untuk mendeteksi adanya gagal jantung (peningkatan tekanan vena jugularis, rhonki basah, atau gallop).Selain itu, perlu dilakukan juga pemeriksaan auskultasi abdomen untuk mendeteksi adanya bruit pada arteri renalis.Berdasarkan pemeriksaan ini, seorang klinisi harus dapat membedakan antara hipertensi emergensi atau urgensi dan membuat rencana diagnostik serta tatalaksana selanjutnya. Pemeriksaan neurologik harus dapat menilai tingkat kesadaran, tanda-tanda iritasi meningen, lapang pandang, dan gejala neurologik fokal.Sakit kepala dan perubahan status mental merupakan manifestasi ensefalopati hipertensif.Kelainan neurologik fokal, khususnya tanda-tanda lateralisasi, jarang ditemukan pada ensefalopati hipertensif dan lebih mengarah

pada adanya cerebrovascular accident.Perdarahan subaraknoid perlu dipikirkan pada pasien yang datang dengan sakit kepala hebat yang mendadak.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang lanjutan yang penting meliputi pengukuran kadar ureum, kreatinin, dan elektrolit serum, pemeriksaan darah perifer lengkap (termasuk pemeriksaan apus darah tepi untuk menilai adanya hemolisis), elektrokardiogram (EKG), radiografi dada, dan urinalisis. Pada beberapa kasus, pengukuran aktivitas renin plasma dan aldosteron pada saat pemeriksaan awal dapat sangat berguna untuk diagnosis selanjutnya. Apabila gambaran klinis mengarah pada diseksi aorta (nyeri dada berat, nadi yang tidak sama, mediastinum yang melebar), pemeriksan CT scan dengan kontras atau MRI dada harus segera dilakukan untuk menyingkirkan diseksi aorta. Meskipun ekokardiografi transesofageal memiliki sensitivitas dan spesifitas yang baik untuk diseksi aorta, pemeriksaan ini tidak boleh dilakukan sampai tekanan darah terkendali.Pada pasien yang datang dengan edema pulmoner, pemeriksaan ekokardiogram perlu dilakukan untuk membedakan antara disfungsi diastolik, disfungsi sistolik transien, atau regurgitasi mitral. Banyak pasien, terutama pasien usia lanjut, memiliki fraksi ejeksi yang normal, dan gagal jantung pada pasien-pasien ini umumnya disebabkan oleh disfungsi diastolik terisolasi. Manajemen pasien seperti ini berbeda dengan pasien dengan disfungsi sistolik maupun dengan regurgitasi mitral (Tabel 3).

Terapi Inisial untuk Tekanan Darah Sampai saat ini belum ada uji klinik besar yang meneliti mengenai terapi optimal pasien hipertensi emergensi maupun urgensi. Penelitian seperti ini akan sulit dilakukan dan akan menjadi kompleks karena adanya heterogenitas pasien dan penyakit. Oleh karena itu, terapi umumnya tidak diberikan berdasarkan evidence-based, melainkan hanya berdasarkan konsensus.Manajemen pasien dengan krisis hipertensi harus disesuaikan dengan keadaan masing-masing pasien dan tidak hanya berdasarkan nilai absolut tekanan darah, melainkan juga berdasarkan adanya kerusakan organ target (atau adanya ancaman terjadinya kerusakan organ target).

Tabel 3. Agen Antihipertensi yang Direkomendasikan untuk Krisis Hipertensi Keadaan Edema pulmoner akut/disfungsi sistolik Edema pulmoner akut/disfungsi diastolik Agen Antihipertensi Terpilih

Nikardipin, fenoldopam, atau nitroprusid dikombinasi dengan nitrogliserin dan diuretik loop Esmolol, metoprolol, labetalol, atau verapamil dikombinasi dengan nitrogliserin dosis rendah dan diuretik loop Labetalol atau esmolol dikombinas dengan nitrogliserin Iskemia miokardial akut Nikardipin, labetalol, atau fenoldopam Ensefalopati hipertensif Labetalol atau kombinasi nikardipin dan esmolol atau Diseksi aorta akut kombinasi nitroprusid dengan esmolol atau metoprolol iv Labetalol atau nikardipin Pre-eklampsia, eklampsia Gagal ginjal akut / anemia Nikardipin atau fenoldopam mikroangiopati Krisis simpatis/ overdosis Verapamil, diltiazem, atau nikardipin dikombinasi dengan benzodiazepin kokain Acute perioperative Esmolol, nikardipin, atau labetalol hypertension Stroke iskemik akut/ Nikardipin, labetalol, atau fenoldopam perdarahan intraserebral

Hipertensi Urgensi Sebagian besar pasien yang terdeteksi memiliki hipertensi berat (TDD >109 mmHg) pada saat pemeriksaan awal, ternyata tidak terbukti mengalami kerusakan organ target (hipertensi urgensi). Karena tidak ada kerusakan organ target akut, pasien-pasien ini umumnya datang untuk keluhan lain dan tekanan darah yang tinggi mungkin merupakan awal terdiagnosisnya suatu hipertensi kronik. Pada pasien-pasien ini, penggunaan obat-obat oral untuk menurunkan tekanan darah secara perlahan dalam 24-48 jam merupakan pendekatan tatalaksana yang terbaik.Penurunan tekanan darah secara cepat pada pasien hipertensi urgensi berhubungan dengan morbiditas yang signifikan.Sebagian besar pasien hipertensi urgensi maupun emergensi telah terbiasa dengan keadaan hipertensi kronik sehingga telah terjadi pergeseran kurva autoregulasi tekanan darah - aliran darah pada critical arterial beds (serebral, koroner, dan renal) ke arah kanan (Gambar 1).Pada pasien hipertensi kronik, terjadi pergeseran kurva autoregulasi ke kanan, sehingga apabila tekanan darah turun secara mendadak hingga melampaui mekanisme autoregulasi, dapat terjadi penurunan perfusi yang bermakna dan menyebabkan iskemia dan infark.Oleh karena itu, penurunan tekanan

darah harus dilakukan dengan perlahan dan terkontrol untuk mencegah hipoperfusi organ.

Gambar 1. Autoregulasi Serebral pada Pasien Normotensif dan Hipertensi Kronik

Sumber: Varon J, Marik PE. Clinical review: the management of hypertensive crises. Critical care 2003; 7:374-84.

Pencegahan penurunan tekanan darah yang berlebihan khususnya sangat penting pada pasien yang berisiko tinggi untuk mengalami komplikasi hipotensi, seperti pasien usia lanjut, pasien dengan penyakit vaskular perifer yang berat, dan mereka yang diketahui memiliki aterosklerosis berat dan penyakit intrakranial. Tujuan penurunan tekanan darah adalah mencapai tekanan darah 160/110 mmHg dalam beberapa jam sampai beberapa hari. Tekanan arteri rata-rata (mean arterial pressure/ MAP) harus diturunkan tidak lebih dari 25% dalam 24 jam pertama.3,25,26 Berikut ini adalah antihipertensi yang digunakan untuk terapi hipertensi urgensi. Pilihan Agen Oral Pada dasarnya, semua antihipertensi dengan mula kerja yang singkat dapat efektif pada pasien dengan hipertensi berat yang tidak terkontrol.Seringkali terapi kombinasi dibutuhkan untuk pengendalian jangka panjang.

Captopril Captopril adalah agen penghambat angiotensin converting enzyme (ACE) oral yang paling cepat kerjanya dari obat-obat lain yang segolongan dan dapat diberikan secara sublingual bagi pasien-pasien yang tidak dapat menelan. Captopril memiliki onset kerja antara 15-30 menit dan penurunan tekanan darah tertinggi terjadi dalam 30 90 menit. Captopril diberikan dengan dosis awal 25 mg per oral, dilanjutkan dengan dosis 50 100 mg, 90 120 menit kemudian apabila diperlukan. Efek samping yang signifikan antara lain batuk, hipotensi, hiperkalemia, angioedema, dan gagal ginjal (pada pasien dengan stenosis arteri renalis bilateral).Hipotensi yang signifikan dan mendadak pada pemberian dosis pertama jarang terjadi.Pemberian harus hati-hati pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal yang signifikan atau pasien yang kekurangan cairan.Meskipun ada sedikit risiko untuk terjadinya hipotensi, captopril oral adalah agen oral yang paling aman untuk hipertensi urgensi. Nifedipin Nifedipin adalah suatu penyekat kanal kalsium yang memiliki onset kerja yang singkat dan menyebabkan efek penurunan tekanan darah maksimum dalam 10-20 menit.Onset ini bahkan dapat lebih singkat apabila diberikan dengan cara memecah kapsul, meletakkan di bawah lidah, maupun mengunyahnya. Karena nifedipin dapat menginduksi penurunan tekanan darah secara signifikan dan cepat, tanpa dapat dilakukan titrasi maupun mengatasi respon tersebut, terkadang dapat terjadi hipotensi simptomatik yang menyebabkan iskemia serebral atau kardiak.Oleh karena itu, disarankan agar pemberian nifedipin kerja singkat ditinggalkan. Akan tetapi, apabila nifedipin diberikan dalam bentuk tablet yang utuh dan langsung ditelan tanpa dikunyah maupun diletakan di bawah lidah, penurunan tekanan darah yang terjadi dapat sama seperti agen lain yang kerja singkat (contoh: captopril). Klonidin Klonidin adalah suatu agen simpatolitik sentral (agonis 2 adrenergik) dengan onset kerja 15-30 menit sejak diberikan dan efek puncak dalam 2 4 jam. Regimen oral yang sering diberikan adalah 0,1 0,2 mg dosis awal, dilanjutkan dengan 0,05 0,1 mg setiap jam sampai tekanan darah yang diinginkan tercapai. Efek samping yang sering muncul adalah

sedasi, mulut kering, dan hipotensi ortostatik.Karena efek samping sedasi yang signifikan, klonidin dikontraindikasikan penggunaannya pada hipertensi dengan keterlibatan susunan saraf pusat. Dibandingkan obat-obat lain, klonidin lebih sering menimbulkan hipertensi rebound apabila dihentikan penggunaannya secara mendadak sehingga sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan compliance yang buruk.Obat-obat antihipertensi oral yang dipakai di Indonesia untuk hipertensi urgensi dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 4. Obat Hipertensi Oral untuk Hipertensi Urgensi yang Dipakai di Indonesia Obat Nifedipin Dosis Awitan 5-15 menit 15 menit Lama Kerja 4-6 jam 4-6 jam Perhatian Khusus gangguan koroner stenosis a.renalis

5 10 mg diulang tiap 15 menit Captopril 6,25 50 mg per oral atau sublingual bila tidak dapat menelan dosis awal per oral 0,1-0,2 Klonidin mg, selanjutnya 0,05-0,1 mg tiap jam sampai dengan dosis total 0,9 mg Furosemid 20-40 mg per oral

0,5-2 jam

6-8 jam

mulut kering, mengantuk

0,5-1 jam

6-8 jam

hanya diberikan pada pasien dengan volume overload

Hipertensi Emergensi Perubahan mekanisme autoregulasi juga terjadi pada pasien hipertensi emergensi dan karena kerusakan organ target sudah terjadi, koreksi tekanan darah yang cepat dan berlebihan dapat menyebabkan penurunan perfusi lebih lanjut dan memperberat jejas yang sudah terjadi.Oleh karena itu, pasien hipertensi emergensi paling baik ditatalaksana dengan infus kontinu antihipertensi yang bekerja cepat dan dapat dititrasi.Karena sifat farmakodinamik yang tidak dapat diperkirakan, pemberian secara sublingual dan intramuskular harus dihindari.Pasien dengan hipertensi emergensi harus ditatalaksana di unit perawatan intensif (ICU) dengan pemantauan yang ketat.Pada pasien-pasien dengan manifestasi klinis yang berat atau tekanan darah yang labil, pemantauan tekanan darah intra-arterial sebaiknya dilakukan.Saat ini terdapat berbagai macam antihipertensi intravena yang bekerja cepat dan pilihan antihipertensi tergantung pada organ target yang mengalami gangguan.Antihipertensi kerja cepat intravena sebaiknya tidak digunakan di luar setting ICU untuk mencegah penurunan tekanan darah mendadak yang dapat meningkatkan morbiditas atau mortalitas.

Target tekanan darah yang ingin segera dicapai adalah penurunan TDD 10-15% atau mencapai kurang lebih 110 mmHg dalam waktu 30 60 menit. Pada pasien diseksi aorta, tekanan darah harus diturunkan secara cepat (dalam 5 10 menit) hingga tercapai TDS <120 mmHg dan MAP < 80 mmHg. Begitu pengendalian tekanan darah yang stabil tercapai dengan agen intravena dan kerusakan organ target telah diatasi, terapi oral dapat dimulai sementara agen intravena dititrasi secara perlahan-lahan. Sebelum memulai pemberian terapi intravena, sangat penting untuk menilai status volume cairan tubuh pasien.Karena adanya natriuresis akibat tekanan yang tinggi, pasien dengan hipertensi emergensi umumnya mengalami deplesi volume dan pengembalian volume intravaskular dengan larutan salin intravena dapat membantu mengembalikan perfusi organ, mencegah penurunan tekanan darah yang mendadak ketika antihipertensi diberikan, dan menghentikan aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron.Diuretik harus dihindari kecuali bila terdapat kelebihan cairan, seperti pada penyakit parenkim ginjal atau edema pulmoner. Manajemen hipertensi emergensi pada keadaan khusus akan dibahas di bawah ini. Kegawatan Neurologi Kegawatan neurologi yang sering terjadi pada krisis hipertensi adalah ensefalopati hipertensif, perdarahan intraserebral, dan stroke iskemik akut. Hipertensi berat sangat sering ditemukan pada stroke akut dan masih terdapat kontroversi mengenai target tekanan darah yang ingin dicapai. Pada perdarahan intraserebral, terdapat gangguan autoregulasi aliran darah serebral di daerah perdarahan sehingga aliran darah dan pengiriman oksigen hanya tergantung pada tekanan perfusi sistemik.The American Heart Association menganjurkan agar penurunan tekanan darah pada perdarahan intraserebral hanya dilakukan apabila tekanan darah melebihi 180/105 mmHg.Pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial, MAP harus dipertahankan di bawah 110 mmHg atau TDS < 160 mmHg dalam 24 jam pertama setelah onset gejala. Pada pasien dengan stroke iskemik, daerah distal dari pembuluh darah yang mengalami obstruksi memiliki tekanan perfusi yang rendah dan terjadi vasodilatasi sebagai kompensasi untuk mempertahankan aliran darah yang cukup.Tekanan sistemik yang lebih tinggi dibutuhkan untuk mempertahankan perfusi pada pembuluh darah yang berdilatasi tersebut.Sebagian besar pasien, meskipun memiliki tekanan darah yang selalu terkontrol sebelum serangan, mengalami peningkatan tekanan darah selama iskemia serebral, termasuk pada saat transient ischemic attack (TIA). Oleh karena itu pada pasien seperti ini, perlu

dilakukan pengamatan selama 1 2 jam untuk melihat apakah tekanan darah akan turun dengan sendirinya. Apabila MAP > 140 mmHg atau TD sistolik > 220 mmHg, terapi dapat diberikan.Penurunan tekanan darah juga perlu dilakukan untuk pasien stroke iskemik yang diterapi dengan fibrinolitik. Terapi fibrinolitik tidak boleh diberikan pada pasien yang memiliki TDS > 185 mmHg atau TDD >110 mmHg pada saat terapi. Ensefalopati hipertensif juga termasuk dalam manifestasi kerusakan organ target yang berat.Manajemen kasus ini meliputi deteksi dini, penghentian faktor pencetus, pemberian obat antihipertensi, dan terapi antikonvulsan parenteral (jangka pendek) dengan fenitoin, benzodiazepin, atau barbiturat, atau kombinasi. Meskipun tidak ada bukti ilmiah, penggunaan antikonvulsan pada pasien ensefalopati hipertensif yang mengalami kejang masih rasional dan akan membantu menurunkan tekanan darah. Tujuan pengobatan ensefalopati hipertensif adalah menurunkan MAP sampai 20% atau TDD < 100 mmHg dalam satu jam pertama. Agen yang dapat diberikan antara lain sodium nitroprusid, labetalol, enalapril, dan hidralazin. Klonidin harus dihindari karena dapat menekan sistem saraf pusat.

Diseksi Aorta Diseksi aorta adalah komplikasi yang paling fatal dari hipertensi berat.Angka mortalitas dari diseksi aorta hingga saat ini masih tinggi.Tekanan darah sistolik (TDS) harus diturunkan secepat mungkin hingga mencapai 100-110 mmHg atau lebih rendah.Penurunan ini paling baik dicapai dengan kombinasi penyekat beta intravena (propanolol, metoprolol, esmolol, atau labetalol) dan vasodilator intravena, seperti sodium nitroprusid.Verapamil atau diltiazem dapat diberikan sebagai terapi alternatif bagi pasien yang tidak dapat diberikan penyekat beta.Pemberian analgesik narkotik juga dapat membantu menurunkan tekanan darah di samping meredakan rasa nyeri. Terapi diseksi aorta akut bertujuan untuk mengurangi stres pada dinding aorta dengan cara menurunkan tekanan darah dan frekuensi jantung. Pemberian vasodilator tunggal tidak dianjurkan pada diseksi aorta karena dapat menyebabkan refleks takikardi, meningkatkan kecepatan ejeksi aorta, dan menyebabkan diseksi yang lebih berat.Oleh karena itu, vasodilator diberikan setelah penyekat beta diberikan terlebih dahulu.

Gagal Jantung Akut Pasien dengan sindrom gagal jantung akut (SGJA) seringkali datang dengan tekanan darah yang tinggi.Pasien dengan TDS > 140 mmHg diterapi dengan vasodilator.The European Society of Cardiology (ESC) menganjurkan nitrogliserin atau vasodilator lain sebagai terapi lini pertama untuk SGJA. Pilihannya adalah nitroprusid atau ACE-inhibitor intravena.Tekanan darah tidak boleh diturunkan sampai normal, tetapi cukup diturunkan 30 mmHg.Apabila tekanan darah ini tidak dapat tercapai dengan diuretik dan vasodilator, ESC menganjurkan penggunaan penyekat kanal kalsium.

Sindrom Koroner Akut (SKA) Tujuan terapi hipertensi pada pasien ACS adalah mengurangi gejala iskemik. Dalam pedoman American College of Cardiology (ACC)/American Heart Association (AHA) untuk infark miokard akut (IMA) dengan ST-elevasi, nitrogliserin dan penyekat beta termasuk dalam rekomendasi kelas I. Sedangkan untuk gejala yang masih berlangsung, dapat dipilih golongan penyekat kanal kalsium (rekomendasi kelas IIa). Penggunaan fibrinolitik untuk IMA dengan ST-elevasi dikontraindikasikan apabila tekanan darah lebih dari 185/100 mmHg. Untuk unstable angina pectoris (UAP) dan IMA non ST-elevasi, nitrogliserin merupakan lini pertama untuk menurunkan tekanan darah dan meredakan gejala iskemik.Untuk gejala yang masih berlangsung, penyekat betadapat digunakan.Apabila pasien diketahui memiliki disfungsi ventrikel kiri, gagal jantung, atau diabetes, pemberian ACEinhibitor dianjurkan untuk pasien dengan gejala yang masih berlangsung.

Krisis Simpatis Krisis simpatis paling sering berhubungan dengan obat-obat simpatomimetik seperti kokain atau amfetamin yang dapat menginduksi terjadinya hipertensi.Kadang-kadang krisis ini dapat ditemukan pada feokromistoma, pasien yang mendapat MAO-inhibitor yang

memakan makanan yang mengandung tiramin, atau pasien yang secara mendadak menghentikan penggunaan obat antihipertensi, terutama klonidin dan penyekat beta. Pada pasien yang menggunakan kokain atau amfetamin, yang tidak bergejala, peningkatan tekanan darah tidak membutuhkan terapi karena obat simpatomimetik memiliki waktu paruh yang pendek dan stimulus hipertensi akan hilang dalam beberapa jam. Apabila pasien mengalami agitasi dan terdapat ancaman kerusakan organ target, dianjurkan pemberian benzodiazepin.Golongan ini umumnya dapat menurunkan tekanan darah dan frekuensi jantung.Apabila terapi ini belum cukup maka dapat diberikan nitrogliserin sublingual atau intravena.Pada keadaan krisis simpatis, penyekat beta dikontraindikasikan karena dapat menyebabkan efek alfa-adrenergik yang tidak dapat dilawan sehingga terjadi vasokonstriksi dan peningkatan tekanan darah paradoksikal.

Preeklampsia dan Eklampsia Hipertensi adalah salah satu dari kelainan medis yang sering dialami oleh wanita hamil. Preeklampsia dan eklampsia merupakan penyebab 4,1% kasus obstetri yang dirawat di rumah sakit di Indonesia pada tahun 2005. Terapi inisial untuk preeklampsia meliputi ekspansi volume, magnesium sulfat (MgSO4) untuk pencegahan kejang, dan pengendalian tekanan darah, sedangkan terapi definitif adalah persalinan. Penurunan tekanan darah pada preeklampsia bertujuan untuk mencegah perdarahan intraserebral dan gagal jantung tanpa menurunkan perfusi serebral maupun mengganggu aliran darah uteroplasenta yang memang sudah berkurang pada wanita hamil dengan preeklampsia.The Working Group Report on High Blood Pressure in Pregnancy menganjurkan pemberian antihipertensi pada TDD 105 mmHg. Sedangkan the American College of Obstetricians and Gynecologists menganjurkan agar TDS dipertahankan antara 140-160 mmHg dan TDD antara 90105 mmHg. Tidak ada obat antihipertensi yang secara spesifik disetujui oleh FDA untuk digunakan pada wanita hamil.Hidralazin telah direkomendasikan sebagai obat terpilih untuk tatalaksana preeklampsia dan eklampsia sejak awal 1970an. Akan tetapi, hidralazin sering menyebabkan efek samping seperti sakit kepala, mual, dan muntah, yang dapat menyerupai gejala preeklampsia yang memburuk.Selain itu, obat ini juga memiliki onset kerja yang lambat, efek hipotensif yang tidak terduga, dan durasi kerja yang memanjang sehingga dapat

menyebabkan penurunan aliran darah serebral maternal dan uteroplasental yang mendadak.Demikian juga penggunaan nifedipin sublingual atau oral juga harus dihindari pada keadaan ini.Oleh karena itu, obat pilihan adalah labetalol atau nikardipin intravena yang lebih mudah dititrasi dan memiliki respon yang lebih mudah diprediksi daripada hidralazin.Kedua obat ini juga aman dan efektif untuk pasien hipertensi yang hamil.

Tabel 5. Obat Hipertensi Parenteral yang Dipakai di Indonesia Obat Dosis Efek Lama Kerja Klonidin 150 g 6 ampul per 250 cc 30-60 menit glukosa 5% mikrodrip 24 jam Perhatian Khusus ensefalopati dengan gangguan koroner Nitrogliserin Infus 5 -100 g/menit Dosis awal 5 g/menit, dapat dinaikkan 5 2-5 menit 5-10 menit

g/menit tiap 3-5 menit Nikardipin Diltiazem 0,5-6 g/kg/menit bolus IV 10 mg (0,25 mg/kg), dilanjutkan infus 5-10 mg/jam Nitroprusid infus 0,25-10 segera 1-2 menit selang infus lapis perak 1-5 menit 1-5 menit 15-30 menit 15-30 menit

g/kg/menit, (maksimum 10 menit) Furosemid 20-40 mg, dapat diulang. 5-15 menit 2-3 jam

Hanya bila

diberikan terdapat

retensi cairan

Nitrogliserin Nitrogliserin adalah suatu venodilator poten dan hanya mempengaruhi tonus pembuluh darah arteri pada dosis yang tinggi.Nitrogliserin dapat menyebabkan hipotensi dan refleks takikardia yang dicetuskan oleh deplesi volume, yang merupakan karakteristik

hipertensi emergensi. Nitrogliserin menurunkan tekanan darah dengan cara menurunkan preload dan curah jantung. Hal ini tidak diinginkan pada pasien dengan perfusi serebral dan ginjal yang menurun.Oleh karena itu, agen ini tidak dipilih sebagai pilihan pertama hipertensi emergensi namun dapat membatu pasien dengan iskemia koroner akut. Nikardipin Nikardipin adalah penghambat kanal kalsium derivat dihidropiridin generasi kedua dengan selektifitas vaskular yang tinggi dan aktivitas vasodilator serebral dan koroner yang kuat.Mula kerja nikardipin intravena (IV) bervariasi antara 5 15 menit, dengan lama kerja 4 6 jam.Nikardipin IV dapat menurunkan iskemia kardiak dan serebral. Dosis nikardipin tergantung pada berat badan pasien, dengan kecepatan infus inisial adalah 5 mg/jam, ditingkatkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit hingga maksimal 15 mg/jam sampai penurunan TD yang diinginkan tercapai.Keuntungan terapeutik nikardipin adalah agen ini dapat meningkatkan volume sekuncup dan aliran darah koroner dengan efek yang menguntungkan terhadap kebutuhan oksigen miokard. Nitroprusid Sodium nitroprusid adalah vasodilator arteri dan vena yang dapat menurunkan afterload dan preload.Bagian nitrit oksida dari struktur nitroprusid merangsang pelebaran vena dan arterioal segera tanpa efek pada sistem saraf otonom maupun sentral.Nitroprusid menurunkan aliran darah serebral sementara meningkatkan tekanan intrakranial, efek yang khususnya tidak menguntungkan pada pasien dengan ensefalopati hipertensif atau pasca stroke.Pada pasien dengan penyakit pembuluh darah koroner, penurunan aliran darah regional yang signifikan (coronary steal) juga dapat terjadi.Nitroprusid adalah agen yang sangat poten, dengan onset kerja dalam hitungan detik, durasi kerja selama 12 menit, dan waktu paruh selama 3-4 menit.Karena potensinya yang kuat dan kerjanya yang sangat cepat, dianjurkan untuk dilakukan pemantauan tekanan darah intraarterial.Nitroprusid

dimetabolisme menjadi sianida oleh gugus sulfhidril pada sel darah merah dan sianida ini segera dimetabolisme menjadi tiosianat di hati. Apabila tiosianat dalam kadar tinggi terdapat di dalam darah selama beberapa hari, dapat muncul manifestasi toksik seperti lemah, mual, disorientasi, dan psikosis. Kecepatan infus melebihi 4 g/kg per menit selama 2 3 jam dapat menyebabkan kadar sianida meningkat hingga ke level toksik. Apabila hal ini terjadi, nitroprusid harus segera dihentikan.

BAB III ANALISIS KASUS

Klasifikasi dan pendekatan diagnostik hipertensi selalu mengalami peninjauan secara berkala oleh theJoint National Committee (JNC) on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (lihat tabel 1).Dalam laporan terakhirnya, yaitu JNC 7, meskipun tidak disebutkan secara spesifik, pasien dengan tekanan darah sistolik >179 mmHg atau tekanan darah diastolik >109 mmHg dianggap mengalami krisis hipertensi. Laporan JNC pada tahun 1993 menyebutkan klasifikasi operasional krisis hipertensi sebagai hipertensi emergensi (kegawatan hipertensi) atau hipertensi urgensi (hipertensi mendesak).Klasifikasi ini sampai sekarang masih dipakai.Hipertensi berat dikategorikan sebagai hipertensi emergensi apabila ditemukan adanya kerusakan organ target yang bersifat akut, sedangkan apabila tidak ditemukan keterlibatan organ target yang akut, maka digolongkan sebagai hipertensi urgensi. Pada ilustrasi kasus, Pasien perempuan 51 tahun dibawa oleh keluarga dengan keluhan sesak napas sejak 2 hari SMRS, ortopnea (+), dispnea on effort (+), paroxysmal nocturnal dispnea (+). Lemas (+), jantung berdebar-debar (+). Pasien juga sering mengeluh nyeri dada kiri, nyeri seperti di tusuk-tusuk menjalar sampai ke punggung dan lengan kiri.Timbul saat apapun dan hilang saat istirahat, nyeri timbul kurang lebuh 5 menit.2 minggu SMRS Pasien juga mengeluh nafsu makannya menurun mual (+), muntah (-), nyeri ulu hati (-).Bengkak pada kedua kaki (+).BAK sering namun sedikit- sedikit, nyeri pada saat BAK (-), BAK darah (-).Pasien merasa BAK nya semakin sedikit, BAB tidak ada keluhan.Pasien menyangkal adanya penurunan berat badan, banyak minum, BAK hanya sedikit dan cepat merasa lapar.Batuk (+), dahak (+) putih, darah (-), demam (-).Gangguan penglihatan (+) ,kelemahan satu sisi tubuh (-).Riwayat hipertensi (+) . Kencing manis, penyakit jantung dan paru tidak diketahui. Masalah pertama pada pasien ini adalah hipertensi emergency yang disertai HHD.Diagnosis ini ditegakkan atas dasar pada anamnesis didapatkan keluhan ortopnea (+), dispnea on effort (+), paroxysmal nocturnal dispnea (+). Lemas (+), jantung berdebar-debar (+), nyeri dada (+), gangguan penglihatan (+).Pada pemeriksaan fisik ditemukanTD: 200/ 110 mmHg, Batas-batas jantung melebar ; BJ I & II regular, murmur (-), gallop (+).

Ronkhi +/+ basah halus di basal.Dari pemeriksaan foto toraks didapatkan kardiomegali dan dari pemeriksaan EKG didapatkan CAD anteroseptal. Rencana tatalaksana pada pasien ini

adalah non medikamentosa Diet jantung 2200 kkal .Tatalaksana farmakologi NTG 50 mg dalam NS 50 cc 0,3 cc/jam, Captopril 3x12,5 mg, ISDN 3x5 mg. Masalah kedua pada pasien ini adalah anemia gravis.Diagnosis ini ditegakkan atas dasar pada anamnesis didapatkan keluhan lemas (+), BAK darah (-), BAB hitam (-), batuk lama (-), batuk darah (-),penurunan berat badan (-).Pada pemeriksaan fisik ditemukan Konjungtiva anemis +/+. Pada pemeriksaan lab ditemukan Hb 4.0 mg/dl.Dari gambaran darah tepi didapatkan anemia normositik normokromik.Rencana tatalaksana pada pasien ini dengan Transfusi PRC 300 cc/hari dengan premedikasi furosemide 20 mg IV.target Hb 9 mg/dl.Setelah dilakukan transfusi maka dilakukan pemeriksaan lab DPL post taranfusi. Masalah ketiga pada pasien ini adalah CHF fc IV.Diagnosis ini ditegakkan atas dasar
pada anamnesis didapatkan keluhan sesak napas sejak 2 hari SMRS, ortopnea (+), dispnea on

effort (+), paroxysmal nocturnal dispnea (+), Lemas (+), HT (+).Pada pemeriksaan fisik
ditemukanTD: 200/ 110 mmHg Nadi: 84 x/ menit, regular, isi cukup, equal; Napas: 36 x/

menit, regular, kedalaman cukup ; Suhu: 36,8 C (axilla). JVP 5+2 cmH2O.Batas-batas jantung melebar ; BJ I & II regular, murmur (-), gallop (+). Ronkhi +/+ basah halus di

basal. Edema pitting (+) dikedua tungkai.Dari pemeriksaan foto toraks didapatkan kardiomegali
dan edema paru dan dari pemeriksaan EKG didapatkan CAD anteroseptal.Rencana pemeriksaan pada pasien ini adalah echocardiografi. Rencana tatalaksana pada pasien ini adalahnon medikamentosaO2 nasal kanul 5 L/mnt, Diet jantung 1700 kkal, Protein 0,8 gr/kg/hr, Diet

rendah natrium, Restriksi cairan 500 cc/ hari, Konsul jantung.Tatalaksana farmakologi IVFD furosemide 240 mg drip 10mg/jam2 cc/jam dalam NS dan NTG 50 mg dalam NS 50 cc 0,3 cc/jam, Captopril 3x12,5 mg, ISDN 3x5 mg. Masalah keempat pada pasien ini adalah AKI .Diagnosis ini ditegakkan atas dasar pada anamnesis didapatkan keluhan Pasien merasa BAK nya semakin sedikit.Pada pemeriksaan lab ditemukan peningkatan ureum dan creatinin.Selain itu didapatkan anemia normositik normokrom.Rencana pemeriksaan pada pasien ini adalahAGD, elektrolit, USG abdomen, cek DPL, retikulosit, ureum/creatinin serial, UL, PKU, CCT ukur. Rencana tatalaksana pada pasien ini adalah non medikamentosaProtein 0,8 gr/kg/hr, Diet rendah natrium, Restriksi cairan 500 cc/ hari. Tatalaksana farmakologi dengan pemberian furosemid 40 mg iv. Masalah kelima pada pasien ini adalah CAD anteroseptal .Diagnosis ini ditegakkan atas dasar pada anamnesis didapatkan keluhan jantung berdebar-debar (+). Pasien juga sering mengeluh nyeri dada kiri, nyeri seperti di tusuk-tusuk menjalar sampai ke punggung dan lengan kiri.Timbul saat apapun dan hilang saat istirahat, nyeri timbul kurang lebuh 5

menit.Dari pemeriksaan EKG didapatkan T inverted di V3-V6. Rencana pemeriksaan pada pasien ini adalah echocardiografi.Rencana tatalaksana pada pasien ini adalahnon medikamentosadiet rendah lemak.Tatalaksana farmakologi ascardia 1x80 mg dan simvastatin 1x20mg. Masalah keenam pada pasien ini adalah Sindrom dyspepsia.Diagnosis ini ditegakkan atas
dasar pada anamnesis didapatkan keluhan nafsu makannya menurun mual (+), muntah (-),

nyeri ulu hati (-).Pada pemeriksaan fisik nyeri tekan epigastium (-).Rencana tatalaksana pada
pasien ini adalahRanitidine 2x150 mg dan Antacid 3xCI.

Masalah ketujuh pada pasien ini adalah CAP.Diagnosis ini ditegakkan atas dasar pada anamnesis didapatkan keluhan Batuk (+), dahak (+) putih, demam (-).Pada pemeriksaan fisik ditemukanNapas: 36 x/ menit, regular, kedalaman cukup ; Suhu: 36,8 C (axilla). Ronkhi +/+ basah halus di basal. Pada pemeriksaan lab ditemukan leukositosis.Dari pemeriksaan thoraks didapatkan adanya infiltrat dikedua lapang paru.Rencana pemeriksaan pada pasien ini adalah sputum BTA, MOR, gram dan rontgen thorak ulang 5-7 hari pasca antibiotik.Rencana tatalaksana pada pasien ini adalahceftriakson 1x2 gr iv, azitromisin 1x500 mg dan ambroksol 3x1 tab. Masalah kedelapan pada pasien ini adalah dyslipidemia.Diagnosis ini ditegakkan atas dasar Pada pemeriksaan lab ditemukan peningkatan kadar profil lipid. Rencana tatalaksana pada pasien ini adalahnon medikamentosadiet rendah lemak.Tatalaksana farmakologi simvastatin 1x20 mg.

Daftar Pustaka 1. Varon J, Strickman NE. Diagnosis and treatment of hypertensive crises in the elderly patients. J Geriatr Cardiol 2007; 4: 50-5. 2. Marik PE, Varon J. Hypertensive Crises: challenges and management. Chest 2007; 131:1949-62. 3. Shea S, Misra D, Ehrlich MH, Field L, Francis CK. Predisposing factors for severe, uncontrolled hypertension in an inner-city minority population. N Engl J Med 1992; 327:776-81.. 4. Varon J, Marik PE. Clinical review: the management of hypertensive crises. Crit care 2003; 7:374-84. 5. March 2007. Available at www. turner-white.com [Cited 10 October 2010]. 6. Zampaglione B, Pascale C, Marchisio M, et al. Hypertensive urgencies and emergencies: prevalence and clinical presentation. Hypertension 1996; 27:144147 7. Varon J, Marik PE. The diagnosis and management of hypertensive crises. Chest 2000; 118:214227 8. Vaughan CJ, Delanty N. Hypertensive emergencies. Lancet 2000; 356: 411-7. 9. Kaplan NM, Victor RG. Kaplans Clinical Hypertension. 10th edition. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 2009. 10. Roesma J. Krisis hipertensi. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006 11. Rani AA, Soegondo S, Nasir AUZ, Wijaya IP, Nafrialdi, Mansjoer A, editor. Panduan pelayanan medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006

You might also like