You are on page 1of 28

OPINI ELSDA EDISI KEDUA

ANALISIS NILAI ASET LINGKUNGAN


PT WANA INTI KAHURIPAN INTIGA
Grahat Nagara dan Iing Sobhan
Edisi Kedua/September 2009

Opini ELSDA www.elsdainstitute.or.id

DAFTAR ISI

1.Pendahuluan.............................................................................................................. 3
2. Analisis Spasial .......................................................................................................... 4
2.1.Inventarisasi Awal................................................................................................... 5
2.2.Deforestasi ............................................................................................................. 7
2.2.1.Deforestasi dan Produksi Kayu ............................................................................ 8
2.2.2.Deforestasi dan Pengelolaan Hutan .................................................................. 10
2.3.Reforestasi ............................................................................................................ 11
2.4.Kesimpulan ........................................................................................................... 11
3.Analisis Keuangan .................................................................................................... 13
3.1.Analisis Kewajaran Pendapatan ........................................................................... 15
3.1.1.Produksi Kayu .................................................................................................... 16
3.1.2.Harga Jual Kayu ................................................................................................. 18
3.2.Analisis Biaya ........................................................................................................ 19
3.2.1.Total Biaya ......................................................................................................... 19
3.2.2.Biaya Perencanaan ............................................................................................ 19
3.2.3.Biaya Pembinaan Hutan .................................................................................... 20
3.2.4.Biaya Pemeliharaan ........................................................................................... 21
3.2.5.Biaya Pengendalian Kebakaran dan Pengamanan Hutan .................................. 21
3.2.6.Biaya Pemungutan Hasil .................................................................................... 21
3.2.7.Kewajiban Kepada Lingkungan Sosial ................................................................ 22
3.2.8.Kewajiban Kepada Negara ................................................................................. 22
3.2.9.Pembangunan dan Pemeliharaan Sarana dan Prasarana ................................. 22
3.3.Kesimpulan ........................................................................................................... 23
4.Analisis Pembayaran DR dan PSDH ......................................................................... 24
4.1.Kesimpulan ........................................................................................................... 27
Daftar Pustaka ............................................................................................................ 27

[2]

[2]
Edisi Kedua/September 2009

Opini ELSDA www.elsdainstitute.or.id

1. P ENDAHULUAN

Opini ELSDA-2 kali ini akan membahas kinerja PT Wana Inti Kahuripan
Intiga (WIKI) salah satu perusahaan kehutanan yang memegang izin usaha
pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) di wilayah Kabupaten Barito Utara, Murung
Jaya, Kalimantan Tengah. IUPHHK WIKI merupakan IUPHHK perpanjangan dengan
nomor : 393/Menhut-II/2005, tanggal 22 Nopember 2005 dengan luas konsesi
92.475 hektar. WIKI kami pilih karena WIKI merupakan salah satu perusahaan
pemegang IUPHHK yang mendapat predikat “baik” dalam penilaian perpanjangan
izin untuk kinerja Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL) yang
diselenggarakan oleh Dephut periode tahun 2002 - 2007. Kinerja WIKI yang akan
kita analisis adalah kinerja pada periode RKL ke-7, yaitu tahun 2002 – 2006.

Hasil analisis aset lingkungan terhadap WIKI menunjukkan potensi aset


lingkungan yang tidak kecil. Tutupan hutan seluas 81.726 ha, menggambarkan nilai
hutan dari kayu sebesar Rp8.123.001.608.611,68 dan nilai asset non kayu mencapai
angka Rp120.631.498.848.000 pada tahun 2001. Namun, deforestasi seluas 603 ha
sepanjang 6 tahun mengurangi nilai potensi lingkungan WIKI hingga Rp186 milyar.
Nilai tersebut semestinya dicatat sebagai aset dalam laporan keuangan WIKI, hal ini
terutama akan berfungsi sebagai salah satu sumber informasi untuk pengawasan
penurunan ataupun penambahan nilai aset hutan. Terutama data keuangan dalam
RKL, WIKI tidak mencantumkan ataupun menginformasikan secara menyeluruh
tentang nilai aset hutan berupa kayu dan non kayu tersebut.

Menurut hasil analisis spasial, WIKI memproduksi 13.948,9m3/tahun


sedangkan menurut data RKL rata-rata produksi mencapai 19.978,6m3/tahun.
Angka produksi rata-rata pertahun yang sangat jauh berbeda antara laporan dengan
hasil analisis spasial, dihawatirkan menjadi indikasi ketidakwajaran terutama
dihawatirkan ada pasokan kayu yang berasal dari luar lahan yang semestinya
ataupun terdapat volume kayu yang tidak dilaporkan.

Kewajiban Terhadap Negara terutama DR&PSDH seharusnya lebih terbuka


dan tingkat kepatuhannya lebih ditingkatkan. Berdasarkan hasil analisis, tahun
2002-2006 WIKI kurang bayar dengan total sejumlah Rp502.915.040 (Lima Ratus
Dua Juta Sembilan Ratus Lima Belas Ribu Empat Puluh)

[3]

[3]
Edisi Kedua/September 2009

Opini ELSDA www.elsdainstitute.or.id

2. A NALISIS S PASIAL

Analisis spasial dengan menggunakan


teknologi penginderaan jauh telah banyak digunakan
seiring dengan berkembangnya teknologi. Dalam
konteks pengelolaan hutan, teknologi spasial atau
juga lebih sering dikenal dengan geographic
information system [GIS], digunakan untuk
menghasilkan informasi penting bagi pengelolaan
kehutanan. Contohnya untuk kebutuhan pendataan
dan pemutakhiran inventarisasi sumber daya hutan,
perencanaan dan perkiraan ekstraksi kayu,
perencanaan ekosistem dan lain-lain. Sehingga, tidak
hanya sebagai sumber informasi, GIS juga
berkembang untuk digunakan dalam proses
pengambilan keputusan dalam pengelolaan
kehutanan (Tropical forest monitoring and remote
GAMBAR 2-1: L OKASI K ONSESI WIKI
sensing: A new era of transparency in forest
governance?, 2006).

Analisis spasial dalam Analisis Nilai Aset Lingkungan PT Wana Inti


Kahuripan Intiga [WIKI] menggunakan teknologi spasial untuk mengungkapkan
informasi kuantitatif dan kualitatif. Pertama, untuk melakukan penghitungan jumlah
kayu yang ditebang dan yang tumbuh kembali selama kurun waktu tertentu. Kedua,
untuk menentukan di lokasi mana penebangan atau reforestasi tersebut terjadi.
Kedua informasi tersebut akan diolah dengan data-data lainnya untuk kemudian
menghasilkan simpulan mengenai berapa aset lingkungan yang dikelola oleh WIKI,
dan 2) bagaimana WIKI mengelola nilai ekonomi kayu dari hutan di wilayahnya dan
nilai ekonomi non kayu di wilayah hutan yang dikelolanya.

Pada dasarnya metodologi analisis spasial untuk menghitung tutupan


hutan indikator dalam menilai aset lingkungan dapat dilakukan dengan dua
pendekatan – sebagaimana dijelaskan Tabel 2-1, yaitu dengan pendekatan global
dan pendekatan detail. Pendekatan detail dengan citra satelit yang memiliki resolusi
setidaknya 2,5 m, dapat digunakan untuk menghitung perkiraan jumlah tegakan
pohon dan pohon yang hilang secara detail, meskinpun beberapa penelitian menilai
bahwa cara ini sulit memberikan hasil perhitungan yang akurat (Murdiyarso, et al.,
2008). Ketepatan dan akurasi penghitungan mesti dibayar dengan harga citra satelit
yang cukup mahal. Oleh karena itu pendekatan detail lebih cocok digunakan untuk
menganalisis areal kecil yang memang memerlukan kontrol lebih ketat. Sedangkan
untuk menghitung potensi kayu dan deforestasi dengan cakupan yang luas akan
[4]

[4]
Edisi Kedua/September 2009

Opini ELSDA www.elsdainstitute.or.id

lebih tepat menggunakan citra satelit dengan resolusi menengah. Misalnya citra
satelit Landsat ETM+ yang memiliki resolusi hingga 30 m per pixelnya. Dengan
keterbatasan data spasial dan citra satelit, analisis spasial untuk Opini ELSDA
akhirnya dilakukan dengan menggunakan pendekatan global.

Type Scale Benefits Limitations Costs


Global Coarse Resolution (e.g. AVHRR, — Image processing can be — Small areas of forest change Free to low
MODIS, SPOT-VEGETATION) For automated and completed quickly (i.e. small-scale agriculture) cost
Example: ~ 1 km resolution ~ 2300 km for rapid assessment — Daily likely missed biasing estimates
Image width ~ Daily frequency coverage helps overcome issues of deforestation — Unlikely to
of cloud cover detect forest degradation
Moderate to high resolution — Possible to conduct — Smaller area covered per Free to
(e.g. Landsat, SPOT HRV, ASTER, IRS, regional/country scale image, thus slower and more moderate
CBERS) For example: ~ 30 m assessments — Possible to detect expensive to fully cover a cost
resolution ~ 180 km Image some types of degradation — region — Cloud coverage is a
width ~ Biweekly frequency Global pre-processed landsat problem, especially in humid
available tropics
Detail High resolution (e.g., IKONOS, — Excellent validation of large- — Covers very small areas — Expensive
Quickbird) For example: ~ 4 m scale assessments — Possible to Country coverage not available — must be
resolution ~ 11 km Image width detect degradation — Good for — Demanding to process — tasked
validation Only collects targeted or tasked
locations
TABEL 2-1: J ENIS C ITRA DAN P ENGGUNAANNYA U NTUK A NALISIS S PASIAL (R EFERENCE
SCENARIOS FOR DEFORESTATION AND FOREST D EGRADATION IN SUPPOR T OF REDD: A REVIEW OF
DATA AND METHODS , 2008)

2.1. I NVENTARISASI A WAL


PT Wana Inti Kahuripan Intiga [WIKI] adalah salah
satu perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan
Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam [IUPHHK-HA, dikenal
juga dengan HPH] yang beroperasi di Kabupaten Barito
Utara Provinsi Kalimantan Tengah. HPH yang dulunya
bernama PT Antang Kalimantan, kini hadi lagi dengan
1
nama WIKI dengan saham yang berkurang [48,8 % ,
Sumber: Rencana Kerja Usaha WIKI] untuk mengelola
areal hutan dengan potensi ekonomi yang tidak kecil.
Konsesi WIKI, yang dijepit antara 3 perusahaan
pemegang HPH lainnya yaitu PT Austral Byna, PT Lestari
Damai Indah Timber, dan PT Fortuna Cipta Sejahtera ini,
2
GAMBAR 2-2: B ATAS memiliki luas ± 92 ribu hektar .
K ONSESI DAN TUTUPAN
Seperti yang ditampakkan pada Gambar 2-2,
H UTAN
hasil interpretasi visual terhadap citra satelit Landsat
ETM+ tercatat bahwa tahun 2000 pada konsesi WIKI yang seluas 92 ribu ha terdapat
tutupan hutan mencapai ± 81.726 ha. Ini berarti lebih 88,8% areal WIKI adalah
hutan. Lebih jauh, prosentase ini menunjukkan bahwa WIKI cukup kaya akan
sumber daya hutan, oleh karena itu berprospek untuk dikelola dengan model HPH.
1
2
[5]dipegang oleh Inhutani.
Setengah sisa sahamnya yaitu 49%
Luas WIKI awalnya ±172 ribu hektar, berkurang sejak SK Perpanjangan IUPHHK (Sumber: RKU WIKI).

[5]
Edisi Kedua/September 2009

Opini ELSDA www.elsdainstitute.or.id

Tidak hanya itu. Selain prosentase tutupan hutannya yang cukup besar,
potensi kayu WIKI juga tidak rendah. Tabel 2-3 menunjukkan bahwa potensi total
kayu pada areal WIKI mencapai 185,06 m3/ha. Potensi ini lebih tinggi dari potensi
kayu rata-rata di Kalimantan yang hanya sebesar 133,65 m3/ha (Simangunsong,
2003).

Jenis Kayu 20-40cm 50cm up Total


(m3/ha) (m3/ha) (m3/ha)
Meranti 45,98 60,47 106,45
Campuran 35,21 37,23 72,44
Kayu indah 2,85 3,32 6,17
Total 84,09 101,02 185,06
TABEL 2-2: P OTENSI K AYU K ONSESI WIKI (W ANA I NTI K AHURIPAN I NTIGA , P ERIODE
1992/2037)

Dengan jumlah potensi dan luasan tutupan hutannya, maka kita dapat
memperkirakan berapa potensi kayu total yang ada di wilayah konsesi WIKI. Hasil
pengalian nilai potensi kayu dengan luas tutupan hutan di konsesi WIKI
menunjukkan bahwa WIKI memiliki potensi kayu total sekitar 15 juta m3 atau setara
dengan nilai rupiah kurang lebih 8 trilyun rupiah. Sebagaimana dijelaskan dengan
Tabel 2-3, dengan asumsi harga kayu sebesar 550.000 rupiah, maka potensi nilai
aset kayu untuk jenis Meranti di wilayah WIKI adalah 4,7 trilyun rupiah. Berikutnya
dari jenis rimba campuran, dengan harga per meter kubiknya adalah 486.772, maka
diperoleh aset lingkungan senilai 2,8 trilyun. Sedangkan, kayu indah dengan harga
Rp 905.000 per m3 menambah aset lingkungan dari kayu ke WIKI sebesar Rp 456,3
milyar. Sehingga total nilai aset lingkungan dari kayu oleh WIKI adalah sebesar Rp
8,1 trilyun.

TABEL 2-3: K ALKULASI N ILAI E KONOMI K AYU DI K ONSESI WIKI

Luas Hutan Jenis Kayu Potensi Potensi per Harga per Nilai Ekonomi Kayu
(ha) per hektar3 jenis kayu meter kubik (Rp)
(m3/ha) (m3) (Rp/m3)
Meranti 106,45 8.699.733 550.0004 4.784.852.985.000,00
81.726 Campuran 72,44 5.920.231 486.7725 2.881.802.898.511,68
Kayu indah 6,17 504.249 905.0006 456.345.725.100,00
Total 15.124.214 8.123.001.608.611,68

Tentu saja nilai aset lingkungan tidak hanya identik dengan nilai kayu saja,
mengingat jasa lingkungan sebenarnya tidak hanya diberikan oleh kayu, tetapi juga
seluruh jenis makhluk hidup maupun elemen-elemen yang ada dalam ekosistem
hutan tersebut, seperti air, karbon yang terserap, tanaman obat dan lainnya.
Meskipun demikian hingga saat ini model penelitian tentang nilai sumber daya
selain kayu (non timber forest product, NTFP) umumnya terlalu beragam hingga sulit
menemukan perhitungan standar yang diterima semua pihak (Neumann, et al.,

3
Lihat halaman II-3 RKL RIL, 2006.
4
Lihat Hidayat, 2008.
5
Lihat bagian Sub Bagian 3.1.2. Analisis Harga Kayu pada tulisan ini.
6
Penulis tidak berhasil menemukan [6]harga riil jenis kayu indah, oleh karena itu menggunakan harga yang
digunakan pemerintah dan harga dasar yang digunakan perusahaan untuk proyeksi pendapatan.

[6]
Edisi Kedua/September 2009

Opini ELSDA www.elsdainstitute.or.id

2000). Salah satu model kalkulasi tersebut adalah model yang diungkapkan Maree
Candish. Dalam presentasinya, Candish menilai bahwa ekosistem hutan tropis dapat
7
disederhanakan hingga ±$160.000 per ha . Sementara itu, Candish menilai harga
karbon dimana arealnya merupakan hutan yang diusahakan pemegang konsesi
[baseline], berkisar sekitar $440 per ha (Candish, 2007).

Luas Hutan Jenis Valuasi Harga Nilai Ekonomi Nilai Ekonomi


(ha) ($/ha) Non Kayu Non Kayu
($) (Rp)
Karbon 440 33.959.440 330.826.848.000
81.726
Lingkungan 160.000 13.076.160.000 120.300.672.000.000
Total 120.631.498.848.000
TABEL 2-4: T ABEL K ALKULASI N ILAI E KONOMI N ON K AYU DI K ONSESI WIKI TAHUN 2000

Merujuk pada model perhitungan Candish tersebut, maka luas tutupan


hutan pada tahun 2000 pada konsesi WIKI sebesar 81.726 ha dikalikan dengan
koefisien nilai lingkungan non kayu sebesar $160.000 per ha akan menghasilkan
angka kurang lebih Rp 120 trilyun sebagai aset lingkungan WIKI tahun 2000.
Sementara itu, dari nilai karbon $440 per ha akan menambah nilai aset lingkungan
WIKI sebesar 330 milyar. Dengan demikian dapat dijumlah seluruh nilai aset
lingkugan non kayu WIKI pada tahun 2000 tidak akan kurang dari 120,6 trilyun
8
rupiah [Lihat Tabel 2-4].

Berdasarkan analisis diatas, total nilai aset lingkungan yang diberikan


kepada WIKI oleh pemerintah (Departemen Kehutanan) pada awal pengelolaan
hutan adalah berjumlah Rp.128,7 triliun. Nilai kayu hanya berjumlah 6,3% dari total
nilai aset lingkungan yang diserahkan kepada WIKI. Walaupun tidak semua orang
sepakat dengan nilai ini, nilai awal ini sangat berguna untuk mengukur kemampuan
manejemen WIKI dalam menjaga nilai tersebut. Jika Pemerintah dan WIKI serta
auditor pemerintah (Badan Pemeriksa Keuangan/BPK-RI) menggunakan metodologi
yang sama dalam menilai aset lingkungan ini, kinerja perusahaan dan Departemen
kehutanan dalam mengelolan hutan diwilayah WIKI akan dapat lebih mudah
dilakukan. Dengan metodologi ini, penurunan dan peningkatan nilai aset lingkungan
di wilayah hutan WIKI dapat dimonitor.

2.2. D EFORESTASI
Deforestasi atau perubahan tutupan hutan secara negatif merupakan
indikator utama untuk melihat berkurangnya nilai aset lingkungan yang dikelola
oleh sebuah unit manajemen hutan, dalam hal ini WIKI.

Bagian analisis deforestasi ini dilakukan untuk memperkirakan total


produksi kayu yang dilakukan oleh WIKI. Analisis dilakukan juga untuk melihat

7
Rata-rata dari $3,000 – 125,000 untuk 0,4 hektar.
8
[7] hutan tahun 1999, bukan seluruh luasan konsesi. Dengan nilai
Dikalkulasi hanya berdasarkan tutupan
rupiah pada periode tersebut berkisar pada 9.200 rupiah per dolar.

[7]
Edisi Kedua/September 2009

Opini ELSDA www.elsdainstitute.or.id

bagaimana pola pengelolaan hutan WIKI berdasarkan lokasi deforestasi yang terjadi.
Kedua metodologi tersebut pada akhirnya nanti akan membangun kesimpulan
mengenai bagaimana kemampuan WIKI dalam mengelola nilai aset lingkungan yang
pada awal pengelolaannya bernilai Rp.128,7 trilyun.

2.2.1. D E FO R ES T A SI D AN P RO DU K SI K AY U
Setelah tujuh tahun berlalu, seperti di berbagai
lokasi unit manajemen lainnya, pembukaan lahan hutan
(deforestasi) pun terjadi. Berkurangnya luas hutan akan
mengurangi nilai aset lingkungan WIKI. Pada Gambar 2.2
dapat dilihat bahwa deforestasi sebagaimana
divisualisasikan oleh poligon berwarna merah terjadi di
beberapa lokasi konsesi WIKI yang dibatasi dengan garis
warna biru muda. Interpretasi citra pada tahun 2007
menunjukkan bahwa tutupan hutan WIKI kurang lebih
9
berjumlah 81.123 hektar . Ini berarti secara global,
sepanjang tahun 2000 hingga 2007, terjadi deforestasi
sebesar ± 603 hektar, atau sekitar 87 hektar per tahun di
wilayah konsesi WIKI.

Sementara itu dengan potensi kayu total di wilayah


GAMBAR 2-3: L OKASI tersebut hingga 185,06 meter kubik per hektar [lihat Tabel 2-
D EFORESTASI PT WIKI
1], maka dapat dikalkulasikan bahwa antara tahun 2000 hingga
2007 di kawasan hutan WIKI telah terjadi ekstraksi kayu sejumlah
kurang lebih 111.591 meter kubik. Angka ini tidak terlalu jauh berbeda dengan
angka realisasi produksi yang dikeluarkan oleh WIKI. RKU Rotasi II WIKI mencatat
bahwa total realisasi penebangan WIKI sepanjang tahun 2000-2007 adalah 112.401
meter kubik [ekstraksi kayu tahun 2001-2006] (Wana Inti Kahuripan Intiga, Periode
1992/2037).

TABEL 2-5: P RODUKSI K AYU WIKI

TAHUN REALISASI PENEBANGAN


MENURUT RKU WIKI
(meter kubik)
2001 12.511
2002 9.170
2003 18.744
2004 14.966
2005 27.010
2006 30.000
TOTAL 112.401

Produksi kayu di wilayah WIKI telah mengurangi nilai aset lingkungan yang
dikelola oleh WIKI. Akan tetapi, pada saat yang bersamaan WIKI memperoleh

9
Interpretasi citra pada tahun 2007 tidak dapat dilakukan secara maksimal mengingat tingkat tutupan
awan yang cukup tinggi. Dalam hal[8]
ini klasifikasi lahan apapun yang tertutup awan akan dianggap sebagai
tutupan hutan.

[8]
Edisi Kedua/September 2009

Opini ELSDA www.elsdainstitute.or.id

kekayaan pribadi sebesar nilai pendapatan yang diperoleh dari penjualan kayu.
Apabila menggunakan asumsi harga dasar yang sama dengan bagian awal, maka
produksi 111.591 meter kubik tersebut seharusnya menghasilkan pendapatan tidak
kurang dari 59 milyar atau sekitar 9 milyar per tahunnya. Dengan pendapatan dari
kayu meranti 35 milyar, dari kayu rimba campuran sebesar 21 milyar, dan kayu
indah 3 milyar rupiah – sebagaimana terlihat dalam Tabel 2-6.

TABEL 2-6: E STIMASI P ENDAPATAN P RODUKSI D ARI D EFORESTASI

Jenis Kayu Potensi10 Estimasi Harga Nilai Ekonomi Kayu


(m3/ha) Produksi (Rp) (Rp)
(m3)
Meranti 106,45 64.189 550.00011 35,304,142,500.00
Campuran 72,44 43.681 486.77212 21,262,843,499.80
Kayu indah 6,17 3.720 905.00013 3,367,061,550.00
Total 59,934,047,549.00

Sedangkan apabila menggunakan asumsi harga sebagai mana yang


tercantum dalam RKU maka pendapatan WIKI kurang lebih 83,5 milyar [Lihat Tabel
2-6]. Tabel 2-7 menunjukkan bahwa dengan potensi tersebut, seharusnya WIKI
mendapatkan pendapatan 50 milyar dari kayu meranti, 28 milyar dari kayu jenis
rimba campuran, dan kayu indah sejumlah 4 milyar rupiah.

TABEL 2-7: E STIMASI P ENDAPATAN P RODUKSI D ARI D EFORESTASI

Jenis Kayu Potensi14 Harga15 Nilai Ekonomi Kayu


(m3/ha) (Rp) (Rp)
Meranti 106,45 794.000 50,966,343,900.00
Campuran 72,44 647.000 28,261,814,040.00
Kayu indah 6,17 1.157.500 4,306,490,325.00
Total 83,534,648,265.00

Kedua estimasi ini merupakan bahan utama untuk dibandingkan pada


bagian berikutnya, yaitu pada analisis keuangan. Apabila WIKI mengakui dan
mencatat pendapatan di bawah jumlah estimasi nilai ekonomi kayu berdasarkan
harga kayu yang diakui oleh WIKI, ada kemungkinan bahwa proporsi jenis kayu yang
diekstrak secara riil oleh WIKI berbeda dengan estimasi produksi kayu berdasarkan
data deforestasi.

Selain berkurang sebesar Rp59,9 milyar atau Rp.83,53 milyar, Nilai aset
lingkungan WIKI berkurang pula dengan hilangnya nilai non kayu. Dengan luas hutan
yang hilang sebesar 603 hektar, nilai non kayu yang hilang adalah sebesar Rp. 986
milyar. Sementara pengalian angka deforestasi dengan nilai karbon per hektar di
wilayah konsesi seharga 440 per hektar menghasilkan nilai karbon yang hilang yaitu

10
Lihat halaman II-3 RKL RIL, 2006.
11
Lihat Hidayat, 2008.
12
Lihat bagian Sub Bagian 3.1.2. Analisis Harga Kayu pada tulisan ini.
13
Penulis tidak berhasil menemukan harga riil jenis kayu indah, oleh karena itu menggunakan harga yang
digunakan pemerintah dan harga dasar yang digunakan perusahaan untuk proyeksi pendapatan.
14
Lihat halaman II-3 RKL RIL, 2006.[9]
15
Lihat RKU WIKI, 2006. Hal IV -8.

[9]
Edisi Kedua/September 2009

Opini ELSDA www.elsdainstitute.or.id

sebesar 2 milyar. Sebagaimana terlihat pada Tabel 2-8, aset llingkungan yang hilang
dari 603 hektar tutupan lahan adalah sebesar 984 milyar rupiah. Oleh karena itu
deforestasi yang terjadi di wilayah WIKI sepanjang tahun 2001-2007 tidak hanya
menghilangkan nilai kayu sebesar 59 milyar tetapi juga nilai non kayu sebesar Rp
986 milyar.

TABEL 2-8:A SET L INGKUNGAN YANG H ILANG

Luas Hutan Jenis Valuasi Harga Nilai Ekonomi Nilai Ekonomi


(ha) ($/ha) Non Kayu Non Kayu
($) (Rp)
Karbon 440 265.320 2.706.264.000
603
Lingkungan 160.000 96.480.000 984.096.000.000
Total 986.802.264.000

2.2.2. D E FO R ES T A SI D AN P EN G ELO L A AN H UT AN
Meskipun kini banyak digugat kebenarannya (Aswandi, et al., 2006), secara
teoritis TPTI masih tetap dianggap sebagai salah satu model yang dapat
meningkatkan produktivitas sebuah areal hutan dengan pelaksanaan dan
perencanaan daur tebang yang tepat. Potensi hutan WIKI yang sebesar 185,86 m3
per hektar bukan tidak mungkin justru akan menurun seiring dengan pelaksanaan
TPTI yang tidak baik.

Adanya deforestasi sebenarnya sudah cukup untuk menjelaskan bagaimana


sebuah unit manajemen HPH mengelola hutannya. Ketika pada sebuah HPH yang
menerapkan sistem silvikultur TPTI terjadi deforestasi, maka dapat dipastikan
16
bahwa HPH tersebut tidak melakukan pengelolaan hutan dengan benar . Logika ini
diperoleh dari sistem TPTI yang menggunakan model penebangan secara selektif.
Dalam tiap hektarnya pengelolan hutan harus meninggalkan setidaknya 25 pohon
dan menghindari penebangan pada pohon-pohon dengan diameter dibawah 50 cm.
Oleh karena itu, pada jenis hutan hujan tropis areal yang dilakukan penebangan
umumnya akan tetap tertutup kanopi. Lebih lanjut, apabila silvikultur tersebut
memang dilakukan dengan benar, deforestasi akan sulit terlihat dengan citra satelit
yang memiliki resolusi 30 m.

Kebalikannya, deforestasi yang terlihat pada citra satelit Landsat


menggambarkan bahwa adanya eksploitasi kayu yang tidak menggunakan model
TPTI. Ini pula yang terjadi pada konsesi WIKI, yang mana sepanjang tahun 2000-
2007 wilayahnya terdeforestasi hingga 603 ha - meskipun relatif kecil apabila
dibandingkan dengan data produksi kayunya sebagaimana dibahas pada bagian
sebelumnya.

Hal lain yang dapat menjadi indikator adalah karakteristik TPTI yang terbagi
atas pola kerja lima tahunan. Sistem pengelolaan hutan dengan model TPTI, terbagi

16
Dikutip dari Basuki Wasis dalam acara Sosialisasi Sertifikasi Investigasi Keuangan – Kehutanan yang
dilaksanakan di Pusat Pendidikan[10]
dan Pelatihan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia pada
tanggal 26 Juni 2009.

[ 10 ]
Edisi Kedua/September 2009

Opini ELSDA www.elsdainstitute.or.id

dalam 20 etat dalam 12 kegiatan yang terus berulang hingga kelestarian hutan tetap
terjaga. Dengan model siklus tersebut, seharusnya pemanenan kayu dilakukan
secara berurutan. Kalau pun memang terlihat deforestasi atau degradasi harusnya
A terlihat berjejer dalam satu alur penebangan atau setidaknya untuk satu Rencana
Kerja Lima Tahun (RKL), baik itu untuk mempermudah pembukaan wilayah hutan
maupun untuk mempermudah alur transportasi hasil hutan. Sebagaimana terlihat
pada Gambar 2-2 poligon merah yang merupakan visualisasi deforestasi 2000 –
2007 pada konsesi WIKI menunjukkan terjadinya degradasi atau pembukaan lahan
secara acak. Terlihat bahwa pada gambar deforestasi banyak menimpa daerah yang
dekat dengan perbatasan luar konsesi WIKI. Pembukaan lahan secara acak ini
mengindikasikan pengelolaan hutan di wilayah tersebut dilakukan tanpa daur yang
jelas.

2.3. R EFORESTASI
Seperti halnya deforestasi analisis terhadap reforestasi sebenarnya dapat
dilakukan untuk melihat perkembangan perubahan tutupan hutan dari non hutan
menjadi hutan. Namun demikian, hasil analisis belum menunjukkan adanya
perubahan lahan secara positif. Hal ini mungkin saja terjadi karena time series citra
satelit yang digunakan jangkanya masih terlalu dekat untuk melihat adanya
perkembangan tumbuhnya kembali hutan. Di sisi lain, citra satelit yang beresolusi
lebih tinggi juga diperlukan untuk melihat apakah benar perusahaan melakukan
upaya tanam sebagaimana tertulis dalam laporan realisasi kegiatannya.

2.4. K ESIMPULAN
Berdasarkan uraian tersebut di atas terlihat bahwa secara umum
perusahaan kurang mampu menjaga aset kelestariannya sendiri dengan poin-poin
penting sebagai berikut:

a. WIKI memiliki potensi aset lingkungan yang tidak kecil. Dengan prosentase
tutupan hutan 88% persen dari areal kerja dan potensi kayu sebesar 185
m3/ha. WIKI memiliki areal kerja yang sangat berprospektif untuk memproduksi
kayu dengan jumlah besar dan menghasilkan pendapatan untuk terus
berkelanjutan. Tutupan hutan seluas 81.726 ha, menggambarkan nilai hutan
dari kayu sebanyak 8 trilyun dan potensi lingkungan senilai 120 trilyun rupiah.
b. Hasil deforestasi seluas 603 ha sepanjang 6 tahun mengurangi nilai potensi
lingkungan WIKI kurang lebih Rp 186 milyar. Sementara analisis hasil produksi
WIKI tidak terlalu melalui analisis spasial tercatat tidak terlalu berbeda jauh
dengan data produksi WIKI yang dilaporkan. Kalkulasi deforestasi dengan
potensi kayu per hektar menghasilkan estimasi angka produksi kayu WIKI
sepanjang 7 tahun adalah sebesar 111.591 m3 sementara data produksi yang
diakui oleh WIKI adalah
[11] sebesar 112.401 m3. Kesesuaian angka-angka ini

[ 11 ]
Edisi Kedua/September 2009

Opini ELSDA www.elsdainstitute.or.id

sebenarnya menunjukkan hal yang positif. Namun, terjadinya deforestasi dalam


wilayah pengusahaan hutan WIKI menambah poin negatif, mengingat dalam
konteks pengelolaan hutan dengan silvikultur TPTI seharusnya tidak terjadi.
c. Meskipun deforestasi mengindikasikan ekstraksi kayu yang hampir sama
dengan nilai ekonomi yang tertulis dalam laporan perusahaan, namun lokasi
deforestasi yang acak kembali menguatkan indikasi yang negatif. Deforestasi
yang terjadi secara acak dalam jangka waktu 6 tahun mengindikasikan
terjadinya perambahan yang dilakukan tanpa terencana oleh karena itu dapat
mengakibatkan dampak lingkungan yang tidak terkendali. Terutama terlihat
dari adanya pembukaan ruas-ruas jalan baru. Ada dua kemungkinan dari
peristiwa ini pertama, bahwa perusahaan kurang mampu menjaga wilayah
konsesinya dari perambahan ilegal; kedua adanya kemungkinan tidak lapornya
perusahaan terhadap eksploitasi yang dilakukannya.

[12]

[ 12 ]
Edisi Kedua/September 2009

Opini ELSDA www.elsdainstitute.or.id

3. A NALISIS K EUANGAN

Nilai aset lingkungan seperti yang diuraikan di atas (bagian 2) berupa Kayu
dan Non Kayu tentunya akan dicatat sebagai aset perusahaan serta hasil hutan dan
biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemanfaatannya akan dicatat sebagai
pendapatan dan beban melalui system akuntansi karena masing-masing komponen
tersebut memiliki nilai ekonomis. Setiap perusahaan pemegang izin pemanfaatan
hasil hutan kayu diwajibkan menyusun Rencana Kerja sebelum melakukan
eksploitasi hutan dan salahsatu Informasi yang disajikan dalam rencana kerja
tersebut adalah informasi keuangan.

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1999, Surat Keputusan Menteri


Kehutanan Nomor : 581/Kpts-II/1994, Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan Nomor : 307/ Kpts-II/1999, dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan
dan Perkebunan Nomor :315/Kpts-II/1999), menyatakan bahwa; Laporan Keuangan
perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan (Alam) dan Perusahaan Pemegang
Hak Pengusahaan Tanaman (Industri) wajib berpedoman pada Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 32 dan pedoman pelaporannya. Dalam PSAK-32
tersebut disebutkan, antara lain :

 Indikasi pelaksanaan pengusahaan hutan yang baik oleh perusahaan antara


lain dapat dilihat dari laporan keuangan yang disajikan.
 Penyajian aktiva dan kewajiban dalam neraca dikelompokkan menurut
urutan lancar dan tidak lancar. Aktiva diklasifikasikan menurut urutan
likuiditas dan kewajiban diklasifikasikan menurut jatuh tempo.
 Komponen-komponen neraca harus disajikan dengan mengacu pada
Standar Akuntansi Keuangan untuk pos-pos yang bersifat umum dan
mengacu pada pernyataan ini untuk pos-pos yang bersifat khusus
pengusahaan hutan
 Harga Pokok Penjualan harus disajikan untuk masing-masing kayu
tebangan dan kayu olahan
(IAI, 2004)

Untuk memenuhi kewajiban tersebut maka salah satu laporan kegiatan


usaha yang disajikan WIKI adalah Rencana Kerja Lima Tahun Usaha Pemanfaatan
Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam atau disingkat RKLUPHHK. Laporan ini berisi data
dan informasi tentang realisasi RKL periode sebelumnya, termasuk informasi
keuangan, dan rencana kegiatan perusahaan lima tahun ke depan.

Tujuan penyusunan Rencana Kerja Lima Tahun dan Rencana Kerja Tahunan
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem
dalam Hutan Alam pada[13]
Hutan produksi adalah untuk menentukan kelestarian

[ 13 ]
Edisi Kedua/September 2009

Opini ELSDA www.elsdainstitute.or.id

hutan berdasarkan kelestarian hasil, kelestarian usaha, kelestarian lingkungan dan


sosial ekonomi masyarakat setempat. (Permenhut No: P.6/Menhut-II/2007)

Dari Permenhut ini, jelas bahwa tujuan penyajian RKLUPHHK adalah


sebagai salah satu alat untuk mengontrol kinerja kegiatan usaha perusahaan
kehutanan dan kontrol tersebut tentunya tidak terlepas dari peran akuntansi
sehingga diharapkan dalam laporan tersebut terdapat laporan keuangan yang
lengkap agar bisa membantu dalam mencapai tujuan tersebut. Dengan kata lain,
RKL ini diharapkan dapat menjadi sumber data untuk pengendalian dan analisis
kinerja perusahaan kehutanan dalam upaya mempertahankan kelestarian hutan.

Pada kenyataannya, informasi keuangan yang disajikan dalam RKLUPHHK


tidak berupa laporan keuangan secara umum melainkan hanya berupa:

 Realisasi Pendapatan dan Pengeluaran (Realisasi Laba Rugi)


 Laporan Proyeksi Laba Rugi; dan
 Laporan Proyeksi Arus Kas

Meski demikian, tampaknya Dephut tidak mempermasalahkan


kelengkapan, bentuk maupun susunan laporan keuangan yang disajikan dalam RKL
tersebut. Ini terlihat dari apa dan bagaimanapun informasi keuangan yang disajikan
dalam RKL telah diterima sebagai sebuah persyaratan.

Dengan informasi keuangan yang ada tersebut, sudah dapat dipastikan nilai
asset kayu dan non kayu tidak diinformasikan dalam RKL, sebab nilai total asset
hanya akan tercermin dalam Neraca sedangkan dalam RKL tidak ada informasi
tentang Neraca. Namun pada kenyataannya memang nilai asset hutan tidak dicatat
sebagai asset perusahaan, baik pada saat serahterima antara pemerintah dengan
perusahaan maupun pada saat perusahaan telah beroperasi. Nilai asset yang bisa
diketahui hanya berupa produksi kayu bulat, itupun hanya pada saat setelah
penebangan. Sedangkan nilai asset hutan berupa non kayu tidak ada catatan,
sehingga pengurangan ataupun penurunannya tidak bisa diketahui. Hal ini
disebabkan karena alasan tidak memungkinkan adanya perhitungan nilai asset
hutan, meskipun beberapa metode perhitungannya telah tersedia (salah satunya
analisis GIS pada poin 2).

Menurut hasil analisis spasial, pada tahun 2001 nilai asset kayu pada lahan
konsesi WIKI seharusnya mencapai angka Rp8.123.001.608.611,68 dan nilai asset
non kayu mencapai angka Rp120.631.498.848.000. Nilai asset tersebut semestinya
termasuk sebagai asset dalam laporan keuangan WIKI, terutama akan berfungsi
sebagai bahan pengawasan nilai asset hutan.

WIKI sebagai salah satu perusahaan yang mendapat predikat baik dalam
penilaian Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL), hal ini seharusnya bisa
tercermin dalam informasi keuangan yang disajikan dalam rencana kerjanya. Berikut
ini adalah Laporan Realisasi Pendapatan dan Pengeluaran (Realisasi Laba Rugi) WIKI
[14]
periode RKL-7 tahun 2002-2006.

[ 14 ]
Edisi Kedua/September 2009

Opini ELSDA www.elsdainstitute.or.id

TABEL 3-1: L APORAN R EALISASI P ENDAPATAN DAN P ENGELUARAN

No Uraian Satuan Tahun Total


2002 2003 2004 2005 2006
A Pendapatan (Rp1000) Rp 6,915,833 14,135,679 11,286,598 20,369,010 22,623,360 75,330,480

B Pengeluaran (Rp1000) :
Perencanaan Rp 240,450 227,925 236,325 197,475 849,888 1,752,063
Pembinaan Hutan Rp 236,122 245,682 329,544 410,869 721,463 1,943,680
Pemeliharaan Rp 223,029 195,930 211,257 240,372 218,403 1,088,991
Pengendalian Kebakaran Rp 38,400 8,025 8,400 8,025 8,400 71,250
dan Pengamanan Hutan
Pemungutan Hasil Rp 239,752 490,043 391,273 706,134 784,286 2,611,488
Kewajiban kepada Negara Rp 1,698,606 3,479,219 2,778,590 4,995,268 5,566,359 18,518,042
Kewajiban kepada Rp 195,308 287,998 250,267 371,956 402,150 1,507,679
Lingkungan Sosial
Pembangunan Sarana dan Rp 24,195,087 346,644 387,066 329,254 518,428 25,776,479
Prasarana
Administrasi dan Umum Rp 880,000 880,000 880,000 880,000 880,000 4,400,000
Pemeliharaan Sarana Rp 460,311 460,311 460,311 460,311 460,311 2,301,555
Jumlah Rp 28,407,065 6,621,777 5,933,033 8,599,664 10,409,688 59,971,227

C Laba (Rugi) Rp (21,491,232) 7,513,902 5,353,565 11,769,346 12,213,672 15,359,253

D Pajak Rp - 2,247,921 1,599,819 3,524,554 3,657,852 11,030,146

E Laba (Rugi) bersih Rp (21,491,232) 5,265,981 3,753,746 8,244,792 8,555,820 4,329,107


[S UMBER : RKLUPHHK-HA VIII WIKI 2007-2011 – D ALAM ]

Laba (Rugi) perusahaan merupakan selisih antara pendapatan dengan biaya


yang dikeluarkan pada periode yang bersamaan. Sumber pendapatan utama
perusahaan HPH berasal dari penjualan kayu bulat yang diperoleh dari lahan
konsesinya. Untuk itu, tingkat produktivitas penebangan dan harga jual kayu bulat
sangat mempengaruhi pendapatan perusahaan.

3.1. A NALISIS K EWAJARAN P ENDAPATAN


Pendapatan utama perusahaan HPH tentunya berasal dari penjualan kayu
bulat, nilai pendapatan yang disajikan dalam laporan laba rugi merupakan volume
kayu yang terjual dikali harga jual. Untuk itu, faktor yang sangat krusial
mempengaruhi kewajaran pendapatan untuk perusahaan HPH adalah total produksi
dan harga jual kayu.

Pendapatan perusahaan akan menentukan efektivitas perusahaan dalam


mentransformasi rencana kehutanan dari aset hutan (aset negara) menjadi aset
perusahaan (aset pribadi). Dengan nilai aset pribadi yang optimal, diharapkan
perusahaan mempunyai [15] insentif untuk mengeluarkan biaya dalam rangka

[ 15 ]
Edisi Kedua/September 2009

Opini ELSDA www.elsdainstitute.or.id

memperbaiki aset hutan dan menjaga kesinambungan (kelestarian) usahanya.


Berikut ini adalah table yang berisi informasi Pendapatan, Biaya dan Laba (Rugi)
WIKI untuk periode 2002-2006:

TABEL 3-2: L APORAN L ABA R UGI WIKI 2002-2006

No Uraian Satuan Tahun Total


2002 2003 2004 2005 2006
A Pendapatan Rp 6,915,833 14,135,679 11,286,598 20,369,010 22,623,360 75,330,480
B Biaya Rp 28,407,065 6,621,777 5,933,033 8,599,664 10,409,688 59,971,227
C Laba (Rugi) Rp (21,491,232) 7,513,902 5,353,565 11,769,346 12,213,672 15,359,253

Penebangan Kayu Total 9,170.82 18,744.80 14,966.74 27,010.58 30,000.00


Volume (m3)
Harga Kayu Rata2 Rp 754,112 754,112 754,112 754,112 754,112

Pendapatan WIKI tiap tahun cenderung meningkat, sedangkan biaya yang


dikeluarkan setiap tahunnya cenderung stabil. Biaya terbesar dikeluarkan untuk
biaya tahun 2002, hal ini disinyalir karena WIKI baru memulai kegiatan usahanya
sesuai RKL sehingga harus mengeluarkan biaya terbesar untuk investasi terutama
untuk pembangunan sarana dan prasarana.

Untuk meninjau kewajaran pendapatan WIKI, secara kasar bisa ditinjau


dengan menggunakan indikator produksi kayu bulat menurut analisis spasial,
produksi kayu bulat menurut RKL/RKT dan harga jual kayu bulat.

3.1.1. P R O D UK SI K AY U
Berdasarkan analisis spasial, produksi kayu WIKI selama 8 tahun (2000-
2007) sejumlah 111.591m3, data penebangan menurut RKU selama 5 tahun
(2002-2006) sejumlah 99.890M3 (112.401m3-12.511M3) dan menurut data RKL
selama 5 tahun (2002-2006) sejumlah 99.892,95m3. Selisih angka menurut
analisis spasial dengan data menurut RKL dan RKU sejumlah 11.701m3, tampak
lebih tinggi hasil analisis spasial.

Jika dirata-ratakan, volume produksi hasil analisa spasial sejumlah


(111.591m3 dibagi 8 tahun) maka pertahun WIKI memproduksi
13.948,9m3/tahun. Sedangkan menurut data RKL (99.892,95m3 dibagi 5 tahun)
maka WIKI memproduksi 19.978,6m3/tahun. Angka produksi rata-rata pertahun
yang sangat jauh berbeda, dihawatirkan terjadi indikasi ketidakwajaran. Bila kita
berpegang pada hasil analisis spasial berarti ada pasokan kayu yang berasal dari
luar lahan konsesinya.

Dalam analisa ini yang perlu disoroti adalah hasil produksi dari data RKL
karena yang tercatat yang akan dianggap wajar jika dipandang dari sudut
akuntansi. Berdasar data tebangan dalam RKL (lihat tabel tebangan pada poin 2),
[16]

[ 16 ]
Edisi Kedua/September 2009

Opini ELSDA www.elsdainstitute.or.id

terdapat informasi bahwa penebangan kayu bulat WIKI periode 2002 s.d 2006
adalah:

 Tahun 2002 dari luas RKT 353 hektar, WIKI mampu memproduksi kayu
bulat sebanyak 9.170,82 m3. Artinya, WIKI mampu menghasilkan kayu
bulat sebanyak 25,97m3/ha.
 Tahun 2003 dari luas RKT 905 hektar, WIKI mampu memproduksi kayu
bulat sebanyak 18.744,80m3. Artinya, WIKI mampu menghasilkan kayu
bulat sebanyak 20,7m3/ha.
 Tahun 2004 dari luas RKT 738 hektar, WIKI mampu memproduksi kayu
bulat sebanyak 14.966,74 m3. Artinya, WIKI mampu menghasilkan kayu
bulat sebanyak 20,28m3/ha.
 Tahun 2005 dari luas RKT 850 hektar, WIKI memproduksi kayu bulat
sebanyak 27.010,58 m3. Artinya, WIKI mampu menghasilkan kayu bulat
sebanyak 31,78m3/ha.
 Tahun 2006 dari luas RKT 1.400 hektar, WIKI mampu memproduksi kayu
bulat sebanyak 30.000m3. Artinya, WIKI mampu menghasilkan kayu bulat
sebanyak 21,43m3/ha.

Jika rata-rata volume penebangan per hektar WIKI tersebut


dibandingkan dengan standar rata-rata penebangan per hektar sebesar 22.14
m3/ha (Simangunsong, 2003) maka penebangan tahun 2002 dan tahun 2005
berada di atas volume standar, artinya pada tahun-tahun tersebut tingkat
produktivitas kayu cukup tinggi. Sedangkan rata-rata volume penebangan
perhektar di tahun 2003; 2004; dan 2006, berada di bawah rata-rata volume
penebangan standar. Artinya, di tahun-tahun tersebut tingkat produktivitas WIKI
rendah.

Sedangkan jika produktivitas ditinjau dari total selama lima tahun, maka
tingkat produktivitas WIKI digambarkan sebagai berikut:

Total produksi WIKI periode RKL ke-7 tahun 2002-2006 adalah sebagai
berikut :

TABEL 3-3: D ATA P RODUKSI WIKI T AHUN 2002-2006

Jenis Kayu Volume (m3)


Jenis Dipterocarpaceae 59.502.22
Jenis non Dipterocarpaceae 36.565.25
Jenis Kayu Indah 3.825.48
Jumlah 99.892.95

Luas blok RKT penebangan WIKI periode RKL ke-7 ini adalah 4.246.00
hektar. Dengan demikian produktivitas WIKI dapat dihitung dengan membagi
total produksi periode RKL ke-7 dengan luas blok RKT penebangan periode RKL
ke-7, yaitu 99.892.95 m3/4.246.00 hektar, atau sama dengan 23.53 m3/hektar.
[17]produktivitas rata-rata industri maka produktivitas PT
Bila dibandingkan dengan

[ 17 ]
Edisi Kedua/September 2009

Opini ELSDA www.elsdainstitute.or.id

WIKI berada di atas rata-rata sebesar 1.39 M3/Ha atau lebih tinggi 6.28 %.
Tingginya produktivitas WIKI secara keseluruhan selama lima tahun tersebut
menunjukkan bahwa WIKI telah bekerja dengan efektif yang didukung oleh
tingkat ketersediaan kayu dalam hutan alam yang cukup. Selain itu, volume
produksi kayu yang dilakukan WIKI masih dalam batas normal jika dibandingkan
dengan data standar dan data produksi menurut analisis spasial.

3.1.2. H AR G A J U AL K A YU
Secara logis, tidak ada satu perusahaanpun yang berdiri yang dalam
operasi usahanya ingin mengalami kerugian melainkan selalu mengejar
keuntungan yang sebesar-besarnya dengan berbagai kebijakan yang diterapkan.
Harga jual produk, menjadi salah satu faktor penting demi tercapainya tujuan
usaha tersebut. Sebagai perusahaan HPH tentu produk utama dan sebagai
sumber pendapatan utamanya adalah penjualan kayu bulat. Untuk mencapai
tujuan utama perusahaan ini tentu harus didukung dengan harga jual kayu yang
tinggi, sedangkan harga kayu dipengaruhi oleh lokasi penjualan dan tingkat
harga pasar pada tahun terjadinya penjualan.

Pendapatan penjualan WIKI pada RKL ke-7 untuk tahun 2002-2006


adalah Rp 75.330.480.000, harga jual relatif sama dari tahun ke tahun, yaitu Rp
754.112/m3 (lihat table 3-1).

Harga kayu bulat di pasar internasional pada periode yang sama dengan
periode penjualan WIKI adalah sekitar USD 105.82/M3. Harga kayu bulat di pasar
domestik/lokal diperkirakan setengah dari harga kayu pasar internasional
(Brown, 1999) yaitu USD 52.91/M3. Dengan kurs Rp 9.200 per USD (estimasi),
maka harga jual kayu bulat international sebesar Rp973.544 dan harga jual
domestik/lokal pada periode tersebut sekitar Rp 486.772/M3.

Dengan demikian harga jual WIKI lebih rendah dari harga jual standar
international namun lebih tinggi dari harga jual kayu bulat dalam negeri. Jika
seluruh penjualan dilakukan di pasar domestik maka seharusnya harga jual
tersebut mempengaruhi tingginya pendapatan WIKI.

Kembali meninjau kewajaran pendapatan, dimulai dengan nilai pendapatan


yang dilaporkan disandingkan dengan realisasi penebangan setiap tahun dengan
asumsi pendapatan yang diperoleh merupakan hasil penjualan dari total kayu bulat
yang ditebang pada tahun yang sama maka dihasilkan harga jual kayu/m3 dengan
harga yang relatif sama yaitu Rp754.112/m3. Rata-rata harga jual kayu bulat yang
sama setiap tahunnya mencerminkan seolah tidak ada perubahan harga jual selama
lima tahun pada periode yang bersangkutan, semestinya ini merupakan sesuatu hal
yang tidak wajar. Namun untuk menyimpulkan kewajarannya maka perlu
pembuktian yang lebih mendalam dengan meninjau langsung catatan penjualan
kayu bulat WIKI.

[18]

[ 18 ]
Edisi Kedua/September 2009

Opini ELSDA www.elsdainstitute.or.id

Kemudian laporan Realisasi Pendapatan dan Pengeluaran tidak menyajikan


pendapatan lain-lain yang tentunya berasal dari hasil penjualan non kayu dalam
lahan konsesinya, baik berupa rotan dan lainnya. Jika ada hasil non kayu yang dijual
artinya terdapat pendapatan selain dari pendapatan kayu bulat, apabila pendapatan
tersebut tidak dicatat maka akan menjadi indikasi adanya ketidakwajaran
pendapatan.

Merujuk kembali pada analisis produksi kayu bulat, produksi kayu bulat
WIKI tahun 2002 dan 2005 yang berada diatas volume penebangan standar
semestinya WIKI menghasilkan pendapatan yang lebih optimal. Tahun 2003; 2004;
dan 2006, penebangan kayu bulat WIKI berada di bawah rata-rata volume
penebangan standard, semestinya masih ada kemungkinan penambahan volume
penebangan sehingga akan lebih memaksimalkan pendapatan.

Rata-rata harga jual kayu bulat WIKI yang setiap tahunnya sama,
mencerminkan bahwa kenaikan ataupun penurunan pendapatan WIKI tampaknya
tidak terpengaruh oleh harga jual kayu bulat melainkan hanya terpengaruh oleh
volum kayu bulat yang diproduksi. Meski ada volume produksi WIKI yang dibawah
standar (tahun 2003; 2004; dan 2006), namun setiap tahunnya WIKI telah
melaporkan laba, artinya tidak mengalami kerugian seperti kebanyakan perusahaan
kehutanan lainnya.

3.2. A NALISIS B IAYA


3.2.1. T O T AL B I A YA
Sehubungan dengan kegiatan usaha HPH, biaya merupakan kekayaan
perusahaan yang dikeluarkan untuk membiayai kegiatan usahanya selama satu
tahun. Biaya total pada pembahasan bagian ini merupakan total biaya yang
dikeluarkan perusahaan selama satu periode RKL.

Biaya atau pengorbanan ekonomis yang dilakukan WIKI untuk memperoleh


pendapatan dan untuk memelihara aset yang sudah ada pada RKL periode ke-7
tahun 2002-2006 adalah sebesar Rp 59.971.227.000. Dari jumlah tersebut
pengeluaran terbesar adalah untuk: Pembangunan sarana dan prasarana sebesar Rp
25.776.479.000, Kewajiban kepada negara sebesar Rp 18.518.042.000, Biaya
administrasi umum sebesar Rp 4.400.000.000, Biaya untuk pemungutan hasil
sebesar Rp 2.611.488.000 dan Biaya pemeliharaan sarana sebesar Rp
2.301.555.000.

3.2.2. B I A Y A P E RE N CAN A AN
Biaya Perencanaan biasanya berupa biaya Pengadaan Potret Udara;
Pengadaan Citra Landsat; Survey Potensi dan AMDAL; Iuran IUPHHK; Tata Batas;
Penyusunan RKPH; RKL; RKT; dll. Pada laporan Realisasi Pendapatan dan
Pengeluaran dalam RKL, WIKI tidak mengungkapkan secara terperinci masing-
[19]

[ 19 ]
Edisi Kedua/September 2009

Opini ELSDA www.elsdainstitute.or.id

masing akun terkait biaya perencanaan melainkan tergabung dalam satu akun yaitu
Biaya Perencanaan.

Standar biaya perencanaan, yang terdiri atas biaya-biaya untuk perolehan


izin, Iuran izin usaha pemanfataan hasil hutan kayu (IUPHHK) dan biaya untuk
penyusunan rencana kerja berkisar sekitar Rp 73.750/hektar. Berikut adalah tabel
realisasi biaya perencanaan WIKI pada RKL ke-7 tahun 2002-2006 dalam ribuan
rupiah.

Uraian 2002 2003 2004 2005 2006 Total

Realisasi (Rp) 240.450 227.925 236.325 197.475 849.888 1.752.063

Luas Blok (Ha) 353 905 738 850 1.400 4.246


Rp per Ha 681 252 320 232 607 413

TABEL 3-4: R EALISASI B IAYA P ERENCANAAN WIKI

Angka realisasi biaya perencanaan WIKI ternyata jauh di atas angka standar
yang hanya Rp 73.750/ha (Setiono dan Eriantono, 2009). Ini menunjukkan bahwa
WIKI belum efisien dalam mengelola biaya-biaya dalam kegiatan perencanaannya.

3.2.3. B I AY A P E MBI N A AN H U T AN
Biaya pembinaan hutan diantaranya terdiri dari biya TPTI; Rehabilitas
Hutan; dll. Total biaya pembinaan hutan (BPH) yang dikeluarkan WIKI pada RKL ke-7
periode tahun 2002-2006 adalah sebesar Rp 1.943.680.000 untuk luas blok RKT
4.246 Ha. Standar untuk BPH adalah sekitar Rp 421.200/Ha (tidak termasuk
pengadaan bibit). Dengan demikian BPH untuk blok RKT WIKI periode RKL ke-7
seharusnya Rp 1.788.415.200. Dari analisis total terlihat BPH WIKI masih lebih besar
Rp 155.264.800. Sedangkan bila dilihat BPH tahunan adalah :

TABEL 3-5: R EALISASI B IAYA P EMBINAAN H UTAN

Uraian 2002 2003 2004 2005 2006 Total


Realisasi 236.122 245.682 329.544 410.869 721.463 1.943.680
Standar 148.684 381.186 310.846 358.020 589.680 1.788.416

Secara total maupun tahunan, biaya pembinaan hutan WIKI tidak efisien
namun efektif. Hal ini terlihat dari penghargaan yang diperoleh WIKI dari Dephut
atas PHAPL. Bila biaya yang dikeluarkan tersebut memang memberikan manfaat
reforestasi yang signifikan bagi hutan alam, berarti WIKI telah memiliki komitmen
yang baik dalam membangun asset kelestarian.

[20]

[ 20 ]
Edisi Kedua/September 2009

Opini ELSDA www.elsdainstitute.or.id

3.2.4. B I A Y A P E M E LI H A RA AN
Total biaya pemeliharaan yang dikeluarkan WIKI pada RKL ke-7 ini adalah
Rp 1.088.991.000 dengan biaya pemeliharaan per tahun adalah sebagai berikut :

TABEL 3-6: R EALISASI B IAYA P EMELIHARAAN

Uraian 2002 2003 2004 2005 2006 Total


Pemeliharaan 223,029 195,930 211,257 240,372 218,403 1,088,991
Luas Blok RKT (Ha) 353 905 738 850 1400 4.246
Rp/Ha 632 216 286 283 156 256

Standar biaya pemeliharaan tegakan hutan menurut SK Menhut No


273/Kpts-II/99 adalah Rp 268.300/Ha. Secara total biaya pemeliharaan WIKI lebih
rendah daripada standard, yaitu Rp 256.000/ha. Dengan biaya pemeliharaan yang
masih di bawah standar tersebut WIKI berhasil mendapat predikat “baik” dalam
PHAPL, berarti WIKI sangat efisien dalam mengelola biaya pemeliharaan.

3.2.5. B I A Y A P EN G EN DA LI AN K E B AK A R AN D AN P EN G A MAN AN
H UT AN
Standar biaya pengendalian kebakaran dan pengamanan hutan adalah Rp
9.440/Ha. Realisasi biaya WIKI untuk Pengendalian Kebakaran dan Pengamanan
Hutan adalah, sebagai berikut :

TABEL 3-7: B IAYA P ENGENDALIAN K EBAKARAN H UTAN

Uraian 2002 2003 2004 2005 2006 Total


Pengendalian Kebakaran dan Pengamanan Hutan 38,400 8,025 8,400 8,025 8,400 71,250
Luas Blok RKT (Ha) 353 905 738 850 1400 4.246
Rp/Ha 109 9 11 9 6 17

Pada tahun 2002 biaya PKPH WIKI jauh melebihi standar biaya namun pada
tahun-tahun berikutnya telah mendekati biaya standar. Besarnya biaya pada tahun
2002 kemungkinan karena pengadaan sarana dan prasarana di awal periode.

3.2.6. B I A Y A P E M UN GUT AN H ASI L


Standar Biaya penebangan atau pemungutan hasil adalah Rp 50.000/m3
kayu yang di panen. Realisasi biaya pemungutan hasil WIKI adalah, sebagai berikut :

TABEL 3-8: R EALISASI B IAYA P EMUNGUTAN

Uraian 2002 2003 2004 2005 2006 Total


Biaya Pemungutan Hasil 239,752 490,043 391,273 706,134 784,286 2,611,488
Penebangan (m3) 9,170.82 18,744.80 14,966.74 27,010.58 30,000.00
Rp/m3 26 26 [21] 26 26

[ 21 ]
Edisi Kedua/September 2009

Opini ELSDA www.elsdainstitute.or.id

Dari realisasi biaya tersebut terlihat bahwa WIKI sangat efisien dalam
mengelola biaya pemungutan hasil hutannya, yaitu hanya Rp 26.145/m3 kayu yang
dipanen. Ini menunjukkan kemampuan WIKI untuk mampu bertahan dalam
persaingan dunia usaha bidang kehutanan. Salah satu tolok ukur tingginya daya
saing suatu usaha kehutanan adalah dari efisiensi yang dilakukannya dengan diikuti
keadaan hutan yang tetap lestari.

3.2.7. K EW A JI B AN K E P A D A L I N GK UN GA N S O SI AL
Pada laporan realisasi pendapatan dan pengeluaran dalam RKL, WIKI tidak
menjabarkan masing-masing kegiatan yang termasuk kedalam biaya ini. Namun
dalam proyeksi rugi/laba, dijabarkan bahwa biaya kepada lingkungan sosial
mencakup kegiatan pelaksanaan RKL dan RPL. Selama lima tahun, WIKI
membebankan biaya kepada lingkungan sebesar Rp1,507,679. Berikut rincian biaya
kepada lingkungan WIKI selama lima tahun:

TABEL 3-9: R EALISASI K EWAJIBAN P ADA L INGKUNGAN S OSIAL

Uraian Satuan Tahun Total


2002 2003 2004 2005 2006
Kewajiban kepada Lingkungan Sosial Rp 195,308 287,998 250,267 371,956 402,150 1,507,679

Selama kurun waktu lima tahun, biaya yang dikeluarkan WIKI untuK
kewajiban kepada lingkungan sosial terus mengalami peningkatan. Hal ini
mengindikasikan bahwa WIKI cenderung terus meningkatkan kepeduliannya
terhadap lingkungan. Efisiensi semestinya tidak diutamakan jika menyangkut
masalah lingkungan, karena lingkungan akan mendorong kelanjutan usaha HPH. Jika
lingkungan masih mendukung maka kegiatan usaha tersebut akan terdorong untuk
tetap bisa terus beroperasi.

3.2.8. K EW A JI B AN K E P A D A N E GA RA
Kewajiban kepada Negara merupakan biaya yang sangat penting terkait
perusahaan HPH. Biaya ini akan menjadi salahsatu indikasi penting untuk tolak ukur
pengelolaan hutan yang lestari. Untuk itu, pembahasan tentang biaya kewajiban
kepada Negara terpisah secara khusus pada poin berikutnya (poin 4).

3.2.9. P E M BA N G UN AN D AN P E M E LI H AR A AN S A R AN A DA N
P R A S AR AN A
TABEL 3-10: R EALISASI P EMBANGUNAN DAN P EMELIHARAAN S ARANA P RASARANA

Uraian Satuan Tahun Total


2002 2003 2004 2005 2006
Pembangunan Sarana dan Prasarana Rp 24,195,087 346,644 387,066 329,254 518,428 25,776,479
Pemeliharaan Sarana Rp 460,311 460,311 460,311 460,311 460,311 2,301,555

[22]

[ 22 ]
Edisi Kedua/September 2009

Opini ELSDA www.elsdainstitute.or.id

Sarana dan prasarana sangat penting dalam mendukung kegiatan usaha


dibidang HPH. Biaya pembangunan sarana dan prasarana terbesar WIKI terlihat
dalam tabel yaitu untuk tahun 2002, kemungkinan tingginya biaya sarana dan
prasarana ini akibat pembangunan serta perbaikan-perbaikan terhadap sarana dan
prasarana terlebih dikarenakan WIKI baru memulai lagi usahanya untuk lima tahun
kedepan.

3.3. K ESIMPULAN
Dari pembahasan atas Pendapatan dan Biaya WIKI dapat ditarik
kesimpulan, bahwa :

 Secara total, WIKI memiliki produktivitas di atas rata-rata produktivitas


perusahaan sejenis.
 Harga jual kayu bulat WIKI di atas harga jual rata-rata lokal, meski harga jualnya
tidak berubah dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2006, yaitu Rp
754.112/m3.
 Biaya perencanaan dalam periode RKL ke-7 ini jauh lebih besar dari standar
biaya perencanaan. Namun untuk mengetahui lebih lanjut perlu dibandingkan
total biaya perencanaan untuk keseluruhan RKU dengan standarnya. Hal ini
terjadi karena biaya perencanaan tidak merata setiap tahun. Tahun-tahun
pertama biaya perencanaan akan sangat besar dan akan menurun untuk
periode-periode selanjutnya.
 Biaya Pembinaan Hutan WIKI sedikit lebih besar dari standar. Bila biaya ini
memang dikeluarkan untuk pembinaan hutan artinya WIKI serius dalam
membangun aset kelestarian atau lingkungan.
 Bagitu juga dengan biaya pemeliharaan, WIKI cukup efisien dalam
mengendalikan biaya bila dibandingkan standarnya.
 Untuk biaya pemungutan hasil, WIKI lebih efisien dari standar pemungutan
hasil yang ada. WIKI hanya mengeluarkan biaya pemungutan hasil sekitar
setengah dari standar biaya pemungutan.

[23]

[ 23 ]
Edisi Kedua/September 2009

Opini ELSDA www.elsdainstitute.or.id

4. A NALISIS P EMBAYARAN DR DAN PSDH

Kewajiban terhadap negara yang harus ditanggung oleh perusahaan HPH,


terutama yaitu Dana Reboisasi (DR) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH).
Pemenuhan kewajiban DR dan PSDH menjadi indikasi bahwa perusahaan kehutanan
bertanggung jawab atas kewajibannya sekaligus sebagai salah satu tolak ukur
kepeduliannya terhadap negara dan kelestarian hutan. Kewajiban tersebut muncul
bersamaan dengan adanya kegiatan penebangan kayu bulat yang dilakukan oleh
perusahaan yang bersangkutan dalam wilayah konsesinya, serta dalam pemenuhan
kewajibannya tersebut seharusnya selaras dengan waktu terjadinya kegiatan
penebangan.

Menurut Peraturan Pemerintah, dalam hal ini Peraturan Menteri


Kehutanan tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pengenaan, Pemungutan dan
Pembayaran Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) tahun
2007, yang dimaksud dengan DR&PSDH adalah:

1. Provisi Sumber Daya Hutan yang selanjutnya disingkat PSDH adalah pungutan
yang dikenakan kepada pemegang izin sebagai pengganti nilai instrinsik dari
hasil hutan yang dipungut dari hutan negara.
2. Dana Reboisasi yang selanjutnya disingkat DR adalah dana untuk reboisasi dan
rehabilitasi hutan serta kegiatan pendukungnya yang dipungut dari Pemegang
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Alam yang berupa Kayu.

Dalam menganalisa pemenuhan kewajiban DR&PSDH, terlebih dahulu


perlu diketahui bagaimana deforestasi atau penebangan yang dilakukan WIKI
selama periode operasinya. Hal ini penting karena kewajiban DR&PSDH timbul dan
dilaporkan pada tahun saat terjadinya penebangan kayu bulat “Pengenaan
besarnya DR yang terutang dihitung berdasarkan tarif dikalikan volume hasil
hutan kayu dari LHP”. (PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor: P. 18/ Menhut-
II/2007).

Selain itu, Pasal 79 Peraturan Pemerintah No.6 tahun 2007 Tentang Tata
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan,
menjelaskan: “Pemungutan PSDH dan DR atas hasil hutan kayu yang berasal dari
hutan alam serta pemungutan PSDH atas hasil hutan kayu dan bukan kayu yang
berasal dari hutan alam atau hutan tanaman didasarkan pada laporan hasil
produksi”.

Menurut analisis spasial, sepanjang tahun 2000 hingga 2007 terjadi


deforestasi sebesar ± 603 hektar, atau sekitar 87 hektar per tahun di wilayah
konsesi WIKI. Dengan potensi kayu total di wilayah tersebut hingga 185,06 meter
kubik per hektar maka dapat dikalkulasikan pula bahwa antara tahun 2000 hingga
2007 di kawasan hutan WIKI telah terjadi ekstraksi kayu sejumlah kurang lebih
111.591 m3. Sedangkan [24]
menurut RKL WIKI sepanjang tahun 2002-2006 total

[ 24 ]
Edisi Kedua/September 2009

Opini ELSDA www.elsdainstitute.or.id

penebangan mencapai angka 112.401m3, artinya terdapat perbedaan angka


penebangan tercatat lebih besar dibanding hasil analisis spasial sebesar 810m3.

Selanjutnya perlu diketahui informasi tentang pembayaran DR&PSDH WIKI,


selama periode bersangkutan. Untuk mengetahui informasi tentang realisasi
pemenuhan kewajiban pembayaran DR dan PSDH, seharusnya bisa dilakukan
dengan menganalisis terhadap Neraca; Laporan Laba Rugi; dan Laporan Arus Kas
perusahaan. Analisis Neraca dilakukan untuk menghitung mutasi yang terjadi pada
pos kewajiban DR&PSDH yang Masih Harus Dibayar, sedangkan analisis terhadap
Laporan Laba Rugi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kewajiban
DR&PSDH yang telah dibayar oleh perusahaan.

Rencana Kerja Lima Tahun Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu


(RKLUPHHK) WIKI hanya menyajikan Laporan Realisasi Pendapatan dan Pengeluaran
(Realisasi Laba Rugi), semestinya laporan ini menyajikan informasi tentang realisasi
pemenuhan kewajiban DR&PSDH untuk mewakili laporan keuangan lainnya yang
tidak disajikan berupa Neraca; Arus Kas; dan lainnya. Namun kenyataannya,
pemenuhan kewajiban DR dan PSDH tidak diuraikan secara terperinci dalam laporan
tersebut dan yang disajikan hanya global berupa akun Kewajiban Kepada Negara.
Berikut ini adalah informasi Realisasi Pemenuhan Kewajiban kepada Negara yang
dikutif dari Laporan Realisasi Pendapatan dan Pengeluaran WIKI:

TABEL 4-1: R EALISASI P EMENUHAN K EWAJIBAN P ADA N EGARA

Kegiatan Periode Lima Tahun Ke-VII


2002 2003 2004 2005 2006
Kewajiban Kepada Negara 1,698,606,000 3,479,219,000 2,778,590,000 4,995,268,000 5,566,359,000

Kewajiban terhadap negara terkait HPH terdiri dari berbagai komponen


yaitu antara lain: DR; PSDH; PBB; Iuran IUPHHK; dan lainnya, sehingga nilai yang
terkandung dalam akun tersebut diperkirakan mencakup pembayaran seluruh
kewajibannya itu karena saldo tidak diuraikan untuk masing-masing akun kewajiban.
Pertanyaannya adalah apakah perusahaan ini telah membayar seluruh kewajiban
DR&PSDH, untuk membuktikannya maka perlu dilakukan analisa seberapa besar
nilai total kewajiban DR&PSDH yang seharusnya di penuhi WIKI.

Total penebangan kayu bulat menurut analisis spasial lebih rendah


daripada penebangan kayu yang dilaporkan dalam RKL, dalam hal ini estimasi
Kewajiban DR&PSDH yang digunakan sebagai perbandingan yaitu estimasi yang
selaras dengan data realisasi penebangan kayu bulat dalam RKL. Berikut ini adalah
tabel perhitungan estimasi total kewajiban DR&PSDH WIKI selaras dengan realisasi
penebangan kayu bulat yang dilaporkan dalam RKL:

TABEL 4-2: P ERHITUNGAN DR PSDH S ELARAS D ENGAN V OLUME P ENEBANGAN

Penebangan 2002 2003 [25] 2004 2005 2006 Jumlah

[ 25 ]
Edisi Kedua/September 2009

Opini ELSDA www.elsdainstitute.or.id

Luas BloK RKT 353 905 738 850 1400 4246

Jumlah Petak 4 7 10 10 14 45
Produksi
Dipterocarpaceae 5,462.69 11,165.52 8,915.09 16,089.12 17,869.79 59,502.22
(m3)
DR (US$) 87,403 178,648 142,641 257,426 285,917 952,036
DR (Equiv Rp) 804,107,968 1,643,564,544 1,312,301,248 2,368,318,464 2,630,433,088 8,758,726,784
PSDH (Rp) 327,761,400 669,931,200 534,905,400 965,347,200 1,072,187,400 3,570,133,200
Non Dipterocarpaceae 3,356.93 6,861.43 5,478.49 9,887.07 10,981.33 36,565.25
(m3)
DR (US$) 43,640 89,199 71,220 128,532 142,757 475,348

DR (Equiv Rp) 401,488,828 820,627,028 655,227,404 1,182,493,572 1,313,367,068 4,373,203,900


PSDH (Rp) 100,707,900 205,842,900 164,354,700 296,612,100 329,439,900 1,096,957,500
Kayu Indah (m3) 351.20 717.85 573.16 1,034.39 1,148.88 3,825.48

DR (US$) 6,322 12,921 10,317 18,619 20,680 68,859


DR (Equiv Rp) 58,158,720 118,875,960 94,915,296 171,294,984 190,254,528 633,499,488
PSDH (Rp) 31,783,600 64,965,425 51,870,980 93,612,295 346,205,940 346,205,940
Total DR (Rp) 1,263,755,516 2,583,067,532 2,062,443,948 3,722,107,020 4,134,054,684 13,765,430,172
Total PSDH (Rp) 460,252,900 940,739,525 751,131,080 1,355,571,595 1,747,833,240 5,013,296,640

Keterangan:

 Nilai DR (US$) dari perhitungan “Produksi x Tatif DR”


 Nilai DR (Rp) dari perhitungan “(Produksi x tarif DR) x estimasi rata-rata nilai tukar
rupiah”
 Nilai PSDH dari perhitungan “({Produksi x harga kayu bulat standar Pemerintah} x
Tarif PSDH)
 Penggunaan angka rata-rata hanya untuk memudahkan perhitungan namun jika
memungkinkan, akan lebih efektif bila menggunakan angka sebenarnya.
 Tarif DR Kel.Meranti US$16, Kel.Rimba Campuran US$13 dan Jenis Kayu Indah
US$18
 Estimasi rata-rata nilai tukar Rp terhadap US$ = Rp9200
 *Harga Kayu Bulat Standar Pemerintah: Kel.Meranti Rp600.000, Kel.Rimba
Campuran Rp300.000 dan Jenis Kayu Indah Rp905.000
 Tarif PSDH = 10%
 Estimasi didasarkan pada data tarif DR & PSDH menurut PP RI No.92 tahun 1999

Dengan membandingkan antara jumlah kewajiban kepada negara yang


seharusnya dibayar dengan jumlah yang telah terealisasi maka kelebihan maupun
kekurangan pemenuhan kewajiban terhadap negara dapat diketahui. Kekurangan
pemenuhan Kewajiban Terhadap Negara dapat menjadi indikasi adanya
pengelolaan lingkungan dan SDA yang tidak berkelanjutan (Bambang Setiono, 2007)

Jika disandingkan antara angka Pemenuhan Kewajiban Kepada Negara


dengan perhitungan Total Kewajiban DR&PSDH, bisa dilihat pada tabel berikut:
[26]

[ 26 ]
Edisi Kedua/September 2009

Opini ELSDA www.elsdainstitute.or.id

TABEL 4-3: P ERBANDINGAN A NTARA P EMENUHAN K EWAJIBAN P ADA N EGARA D ENGAN


K ALKULASI K EWAJIBAN DR PSDH

Kegiatan Periode Lima Tahun Ke-VII


2002 2003 2004 2005 2006 Total
Kewajiban Kepada 1,698,606,000 3,479,219,000 2,778,590,000 4,995,268,000 5,566,359,000 18,518,042,000
Negara
Estimasi Total DR 1,263,755,516 2,583,067,532 2,062,443,948 3,722,107,020 4,134,054,684 13,765,428,700
(Rp)
Estimasi Total PSDH 460,252,900 940,739,525 751,131,080 1,355,571,595 1,747,833,240 5,255,528,340
(Rp)
Total DR&PSDH 1,724,008,416 3,523,807,057 2,813,575,028 5,077,678,615 5,881,887,924 19,020,957,040
Selisih -25,402,416 -44,588,057 -34,985,028 -82,410,615 -315,528,924 -502,915,040

Apabila diasumsikan realisasi pembayaran Kewajiban Kepada Negara yang


dilakukan WIKI tersebut seluruhnya merupakan pembayaran DR&PSDH maka
menurut perbadingan tersebut dicermikan bahwa setiap tahunnya dari tahun 2002-
2006, WIKI kurang bayar dengan total sejumlah Rp502.915.040 (Lima Ratus Dua Juta
Sembilan Ratus Lima Belas Ribu Empat Puluh).

Jika pemenuhan terhadap negara berupa DR&PSDH WIKI sedemikian rupa,


lalu bagaimana dengan pemenuhan kewajiban kepada negara yang lainnya baik
kewajiban PBB dan Iuran IUPHHK pada khususnya padahal untuk nilai DR&PSDH saja
masih kurang bayar. Angka perhitungan tersebut memang bukan angka mutlak
selisih yang sebenarnya, tetapi ini bisa dijadikan acuan jika menggunakan angka-
angka asumsi yang lebih realita maupun dengan mencocokan secara langsung
dengan akun kewajiban yang masih harus dibayar pada Neraca WIKI jika memang
neraca itu diketahui.

4.1. K ESIMPULAN
Setiap tahunnya WIKI selalu membayar Kewajiban Kepada Negara sesuai
dengan informasi di atas, hal ini mencerminkan bahwa WIKI masih memiliki
komitmen baik untuk memenuhi kewajibannya kepada negara sehubungan dengan
kegiatan usahanya. Sementara itu, selisih angka realisai dengan estimasi
perhitungan DR&PSDH yang relatif sama nilainya (asumsi, realisasi kewajiban yang
tercantum seluruhnya untuk pembayaran DR&PSDH) maka WIKI bisa dikatakan
cukup patuh dalam pemenuhan kewajiban DR&PSDH. Namun artinya perlu
dilakukan pengawasan yang lebih maksimal dari pihak pemerintah terkait, sehingga
pemenuhan kewajiban kapada negara secara keseluruhan yang dilakukan WIKI bisa
lebih meningkat.

D AFTAR P USTAKA
[27]

[ 27 ]
Edisi Kedua/September 2009

Opini ELSDA www.elsdainstitute.or.id

Bambang Setiono, Mulyadi Noto. 2007. Indikator dan Instrumen Untuk Mendeteksi
Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Yang Tidak Berkelanjutan:
Pendekatan Analisis Keuangan. Jakarta : Elsda Institute, 2007.

Candish, Maree. 2007. Valuing Natural Forests. [Presentation: ITTO Tropical Forest
Investment Forum] s.l. : New Forests Pty Limited, 2007.

Combining remote sensing imagery and forest age inventory for biomass mapping.
Zhenga, G., et al. 2007. 2007, Journal of Environmental Management, pp. 616–623.

Economist.com. 2009. Trading carbon credits based on avoided deforestation:


Economist.com. [Online] Juni 8, 2009.
http://www.economist.com/research/articlesBySubject/displaystory.cfm?subjectid
=7933604&story_id=13808825.

Murdiyarso, Daniel, et al. 2008. Measuring and monitoring forest degradation for
REDD: Implications of country circumstances. Bogor : CIFOR, 2008. CIFOR Info Brief.

Neumann, Roderick and Hirsc, Eric. 2000. Commercialisation of Nom Timber Forest
Products: Review and Analysis of Research. Bogor : Center For International Forestry
Research, 2000.

Ngadiono. Faktor Penentuan Landscaping. Rimbawan. [Online]


http://www.rimbawan.com/.

Reference scenarios for deforestation and forest degradation in support of REDD: a


review of data and methods. Olander, Lydia P., et al. 2008. 3, 2008, Environmental
Research Letters.

Simangunsong, Bintang. 2003. Nilai Ekonomi Dari Hutan Produksi Indonesia.


Jakarta : IWGFF, 2003.

Tropical forest monitoring and remote sensing: A new era of transparency in forest
governance? Fuller, Douglas O. 2006. 27, s.l. : Department of Geography, National
University of Singapore and Blackwell Publishing Asia Pty Ltd, 2006, Singapore
Journal of Tropical Geography, pp. 15-29.

Wana Inti Kahuripan Intiga. Periode 1992/2037. Rencana Kerja Usaha


Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPPHK) Pada Hutan Alam . Jakarta : s.n., Periode
1992/2037.

Ikatan Akuntansi Indonesia. 2004. Standar Akuntansi Keuangan. Salemba 4.

[28]

[ 28 ]

You might also like