Professional Documents
Culture Documents
DAFTAR ISI
1.Pendahuluan.............................................................................................................. 3
2. Analisis Spasial .......................................................................................................... 4
2.1.Inventarisasi Awal................................................................................................... 5
2.2.Deforestasi ............................................................................................................. 7
2.2.1.Deforestasi dan Produksi Kayu ............................................................................ 8
2.2.2.Deforestasi dan Pengelolaan Hutan .................................................................. 10
2.3.Reforestasi ............................................................................................................ 11
2.4.Kesimpulan ........................................................................................................... 11
3.Analisis Keuangan .................................................................................................... 13
3.1.Analisis Kewajaran Pendapatan ........................................................................... 15
3.1.1.Produksi Kayu .................................................................................................... 16
3.1.2.Harga Jual Kayu ................................................................................................. 18
3.2.Analisis Biaya ........................................................................................................ 19
3.2.1.Total Biaya ......................................................................................................... 19
3.2.2.Biaya Perencanaan ............................................................................................ 19
3.2.3.Biaya Pembinaan Hutan .................................................................................... 20
3.2.4.Biaya Pemeliharaan ........................................................................................... 21
3.2.5.Biaya Pengendalian Kebakaran dan Pengamanan Hutan .................................. 21
3.2.6.Biaya Pemungutan Hasil .................................................................................... 21
3.2.7.Kewajiban Kepada Lingkungan Sosial ................................................................ 22
3.2.8.Kewajiban Kepada Negara ................................................................................. 22
3.2.9.Pembangunan dan Pemeliharaan Sarana dan Prasarana ................................. 22
3.3.Kesimpulan ........................................................................................................... 23
4.Analisis Pembayaran DR dan PSDH ......................................................................... 24
4.1.Kesimpulan ........................................................................................................... 27
Daftar Pustaka ............................................................................................................ 27
[2]
[2]
Edisi Kedua/September 2009
1. P ENDAHULUAN
Opini ELSDA-2 kali ini akan membahas kinerja PT Wana Inti Kahuripan
Intiga (WIKI) salah satu perusahaan kehutanan yang memegang izin usaha
pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) di wilayah Kabupaten Barito Utara, Murung
Jaya, Kalimantan Tengah. IUPHHK WIKI merupakan IUPHHK perpanjangan dengan
nomor : 393/Menhut-II/2005, tanggal 22 Nopember 2005 dengan luas konsesi
92.475 hektar. WIKI kami pilih karena WIKI merupakan salah satu perusahaan
pemegang IUPHHK yang mendapat predikat “baik” dalam penilaian perpanjangan
izin untuk kinerja Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL) yang
diselenggarakan oleh Dephut periode tahun 2002 - 2007. Kinerja WIKI yang akan
kita analisis adalah kinerja pada periode RKL ke-7, yaitu tahun 2002 – 2006.
[3]
[3]
Edisi Kedua/September 2009
2. A NALISIS S PASIAL
[4]
Edisi Kedua/September 2009
lebih tepat menggunakan citra satelit dengan resolusi menengah. Misalnya citra
satelit Landsat ETM+ yang memiliki resolusi hingga 30 m per pixelnya. Dengan
keterbatasan data spasial dan citra satelit, analisis spasial untuk Opini ELSDA
akhirnya dilakukan dengan menggunakan pendekatan global.
[5]
Edisi Kedua/September 2009
Tidak hanya itu. Selain prosentase tutupan hutannya yang cukup besar,
potensi kayu WIKI juga tidak rendah. Tabel 2-3 menunjukkan bahwa potensi total
kayu pada areal WIKI mencapai 185,06 m3/ha. Potensi ini lebih tinggi dari potensi
kayu rata-rata di Kalimantan yang hanya sebesar 133,65 m3/ha (Simangunsong,
2003).
Dengan jumlah potensi dan luasan tutupan hutannya, maka kita dapat
memperkirakan berapa potensi kayu total yang ada di wilayah konsesi WIKI. Hasil
pengalian nilai potensi kayu dengan luas tutupan hutan di konsesi WIKI
menunjukkan bahwa WIKI memiliki potensi kayu total sekitar 15 juta m3 atau setara
dengan nilai rupiah kurang lebih 8 trilyun rupiah. Sebagaimana dijelaskan dengan
Tabel 2-3, dengan asumsi harga kayu sebesar 550.000 rupiah, maka potensi nilai
aset kayu untuk jenis Meranti di wilayah WIKI adalah 4,7 trilyun rupiah. Berikutnya
dari jenis rimba campuran, dengan harga per meter kubiknya adalah 486.772, maka
diperoleh aset lingkungan senilai 2,8 trilyun. Sedangkan, kayu indah dengan harga
Rp 905.000 per m3 menambah aset lingkungan dari kayu ke WIKI sebesar Rp 456,3
milyar. Sehingga total nilai aset lingkungan dari kayu oleh WIKI adalah sebesar Rp
8,1 trilyun.
Luas Hutan Jenis Kayu Potensi Potensi per Harga per Nilai Ekonomi Kayu
(ha) per hektar3 jenis kayu meter kubik (Rp)
(m3/ha) (m3) (Rp/m3)
Meranti 106,45 8.699.733 550.0004 4.784.852.985.000,00
81.726 Campuran 72,44 5.920.231 486.7725 2.881.802.898.511,68
Kayu indah 6,17 504.249 905.0006 456.345.725.100,00
Total 15.124.214 8.123.001.608.611,68
Tentu saja nilai aset lingkungan tidak hanya identik dengan nilai kayu saja,
mengingat jasa lingkungan sebenarnya tidak hanya diberikan oleh kayu, tetapi juga
seluruh jenis makhluk hidup maupun elemen-elemen yang ada dalam ekosistem
hutan tersebut, seperti air, karbon yang terserap, tanaman obat dan lainnya.
Meskipun demikian hingga saat ini model penelitian tentang nilai sumber daya
selain kayu (non timber forest product, NTFP) umumnya terlalu beragam hingga sulit
menemukan perhitungan standar yang diterima semua pihak (Neumann, et al.,
3
Lihat halaman II-3 RKL RIL, 2006.
4
Lihat Hidayat, 2008.
5
Lihat bagian Sub Bagian 3.1.2. Analisis Harga Kayu pada tulisan ini.
6
Penulis tidak berhasil menemukan [6]harga riil jenis kayu indah, oleh karena itu menggunakan harga yang
digunakan pemerintah dan harga dasar yang digunakan perusahaan untuk proyeksi pendapatan.
[6]
Edisi Kedua/September 2009
2000). Salah satu model kalkulasi tersebut adalah model yang diungkapkan Maree
Candish. Dalam presentasinya, Candish menilai bahwa ekosistem hutan tropis dapat
7
disederhanakan hingga ±$160.000 per ha . Sementara itu, Candish menilai harga
karbon dimana arealnya merupakan hutan yang diusahakan pemegang konsesi
[baseline], berkisar sekitar $440 per ha (Candish, 2007).
2.2. D EFORESTASI
Deforestasi atau perubahan tutupan hutan secara negatif merupakan
indikator utama untuk melihat berkurangnya nilai aset lingkungan yang dikelola
oleh sebuah unit manajemen hutan, dalam hal ini WIKI.
7
Rata-rata dari $3,000 – 125,000 untuk 0,4 hektar.
8
[7] hutan tahun 1999, bukan seluruh luasan konsesi. Dengan nilai
Dikalkulasi hanya berdasarkan tutupan
rupiah pada periode tersebut berkisar pada 9.200 rupiah per dolar.
[7]
Edisi Kedua/September 2009
bagaimana pola pengelolaan hutan WIKI berdasarkan lokasi deforestasi yang terjadi.
Kedua metodologi tersebut pada akhirnya nanti akan membangun kesimpulan
mengenai bagaimana kemampuan WIKI dalam mengelola nilai aset lingkungan yang
pada awal pengelolaannya bernilai Rp.128,7 trilyun.
2.2.1. D E FO R ES T A SI D AN P RO DU K SI K AY U
Setelah tujuh tahun berlalu, seperti di berbagai
lokasi unit manajemen lainnya, pembukaan lahan hutan
(deforestasi) pun terjadi. Berkurangnya luas hutan akan
mengurangi nilai aset lingkungan WIKI. Pada Gambar 2.2
dapat dilihat bahwa deforestasi sebagaimana
divisualisasikan oleh poligon berwarna merah terjadi di
beberapa lokasi konsesi WIKI yang dibatasi dengan garis
warna biru muda. Interpretasi citra pada tahun 2007
menunjukkan bahwa tutupan hutan WIKI kurang lebih
9
berjumlah 81.123 hektar . Ini berarti secara global,
sepanjang tahun 2000 hingga 2007, terjadi deforestasi
sebesar ± 603 hektar, atau sekitar 87 hektar per tahun di
wilayah konsesi WIKI.
Produksi kayu di wilayah WIKI telah mengurangi nilai aset lingkungan yang
dikelola oleh WIKI. Akan tetapi, pada saat yang bersamaan WIKI memperoleh
9
Interpretasi citra pada tahun 2007 tidak dapat dilakukan secara maksimal mengingat tingkat tutupan
awan yang cukup tinggi. Dalam hal[8]
ini klasifikasi lahan apapun yang tertutup awan akan dianggap sebagai
tutupan hutan.
[8]
Edisi Kedua/September 2009
kekayaan pribadi sebesar nilai pendapatan yang diperoleh dari penjualan kayu.
Apabila menggunakan asumsi harga dasar yang sama dengan bagian awal, maka
produksi 111.591 meter kubik tersebut seharusnya menghasilkan pendapatan tidak
kurang dari 59 milyar atau sekitar 9 milyar per tahunnya. Dengan pendapatan dari
kayu meranti 35 milyar, dari kayu rimba campuran sebesar 21 milyar, dan kayu
indah 3 milyar rupiah – sebagaimana terlihat dalam Tabel 2-6.
Selain berkurang sebesar Rp59,9 milyar atau Rp.83,53 milyar, Nilai aset
lingkungan WIKI berkurang pula dengan hilangnya nilai non kayu. Dengan luas hutan
yang hilang sebesar 603 hektar, nilai non kayu yang hilang adalah sebesar Rp. 986
milyar. Sementara pengalian angka deforestasi dengan nilai karbon per hektar di
wilayah konsesi seharga 440 per hektar menghasilkan nilai karbon yang hilang yaitu
10
Lihat halaman II-3 RKL RIL, 2006.
11
Lihat Hidayat, 2008.
12
Lihat bagian Sub Bagian 3.1.2. Analisis Harga Kayu pada tulisan ini.
13
Penulis tidak berhasil menemukan harga riil jenis kayu indah, oleh karena itu menggunakan harga yang
digunakan pemerintah dan harga dasar yang digunakan perusahaan untuk proyeksi pendapatan.
14
Lihat halaman II-3 RKL RIL, 2006.[9]
15
Lihat RKU WIKI, 2006. Hal IV -8.
[9]
Edisi Kedua/September 2009
sebesar 2 milyar. Sebagaimana terlihat pada Tabel 2-8, aset llingkungan yang hilang
dari 603 hektar tutupan lahan adalah sebesar 984 milyar rupiah. Oleh karena itu
deforestasi yang terjadi di wilayah WIKI sepanjang tahun 2001-2007 tidak hanya
menghilangkan nilai kayu sebesar 59 milyar tetapi juga nilai non kayu sebesar Rp
986 milyar.
2.2.2. D E FO R ES T A SI D AN P EN G ELO L A AN H UT AN
Meskipun kini banyak digugat kebenarannya (Aswandi, et al., 2006), secara
teoritis TPTI masih tetap dianggap sebagai salah satu model yang dapat
meningkatkan produktivitas sebuah areal hutan dengan pelaksanaan dan
perencanaan daur tebang yang tepat. Potensi hutan WIKI yang sebesar 185,86 m3
per hektar bukan tidak mungkin justru akan menurun seiring dengan pelaksanaan
TPTI yang tidak baik.
Hal lain yang dapat menjadi indikator adalah karakteristik TPTI yang terbagi
atas pola kerja lima tahunan. Sistem pengelolaan hutan dengan model TPTI, terbagi
16
Dikutip dari Basuki Wasis dalam acara Sosialisasi Sertifikasi Investigasi Keuangan – Kehutanan yang
dilaksanakan di Pusat Pendidikan[10]
dan Pelatihan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia pada
tanggal 26 Juni 2009.
[ 10 ]
Edisi Kedua/September 2009
dalam 20 etat dalam 12 kegiatan yang terus berulang hingga kelestarian hutan tetap
terjaga. Dengan model siklus tersebut, seharusnya pemanenan kayu dilakukan
secara berurutan. Kalau pun memang terlihat deforestasi atau degradasi harusnya
A terlihat berjejer dalam satu alur penebangan atau setidaknya untuk satu Rencana
Kerja Lima Tahun (RKL), baik itu untuk mempermudah pembukaan wilayah hutan
maupun untuk mempermudah alur transportasi hasil hutan. Sebagaimana terlihat
pada Gambar 2-2 poligon merah yang merupakan visualisasi deforestasi 2000 –
2007 pada konsesi WIKI menunjukkan terjadinya degradasi atau pembukaan lahan
secara acak. Terlihat bahwa pada gambar deforestasi banyak menimpa daerah yang
dekat dengan perbatasan luar konsesi WIKI. Pembukaan lahan secara acak ini
mengindikasikan pengelolaan hutan di wilayah tersebut dilakukan tanpa daur yang
jelas.
2.3. R EFORESTASI
Seperti halnya deforestasi analisis terhadap reforestasi sebenarnya dapat
dilakukan untuk melihat perkembangan perubahan tutupan hutan dari non hutan
menjadi hutan. Namun demikian, hasil analisis belum menunjukkan adanya
perubahan lahan secara positif. Hal ini mungkin saja terjadi karena time series citra
satelit yang digunakan jangkanya masih terlalu dekat untuk melihat adanya
perkembangan tumbuhnya kembali hutan. Di sisi lain, citra satelit yang beresolusi
lebih tinggi juga diperlukan untuk melihat apakah benar perusahaan melakukan
upaya tanam sebagaimana tertulis dalam laporan realisasi kegiatannya.
2.4. K ESIMPULAN
Berdasarkan uraian tersebut di atas terlihat bahwa secara umum
perusahaan kurang mampu menjaga aset kelestariannya sendiri dengan poin-poin
penting sebagai berikut:
a. WIKI memiliki potensi aset lingkungan yang tidak kecil. Dengan prosentase
tutupan hutan 88% persen dari areal kerja dan potensi kayu sebesar 185
m3/ha. WIKI memiliki areal kerja yang sangat berprospektif untuk memproduksi
kayu dengan jumlah besar dan menghasilkan pendapatan untuk terus
berkelanjutan. Tutupan hutan seluas 81.726 ha, menggambarkan nilai hutan
dari kayu sebanyak 8 trilyun dan potensi lingkungan senilai 120 trilyun rupiah.
b. Hasil deforestasi seluas 603 ha sepanjang 6 tahun mengurangi nilai potensi
lingkungan WIKI kurang lebih Rp 186 milyar. Sementara analisis hasil produksi
WIKI tidak terlalu melalui analisis spasial tercatat tidak terlalu berbeda jauh
dengan data produksi WIKI yang dilaporkan. Kalkulasi deforestasi dengan
potensi kayu per hektar menghasilkan estimasi angka produksi kayu WIKI
sepanjang 7 tahun adalah sebesar 111.591 m3 sementara data produksi yang
diakui oleh WIKI adalah
[11] sebesar 112.401 m3. Kesesuaian angka-angka ini
[ 11 ]
Edisi Kedua/September 2009
[12]
[ 12 ]
Edisi Kedua/September 2009
3. A NALISIS K EUANGAN
Nilai aset lingkungan seperti yang diuraikan di atas (bagian 2) berupa Kayu
dan Non Kayu tentunya akan dicatat sebagai aset perusahaan serta hasil hutan dan
biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemanfaatannya akan dicatat sebagai
pendapatan dan beban melalui system akuntansi karena masing-masing komponen
tersebut memiliki nilai ekonomis. Setiap perusahaan pemegang izin pemanfaatan
hasil hutan kayu diwajibkan menyusun Rencana Kerja sebelum melakukan
eksploitasi hutan dan salahsatu Informasi yang disajikan dalam rencana kerja
tersebut adalah informasi keuangan.
Tujuan penyusunan Rencana Kerja Lima Tahun dan Rencana Kerja Tahunan
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem
dalam Hutan Alam pada[13]
Hutan produksi adalah untuk menentukan kelestarian
[ 13 ]
Edisi Kedua/September 2009
Dengan informasi keuangan yang ada tersebut, sudah dapat dipastikan nilai
asset kayu dan non kayu tidak diinformasikan dalam RKL, sebab nilai total asset
hanya akan tercermin dalam Neraca sedangkan dalam RKL tidak ada informasi
tentang Neraca. Namun pada kenyataannya memang nilai asset hutan tidak dicatat
sebagai asset perusahaan, baik pada saat serahterima antara pemerintah dengan
perusahaan maupun pada saat perusahaan telah beroperasi. Nilai asset yang bisa
diketahui hanya berupa produksi kayu bulat, itupun hanya pada saat setelah
penebangan. Sedangkan nilai asset hutan berupa non kayu tidak ada catatan,
sehingga pengurangan ataupun penurunannya tidak bisa diketahui. Hal ini
disebabkan karena alasan tidak memungkinkan adanya perhitungan nilai asset
hutan, meskipun beberapa metode perhitungannya telah tersedia (salah satunya
analisis GIS pada poin 2).
Menurut hasil analisis spasial, pada tahun 2001 nilai asset kayu pada lahan
konsesi WIKI seharusnya mencapai angka Rp8.123.001.608.611,68 dan nilai asset
non kayu mencapai angka Rp120.631.498.848.000. Nilai asset tersebut semestinya
termasuk sebagai asset dalam laporan keuangan WIKI, terutama akan berfungsi
sebagai bahan pengawasan nilai asset hutan.
WIKI sebagai salah satu perusahaan yang mendapat predikat baik dalam
penilaian Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL), hal ini seharusnya bisa
tercermin dalam informasi keuangan yang disajikan dalam rencana kerjanya. Berikut
ini adalah Laporan Realisasi Pendapatan dan Pengeluaran (Realisasi Laba Rugi) WIKI
[14]
periode RKL-7 tahun 2002-2006.
[ 14 ]
Edisi Kedua/September 2009
B Pengeluaran (Rp1000) :
Perencanaan Rp 240,450 227,925 236,325 197,475 849,888 1,752,063
Pembinaan Hutan Rp 236,122 245,682 329,544 410,869 721,463 1,943,680
Pemeliharaan Rp 223,029 195,930 211,257 240,372 218,403 1,088,991
Pengendalian Kebakaran Rp 38,400 8,025 8,400 8,025 8,400 71,250
dan Pengamanan Hutan
Pemungutan Hasil Rp 239,752 490,043 391,273 706,134 784,286 2,611,488
Kewajiban kepada Negara Rp 1,698,606 3,479,219 2,778,590 4,995,268 5,566,359 18,518,042
Kewajiban kepada Rp 195,308 287,998 250,267 371,956 402,150 1,507,679
Lingkungan Sosial
Pembangunan Sarana dan Rp 24,195,087 346,644 387,066 329,254 518,428 25,776,479
Prasarana
Administrasi dan Umum Rp 880,000 880,000 880,000 880,000 880,000 4,400,000
Pemeliharaan Sarana Rp 460,311 460,311 460,311 460,311 460,311 2,301,555
Jumlah Rp 28,407,065 6,621,777 5,933,033 8,599,664 10,409,688 59,971,227
[ 15 ]
Edisi Kedua/September 2009
3.1.1. P R O D UK SI K AY U
Berdasarkan analisis spasial, produksi kayu WIKI selama 8 tahun (2000-
2007) sejumlah 111.591m3, data penebangan menurut RKU selama 5 tahun
(2002-2006) sejumlah 99.890M3 (112.401m3-12.511M3) dan menurut data RKL
selama 5 tahun (2002-2006) sejumlah 99.892,95m3. Selisih angka menurut
analisis spasial dengan data menurut RKL dan RKU sejumlah 11.701m3, tampak
lebih tinggi hasil analisis spasial.
Dalam analisa ini yang perlu disoroti adalah hasil produksi dari data RKL
karena yang tercatat yang akan dianggap wajar jika dipandang dari sudut
akuntansi. Berdasar data tebangan dalam RKL (lihat tabel tebangan pada poin 2),
[16]
[ 16 ]
Edisi Kedua/September 2009
terdapat informasi bahwa penebangan kayu bulat WIKI periode 2002 s.d 2006
adalah:
Tahun 2002 dari luas RKT 353 hektar, WIKI mampu memproduksi kayu
bulat sebanyak 9.170,82 m3. Artinya, WIKI mampu menghasilkan kayu
bulat sebanyak 25,97m3/ha.
Tahun 2003 dari luas RKT 905 hektar, WIKI mampu memproduksi kayu
bulat sebanyak 18.744,80m3. Artinya, WIKI mampu menghasilkan kayu
bulat sebanyak 20,7m3/ha.
Tahun 2004 dari luas RKT 738 hektar, WIKI mampu memproduksi kayu
bulat sebanyak 14.966,74 m3. Artinya, WIKI mampu menghasilkan kayu
bulat sebanyak 20,28m3/ha.
Tahun 2005 dari luas RKT 850 hektar, WIKI memproduksi kayu bulat
sebanyak 27.010,58 m3. Artinya, WIKI mampu menghasilkan kayu bulat
sebanyak 31,78m3/ha.
Tahun 2006 dari luas RKT 1.400 hektar, WIKI mampu memproduksi kayu
bulat sebanyak 30.000m3. Artinya, WIKI mampu menghasilkan kayu bulat
sebanyak 21,43m3/ha.
Sedangkan jika produktivitas ditinjau dari total selama lima tahun, maka
tingkat produktivitas WIKI digambarkan sebagai berikut:
Total produksi WIKI periode RKL ke-7 tahun 2002-2006 adalah sebagai
berikut :
Luas blok RKT penebangan WIKI periode RKL ke-7 ini adalah 4.246.00
hektar. Dengan demikian produktivitas WIKI dapat dihitung dengan membagi
total produksi periode RKL ke-7 dengan luas blok RKT penebangan periode RKL
ke-7, yaitu 99.892.95 m3/4.246.00 hektar, atau sama dengan 23.53 m3/hektar.
[17]produktivitas rata-rata industri maka produktivitas PT
Bila dibandingkan dengan
[ 17 ]
Edisi Kedua/September 2009
WIKI berada di atas rata-rata sebesar 1.39 M3/Ha atau lebih tinggi 6.28 %.
Tingginya produktivitas WIKI secara keseluruhan selama lima tahun tersebut
menunjukkan bahwa WIKI telah bekerja dengan efektif yang didukung oleh
tingkat ketersediaan kayu dalam hutan alam yang cukup. Selain itu, volume
produksi kayu yang dilakukan WIKI masih dalam batas normal jika dibandingkan
dengan data standar dan data produksi menurut analisis spasial.
3.1.2. H AR G A J U AL K A YU
Secara logis, tidak ada satu perusahaanpun yang berdiri yang dalam
operasi usahanya ingin mengalami kerugian melainkan selalu mengejar
keuntungan yang sebesar-besarnya dengan berbagai kebijakan yang diterapkan.
Harga jual produk, menjadi salah satu faktor penting demi tercapainya tujuan
usaha tersebut. Sebagai perusahaan HPH tentu produk utama dan sebagai
sumber pendapatan utamanya adalah penjualan kayu bulat. Untuk mencapai
tujuan utama perusahaan ini tentu harus didukung dengan harga jual kayu yang
tinggi, sedangkan harga kayu dipengaruhi oleh lokasi penjualan dan tingkat
harga pasar pada tahun terjadinya penjualan.
Harga kayu bulat di pasar internasional pada periode yang sama dengan
periode penjualan WIKI adalah sekitar USD 105.82/M3. Harga kayu bulat di pasar
domestik/lokal diperkirakan setengah dari harga kayu pasar internasional
(Brown, 1999) yaitu USD 52.91/M3. Dengan kurs Rp 9.200 per USD (estimasi),
maka harga jual kayu bulat international sebesar Rp973.544 dan harga jual
domestik/lokal pada periode tersebut sekitar Rp 486.772/M3.
Dengan demikian harga jual WIKI lebih rendah dari harga jual standar
international namun lebih tinggi dari harga jual kayu bulat dalam negeri. Jika
seluruh penjualan dilakukan di pasar domestik maka seharusnya harga jual
tersebut mempengaruhi tingginya pendapatan WIKI.
[18]
[ 18 ]
Edisi Kedua/September 2009
Merujuk kembali pada analisis produksi kayu bulat, produksi kayu bulat
WIKI tahun 2002 dan 2005 yang berada diatas volume penebangan standar
semestinya WIKI menghasilkan pendapatan yang lebih optimal. Tahun 2003; 2004;
dan 2006, penebangan kayu bulat WIKI berada di bawah rata-rata volume
penebangan standard, semestinya masih ada kemungkinan penambahan volume
penebangan sehingga akan lebih memaksimalkan pendapatan.
Rata-rata harga jual kayu bulat WIKI yang setiap tahunnya sama,
mencerminkan bahwa kenaikan ataupun penurunan pendapatan WIKI tampaknya
tidak terpengaruh oleh harga jual kayu bulat melainkan hanya terpengaruh oleh
volum kayu bulat yang diproduksi. Meski ada volume produksi WIKI yang dibawah
standar (tahun 2003; 2004; dan 2006), namun setiap tahunnya WIKI telah
melaporkan laba, artinya tidak mengalami kerugian seperti kebanyakan perusahaan
kehutanan lainnya.
3.2.2. B I A Y A P E RE N CAN A AN
Biaya Perencanaan biasanya berupa biaya Pengadaan Potret Udara;
Pengadaan Citra Landsat; Survey Potensi dan AMDAL; Iuran IUPHHK; Tata Batas;
Penyusunan RKPH; RKL; RKT; dll. Pada laporan Realisasi Pendapatan dan
Pengeluaran dalam RKL, WIKI tidak mengungkapkan secara terperinci masing-
[19]
[ 19 ]
Edisi Kedua/September 2009
masing akun terkait biaya perencanaan melainkan tergabung dalam satu akun yaitu
Biaya Perencanaan.
Angka realisasi biaya perencanaan WIKI ternyata jauh di atas angka standar
yang hanya Rp 73.750/ha (Setiono dan Eriantono, 2009). Ini menunjukkan bahwa
WIKI belum efisien dalam mengelola biaya-biaya dalam kegiatan perencanaannya.
3.2.3. B I AY A P E MBI N A AN H U T AN
Biaya pembinaan hutan diantaranya terdiri dari biya TPTI; Rehabilitas
Hutan; dll. Total biaya pembinaan hutan (BPH) yang dikeluarkan WIKI pada RKL ke-7
periode tahun 2002-2006 adalah sebesar Rp 1.943.680.000 untuk luas blok RKT
4.246 Ha. Standar untuk BPH adalah sekitar Rp 421.200/Ha (tidak termasuk
pengadaan bibit). Dengan demikian BPH untuk blok RKT WIKI periode RKL ke-7
seharusnya Rp 1.788.415.200. Dari analisis total terlihat BPH WIKI masih lebih besar
Rp 155.264.800. Sedangkan bila dilihat BPH tahunan adalah :
Secara total maupun tahunan, biaya pembinaan hutan WIKI tidak efisien
namun efektif. Hal ini terlihat dari penghargaan yang diperoleh WIKI dari Dephut
atas PHAPL. Bila biaya yang dikeluarkan tersebut memang memberikan manfaat
reforestasi yang signifikan bagi hutan alam, berarti WIKI telah memiliki komitmen
yang baik dalam membangun asset kelestarian.
[20]
[ 20 ]
Edisi Kedua/September 2009
3.2.4. B I A Y A P E M E LI H A RA AN
Total biaya pemeliharaan yang dikeluarkan WIKI pada RKL ke-7 ini adalah
Rp 1.088.991.000 dengan biaya pemeliharaan per tahun adalah sebagai berikut :
3.2.5. B I A Y A P EN G EN DA LI AN K E B AK A R AN D AN P EN G A MAN AN
H UT AN
Standar biaya pengendalian kebakaran dan pengamanan hutan adalah Rp
9.440/Ha. Realisasi biaya WIKI untuk Pengendalian Kebakaran dan Pengamanan
Hutan adalah, sebagai berikut :
Pada tahun 2002 biaya PKPH WIKI jauh melebihi standar biaya namun pada
tahun-tahun berikutnya telah mendekati biaya standar. Besarnya biaya pada tahun
2002 kemungkinan karena pengadaan sarana dan prasarana di awal periode.
[ 21 ]
Edisi Kedua/September 2009
Dari realisasi biaya tersebut terlihat bahwa WIKI sangat efisien dalam
mengelola biaya pemungutan hasil hutannya, yaitu hanya Rp 26.145/m3 kayu yang
dipanen. Ini menunjukkan kemampuan WIKI untuk mampu bertahan dalam
persaingan dunia usaha bidang kehutanan. Salah satu tolok ukur tingginya daya
saing suatu usaha kehutanan adalah dari efisiensi yang dilakukannya dengan diikuti
keadaan hutan yang tetap lestari.
3.2.7. K EW A JI B AN K E P A D A L I N GK UN GA N S O SI AL
Pada laporan realisasi pendapatan dan pengeluaran dalam RKL, WIKI tidak
menjabarkan masing-masing kegiatan yang termasuk kedalam biaya ini. Namun
dalam proyeksi rugi/laba, dijabarkan bahwa biaya kepada lingkungan sosial
mencakup kegiatan pelaksanaan RKL dan RPL. Selama lima tahun, WIKI
membebankan biaya kepada lingkungan sebesar Rp1,507,679. Berikut rincian biaya
kepada lingkungan WIKI selama lima tahun:
Selama kurun waktu lima tahun, biaya yang dikeluarkan WIKI untuK
kewajiban kepada lingkungan sosial terus mengalami peningkatan. Hal ini
mengindikasikan bahwa WIKI cenderung terus meningkatkan kepeduliannya
terhadap lingkungan. Efisiensi semestinya tidak diutamakan jika menyangkut
masalah lingkungan, karena lingkungan akan mendorong kelanjutan usaha HPH. Jika
lingkungan masih mendukung maka kegiatan usaha tersebut akan terdorong untuk
tetap bisa terus beroperasi.
3.2.8. K EW A JI B AN K E P A D A N E GA RA
Kewajiban kepada Negara merupakan biaya yang sangat penting terkait
perusahaan HPH. Biaya ini akan menjadi salahsatu indikasi penting untuk tolak ukur
pengelolaan hutan yang lestari. Untuk itu, pembahasan tentang biaya kewajiban
kepada Negara terpisah secara khusus pada poin berikutnya (poin 4).
3.2.9. P E M BA N G UN AN D AN P E M E LI H AR A AN S A R AN A DA N
P R A S AR AN A
TABEL 3-10: R EALISASI P EMBANGUNAN DAN P EMELIHARAAN S ARANA P RASARANA
[22]
[ 22 ]
Edisi Kedua/September 2009
3.3. K ESIMPULAN
Dari pembahasan atas Pendapatan dan Biaya WIKI dapat ditarik
kesimpulan, bahwa :
[23]
[ 23 ]
Edisi Kedua/September 2009
1. Provisi Sumber Daya Hutan yang selanjutnya disingkat PSDH adalah pungutan
yang dikenakan kepada pemegang izin sebagai pengganti nilai instrinsik dari
hasil hutan yang dipungut dari hutan negara.
2. Dana Reboisasi yang selanjutnya disingkat DR adalah dana untuk reboisasi dan
rehabilitasi hutan serta kegiatan pendukungnya yang dipungut dari Pemegang
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Alam yang berupa Kayu.
Selain itu, Pasal 79 Peraturan Pemerintah No.6 tahun 2007 Tentang Tata
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan,
menjelaskan: “Pemungutan PSDH dan DR atas hasil hutan kayu yang berasal dari
hutan alam serta pemungutan PSDH atas hasil hutan kayu dan bukan kayu yang
berasal dari hutan alam atau hutan tanaman didasarkan pada laporan hasil
produksi”.
[ 24 ]
Edisi Kedua/September 2009
[ 25 ]
Edisi Kedua/September 2009
Jumlah Petak 4 7 10 10 14 45
Produksi
Dipterocarpaceae 5,462.69 11,165.52 8,915.09 16,089.12 17,869.79 59,502.22
(m3)
DR (US$) 87,403 178,648 142,641 257,426 285,917 952,036
DR (Equiv Rp) 804,107,968 1,643,564,544 1,312,301,248 2,368,318,464 2,630,433,088 8,758,726,784
PSDH (Rp) 327,761,400 669,931,200 534,905,400 965,347,200 1,072,187,400 3,570,133,200
Non Dipterocarpaceae 3,356.93 6,861.43 5,478.49 9,887.07 10,981.33 36,565.25
(m3)
DR (US$) 43,640 89,199 71,220 128,532 142,757 475,348
Keterangan:
[ 26 ]
Edisi Kedua/September 2009
4.1. K ESIMPULAN
Setiap tahunnya WIKI selalu membayar Kewajiban Kepada Negara sesuai
dengan informasi di atas, hal ini mencerminkan bahwa WIKI masih memiliki
komitmen baik untuk memenuhi kewajibannya kepada negara sehubungan dengan
kegiatan usahanya. Sementara itu, selisih angka realisai dengan estimasi
perhitungan DR&PSDH yang relatif sama nilainya (asumsi, realisasi kewajiban yang
tercantum seluruhnya untuk pembayaran DR&PSDH) maka WIKI bisa dikatakan
cukup patuh dalam pemenuhan kewajiban DR&PSDH. Namun artinya perlu
dilakukan pengawasan yang lebih maksimal dari pihak pemerintah terkait, sehingga
pemenuhan kewajiban kapada negara secara keseluruhan yang dilakukan WIKI bisa
lebih meningkat.
D AFTAR P USTAKA
[27]
[ 27 ]
Edisi Kedua/September 2009
Bambang Setiono, Mulyadi Noto. 2007. Indikator dan Instrumen Untuk Mendeteksi
Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Yang Tidak Berkelanjutan:
Pendekatan Analisis Keuangan. Jakarta : Elsda Institute, 2007.
Candish, Maree. 2007. Valuing Natural Forests. [Presentation: ITTO Tropical Forest
Investment Forum] s.l. : New Forests Pty Limited, 2007.
Combining remote sensing imagery and forest age inventory for biomass mapping.
Zhenga, G., et al. 2007. 2007, Journal of Environmental Management, pp. 616–623.
Murdiyarso, Daniel, et al. 2008. Measuring and monitoring forest degradation for
REDD: Implications of country circumstances. Bogor : CIFOR, 2008. CIFOR Info Brief.
Neumann, Roderick and Hirsc, Eric. 2000. Commercialisation of Nom Timber Forest
Products: Review and Analysis of Research. Bogor : Center For International Forestry
Research, 2000.
Tropical forest monitoring and remote sensing: A new era of transparency in forest
governance? Fuller, Douglas O. 2006. 27, s.l. : Department of Geography, National
University of Singapore and Blackwell Publishing Asia Pty Ltd, 2006, Singapore
Journal of Tropical Geography, pp. 15-29.
[28]
[ 28 ]