You are on page 1of 150

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment

Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

USULAN PERBAIKAN EFEKTIVITAS MESIN DENGAN
MENGGUNAKAN METODE OVERALL EQUIPMENT
EFECTIVENESS SEBAGAI DASAR PENERAPAN
TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE
DI PT. WIKA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat
KARYA AKHIR
Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan


Oleh
CUT LISNA WATI
035204035



PROGRAM STUDI TEKNIK MANAJEMEN PABRIK
P R O G R A M D I P L O M A I V
F A K U L T A S T E K N I K
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-2
USULAN PERBAIKAN EFEKTIVITAS MESIN DENGAN
MENGGUNAKAN METODE OVERALL EQUIPMENT
EFECTIVENESS SEBAGAI DASAR PENERAPAN
TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE
DI PT. WIKA

No. Dok; FM-TS-01-03B Tgl. Efektif : Februari 2007: Rev:0 Halaman: 1 dari2
KARYA AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Oleh:
CUT LISNA WATI
035204035

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Ir. Kores Sinaga) (Ir. Ukurta Tarigan, MT)

PROGRAM STUDI TEKNIK MANAJEMEN PABRIK
P R O G R A M D I P L O M A I V
F A K U L T A S T E K N I K
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-3
Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.



Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada ALLAH SWT, atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Akhir ini dengan
baik.
Karya Akhir ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan
Akademis yang harus diselesaikan setiap mahasiswa Jurusan Teknik Industri
(Program Studi Teknik Manajemen Pabrik) Fakultas Teknik Universitas Sumatera
Utara. Karya Akhir ini berjudul Usulan Perbaikan Effektivitas Mesin Dengan
Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness Sebagai Dasar
Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. WIKA.
Dalam menyelesaikan Karya Akhir ini Penulis Menyadari bahwa terdapat
kekurangan-kekurangan, baik dalam penulisan maupun dalam penyusunan
kalimat, untuk itu dengan kerendahan hati Penulis menerima saran dan kritikan
untuk lebih sempurnanya Karya Akhir ini.
Akhir kata, Penulis mengharapkan semoga Karya Akhir ini berguna bagi
pembaca sekalian. Semoga Allah SWT selalu menyertai kita semua. Terima kasih.

Medan, Juli 2009
Penulis


Cut Lisna Wati




Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-iii
UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penulisan Karya Akhir ini Penulis banyak mendapatkan dorongan
dan bantuan baik materil maupun moril dari berbagai pihak. Untuk itu pada
kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak
yang telah memberikan bantuan antara lain:
1. Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT selaku Ketua Departemen Teknik Industri yang
membantu mahasiswanya untuk menyelesaikan studinya.
2. Bapak Ir. Kores Sinaga selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak
memberikan bantuan bimbingan dari awal sampai akhir penelitian dalam
penulisan Karya Akhir ini.
3. Bapak Ir. Ukurta Tarigan, MT. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak
memberikan bantuan bimbingan dari awal sampai akhir penelitian dalam
penulisan Karya Akhir ini.
4. Bapak Eko Nurmawan, MW. ST. serta seluruh Tim A,B,C,dan Tim D sebagai
pembimbing lapangan selama melakukan Riset di PT. WIKA
5. Orang Tua tercinta, Ayahanda H.T. Abdullah dan Ibunda Hj. Cut Nuraini yang
telah memberi kasih sayang, doa dan dukungan yang tidak terhingga baik moril
maupun material serta kakak dan adik penulis yang terus memberikan dan
menjadi sumber motivasi dalam menyelesaikan laporan ini.
6. Muksin Abdullah, yang telah memberikan bantuan berupa dukungan, doa,
nasehat dan materi dalam menyelesaikan Karya Akhir ini.
7. Fiktor, yang telah banyak memberikan bantuan yang tak terhingga.



Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-iv
8. Teman-teman stambuk 2003 yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan Karya Akhir ini.
Semoga dengan dibuatnya Karya Akhir ini dapat memberikan manfaat
bagi semua pihak yang memerlukan, akhir kata penulis mengucapkan terima
kasih dan mohon maaf yang sebesarnya jika ada kesalahan maupun
kekurangan dalam penulisan Karya Akhir ini. Semoga Karya Akhir ini
bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2009


PENULIS












Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-v
DAFTAR ISI

BAB HALAMAN
KATA PENGANTAR ............................................................... ... i
UCAPAN TERIMA KASIH .. iii
DAFTAR ISI .............................................................................. ... iv
DAFTAR TABEL.......................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN. xiii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................... .I-1
1.2 Pokok Permasalahan... I-4
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................ .I-4
1.3.1. Tujuan Umum....I-4
1.3.2. Tujuan KhususI-4
1.4. Pembatasan Masalah .................................................................. .I-5
1.5. Asumsi-asumsi yang Digunakan ................................................. .I-5

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1. Sejarah Umum Perusahaan ......................................................... II-1




Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-vi
DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN
2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha .................................................... II-3
2.2.1. Lokasi PerusahaanII-5
2.2.2. Daerah PemasaranII-5
2.3. Organisasi dan Manajemen Perusahaan.II-7
2.3.1. Struktur Organisasi Perusahaan..II-7
2.3.2. Uraian Tugas dan Tanggung JawabII-10
2.3.3. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja..II-10
2.3.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya..II-14
2.4. Proses Produksi..II-17
2.4.1. Standar Mutu Produk..II-17
2.4.2. Bahan yang Digunakan.. II-18
2.4.2.1. Bahan BakuII-18
2.4.2.2. Bahan TambahanII-20
2.4.2.3 Bahan Penolong..II-20
2.4.3. Uraian Proses ProduksiII-21
2.5. Mesin dan Peralatan...II-31
2.5.1. Mesin Produksi dan Peralatan..II-31
2.5.2. Utilitas..II-31





Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-vii
DAFTAR ISI (LANJUTAN)
BAB HALAMAN
2.5.3. Safety & File Protection..II-33
2.5.4. Waste Treatment..II-35

BAB III LANDASAN TEORI
3.1. Efektivitas Mesin ........................................................................ III-1
3.2. Defenisi Maintenance.III-2
3.3. Tujuan MaintenanceIII-4
3.4. Jenis-jenis Maintenance..III-5
3.4.1. Planned Maintenance (Pemeliharaan Terencana) .............. III-5
3.4.2. Unplanned Maintenance
(Pemeliharaan Tak Terencana) .......................................... III-7
3.4.3. Autonomous Maintenance (Pemeliharan Mandiri) ............. III-8
3.5. Tugas dan Pelaksanaan Kegiatan Maintenance.III-9
3.6. Total Productive Maintenance (TPM)..III-11
3.6.1.Pendahuluan....III-11
3.6.2. Pengertian Total Productive Maintenance (TPM)...III-12
3.6.3. Manfaat dari Total Productive Maintenance (TPM) ... III-13
3.7. Analisa Produktivitas : Six Big Losses (Enam Kerugian Besar)....III-14
3.8. OEE (Overall Equipment Efectiveness)...III-15
3.9. Perencanan dan Penetapan Total Productive
Maintenance (TPM) III-21



Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-viii
DAFTAR ISI (LANJUTAN)
BAB HALAMAN

3.10. Diagram Sebab Akibat (Cause and effect Diagram)..III-22
3.12. Mesin Mixer Batching Plant....III-23
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Studi Pendahuluan ................................................................... IV-1
4.2. Pemecahan Masalah dan Penelitian IV-1
4.2.1. Studi Pustaka ................................................................ IV-2
4.2.2.Studi Orientasi ................................................................ IV-2
4.3. Pengumpulan Data................................................................... IV-2
4.4. Pengolahan Data.......................................................................... IV-3
4.5. Analisa Pemecahan Masalah........................................................ IV-4
4.6. Kesimpulan dan Saran...................................................................IV-4
BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
5.1. Pengumpulan Data...................................................................... V-1
5.2. Pengolahan Data ........................................................................ V-6
5.2.1. Penentuan Ideal Cyle Time (ICT) V-6
5.2.2. Perhitungan Availability. V-7
5.2.2.1. Loading time. V-7
5.2.2.2. Down Time V-8
5.2.2.3. Operation Time. V-9




Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-ix
DAFTAR ISI (LANJUTAN)
BAB HALAMAN
5.2.2.4. Nilai Availability.. V-9
5.2.3. Perhitungan Performance Efficiency............. V-10
5.2.4. Perhitungan Rate of Quality Producty V-11
5.2.5. Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE). V-12
5.2.6. Perhitungan OEE Six Big Losses. V-13
5.2.6.1. Downtime losses... V-13
5.2.6.2. Speed Loss.... V-16
5.2.6.3. Defect LossV-18
5.2.7. Pengaruh Six Big Losses..V-20
BAB VI ANALISA PEMECAHAN MASALAH
6.1. Analisa Perhitungan Overall Equipment Efectivenes (OEE) ........ VI-1
6.2. Analisa Perhitungan OEE Six BigLosses ..................................... VI-1
6.3. Analisa Diagram Sebab Akibat ................................................... VI-3
6.4. Usulan Penyelesaian Masalah ..................................................... VI-5
6.4.1. Usuan Penyelesaian Masalah Six Big Losses ................... VI-5
6.4.2. Penerapan Total Productive Maintenance (TPM) ............ VI-7

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan ............................................................................... VII-1
7.2. Saran .......................................................................................... VII-2
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN



Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-x
DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN
1.1. Frekuensi Mesin Akibat Perbaikan I-2

2.1. Komposisi Karyawan ..... . II-11
2.2. Bagian Shift........................................................................................... II-13
2.3. Bahan Baku Material Alam.. II-17
2.4. Bahan Baku Material Industri II-18
2.5. Bahan Tambahan Additive. II-18
5.1. Data Waktu Kerusakan (Breakdown) Mesin Batching Plant V-2
5.2. Data Waktu Pemeliharaan Mesin Mixer Batching Plant V-3
5.3. Data Waktu Setup Mesin Mixer Batching Plant. V-4
5.4. Data Produksi Mesin Mixer Batching Plant. V-5
5.5. Data Available Time Bulan November 2008-April 2009. V-5
5.6. Data Speed Rate Time Bulan November 2008-April 2009.. V-6
5.7. Ideal Cycle Time di Mesin Mixer Batching Plant V-7
5.8. Loading Time Setiap Bulan Mesin Mixer Batching Plani.. V-8
5.9. Downtime Setiap Bulan Mesin Mixer Batching Plani V-8
5.10. Operation Time Setiap Bulan pada Mesin Mixer Batching Plant.. V-9
5.11. Availability Mesin Mixer Batching Plant Periode
November2008-April 2009V-10





Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-xi
DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN
5.12. Performance Efficiency Mesin Mixer Batching Plant Periode
November2008-April 2009.V-11
5.13. Performance Efficiency Mesin Mixer Batching Plant Periode
November2008-April 2009 V-12
5.14. Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE).. V-13
5.15. Breakdown Loss pada Mesin Mixer Batching Plant Periode
November2008-April 2009 V-14
5.16. Setup and Adjustment Losess di Mesin Mixer Batching PlantV-16
5.17. Idling and Minor Stoppages di Mesin Mixer Batching Plant. V-17
5.18. Reduced Speed Losess di Mesin Mixer Batching Plant.. V-18
5.19. Rework Loss di Mesin Mixer Batching Plant. V-19
5.20. Yield/Scrap Loss Mesin Mixer Batching Plant Periode
November2008-April 2009.... V-20
5.21. Persentase Faktor Six Big Losses Paper Machine. V-21
5.22. Pengurutan Persentase Faktor Six Big Losses Mesin Mixer Batching Plant
Periode November2008-April 2009 V-22
6.1. Persentase Faktor six Big Losses Mesin Mixer Batching Plant
Periode November2008-April 2009. VI-2





Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-xii
DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN
6.2. Usulan Penyelesaian Masalah Set Up/Adjusment Loss VI-6
6.3. Usulan Penyelesaian Masalah Idling and Minor Stoppages VI-7

































Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-xiii
DAFTAR GAMBAR

TABEL HALAMAN
2.1. Struktur Organisasi PT. Wika Beton II-9

2.2. Proses Produksi Tiang pancang II-30

3.1. Overall Equipment Effectiveness and Goals III-16

3.2. Diagram sebab Akibat. III-23

4.1. Blok Diagram Langkah-langkah Penelitian. IV-5

4.2. Blok Diagram Perhitungan Overall Equipment Effectiveness. IV-6

5.1. Histogram Persentase Faktor Six Big Losses paper Machine
Periode November2008-April 2009 V-21
5.2. Diagram Pareto Persentase Faktor Six Big Losses Mesin Mixer Batching Plant
Periode November2008-April 2009 V-23
6.1. Histogram Persentase Faktor Six Big Losses
Periode November2008-April 2009VI-2
6.2. Proses Reduced Speed Losses.VI-10
6.3. Proses Setup And Adjustment Lossess VI-11








Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-xiv
ABSTRAK

PT. WIKA merupakan suatu badan usaha milik Negara (BUMN) yang
bergerak dalam bidang usaha konstruksi, realiti perdagangan dan industri yang
juga tidak terlepas dari masalah yang berkaitan dengan efektifitas mesin/peralatan
yang diakibatkan oleh six big losses tersebut. Hal ini dapat terlihat dengan
frekuensi kerusakan yang terjadi pada mesin/peralatan karena kerusakan tersebut
target produksi tidak tercapai. Oleh karena itulah diperlukan langkah-langkah
yang efektif dan efisien dalam pemeliharaan mesin/peralatan untuk dapat
menanggulangi dan mencegah masalah tersebut.
Fungsi mesin/peralatan yang digunakan dalam proses produksi akan
mengalami kerusakan sejalan dengan semakin bertambahnya usia mesin dan
penurunan kemampuan mesin dan peralatan tersebut, meskipun dengan demikian
umur pemakaian dan kegunaan dari mesin tersebut dapat diperpanjang dengan
penerapan metode perbaikan secara berkala melalui suatu aktifitas pemeliharaan
(maintenance) yang tepat. Total Productive Maintenance (TPM) adalah salah satu
metode yang dikembangkan di Jepang yang dapat digunakan untuk meningkatkan
produktifitas dan efisiensi produksi perusahaan dengan menggunakan
mesin/peralatan secara efektif. Dalam penelitian ini objek yang diteliti adalah
mesin Mixer Batching Plan
Tahapan pertama dalam usaha peningkatan efisiensi produksi pada
perusahaan ini adalah dengan melakukan pengukuran efektifitas mesin Mixer
Batching Plan dengan menggunakan metode Overall Equipment Effectifitas
(OEE) yang kemudian dilanjutkan dengan pengukuran OEE six big losses dan dari
faktor six big losses tersebut dicari faktor terbesar yang mengakibatkan rendahnya
efisiensi. Data yang digunakan adalah data enam bulan terakhir, yaitu mulai bulan
November 2008-April 2009. Hasil perhitungan menunjukan bahwa terjadi
fluktuasi nilai OEE tiap bulannya. Nilai OEE terendah terjadi pada Februari 2009,
yaitu sebesar 69,25% dan OEE terbesar terjadi pada bulan Januari 2009 sebesar
87,97%.







Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan
Terhentinya suatu proses di lantai produksi sering kali disebabkan adanya
masalah dalam mesin/peralatan produksi tersebut, misalnya kerusakan mesin yang
tidak terdeteksi selama proses produksi berlangsung, mesin dapat berhenti secara
tiba-tiba, menurunnya kecepatan produksi mesin, lamanya waktu set-up dan
adjustment (penyesuaian). Sehingga mesin menghasilkan produk yang cacat.
Penggunaan mesin dan peralatan produksi yang efektif akan menentukan
mutu produk. Dengan demikian dibutuhkan pemeliharaan terhadap
mesin/peralatan dari kondisi kerusakan (breakdown) dengan suatu sistem
perawatan atau pemeliharaan yang baik dan tepat sehingga dapat mengurangi
kerugian akibat mesin/peralatan. Hal ini akan meningkatkan produktivitas dan
efisiensi mesin/peralatan, sehingga kerugian yang diakibatkan oleh kerusakan
mesin dapat dihindarkan.
Pemeliharaan dan penanganan mesin/peralatan yang tidak tepat tidak saja
dapat menyebabkan masalah kerusakan mesin/peralatan saja, tetapi juga dapat
berakibat pada timbulnya kerugian-kerugian lain seperti waktu set-up dan
adjustment (penyesuaian) yang lama, menurunnya kecepatan produksi mesin,
mesin menghasilkan produk cacat atau produk yang harus dikerjakan ulang. Hal
ini tentunya merugikan pihak perusahaan karena dapat menurunkan tingkat


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-2
produktivitas dan efesiensi mesin/peralatan yang akan mengakibatkan biaya yang
harus dikeluarkan cukup besar.
PT. WIJAYA KARYA BETON PPB SUMUT (WIKA) merupakan sebuah
perusahaan yang memproduksi beton yang juga tidak terlepas dari masalah yang
berkaitan dengan produktivitas dan efisiensi mesin/peralatan. Hal ini dapat terlihat
dengan frekuensi kerusakan yang terjadi pada mesin/peralatan karena kerusakan
tersebut target produksi tidak tercapai. Akibat lain yang ditimbulkan kerusakan
mesin/peralatan yaitu dalam hal kualitas produk yang dihasilkan dimana produk
yang tidak sesuai dengan standar kualitas akan diolah kembali. Oleh karena itulah
diperlukan langkah-langkah yang efektif dan efisien dalam pemeliharaan
mesin/peralatan untuk dapat menanggulangi dan mencegah masalah tersebut.
Masalah Produktivitas dan Efisiensi mesi/peralatan yang dialami PT.
WIKA BETON disebabkan oleh pendeknya umur komponen mesin/peralatan
sehingga mesin/peralatan memiliki frekuensi pergantian maupun perbaikan
komponen yang tinggi dan juga memiliki peluang untuk mengalami kerusakan hal
ini dapat di lihat pada table 1.1. yang menunjukkan Frekuensi mesin tidak
beroperasi akibat perbaikan.
Tabel 1.1. Frekuensi Mesin Berhenti Akibat Perbaikan
Bulan

Waktu Tidak Beroperasi Mesin
(Jam)
November 1,91
Desember 6,36
Januari 2,20


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-3
Tabel 1.1. Frekuensi Mesin Berhenti Akibat Perbaikan
Bulan

Waktu Tidak Beroperasi Mesin
(Jam)
Febuari 2,87
Maret 6,52
April 3,66

Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan langkah-langkah yang tepat
dalam pemeliharaan mesin/peralatan, salah satunya dengan melakukan penerapan
Total Productive Maintenance (TPM). Total productive maintenance (TPM)
bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas perusahan manufaktur
secara menyeluruh dengan menggunakan overall equipment effectiveness (OEE)
sebagai alat yang digunakan untuk mengukur dan mengetahui kinerja
mesin/peralatan.
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang kesesuaian
faktor-faktor yang menentukan kebutuhan penerapan total productive
maintenance dengan kondisi perusahaan dan melihat faktor mana dari kerugian
yang dialami perusahaan tersebut yang dominan mempengaruhi terjadinya
penurunan efektivitas mesin/peralatan. Dengan demikian penulisan ini akan
memberikan usulan perbaikan efektivitas mesin/peralatan pada perusahaan melalui
penerapan total productive maintenance.




Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-4
1.2. Pokok Permasalahan
Setelah melakukan penelitian pendahuluan maka pokok permasalahan
yang diambil adalah pengidentifikasian terhadap faktor-faktor kerugian yang
dominan yang diakibatkan oleh tingginya pergantian dan perbaikan mesin tersebut
dan melakukan analisa terhadap penyebab besarnya kontribusi faktor-faktor
tersebut serta memberikan usulan penyelesaian masalah sebagai langkah awal
untuk menerapkan Total Productive Maintenance pada PT. WIKA BETON,
dengan menggunakan metode (Overall Equipment Effectiveness), untuk melihat
tingkat efektifitas dari penggunaan mesin.

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan pelaksanaan penelitian adalah untuk memberikan usulan perbaikan
efektivitas penggunaan mesin/peralatan secara menyeluruh.

1.3.1. Tujuan Umum
1. Melakukan pengukuran efektivitas penggunaan mesin secara menyeluruh
dengan menggunakan data perusahaan
2. Melakukan pengidentifikasian terhadap faktor-faktor dominan dari kerugian
yang diakibatkan oleh kerusakan mesin

1.3.2. Tujuan Khusus
Menindak lanjuti hasil pengukuran efektivitas dan pengidentifikasian
faktor-faktor dominan tersebut sehingga dapat membantu manajemen perusahaan


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-5
untuk menganalisa dan melakukan perbaikan secara menyeluruh guna
meningkatkan produktivitas dan efisiensi perusahan di masa yang akan datang.

1.4. Pembatasan Masalah
Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penelitian ini hanya meneliti satu mesin produksi saja yaitu mesin Mixer
Batching Plant.
2. Tingkat produktivitas dan efisiensi mesin/peralatan yang di ukur adalah
dengan menggunakan metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) sesuai
dengan prinsip Total Productive Maintenance untuk mengetahui besarnya
kerugian pada mesin/peralatan yang dikenal dengan six big losses
3. Data yang diambil adalah pada periode November 2008 April 2009

1.5 Asumsi-asumsi yang Digunakan
Adapun asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Pengukuran yang dilakukan dianggap sebagai langkah awal di mulainya
program perbaikan mesin/peralatan sehingga pengukuran yang bertujuan
menganalisa permasalahan yang berkaitan dengan produktivitas dan efisiensi
yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
2. Tidak terjadinya perubahan sistem produksi selama penelitian ini
berlangsung.


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-6
3. Setiap karyawan mengetahui bidang pekerjaannya sesuai dengan metode
kerja.
4. Para karyawan dan pimpinan mempunyai komitmen yang kuat untuk
mendukung peningkatan produktivitas dan efisiensi mesin/peralatan di
perusahaan ini.

1.6. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan, pembahasan dan penilaian karya akhir ini,
maka dalam pembuatannya akan dibagi menjadi beberapa bab dengan sistematika
sebagai berikut :
BAB I. PENDAHULUAN
Menjelaskan latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, asumsi yang digunakan dan sistematika
penulisan.
BAB II. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Menguraikan gambaran umum perusahaan PT. Rolimex Kimia Nusa
Mas Medan, jenis produk dan spesifikasinya, bahan baku, proses
produksi, mesin dan peralatan, serta organisasi dan manajemen
perusahaan.
BAB III. LANDASAN TEORI
Menyajikan teori-teori yang berhubungan dengan sistem pemeliharaan
mesin/peralatan umumnya dan khususnya Total Productive
Maintenance (TPM) dan teori lainnya


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-7
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN
Mengemukakan langkah-langkah serta prosedur yang akan dilakukan
dalam melakukan penelitian, pengumpulan data, pengolahan data,
analisis dan evaluasi, srta kesimpulan dan saran.
BAB V. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Mengidentifikasi keseluruhan data penelitian yang berhasil di dapat
selama penelitian, baik data primer maupun data sekunder yang
dikumpulkan serta berisi rancangan untuk melakukan penelitian. Serta
memuat tahapan-tahapan pengolahan data yang dikumpulkan hingga
digunakan untuk memecahkan masalah.
BAB IV. ANALISA PEMECAHAN MASALAH
Menjelaskan pemecahan masalah dan perencanaan langkah-langkah
yang akan dilakukan dalam memecahkan masalah, perhitungan
availability, performance efficiency dan rate of quality product yang
akan digunakan dalam perhitungan overall equipment effectivness
(OEE) untuk mengetahui seberapa besar kerugian efisiensi pada
mesin/peralatan.
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi kesimpulan dan saran yang mengemukakan kesimpulan semua
hal yang dilakukan penelitian, terutama akan hal pengolahan data yang
diperoleh pemecahannya serta langkah-langkah yang patut dilakukan
pihak perusahaan



BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan.
PT. WIKA merupakan suatu badan usaha milik Negara (BUMN) yang
bergerak dalam bidang usaha konstruksi, realiti perdagangan dan industri. PT.
WIKA ini pada mulanya didirikan oleh perusahaan Belanda pada tanggal 11
Maret 1960 dengan nama Naamlazo Vennotschap Techniche Handle
Maatschappij En Bounwberijf (VIS EN CO atau disingkat NV EN CO) yang
bergerak dibidang instalasi listrik. Sejak diberlakukannya nasionalisasi terhadap
perusahaan-perusahaan asing yang berada di Indonesia, VIS EN CO berubah
menjadi Perusahaan Negara dengan nama WIJ AYA KARYA atau PN. WIKA.
Pada tahun 1967, Perusahaan Negara (PN) WIKA mulai melakukan
diversifikasi usaha yang diawali dengan usaha perdagangan dan jasa konstruksi.
Usaha perdagangan meliputi perdagangan material dan peralatan industri
konstruksi seperti material dan peralatan listrik, jaringan transmisi dan distribusi,
gardu-gardu induk, alat-alat angkut dan sebagainya. Sedangkan jasa konstruksi
diawali pembangunan gedung sederhana, seperti proyek perumahan rumah susun
perumnas.
Memasuki tahun 70-an PN. WIKA melakukan langkah-langkah
diversifikasi usaha yang lebih kembang lagi dengan memproduksi komponen-
komponen bangunan beton pracetak, metal works dan peralatan listrik. Dari usaha
pengembangan ini, PN. WIKA sudah termasuk dalam jajaran kontraktor besar di
II-1


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-2
Indonesia yang mampu mengerjakan berbagai pekerjaan, konstruksi, dan
bendungan dan saluran irigasi sampai jembatan serta gedung-gedung tinggi pada
saat itu.
Pada tahun 1972, tepatnya tanggal 20 Desember dengan adanya
kebijaksanaan pemerintah tentang swastanisasi, status PN. WIKA berubah status
menjadi perusahaan Perseroan Terbatas (PT) yang sahamnya milik pemerintah.
PT. WIKA memulai usahanya dengan mengembangkan Sistem Beton
Pracetak (Panel) untuk rumah sederhana pada tahun 1978, berikutnya
dikembangkan rancangan rumah susun (flats) pada tahun 1979 yang diserahkan
untuk tujuan mendukung program pemerintah dalam mengorganisasikan
perkampungan miskin khususnya di Jakarta yang untuk pertama kalinya dibangun
di Tanah Abang.
Memasuki dekade 80-an, PT. WIKA telah melangkahkan usahanya lebih
jauh lagi dengan mengembangkan industri beton pracetak. Dengan cepatnya
perkembangan industri kontruksi tahun 1985 PT. WIKA memperkenalkan Sistem
Pracetak untuk Struktur Bangunan Tingkat Tinggi dan untuk pertama kalinya
digunakan dalam konstruksi bangunan Bank Dagang Negara (BDN) di Jakarta.
Industri ini tumbuh dengan pesat dan hingga saat ini PT. WIKA juga dikenal
sebagai produsen tiang listrik dan tiang Pancang Sentrifugal terbesar di Indonesia
dengan pabrik-pabrik yang tersebar di seluruh pelosok nusantara, termasuk di
Negara tetangga Malaysia. Selain itu, PT. WIKA juga memproduksi berbagai
produk beton lainnya, seperti:
a. Bantalan jalan rel
II-2


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-3
b. Balok-balok jembatan
c. Komponen-komponen Bangunan Gedung
Pada tanggal 11 Maret 1997, divisi produk beton PT. WIJ AYA KARYA
menjadi anak perusahaan dengan nama PT. WIJ AYA KARYA BETON,
berdasarkan akte notaris IMAS FATIMAH, SH. No. 44 tanggal 11 Maret 1997.
Ruang lingkup dan Bidang usahanya masih sama dengan Divisi PT. Wijaya Karya
produk beton.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha
Berbagai proyek konstruksi telah dilaksanakan PT. WIKA BETON di
seluruh pelosok Nusantara, mulai dari kota-kota besar sampai ke daerah-daerah.
Gedung-gedung pencakar langit, jembatan layang, jalan kereta api, dermaga,
bendungan, saluran irigasi, pembangkit tenaga listrik, serta berbagai bangunan
industri.
Proyek-proyek ini dikerjakan secara lengkap melalui rancang bangun dan
perekayasaan baik secara sendiri maupun bekerja sama dengan perusahaan lain
dari dalam dan luar negeri. Beberapa proyek pada bidang ini yang dibangun PT.
WIKA BETON meliputi:
a. Proyek Petrokimia, Gresik
b. Bendungan Klambu, Jawa Tengah
c. Sudirman Fly Over, Jakarta
d. Hyatt Regency Hotel, Surabaya
e. Jembatan Layang Kereta, Jakarta
II-2
II-3


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-4
Dalam bidang Realti dan Properti ini, PT. WIKA BETON telah
menyelesaikan rumah sederhana, menengah, ekskusif, termasuk rumah susun dan
apartemen. Lokasi-lokasi pemukiman tersebar di berbagai tempat di Indonesia,
diantaranya:
a. Perumahan Persada Kemala, Jakarta
b. Service area Persada Golf Garden, Jakarta
c. Persada Kemala Sport, Jakarta
Komoditi-komoditi yang diperdagangkan dalam PT. WIKA BETON
meliputi produk-produk lainnya di luar WIKA. Kegiatan usaha dalam bidang
seperti eksport telah menghasilkan PRIMANIATA untuk eksportir terbaik
nasional tahun 1992 dari Presiden Republik Indonesia pada saat itu.
Industri PT. WIKA BETON dimulai dengan industri produk-produk beton
seperti tiang listrik, tiang pancang, bantalan jalan lorry, dan komponen-komponen
konstruksi lainnya.
Untuk bidang pengecoran logam, yang semula hanya menghasilkan
produk aksesori jaringan kelistrikan, saat ini telah dikembangkan ke arah
pembuatan komponen-komponen otomotif dan produk-produk aluminium
penunjang industri lainnya. Untuk melengkapi rangkaian industri ini, PT. WIKA
BETON memiliki fasilitas pembuatan Mould & Dies yang juga dikembangkan ke
arah industri produk-produk Polimer.



II-4


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-5
2.2.1. Lokasi Perusahaan
PT. WIKA BETON merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
pembuatan beton yang berlokasi di J l. Medan-Binjai Km 15,5 No. 1 Sei
Semayang Kecamatan Medan Sunggal Kabupaten Deli Serdang. Perusahaan ini
dibangun diatas tanah 4,9 Ha setelah mengalami perluasan lahan beberapa kali.
PT. WIKA BETON ini merupakan salah satu industri yang berada di
daerah Binjai. Keberadaannya menyerap banyak tenaga kerja dari masyarakat
sekitarnya sehingga keberadaan perusahaan ini merupakan sebagian dari
pemecahan masalah lapangan kerja.

2.2.2. Daerah Pemasaran
Pemasaran pada PT. WIKA BETON. Segmentasi pasar dari produk PT.
WIKA BETON ini bisa diraih dari pihak pemerintah, misalnya dengan menangani
proyek-proyek pemerintah seperti dermaga, pembuatan jalur jembatan ataupun
bantalan jalur kereta api serta dari pihak swasta yang ingin mendirikan pabrik atau
gudang.
Segmentasi pasar produk yang dihasilkan oleh PT. WIKA BETON dilihat
dari variabel segmentasi pasar adalah berdasarkan segmentasi geografis. Adapun
pasar yang tetap selain pihak swasta adalah:
1. PLN : produk tiang listrik beton
2. Telkom : produk tiang telepon beton
3. Perumka : produk bantalan jalan kereta api

II-5


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-6
4. Pemda : pembuatan jembatan dan jalan layang
PT. WIKA BETON memproduksi produk beton dengan sistem make to
order, yaitu produk akan dihasilkan bila ada pesanan dari pelanggan. Pelanggan
PT. WIKA BETON yang paling utama adalah perusahaan-perusahaan yang
bergerak pada bidang konstuksi dan properti. Meskipun pelanggannya sudah
tertentu, namun PT. WIKA BETON tetap terus berusaha untuk mendapatkan
pelanggan baru untuk meningkatkan omzet penjualan produknya.
Daerah pemasaran utama PT. WIKA BETON adalah :
1. Wilayah Penjualan I, yaitu wilayah Sumatera Bagian Utara, yang meliputi
Propinsi NAD, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
2. Wilayah Penjualan II, yaitu wilayah Sumatera Bagian Selatan, yang meliputi
Propinsi Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung.
3. Wilayah Penjualan III yaitu wilayah DKI Jakarta yang juga merupakan kantor
kepala PT. Wijaya Karya.
4. Wilayah Penjualan IV yaitu wilayah Semarang
5. Wilayah Penjualan V yaitu wilayah Surabaya
6. Wilayah Penjualan VI yaitu wilayah Ujung Pandang






II-6


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-7
2.3.Organisasi dan Manajemen Perusahaan.
2.3.1. Struktur Organisasi Perusahaan.
Bagi suatu perusahaan, organisasi dan struktur organisasi merupakan suatu
hal yang sangat penting dan menentukan keberhasilan dan pencapaian tujuan
perusahaan. Dengan adanya organisasi dapat dilihat sistem birokrasi yang
menggambarkan bagaimana setiap pekerjaan dilakukan dengan teratur dan penuh
dengan tanggung jawab sehingga rencana-rencana kerja dapat dilaksanakan
dengan baik serta pengawasan akan lebih mudah dilaksanakan.
Struktur organisasi adalah kerangka antar hubungan satuan-satuan
organisasi, dimana satuan-satuan tersebut mempunyai tanggung jawab tugas dan
wewenang yang tertentu dalam jalinan kesatuan yang lebih utuh.
Struktur organisasi digambarkan pada skema organisasi (Organization
Chart). Skema organisasi ini memberikan gambaran mengenai seluruh kegiatan
serta proses yang terjadi pada suatu organisasi.
Terdapat empat komponen dasar merupakan kerangka dalam memberikan
definisi dari suatu struktur organisasi, yaitu:
1. Struktur organisasi memberikan gambaran mengenai pembagian tugas-tugas
serta tanggung jawab kepada individu maupun bagian-bagian pada satu
organisasi.
2. Struktur organisasi memberikan gambaran mengenai hubungan laporan yang
ditetapkan secara resmi dalam suatu organisasi. Tercakup dalam hubungan
pelaporan yang resmi ini banyaknya tingkat hirarki serta besarnya rentang
kendali dari semua pemimpin diseluruh tingkatan dalam organisasi.
II-7


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-8
3. Struktur organisasi juga menetapkan sistem hubungan dalam organisasi, yang
memungkinkan tercapainya komunikasi, koordinasi dan pengintegrasian
segenap kegiatan organisasi, baik kearah vertical maupun horizontal.
4. Struktur organisasi menetapkan pengelompokan individu menjadi bagian
organisasi, dan pengelompokan bagian-bagian organisasi menjadi suatu
organisasi yang utuh.
Dalam sistem pengorganisasian pada unit yang berbeda-beda, diperlukan
struktur organisasi yang dapat mempersatukan seluruh sumber daya dengan cara
yang teratur. Dengan struktur organisasi tersebut diharapkan setiap personil yang
ada di dalam organisasi dapat diarahkan sehingga dapat mendorong mereka
melaksanakan aktivitas masing-masing dengan baik dengan mendukungnya
sasaran perusahaan.
Pada perusahaan PT.WIKA BETON yang mempunyai tujuan untuk
memperoleh keuntungan maksimum dengan menciptakan suasana dan mutu kerja
yang optimum, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan dan
kegiatan perusahaan.
Struktur organisasi perusahaan ini merupakan kerangka dasar yang
menggambarkan pembagian pelaksanaan kegiatan organisasi di dalam bidang
usaha tersebut, yang meliputi tata cara pembagian tugas dan wewenang, fungsi,
tanggung jawab pekerjaan dan ketentuan mengenai hubungan formal antara
fungsi-fungsi yang terdapat di dalam organ pokok perusahaan.
Berdasarkan struktur organisasi PT.WIKA BETON yang telah ditetapkan
dalam SK 01.01/04.009/92 terlihat bahwa pelimpahan wewenang tingkat pertama
II-8


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-9
sebagai satuan tugas setelah manajer pabrik adalah para kepala seksi yang terdiri
dari:
1. Seksi Teknik dan Mutu
2. Seksi Perencanaan & Evaluasi Produksi
3. Seksi Administrasi Keuangan dan Personalia
4. Seksi Peralatan
5. Seksi Kepala Unit Produksi
Struktur organisasi pada perancangan unit pembuatan beton pracetakan
PT. WIKA BETON menggunakan struktur organisasi secara matriks. Pada
struktur organisasi ini semua seksi menuju ke unit produksi dimana masing-
masing seksi dapat menangani seksi lain.
Gambar struktur organisasi PT WIKA BETON dapat dilihat pada gambar
2.1. berikut ini.
MANAJ ER PABRIK
SEKSI TEKNIK DAN MUTU
SEKSI PERENCANAAN DAN
EVALUASI PRODUK
SEKSI PERALATAN
SEKSI KEUANGAN DAN
PERSONALIA
UNIT PRODUKSI
KEPALA UNIT PRODUKSI
KEPALA SHIFT

Gambar 2.1 Struktur Organisasi PT. Wijaya Karya Beton




II-9


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-10
2.3.2. Uraian Tugas Dan Tanggung Jawab
Adapun tugas, wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing bagian
dalam struktur organisasi dapat dilihat pada Lampiran I.

2.3.3. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja
1. Jumlah Tenaga kerja
PT. WIKA BETON memiliki tenaga kerja yang terdiri dari tenaga kerja
produksi dan penunjang produksi. Tenaga kerja produksi adalah karyawan harian
yang ditempatkan pada bagian pengolahan, sedangkan tenaga kerja penunjang
adalah karyawan yang ditempatkan pada bagian kantor.
Jumlah karyawan yang bekerja pada PT. WIKA BETON secara
keseluruhan 122 orang. Jumlah tenaga kerja diuraikan pada tabel 2.1. sebagai
berikut :










II-10


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-11
Tabel 2.1. Komposisi Karyawan
No Departemen Jumlah Pendidikan
1 Manajer Pabrik 1 Sarjana
2 Seksi Teknik dan Mutu
Kepala Seksi
Inspektur K3
QA Lab. Mutu Beton
QA Proses dan Kualifikasi
QA Material Suku Cadang
Adm. Teknik Mutu
QA Standarisasi
QA Produk J adi

1
2
1
6
1
1
1
1

Sarjana
SLTA/Sederajat
SLTA/Sederajat
SLTA/Sederajat
SLTA/Sederajat
SLTA/Sederajat
SLTA/Sederajat
SLTA/Sederajat
3 Seksi Perencanaan dan Evaluasi Produksi
Kepala Seksi
Adm. Prosuksi
Evaluasi Produksi
Stock Yard
Adm. Gudang
Operator Weel Loader
Operator Dum truk

1
2
2
3
4
2
1

Sarjana
SLTA/Sederajat
SLTA/Sederajat
SLTA/Sederajat
SLTA/Sederajat
SLTA/Sederajat
SLTA/Sederajat
4 Seksi Peralatan
Kepala Seksi
Staf Seksi Peralatan
Adm. Peralatan
Karu Storing
Anggota Storing
Work Shop Peralatan
Operator Boiler
Operator Forklif

1
1
1
3
5
1
4
1

Sarjana
SLTA/Sederajat
SLTA/Sederajat
SLTA/Sederajat
SLTA/Sederajat
SLTA/Sederajat
SLTA/Sederajat
SLTA/Sederajat
5 Seksi Keuangan dan Personalia
Kepala Seksi
Kasir
Akuntansi
Logistik
Sekretariat
Adm. Personalia
Umum
Satpam
Driver

1
1
2
2
1
1
1
7
1

Sarjana
Sarjana
SLTP/Sederajat
SLTP/Sederajat
SLTP/Sederajat
SLTP/Sederajat
SLTP/Sederajat
SLTP/Sederajat
SLTP/Sederajat
SLTP/Sederajat
6 Seksi Produksi
Kepala Unit Prosuksi
Kepala Shift
KKR
KKRS
Adm. Produksi
Karu
Anggota Regu Prosuksi

1
1
4
3
1
6
39

Sarjana
Sarjana
SLTP/Sederajat
SLTP/Sederajat
SLTP/Sederajat
SLTP/Sederajat
SLTP/Sederajat
Total 122
Sumber : PT. Wijaya Karya Beton Medan

II-11


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-12
PT. WIKA BETON terdiri dari 6 departemen yang dibagi lagi atas
beberapa bagian, adapun departemen tersebut :
1. Departemen Teknik
2. Departemen Perencanaan dan Evaluasi Produksi
3. Departemen Keuangan dan Personalia
4. Departemen Quality Assurance (QA)
5. Departemen Peralatan
6. Departemen Produksi

2. Jam Kerja
Agar perusahaan dapat berjalan dengan baik dalam melaksanakan tugas
guna mencapai tujuan, diperlukan pengaturan waktu kerja yang baik. Jam kerja di
PT. WIKA BETON diatur sebagai berikut Supaya perusahaan berjalan lancar
dalam melakukan tugas untuk mencapai tujuannya, maka jam kerja diatur (bagian
operasional) menjadi tiga shift, yaitu:
Jam Kerja Normal
Jam kerja normal digunakan 8 jam kerja efektif per hari dengan waktu 5
hari kerja (Sabtu libur), perincian jam kerja sebagai berikut :
Jam 08.00-12.00 WIB (Kerja)
Jam 12.00-13.00 WIB (Istirahat)
Jam 13.00-17.00 WIB (Kerja)


II-12


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-13
Jam Kerja Shift
Jam kerja produksi terdiri atas 2 shift kerja dengan perincian sebagai
berikut :
1. Shift I :
Jam 08.00-12.00 WIB (Kerja)
Jam 12.00-13.00 WIB (Istirahat)
Jam 13.00-17.00 WIB (Kerja)
2. Shift II :
Jam 17.00-21.00 WIB (Kerja)
Jam 21.00-22.00 WIB (Istirahat)
Jam 22.00-02.00 WIB (Kerja)
Bagian Shift kerja produksi dapat diperlihatkan pada tabel 2.2. berikut ini :
Tabel 2.2. Bagian Shift
Hari
Shift
Senin Selasa Rabu Kamis Jumat
P I I I I I
M II II II II II
Sumber : PT. Wijaya Karya Beton Medan
Keterangan :
P =Pagi
M =Malam
I =Shift I
II =Shift II
II-13


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-14
Karyawan yang bekerja melebihi kerja normal atau kerja shift dihitung
sebagai kerja lembur. Hari Sabtu, Minggu dan hari-hari besar lainnya merupakan
hari libur bagi perusahaan.

2.3.4. Sistem Pengupahan Dan Fasilitas Lainnya
1. Sistem Pengupahan
Gaji adalah pembayaran berupa uang yang diberikan kepada pegawai atas
pekerjaan yang dilaksanakan dan diserahkan setiap bulan pada tanggal yang telah
ditetapkan perusahaan.
Jumlah gaji yang diterima oleh pegawai tergantung dari gaji pokok dan
tunjangan-tunjangan yang diperoleh dan yang ditentukan oleh perusahaan. Upah
adalah pembayaran berupa uang yang diberikan kepada karyawan atas pekerjaan
yang dilaksanakan. Upah untuk karyawan tetap maupun harian, besarnya
didasarkan pada gaji pokok atau tarif upah per hari yang sesuai dengan ketentuan
upah minimum yang telah ditetapkan oleh Departemen Tenaga Kerja.
Staff dan karyawan perusahaan digaji menurut gaji sesuai dengan jenjang
organ yang telah diatur secara terperinci. Pada struktur yang sebanding dengan
besaranya gaji yakni:
1. Tingkat eksekutif (Manager PPB)
2. Tingkat staff dan ahli manager PPB
3. Pegawai/karyawan tetap perusahaan
4. Pegawai/karyawan waktu tertentu
II-14


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-15
Sistem pengupahan berdasarkan Upah Minimum Regional (UMR) untuk
daerah Sumatera Utara, yaitu:
Upah serendah-rendahnya Rp. 150.000
Upah setinggi-setingginya Rp. 2.200.000, (untuk tahap manager)

2. Fasilitas Lainnya
Untuk mendorong staff dan karyawan agar tetap bekerja lebih giat dalam
meningkatkan prestasinya, perusahaan memberikan insentif dan fasilitas berupa
materi maupun non materi, yakni :
1. Pemberian Cuti
Pemberian cuti tahunan, cuti sakit kepada staff dan karyawan tetap serta cuti
khusus dan cuti insidentil untuk staff dari pusat
2. Perawatan kesehatan
Diberikan perawatan Rumah Sakit untuk 1 orang istri dan 3 orang anak
3. Fasilitas Kerja
Perusahaan memberikan pakaian kerja, sarung tangan, kaca mata las, helm,
dan alat pengaman kepada regu produksi
4. Jaminan sosial
Seluruh staff dan karyawan yang bekerja di PBB Sumatera Utara
diikutsertakan pada PERUM JAMSOSTEK



II-15


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-16
5. Dana Pensiun
Kepada seluruh staff dan karyawan diberikan dana pensiun (BPLK) dan
asuransi untuk batas usia 55 tahun ke atas
6. Premi Produksi
Setiap karyawan mendapat premi jika mampu bekerja baik sehingga produk
yang dihasilkan melebihi target yang telah ditetapkan untuk shift produksi
7. Memberikan tunjangan
Memberikan tunjangan berupa THR atau Tahun Baru sebesar 1 bulan upah
8. Sarana / fasilitas
Staff dan karyawan mendapat fasilitas mess/penginapan, mushalla, serta
lapangan tennis
9. Makanan dan ekstra puding
Seluruh staff dan karyawan mendapat jatah 1 kali makan dan minum
secukupnya setiap hari, serta ekstra puding bubur kacang hijau dan susu setiap
hari Senin dan Kamis.
10. Koperasi Karyawan
Perusahaan juga memikili koperasi yang dikelola oleh para karyawan di
bawah pengawasan perusahaan.





II-16


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-17
2.4. Proses Produksi
2.4.1. Standar Mutu Produk
Produk bermutu dan memiliki pelayanan yang baik merupakan usaha
perusahaan didalam menjual produknya pada konsumen. Keberhasilan perusahaan
sangat tergantung dari seberapa jauh perusahaan dapat mengerahui, mengerti dan
memahami permintaan pelanggan tersebut pengawasan mutu dilakukan terhadap
proses produksi yang ditujukan untuk menjaga konsistensi dari mutu produk
dengan melakukan pemeriksaan yang selektif terhadap mutu bahan baku yang
diterima.
Dalam hal mutu tiang pancang dan tiang listrik telah menentukan
spesifikasi teknis. Kriteria yang digunakan untuk memberi batasan pada mutu
adalah untuk pasir, koral/split, semen, PC wire, besi beton, besi plat sambung, dan
zat additive (Kaomighty, Rheobuild 900 I Degusa, Sicament NN, Glenium,
Viscocrate). Masing-masing karakteristik tersebut erat kaitannya dengan barang
yang akan dihasilkan. Oleh sebab itu spesifikasi mutu produk sangat menentukan
aspek pasar bagi produk itu sendiri.
Standar mutu bahan dapat diperlihatkan pada table 2.3, table 2.4, dan tabel
2.5, berikut ini :
Tabel 2.3. Bahan Baku Material Alam
No Parameter Standard
1 Pasir Kadar lumpur <5 %
2 Koral/Split Kadar lumpur <3 %
Sumber : PT. Wijaya Karya Beton Medan



II-17


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-18
Tabel 2.4. Bahan Baku Material Industri
No Parameter Standard
1 Semen SNI
2 PC Wire SNI
3 Kawat spiral SNI
4 Besi beton SNI
5 Besi Plat sambung SNI
6 Cat SNI
Sumber : PT. Wijaya Karya Beton Medan

Tabel 2.5. Bahan Tambahan Additive
No Parameter Standard
1 Kaomighty SNI
2 Rheobuild 900 i Degusa SNI
3 Sicament NN SNI
4 Glenium SNI
5 Viscocrate SNI
Sumber : PT. Wijaya Karya Beton Medan


2.4.2. Bahan Yang Digunakan
2.4.2.1. Bahan Baku.
Bahan baku adalah bahan utama dalam proses produksi dimana sifat dan
bentuknya akan mengalami perubahan. Adapun yang menjadi bahan baku utama
dalam produksi beton pada PT. WIKA BETON adalah :
1. Semen
Digunakan semen portlan tipe I (SII-0013-1977) yaitu semen Andalas dan
semen Padang.
2. Pasir (agrigat halus)
Pasir ini diperoleh dari sungai. Perusahaan memesan pasir sesuai dengan
peraturan beton bertulang Indonesia, yaitu:
II-18


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-19
a. Pasir untuk beton adalah merupakan pasir alam sebagai hasil desintegrasi
alami batu-batuan.
b. Pasir harus terdiri dari batu-batuan tajam dan keras. Butiran-butiran ini
harus bersifat melekat, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh
cuaca seperti : terik matahari dan hujan.
c. Pasir tidak boleh mengandung bahan-bahan organisme yang terlalu
banyak.
d. Kadar lumpur tidak boleh lebih dari 5 %, karena apabila lebih dapat
menurunkan mutu beton yang mengakibatkan: sampel/pecah, retak,
berongga.
3. Batu Kerikil (agrigat kasar)
Batu kerikil yang digunakan adalah:
a. Batu koral (alami)
b. Batu split (hasil pecahan)
4. Prestressed Concrete Wire (PC Wire) dengan diameter 7 mm, diimpor dari
Korea Selatan dengan daya tekan 200 Bar
5. Kawat baja spiral dengan diameter 4 mm, untuk pembuatan spiral dan cincin
kerangka
6. Kawat beton, untuk mengikat besi baja satu sama lain dalam proses
pembuatan kerangka
7. Katoda (BC Draad) digunakan dalam proses pengelasan untuk membentuk
cincin dari kawat spiral.

II-19


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-20
2.4.2.2. Bahan Tambahan.
Yang dimaksud bahan tambahan adalah bahan yang ditambahkan pada
proses pengolahan untuk melengkapi dan memperbaiki mutu dari produk yang
dihasilkan oleh proses produksi. Yang termasuk bahan tambahan adalah :
1. Cat Pylox
Digunakan untuk pembuatan merk, nomor, kode tipe tiang.

2.4.2.3. Bahan Penolong.
Yang dimaksud dengan bahan penolong adalah bahan yang digunakan
langsung atau tidak langsung pada produk jadi dalam suatu proses yang
diperlukan dalam memperlancar penyelesaian suatu produk. Adapun yang
termasuk bahan penolong pada produk beton yaitu :
1. Air tanah, berfungsi untuk membantu pengadukan pada saat pencampuran
adukan beton, berfungsi pada saat proses spinning untuk membersihkan sisa
adukan beton pada pinggir cetakan, serta digunakan pada proses penguapan
dimana air akan diubah menjadi uap panas.
2. Minyak Ressiner, adalah sejenis minyak pelican yang dioleskan pada bagian
dalam dari mal yang berguna agar bahan-bahan campuran tidak lengket pada
mal dan dapat menghasilkan permukaan tiang yang halus.
3. Minyak gemuk, digunakan sebagai bahan pelincan baut mal.
4. Oli, digunakan pada mesin-mesin produksi agar mesin dapat bergerak dengan
lancar.
II-20


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-21
5. Admixture, satu bahan kimia berbentuk cairan yang ditambahkan pada
campuran beton yang berguna untuk mempercepat proses pengeringan dan
memperkuat ikatan antara masing-masing unsur campuran beton.

2.4.3 Uraian Proses
Proses produksi adalah metode atau teknik untuk membuat suatu barang
atau jasa bertambah nilainya dengan menggunakan sumber tenaga kerja, mesin,
bahan baku, bahan penolong dan dana yang ada. Dalam memproduksi beton, PT.
WIKA BETON membagi lantai produksi menjadi dua departemen yang terdiri
dari Departemen Persiapan Tulangan dan Departemen Pembuatan Beton. Pada
Departemen Pembuatan Beton, PT. WIKA BETON membagi Proses produksi
dilakukan dalam 5 jalur yaitu :
A. Jalur I dan II melakukan produksi dengan system sentrifugal yang
menghasilkan produk berupa :
- Tiang Pancang
- Tiang Listrik
B. Jalur III menghasilkan produk berupa bantalan jalan rel
C. Jalur IV dan V melakukan produksi dengan system pracetak yang
menghasilkan produk berupa :
- Balok Jembatan
- Sheet File

II-21


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-22
Proses pembuatan produk pada PT. WIKA BETON terdiri dari beberapa
tahap yaitu :
1. Proses Persiapan Tulangan (Reinforcement Preparation),
Adapun material yang akan dirakit dicetakan terlebih dahulu dipersiapkan
di Workshop tulangan dengan proses sebagai berikut :
a. Pengujian PC Wire
Sebelum digunakan setiap PC Wire yang dipasok suplayer ke perusahaan
terlebih dahulu diuji di laboratorium independent.
b. Pemotongan PC Wire (cutting)
Besi baja dari tempat penumpukan dibawa ke daerah pemotongan besi dengan
menggunakan mesin potong (cutting machine) sesuai dengan kebutuhan
panjang tiang yang akan dibentuk.
c. Pembentukan Heading
Heading PC Wire ini dibuat untuk menahan PC Wire pada saat penarikan
tulangan nantinya dengan plat sambung. PC Wire dimasukkan ke lubang
pengarah mesin hingga menyentuh hammer. Mesin dioperasikan dengan
menekan/menginjak pedal/handle dari mesin heading. Untuk tiang pancang
yang menggunakan 2 plat sambung yang akan di stressing simultant
dimasukkan beserta tulangan spiral sebelum ujung PC Wire yang lain di
heading.
d. Pembentukan Spiral
Spiral digunakan sebagai tulangan yang dibentuk spiral. Spiral ini dililitkan
PC Wire. Pembentukan spiral dilakukan pada mesin spiral (coiling machine).
Mesin ini dilakukan secara otomatis apabila ukuran spiral untuk tipe tiang
II-22


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-23
yang dikehendaki telah selesai dibentuk atau dengan kata lain hingga jumlah
lilitan yang diperlukan sesuai dengan Standard Spesifikasi Produksi (SSP).
e. Pembuatan Cincin
Pembentukan cincin diawali dengan pembentukan spiral. Spiral ini kemudian
dipotong sesuai dengan ukuran yang selanjutnya dilas dengan menggunakan
las listrik untuk membentuk ring. Bahan untuk cincin ini adalah untuk
menahan PC Wire agar tidak melendut pada saat merangkai tulangan dengan
spiral.
f. Pembuatan plat sambung
Plat sambung yang telah dipasang keranjang dan secara manual plat sambung
dipasang pada kepala PC wire, diameter dari plat sambung itu sendiri
disesuaikan dengan diameter produk yang akan dibuat.
2. Persiapan Cetakan Beton
Cetakan di atas trolly dibawa ke bagian tulangan dan diangkut dengan
hoist ke trostel tulangan. Sebelum melanjut ke proses berikutnya, terlebih dahulu
cetakan dibersihkan dari kotoran/sisa adukan beton yang masih melekat dengan
kape dan kuas pembersih, lalu pada permukaan cetakan atau mal dioleskan
dengan minyak cetakan secara tipis dan merata. Minyak cetak terbuat dari minyak
kelapa sawit ditambahkan solar yang fungsinya agar campuran beton nantinya
tidak lengket dan menghasilkan permukaan beton yang halus.
3. Pembuatan Adukan Beton (Concrete Mixing)
Bahan yang digunakan untuk campuran beton ini adalah pasir, koral,
semen dan air dan zat additive(kaomight). Mutu bahan baku terlebih dahulu
II-23


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-24
diteliti sebelum digunakan. Semua bahan tersebut dicampur dengan komposisi
yang telah ditentukan sesuai dengan standart mutu, dan jenis produk.
Pencampuran beton dilakukan dengan menggunakan mesin pengaduk (mesin
molen), sehingga diperoleh adonan yang merata. Untuk menjaga konsistensi mutu
beton, setelah pengadukan selesai secara random dilakukan pengambilan sampel
untuk diuji di laboratorium beton
4. Pembuatan Benda Uji Beton
Pengujian mutu beton merupakan aktivitas yang penting dalam
pelaksanaan produksi agar produk yang dihasilkan tetap berada dalam standar
yang telah ditetapkan.
5. Perakitan Tulangan (Reinforcemant Assambly)
Cetakan dan ujung plate di bersihkan dari kotoran/sisa adukan beton.
Pasang ujung plate atas dan bawah pada cetakan bawah kemudian kencangkan
baut dorong. Minyak cetakan dioleskan secara tipis dan merata pada cetakan.
Letakkan spiral pada cetakan bawah. Cincin/ring lalu diikatkan pada baja dengan
menggunakan kawat pengikat, dimana ring disusun lebih rapat pada ujung tiang.
Kegunaan ini adalah untuk menahan beban instalasi dan untuk membentuk
rangkaian agar tidak bergelombang. Gulungan spiral yang masih terikat diujung
mal direntangkan, disusun sedemikian rupa dan kemudian diikatkan pada besi
baja dengan kawat pengikat. Bila rangkaian telah rampung, maka diangkut ke
daerah pemasukan rangkaian ke dalam mal (table of reinforcement).
Perakitan tulangan ke dalam cetakan ini dilakukan sesuai dengan tipe
produk yang ingin dibuat, kemudian cetakan siap untuk dicor dengan adukan
II-24


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-25
beton. Cetakan yang telah siap untuk dicor dengan adukan beton dipindahkan
kebagian pengecoran diatas trolly dengan menggunakan hoist.
6. Pengecoran Adukan Beton (Concrete Filling)
Rangkaian yang berasal dari daerah penumpukan sementara atau yang
langsung dari daerah perangkaian dimaksukkan ke dalam mal yang sudah bersih
di daerah table of reinforcement. Kedua ujung rangkaian diikatkan pada ujung mal
(atas dan bawah) dengan menggunakan penutup. Bila proses ini selesai, rangkaian
dalam mal diangkut ke daerah pengecoran dan siap untuk dicor. Selnjutnya dalam
mal diangkut kedaearah pengecoran dan siap untuk dicor. Selanjutnya latakkan
cetakan diatas trolly cor. Pasang tebeng cor pada kanan dan kiri cetakan bawah.
Masukkan adukan ke dalam hopper, kemudian tuangkan ke dalam cetakan.
Penuangan dimulai 1 meter dari ujung, bergerak maju ke arah ujung yang lain.
Distribusikan adukkan secara merata disepanjang cetakan ke jok pada bagian
ujung. Yang penting diperhatikan adalah bahwa pada bagian mal harus sedikit
dikurangi, karena nantinya pada saat pemutaran, sisa bahan akan bergeser kearah
pangkal mal. Tempatkan cetakan ke lokasi penutupan.

7. Penutupan Cetakan dan Penarikan Kawat Pra-Tekan (Mould Closing dan
Prestressing).
Setelah adonan beton merata, lalu dipasang karet spon dibagian kanan dan
kiri cetakan sambil dirapikan. Penutup cetakan dan bersamaan dengan itu penutup
atas dibawa dengan craine hoist. Setelah penutup atas cetakan tepat menutupi
cetakan maka seluruh baut cetakan dikunci dengan menggunakan Inpect tool. Bila
II-25


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-26
seluruh baut telah dikencangkan maka dilakukan stressing akhir dengan
mengendurkan baut dorong pada end plate.
8. Pemutaran Cetakan (Mould Spinning)
Pada bagian pemutaran (spinning) telah tersedia roda atau roll pemutar
yang akan memutar cetakan.Setelah cetakan diletakkan diatas roll pemutar maka
mesin spinning akan menggerakkan roll. Pemutaran cetakan pada mesin putar
(spinning machine) ini bertujuan untuk memadatkan adonan beton di dalam
cetakan dengan memanfaatkan gaya sentrifugal yang ditimbulkan oleh mesin
putar. Proses pemadatan dengan gaya sentrifugal ini menjadikan beton lebih padat
sehingga memiliki daya tahan terhadap korosi tinggi dan dilakukan secara
bertahap untuk mencegah timbulnya rongga pada beton.
Setelah tahapan spinning selesai maka cetakan diangkat dan dibawa
kebak perawatan uap dengan menggunakan craine hoist. Sebelumnya limbah
dibuang dari dalam cetakan dengan memiringkan posisi cetakan sehingga limbah
dapat keluar dan dialirkan ke bak limbah.

9. Perawatan Uap (Steam Curing)
Setelah proses pemadatan, maka proses selanjutnya adalah pengeringan
dengan menguapkan uap panas 70
0
C100
0
C yang bertujuan untuk memperpendek
waktu pengerasan beton. Proses ini dilakukan selama 3-6 jam. Temperatur
penguapan juga tidak boleh melebihi dari 100
0
C, karena dapat mempengaruhi
permukaan beton. Setelah penguapan dilakukan, kemudian dilakukan pendinginan
selama 30-60 menit secara manual.
II-26


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-27
10. Pembukaan Cetakan (Mould Stripping).
Setelah proses perawatan dengan uap, angkat cetakan dari trestle, dan
letakkan pada trolly buka. Lepaskan baut. Lakukan pemotongan besi pra-tegang
dengan alat potong las (blander) satu persatu secara menyilang. Potong besi pra
tegang pada ujung yang lain dengan menggunakan blander potong. Kendorkan
baut dengan menggunakan impact tool. Lepaskan klem dan letakkan di atas
cetakan atas. Angkat cetakan atas, cetakan digantung, bersihkan dengan minyak
secara tipis dan merata. Buka ujung plate pada kedua ujungnya dan lakukan
penandaan sesuai dengan instruksi. Dan saat bersamaan pula produk diinspeksi
mutunya dan dibuat label pada produk jadi yaitu dengan cat semprot kompresor
diberikan merek WIKA tanggal produksi nomor produk dan kode tipe produk.
Contohnya sebagai berikut :
a. Label produk tiang pancang
WIKA Artinya
35 COB15.9.W Diameter tiang pancang =35 cm
Tipe tiang/klas =CO
Model tiang =bottom (B)
Panjang tiang =15 m
Jenis tulangan =PC Wire 9 mm
13-01-2009 tanggal produksi =13 january 2009
8213383 Kode wilayah pabrik =8
Nomor jalur =2
Nomor urut produksi =13383

II-27


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-28
b. Label produk tiang listrik
WIKA Artinya
7-100-124 Panjang tiang listrik =7 m
Beban Design =100
Diameter atas tiang =124 mm
13-01-2009 Tanggal produksi =13 january 2009
8213397 Kode wilayah pabrik =8
Nomor jalur =2
Nomor urut produksi =13397
Merek cat yang digunakan yaitu Nippon Paint. Cetakan diangkat dengan
craine hoist dengan cara dimiringkan untuk mengeluarkan produk jadi ke atas
trolly, kemudian dibawa ke stock yard dengan menggunakan trolly.
11. Perawatan Air dan Finishing (Finishing and Water Curing).
Dalam penanganan produk jadi yang dilakukan adalah proses penumpukan
dan perawatan produk di stock yard. Sebelumnya produk diservice dan diolesi
minyak solar pada plat sambung serta pengecekan akhir pada lubang tembus dan
permukaan tiang. Produk jadi yang memenuhi standart ditumpuk di stock yard
(gudang terbuka) dengan cara susunan memanjang simetris dan melebar, dimana
diantara batangan produk yang ditumpuk tersebut dibatasi dengan kasu atau kayu
balok dan di bagian pinggir diberi penahan segitiga agar susunan produk tidak
jatuh. Penahan segitiga terbuat dari coran semen yang dicetak segi tiga dengan
ukuran 11 x 7 x 7 cm dengan lebar 8 cm. Selanjutnya selama 3 hari dilakukan
perawatan air dan hasil cetakan siap untuk didistribusikan.
II-28


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-29
Untuk lebih jelasnya proses produksi untuk jenis tiang pancang bulat dapat
dilihat pada gambar 2.2
Pembuatan Benda Uji
Penulangan Di Cetakan
Pengecoran Adukan Beton
Penutupan Cetakan
Pemutaran Cetakan
PerawatanUap
Pembuatan Adukan Beton
Persiapan Cetakan
Persiapan Tulngan
Pembukaan Cetakan
Perawatan Air dan
Penyelesaian Akhir
Stressing 1 PC Wire
Pengadukan Beton
Stressing 11 PC Wire

Gambar 2.2. Proses Produksi Tiang Pancang
II-29


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-30
2.5.Mesin Dan Peralatan
2.5.1. Mesin Produksi dan Peralatan
Adapun spesifikasi mesin produksi yang ada di PT. WIKA BETON dapat
dilihat pada Lampiran 2.

2.5.2. Utilitas
Utilitas adalah segala sesuatu yang digunakan agar proses yang terjadi
dapat berjalan dengan efektif dan ekonomis guna mendapatkan hasil yang
optimal. Sarana utilitas digunakan untuk meningkatkan mutu memelihara
peralatan, menjaga keseimbangan dalam proses pengolahan disamping
penggunaan pokoknya sebagai penggerak peralatan.
Untuk kelancaran kegiatan produksi, maka diperlukan unit pendukung
seperti dibawah ini :
1. Genset
Fungsi : Pembangkit Listrik/penghasil tenaga listrik pada pabrik dengan
menggunakan bahan bakar minyak solar
2. Boiler
Fungsi : Penghasil uap untuk didistribusikan ke bak steam curing guna
mempersingkat waktu pengerasan produk.
3. WTC (Water cooling tower)
Fungsi : Penampung air yang berasal dari sumur untuk kebutuhan produksi
dan pabrik.
4. Air Process Unit


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-31
Fungsi : Menghasilkan udara bertekanan yang melalui screw compressor
5. Transportasi (Sarana Pengangkut)
Fungsi : Untuk memenuhi kebutuhan material alam dan material
industri,maka perusahaan menggunakan :
a. Satu unit forklift
Fungsi : Memindahkan bahan-bahan yang mempunyai volume besar dan
berat seperti buttem tiang pancang, drum additive dan besi untuk produk
bantalan rel kereta api serta membawanya dekat lantai produksi.
b. Satu unit drum truck
Fungsi : Memindahkan material alam seperti pasir, split dari tempat
penumpukan material dan memindahkan limbah pabrik ke sentral
penumpukan.
c. Tiga unit wheel loader
Fungsi : Memindahkan material alam seperti pasir, split keatas drum truck
dan memindahkan limbah keatas drum truck.
d. Dua unit mobil pick up
Fungsi : Memindahkan buttem tiang pancang dan menarik grobak yang
berisi tulangan dari work shop tulangan kedekat lantai produksi.
6. Work shop cetakan
Fungsi : Untuk merawat dan memperbaiki cetakan sehingga menghasilkan
cetakan yang bermutu.


II-31


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-32
. Bak stem curing
Fungsi : Untuk proses penguapan dan mempercepat pembukaan produk
yang dihasilkan.

2.5.3. Safety & Fire Protection
Safety merupakan usaha untuk mengadakan perlindungan terhadap seluruh
peralatan, supaya jangan terjadi kecelakaan tenaga kerja, selamat, dan sehat
sewaktu melaksanakan pekerjaan agar seluruh peralatan harus dilengkapi dengan
alat keselamatan kerja sehingga dapat dioperasikan dengan baik dan aman tanpa
mengalami ngangguan terhadap operator. Hal-hal yang harus diperhatikan untuk
perlindungan PT. WIKA BETON telah menetapkan prosedur adalah sebagai
berikut :
1. Panel control : Hubungan listrik (baik antar fasa atau fasa netral atau fasa
nol) dapat mengakibatkan ledakan dan sebagainya. J ika terjadi ledakan
gunakan APAR (CO2 / AF 11).
2. Putaran spinning dapat menyebabakan gangguan telinga. Pastikan
menggunakan ear plug saat melakukan proses spinning.
3. Jenis zat additive dapat mengakibatkan nyeri dan bercak luka pada kulit.
Gunakan sarung tangan untuk setiap proses operasi.
4. Pada karyawan kantor yang memakai fasilitas komputer dapat
mempengaruhi daya kerja otot mata. Setiap 2 jam alihkan pandangan dari
monitor. Pandangan keluar dengan focus sejauh mungkin untuk rileksasi
mata selama beberapa menit.
II-32


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-33
Teknik penggunaan racun api
1. Pastikan jenis racun api yang anda pakai (CO2, AF11/Halon, Powder).
2. Pastikan racun api masih ada isi dan baik (Lihat code tekanan).
3. Bawa racun api ke tempat lokasi.
4. Buka/tarik pin racun api.
5. Arahkan nozzle (horizontal) tepat diatas api.
6. Tekan pemicu racun api dengan kuat.
7. Setelah selesai tempatkan kembali racun api pada posisi semula.
Teknik penggunaan hydrant
1. Buka dan tarik pipa hydrant ketempat lokasi api
2. Pastikan penggerakkan pipi bebas (tidak terlipat).
3. Arahkan nozzle ke titik api, pegang nozzle dengan kuat.
4. Setelah siap, berikan kode untuk membuka valve hydrant.
5. Fokuskan pada satu demi satu titik api (jangan menyebar).
6. Setelah selesai tutup valve hydrant dan pastikan air tidak ada tersisa
pada pipa.
7. Gulung dan letakkan kembali hydrant pada tempatnya.






II-33


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-34
2.5.4. Waste Treatment
Perusahaan pembuatan beton pracetakan ini tidak menghasilkan limbah
yang berbahaya bagi lingkungan sekitarnya, namun limbah dapat dipergunakan
kembali oleh masyarakat sekitar untuk membuat paping block.
Limbah yang dihasilkan oleh produksi pada PT. WIKA BETON berupa
cairan yang mengandung serbuk halus semen. Penanganan lingkungan hidup ini
difokuskan kepada penanganan limbah. Perusahaan menyadari akan pentingnya
keselamatan lingkungan hidup disekitar pabrik. Limbah yang ada pada PT. WIKA
BETON adalah merupakan limbah cair yang berasal dari bagian pengecoran.
Dalam hal pengolahan limbah pabrik, perusahaan telah menyediakan dua
buah sumur limbah, dimana air keras coran disimpan didalam sumur ini. Setelah
mengeras dibuang kebelakang pabrik. Adapun jenis limbah yang dihasilkan
berupa air pencucian split, tumpahan sisa-sisa hasil produk, limbah padat akibat
pencampuran pasir, screen dan sisa additive pada saluran air. Dan limbah berupa
bekaspotongan PC Wire, dan karet busa ditumpuk pada bak penumpukan.










II-34



Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-35
BAB III
LANDASAN TEORI

3.1. Efektivitas Mesin
Fungsi mesin-mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi
akan mengalami penurunan efektivitas sejalan dengan semakin bertambahnya usia
mesin dan penurunan kemampuan mesin dan peralatan tersebut. Oleh karena itu,
untuk menunjang kelancaran proses produksi dan meningkatkan efektivitas mesin,
perlu adanya pemeliharaan yang dilakukan secara continous dan
berkesinambungan. Overall Equipment Effectiveness (OEE) merupaka salah satu
metode yang dikembangkan di Jepang yang dapat digunakan untuk menghitung
tingkat efektivitas dari penggunaan mesin/peralatan sebagai usaha untuk
mengeleminasi kerugian-kerugian yang diakibatkan oleh tidak efektifnya
penggunaan mesin/peralatan.
Mesin merupakan pengubah energi yang beroperasi berdasarkan prinsip-
prinsip logis, rasional, dan bahkan benar-benar matematis. Untuk mendukung
aktivitas produksi secara lebih berhasil dan berdaya guna, maka keberadaan suatu
organisasi perawatan mesin cukup mempunyai arti tersendiri. Pada dasarnya apa
yang diharap dari keberadaan perawatan mesin tidak lain adalah untuk
meningkatkan efektivitas mesin serta porsi keuntungan bagi pemilik perusahaan.
Hal ini bisa dimungkinkan, karena dengan perawatan mesin maka dapat ditekan
ongkos produksi di samping dapat pula ditingkatkan kapasitas produksi suatu
mesin hingga estimate umur ekonomisnya.
III-1


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-36
Perbaikan efektivitas mesin merupakan suatu sistem pemeliharaan
peralatan secara menyeluruh yang melibatkan partisipasi karyawan dan
departemen melalui penerapan berbagai metode pemeliharaan dengan
mempertimbangkan aspek ekonomi, efektivitas dan efisiensi biaya pemeliharaan.
Efektivitas (tepat saran) merupakan upaya untuk mencapai tujuan dengan waktu
yang cepat dan tepat yaitu upaya yang dilakukan dengan perbaikan yang
diorganisir dan dilaksanakan berdasarkan orientasi kemasa depan, dengan
pengendalian dan dokumentasi mengacu pada rencana yang telah disusun
sebelumnya. Sedangkan efisiensi (tepat guna) merupakan upaya yang dilakukan
untuk mencapai tujuan dengan memperhatikan segala aspek, atau faktor-faktor
yang ditimbulkan dan melakukan penyelesaian masalah.

3.2. Defenisi Maintenance
Pada industri manufaktur mesin-mesin dan peralatan yang telah tersedia
dan siap pakai dibutuhkan setiap saat proses produksi akan dimulai. Fungsi
mesin/peralatan yang digunakan dalam proses produksi tersebut akan mengalami
kerusakan sejalan dengan semakin menurunnya kemampuan mesin/peralatan
tersebut, tetapi usia kegunaannya dapat diperpanjang dengan melakukan
perbaikan secara berkala melalui suatu aktivitas pemeliharaan yang tepat.
Menurunnya kemampuan mesin/peralatan ada dua jenis, yakni :
1. Natural Deterioration yaitu menurunnya kinerja mesin/peralatan secara alami
akibat terjadi pemburukan/keausan pada fisik mesin/peralatan selama waktu
pemakaian walaupun penggunaannya secara benar.
III-2


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-37
2. Accelerated Deterioration yaitu menurunnya kinerja mesin/peralatan akibat
kesalahan manusia (human error) sehingga dapat mempercepat
pemburukan/keausan mesin/peralatan karena mengakibatkan tindakan dan
perlakuan yang tidak seharusnya dilakukan terhadap mesin/peralatan.
Kerusakan yang terjadi pada mesin/peralatan dapat terjadi karena banyak
sebab dan terjadi pada waktu yang berbeda sepanjang umur mesin/peralatan
tersebut digunakan. Oleh karena itulah dalam usaha mencegah dan berusaha untuk
menghilangkan kerusakan yang mungkin timbul ketika proses produksi berjalan,
dibutuhkan cara dan metode untuk mengantisipasinya dengan melakukan kegiatan
pemeliharaan mesin/peralatan.
Pemeliharaan adalah semua tindakan teknis dan administratif yang
dilakukan untuk menjaga agar kondisi mesin/peralatan tetap baik dan dapat
melakukan segala fungsinya dengan baik, efisien, dan ekonomis sesuai dengan
tingkat keamanan yang tinggi. Sedangkan menurut Assauri, menyatakan
pemeliharaan sebagai kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas/peralatan
dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian/penggantian yang diperlukan agar
terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang
direncanakan.
Pada dasarnya hasil yang diharapkan dari kegiatan pemeliharaan
mesin/peralatan (equipment maintenance) mencakup dua hal sebagai berikut :
1. Condition maintenance yaitu mempertahankan kondisi mesin/peralatan agar
berfungsi dengan baik sehingga komponen-komponen yang terdapat dalam
mesin juga berfungsi sesuai dengan umur ekonomisnya.
III-3


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-38
2. Replacement maintenance yaitu melakukan tindakan perbaikan dan
penggantian komponen mesin tepat pada waktunya sesuai dengan jadwal yang
telah direncanakan sebelum kerusakan terjadi.

3.3. Tujuan Maintenance
Maintenance dilakukan pada mesin/peralatan dengan maksud agar tujuan
komersil perusahaan dapat tercapai dan juga kegiatan maintenance yang
dilakukan adalah untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan seperti terjadinya
kerusakan yang terlalu cepat dimana kerusakan tersebut bisa saja dikarenakan
keausan akibat pengoperasian yang salah. Karena maintenance adalah kegiatan
pendukung bagi kegiatan komersil, maka seperti kegiatan lainnya, maintenance
harus efektif, efisien dan berbiaya rendah. Dengan adanya kegiatan maintenance
ini, maka mesin/peralatan produksi dapat digunakan sesuai dengan rencana dan
tidak mengalami kerusakan selama jangka waktu tertentu yang telah direncanakan
tercapai.
Beberapa tujuan maintenance yang utama antara lain :
1. Untuk memperpanjang umur/masa pakai dari mesin/peralatan
2. Menjaga agar setiap mesin/peralatan dalam kondisi baik dan dalam keadaan
dapat berfungsi dengan baik
3. Dapat menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk
produksi
4. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan
dalam keadaan darurat setiap waktunya
III-4


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-39
5. Memaksimumkan ketersediaan semua mesin/peralatan sistem produksi
(mengurangi downtime)
6. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.
7. Dapat mendukung upaya memuaskan pelanggan.

3.4. Jenis-jenis Maintenance
3.4.1. Planned Maintenance (Pemeliharaan Terencana)
Planned maintenance (pemeliharaan terencana) adalah pemeliharaan yang
diorganisasi dan dilakukan dengan pemikiran ke masa depan, pengendalian dan
pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Oleh karena
itu program maintenance yang akan dilakukan harus dinamis dan memerlukan
pengawasan dan pengendalian secara aktif dari bagian maintenance melalui
informasi dari catatan riwayat mesin/peralatan.
Konsep planned maintenance ditujukan untuk dapat mengatasi masalah
yang dihadapi manajer dengan pelaksanaan kegiatan maintenance. Komunikasi
dapat diperbaiki dengan informasi yang dapat memberi data yang lengkap untuk
mengambil keputusan. Adapun data yang penting dalam kegiatan maintenance
antara lain laporan permintaan pemeliharaan, laporan pemeriksaan, laporan
perbaikan, dan lain-lain.
Pemeliharaan terencana (planned maintenance) terdiri dari tiga bentuk
pelaksanaan, yaitu :
a. Preventive Maintenance (Pemeliharaan Pencegahan)
III-5


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-40
Preventive maintenance (pemeliharaan pencegahan) adalah tindakan-
tindakan maintenance yang dilakukan ketika dan selama mesin/peralatan sedang
beroperasi dengan baik, sebelum mesin/peralatan tersebut rusak yang bertujuan
untuk menjaga agar mesin/peralatan tidak rusak dan mendeteksi gejala akan
terjadinya kerusakan secara dini, sehingga dapat bertindak untuk mengadakan
perbaikan sebelum mesin/peralatan mengalami breakdowns.
Gambaran yang diperoleh dari pengertian di atas adalah bahwa kegiatan
pemeliharaan pencegahan yang paling penting adalah pemeriksaan (inspection),
yang meliputi pemeriksaan terhadap semua mesin/peralatan produksi yang sesuai
dengan rencana dan pembuatan laporan-laporan dari hasil pemeriksaan.
Dengan demikian semua fasilitas produksi yang dikenai preventive
maintenance akan terjamin kelancaran kerjanya dan selalu diusahakan dalam
kondisi atau keadaan yang siap dipergunakan untuk setiap operasi atau proses
produksi pada setiap saat. Sehingga dapatlah dimungkinkan pembuatan suatu
rencana dan jadwal pemeliharaan dan perawatan yang sangat cermat dan rencana
produksi yang lebih tepat.
b. Corrective Maintenance (Pemeliharaan Perbaikan)
Corrective maintenance (pemeliharaan perbaikan) adalah suatu kegiatan
maintenance yang dilakukan setelah terjadinya suatu kerusakan atau kelainan
pada mesin/peralatan sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik. Corrective
maintenance menuntut para operator yang mengoperasikan mesin/peralatan untuk
melaksanakan dua hal yang mencakup:
III-6


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-41
1. Mencatat hasil yang diperoleh dari inspeksi harian mencakup semua
kerusakan-kerusakan yang timbul secara detil dan terperinci.
2. Secara aktif ikut berperan untuk memberikan ide-ide yang membangun
bertujuan pencegahan terjadinya kerusakan mesin/peralatan dan
mengantisipasi kondisi yang memungkinkan akan mengakibatkan kerusakan
mesin/peralatan.
c. Predictive Maintenance (Pemeliharaan Perbaikan)
Predictive maintenance adalah tingkatan-tingkatan mainetenance yang
dilakukan pada tanggal yang telah ditetapkan berdasarkan prediksi hasil analisa
dan evaluasi data operasi yang diambil pada interval-interval waktu tertentu. Data
rekaman yang untuk melakukan predictive maintenace itu dapat berupa data
getaran, temperatur, vibrasi, flow rate dan lain-lainnya. Perencanaan predictive
maintenance dapat dilakukan berdasarkan laporan oleh operator lapangan yang
diajukan melalui work order ke departemen maintenance untuk dilakukan
tindakan yang tepat sehingga tidak akan merugikan perusahaan.

3.4.2. Unplanned Maintenance (Pemeliharaan Tak Terencana)
Unplanned maintenance biasanya berupa breakdown/emergency
maintenance. Breakdown/emergency maintenance (pemeliharaan darurat) adalah
tindakan maintenance yang tidak akan dilakukan pada mesin/peralatan yang
masih dapat beroperasi, sampai mesin/peralatan tersebut rusak dan tidak dapat
berfungsi lagi. Melalui bentuk pelaksanaan pemeliharaan tak terencana ini,
III-7


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-42
diharapkan penerapan pemeliharaan tersebut akan dapat memperpanjang umur
pakai dari mesin/peralatan, dan dapat memperkecil frekuensi kerusakan.

3.4.3. Autonomous Maintenance (Pemeliharaan Mandiri)
Autonomous berarti independen atau juga mandiri. Jadi autonomous
maintenance atau pemeliharaan mandiri merupakan suatu kegiatan untuk dapat
meningkatkan produktivitas dan efisiensi mesin melalui kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan oleh operator untuk memelihara mesin/peralatan yang mereka
tangani sendiri. Prinsip-prinsip yang terdapat pada 5 S, merupakan prinsip yang
mendasari kegiatan autonomous maintenance, yaitu :
1. Seiri (clearing up) ; Memilah benda-benda yang tidak diperlukan
2. Seiton (organizing) ; Menempatkan benda-benda yang diperlukan dengan rapi
3. Seiso (cleaning) ; Membersihkan peralatan dan tempat kerja
4. Seikatsu (standarizing) ; Membuat standar kebersihan, pelumasan dan
inspeksi
5. Shitsuke (training and discipline) ; Meningkatkan skill dan moral
Autonomous maintenance diimplementasikan melalui 7 langkah yang akan
membangun keahlian yang dibutuhkan operator agar mereka mengetahui tindakan
apa yang seharusnya dilakukan.
Tujuh langkah kegiatan yang terdapat dalam autonomous maintenance adalah :
1. Membersihkan dan memeriksa (clean and inspect)
2. Membuat standar pembersihan dan pelumasan (draw up cleaning and
lubricating standards)
III-8


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-43
3. Menghilangkan sumber masalah dan area yang tidak terjangkau (eliminate
problem and inaccesible area)
4. Melaksanakan pemeliharaan mandiri (conduct autonomous maintenance)
5. Melaksanakan pemeliharaan menyeluruh (conduct general inspections)
6. Pemeliharaan mandiri secara penuh (fully autonomous maintenance)
7. Pengorganisasian dan kerapian (organization and tidines)

3.5. Tugas dan Pelaksanaan Kegiatan Maintenance
Maintenance adalah untuk dapat memelihara reliabilitas sistem
pengoperasian pada tingkat yang dapat diterima dan tetap memaksimumkan laba
dan meminimumkan biaya. Maintenance yang cenderung untuk memperbaiki
reliabilitas sistem, termasuk pada kategori kebijaksanaan pokok yang dapat
diperinci sebagai berikut :
1. Kebijaksanaan yang cenderung untuk mengurangi frekuensi kerusakan
peralatan produksi
2. Kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk kegiatan pemeliharaan dilaksanakan
dengan mempertimbangkan dua hal yaitu penggantian mesin/peralatan dan
pelaksanaan reperasi serta didukung oleh keahlian dan keterampilan teknikal.
Penggantian peralatan tersebut harus berdasarkan pada :
a. Perhitungan terhadap semua faktor biaya.
b. Analisa nilai ekonomis mesin/peralatan lama dan mesin/peralatan baru.
c. Cadangan mesin/peralatan yang harus segera dimanfaatkan.
III-9


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-44
Seluruh kegiatan maintenance dapat digolongkan ke dalam salah satu dari
lima tugas pokok berikut, yaitu :
1. Inspeksi (Inspection)
Kegiatan inspeksi meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan secara
berkala (routine schedule check) terhadap mesin/peralatan sesuai dengan rencana
yang bertujuan untuk mengetahui apakah perusahaan selalu mempunyai fasilitas
mesin/peralatan yang baik untuk menjamin kelancaran proses produksi.
2. Kegiatan Teknik (Engineering)
Kegiatan teknik meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru
dibeli, dan kegiatan pengembangan komponen atau peralatan yang perlu diganti,
serta melakukan penelitian-penelitian terhadap kemungkinan pengembangan
komponen atau peralatan, juga berusaha untuk mencegah timbulnya seminimal
mungkin terjadinya kerusakan
3. Kegiatan Produksi
Kegiatan produksi merupakan kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya,
yaitu memperbaiki mesin/peralatan produksi.
4. Kegiatan Administrasi
Kegiatan administrasi merupakan kegiatan yang berhubungan dengan
pencatatan-pencatatan mengenai biaya-biaya yang terjadi dalam melakukan
kegiatan pemeliharaan, penyusunan planning dan schedulling, yaitu rencana
kapan suatu mesin/peralatan tersebut harus diperiksa, diservis dan diperbaiki.


III-10


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-45
5. Pemeliharaan Bangunan
Kegiatan pemeliharaan bangunan merupakan kegiatan yang tidak termasuk
dalam kegiatan teknik dan produksi dari bagian maintenance.

3.6. Total Productive Maintenance (TPM)
3.6.1. Pendahuluan
Manajemen pemeliharaan mesin/peralatan modern dimulai dengan apa
yang disebut preventive maintenance (pemeliharaan pencegahan) yang kemudian
berkembang menjadi productive maintenance. Kedua metode pemeliharaan ini
umumnya disingkat dengan PM dan pertama kali diterapkan oleh industri-industri
manufaktur di Amerika Serikat dan pusat segala kegiatannya ditempatkan pada
satu departemen yang disebut dengan maintenance department.
Preventive maintenance (pemeliharaan pencegahan) mulai dikenal pada
tahun 1950-an, yang kemudian berkembang seiring dengan berkembangnya
teknologi yang ada dan kemudian pada tahun 1960-an muncul apa yang disebut
dengan productive maintenance. Total productive maintenance (TPM) mulai
dikembangkan pada tahun 1970-an pada perusahaan Nippondenso Co. di negara
Jepang yang merupakan pengembangan konsep maintenance yang diterapkan
pada perusahaan industri manufaktur Amerika Serikat yang disebut preventive
maintenance (pemeliharaan pencegahan). Mempertahankan kondisi
mesin/peralatan yang mendukung pelaksanaan proses produksi merupakan
komponen yang penting dalam pelaksanaan pemeliharaan unit produksi. Tujuan
III-11


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-46
dari pemeliharaan produktif (productive maintenance) adalah untuk mencapai apa
yang disebut dengan profitable PM.

3.6.2. Pengertian Total Productive Maintenance (TPM)
TPM adalah hubungan kerjasama yang erat antara perawatan dan
organisasi produksi secara menyeluruh yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas produk, mengurangi waste, mengurangi biaya produksi, meningkatkan
kemampuan peralatan dan pengembangan dari keseluruhan sistem perawatan pada
perusahaan manufaktur. Secara menyeluruh definisi dari total productive
maintenance menurut Nakajima mencakup lima elemen berikut:
1. TPM bertujuan untuk menciptakan suatu sistem preventive maintenance (PM)
untuk memperpanjang umur penggunaan mesin/peralatan.
2. TPM bertujuan untuk memaksimalkan efektivitas mesin/peralatan secara
keseluruhan (overall effectiveness)
3. TPM dapat diterapkan pada berbagai departemen (seperti engineering, bagian
produksi, bagian maintenance)
4. TPM melibatkan semua orang mulai dari tingkatan manajemen tertinggi
hingga para karyawan/operator lantai pabrik.
5. TPM merupakan pengembangan dari sistem maintenance berdasarkan PM
melalui manajemen motivasi : autonomous small group activities.
Subjek utama yang menjadi ide dasar dari kegiatan TPM adalah manusia
dan mesin. Dalam hal ini diusahakan untuk dapat merubah pola pikir manusia
terhadap konsep pemeliharaan yang selama ini biasa dipakai. Pola pikir saya
III-12


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-47
menggunakan peralatan dan orang lain yang memperbaiki harus diubah menjadi
saya merawat peralatan saya sendiri. Untuk itu para karyawan dituntut untuk
dapat belajar menggunakan dan merawat mesin/peralatan dengan baik dan dengan
demikian perlu dipersiapkan suatu sistem pelatihan (training) yang baik.

3.6.3. Manfaat dari Total Productive Maintenance (TPM)
Manfaat dari penerapan TPM secara sistematik dalam rencana kerja jangka
panjang pada perusahaan pada khususnya menyangkut faktor-faktor berikut :
1. Peningkatan produktivitas dengan menggunakan prinsip-prinsip TPM akan
meminimalkan kerugian-kerugian pada perusahaan.
2. Meningkatkan kualitas dengan TPM, meminimalkan kerusakan pada
mesin/peralatan dan waktu mesin tidak bekerja (downtime) mesin dengan
metode yang terfokus.
3. Waktu delivery ke konsumen dapat ditepati, karena produksi yang tanpa
gangguan akan lebih mudah untuk dilaksanakan.
4. Biaya produksi rendah karena rugi-rugi dan pekerjaan yang tidak memberi
nilai tambah dapat dikurangi.
5. Kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja lebih baik.
6. Meningkatkan motivasi tenaga kerja, karena hak dan tanggung jawab
didelegasikan pada tiap orang.



III-13


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-48
3.7. Analisis Produktivitas : Six Big Losses (Enam Kerugian Besar)
Rendahnya produktivitas mesin/peralatan yang menimbulkan kerugian
bagi perusahaan sering diakibatkan oleh penggunaan mesin/peralatan yang tidak
efektif dan efisiensi terdapat dalam enem faktor yang disebut enam kerugian besar
(Six Big Losses). Efisiensi adalah ukuran yang menunjukkan bagaimana sebaiknya
sumber-sumber daya digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan
output. Efisiensi merupakan karakteristik proses yang mengukur performansi
aktual dari sumber daya relatif terhadap standar yang ditetapkan. Sedangkan
efektivitas mesin merupakan karakteristik dari proses yang mengukur derajat
pencapaian output mesin dalam suatu sistem produksi. Efektivitas diukur dari
rasio output actual terhadap output yang direncanakan. Dalam era persaingan
bebas saat ini pengukuran sistem produksi yang hanya mengacu pada kuantitas
output semata akan dapat menyesatkan (Misleading), karena pengukuran ini tidak
memperhatikan karakateristik utama dari proses yaitu : kapasitas, efisiensi dan
efektivitas.
Menggunakan mesin/peralatan seefisien mungkin artinya adalah
memaksimalkan fungsi dari kinerja mesin/peralatan produksi dengan tepat guna
dan berdaya guna. Untuk dapat meningkatkan produktivitas dan mesin/peralatan
yang digunakan maka perlu dilakukan analisis produktivitas dan efisiensi
mesin/peralatan pada Six Big Losses. Adapun enam kerugian besar (Six Big
Losses) tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kerugian Waktu (Downtime)
a. Kerusakan peralatan (Equipment Failure)
III-14


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-49
b. Persiapan peralatan (Set-up and Adjustment)
2. Kehilangan Kecepatan (Speed Losses)
a. Gangguan kecil dan waktu nganggur (Idling and Minor Stoppages)
b. Kecepatan rendah (Reduced Speed Losses)
3. Produk Cacat (Defect)
a. Cacat produk dalam proses (Process Defect Losses)
b. Hasil rendah (Reduced Yield Losses)
.
3.8. OEE (Overall Equipment Effectiveness)
Overall equipment effectiveness (OEE) merupakan produk dari six big
losses pada mesin/peralatan. Keenam faktor dalam six big losses seperti telah
dijelaskan di atas, dapat dikelompokkan menjadi tiga komponen utama dalam
OEE untuk dapat digunakan dalam mengukur kinerja mesin/peralatan yakni,
downtime losses, speed losses dan defect losses seperti dapat dilihat pada Gambar
3.1.
III-15


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-50
6
Reduced yield
5
Defect in process
4
Reduced speed
3
Iddling and minor
stoppages
2
Setup and adjusment
1
Equipment failure
SIX BIG LOSESS EQUIPMENT
Loading Time
Operating Time
D
o
w
n
t
i
m
e

L
o
s
e
s
s
Net Operating
Time
CALCULATION OF
OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS
S
p
e
e
d

L
o
s
e
s
s
D
e
f
e
c
t

L
o
s
e
s
s
Valuable
Operating
Time
(e.g.)
Availability =
loading time - downtime
loading time
X 100
Availability =
460 mins - 60 mins.
460 mins
X 100 =87%
(e.g.)
Performance
efficiency
theoretical cycle time x processed amount
operating time
X 100 =
Performance
efficiency
0,5 mins./unit x 400 units
400 mins.
X 100 =50% =
(e.g.)
Rate of quality
products
processed amount - defect amount
processed amount
X 100 =
Rate of quality
products
400 units - 8 units
400 units
X 100 =98% =
= Availability Performance Efficiency Rate of Quality Products
Overall Equipment
Effectiveness

Gambar 3.1. Overall Equipment Effectiveness and Goals
Overall equipment effectiveness (OEE) merupakan ukuran menyeluruh
yang mengindikasikan tingkat produktivitas mesin/peralatan dan kinerjanya secara
teori. Pengukuran ini sangat penting untuk mengetahui area mana yang perlu
untuk ditingkatkan produktivitas ataupun efisiensi mesin/peralatan dan juga dapat
menunjukkan area bottleneck yang terdapat pada lintasan produksi. OEE juga
merupakan alat ukur untuk mengevaluasi dan memberikan cara yang tepat untuk
menjamin peningkatan produktivitas penggunaan mesin/peralatan.
Formula matematis dari overall equipment effectiveness (OEE)
dirumuskan sebagai berikut :

OEE = Availability x Performance efficiency x Rate of quality product x 100%

III-16


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-51
Kondisi operasi mesin/peralatan produksi tidak akan akurat ditunjukkan
jika hanya didasarkan pada perhitungan satu faktor saja, misalnya performance
efficiency saja. Enam faktor pada six big losses baru minor stoppages saja yang
dihitung pada performance efficiency mesin/peralatan. Rugi-rugi lainnya belum
dihitung. Keenam faktor dalam six big losses harus diikutkan dalam perhitungan
OEE, kemudian kondisi aktual dari mesin/peralatan dapat dilihat secara akurat.
1. Ketersediaan (Availability)
Availability merupakan rasio operation time terhadap waktu loading
timenya. Sehingga untuk dapat menghitung availability mesin dibutuhkan nilai-
nilai dari :
1. Waktu Operasi (Operation time)
2. Waktu Persiapan (Loading time)
3. Waktu tidak bekerja (Downtime)
Nilai availability dihitung dengan rumus sebagai berikut :

% 100 x
time loading
time operation
ty Availabili =

% 100
time loading
downtime - time g
x
loadin
=

Loading time adalah waktu yang tersedia (availability time) perhari atau
perbulan dikurangi dengan waktu downtime mesin yang direncanakan (planned
downtime).
Loading time =Total availability time Planned downtime
Planned downtime adalah jumlah waktu downtime yang telah
direncanakan dalam rencana produksi termasuk didalamnya waktu downtime
III-17


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-52
mesin untuk pemeliharaan (scheduled maintenance) atau kegiatan manajemen
lainnya.
Operation time merupakan hasil pengurangan loading time dengan waktu
downtime mesin (non-operation time), dengan kata lain operation time adalah
waktu operasi yang tersedia (available time) setelah waktu-waktu downtime mesin
dikeluarkan dari total available time yang direncanakan. Downtime mesin adalah
waktu proses yang seharusnya digunakan mesin akan tetapi karena adanya
gangguan pada mesin/peralatan (equipment failures) mengakibatkan tidak ada
output yang dihasilkan. Downtime mesin berhenti beroperasi akibat kerusakan
mesin/peralatan, penggantian cetakan (dies), pelaksanaan prosedur set-up dan
adjusment dan lain sebagainya.
2. Performance Effieciency
Performance Effieciency merupakan hasil perkalian dari operating speed
rate dan net operating speed, atau rasio kuantitas produk yang dihasilkan
dikalikan dengan waktu siklus idealnya terhadap waktu yang tersedia untuk
melakukan proses produksi (operation time)
Operating speed rate merupakan perbandingan antara kecepatan ideal
mesin sebenarnya (theoretichal/ideal cycle time) dengan kecepatan aktual mesin
(actual cycle time). Persamaan matematikanya dapat ditunjukkan sebagai berikut :

time cycle actual
time cycle ideal
rate speed Operation =


time operation
time processing actual
rate operation Net =

III-18


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-53
Net operating time merupakan perbandingan antara jumlah produk yang
diproses (processed amount) dikalikan dengan actual cycle time dengan operation
time. Net operating time berguna untuk menghitung rugi-rugi yang diakibatkan
oleh minor stoppages dan menurunnya kecepatan produksi (reduced speed).
Tiga faktor penting yang dibutuhkan untuk menghitung Performance efficiency :
1. Ideal cycle time (waktu siklus ideal/waktu standar)
2. Processed amount (jumlah produk yang diproses)
3. Operation time (waktu operasi mesin)
Performancy effieciency dapat dihitung sebagai berikut :


time cycle actual
time cycle ideal
x
time operating
time cycle actual x amount processed

rate speed operating x operating net efficiency e Performanc
=
=



100% x
time operation
time cycle ideal amount x processed
efficiency= e Performanc

3. Rasio Kualitas Produk (Rate of Quality Products)
Rate of quality products adalah rasio jumlah produk yang baik terhadap
jumlah total produk yang diproses. J adi Rate of quality products adalah hasil
perhitungan dengan menggunakan dua faktor berikut :
1. Processed amount (jumlah produk yang diproses)
2. Defect amount (jumlah produk yang cacat)
Rate of quality products dapat dihitung sebagai berikut :


III-19


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-54
100% x
amount processed
amount defect - amount processed
products quality of Rate =

TPM mereduksi rugi-rugi mesin/peralatan dengan cara meningkatkan
availability, performance efficiency dan rate of quality products. Sejalan dengan
meningkatnya ketiga faktor yang terdapat dalam OEE maka kapabilitas
perusahaan juga meningkat.
Dengan memasukkan keenam faktor yang terdapat dalam six big losses
dalam perhitungan OEE pada pertama kali umumnya perusahaan hanya
mempunyai tingkat OEE sekitar 50% sampai 60%, dengan kata lain pabrik hanya
menggunakan setengah dari potensi kapasitas efektivitas mesin/peralatan yang
mereka miliki.
Berdasarkan pengalaman perusahaan yang sukses menerapkan TPM dalam
perusahaan mereka nilai OEE yang ideal yang diharapkan adalah :
- Availability 90%
- Performancy efficiency 95%
- Rate of quality 99%
Sehingga nilai OEE ideal yang diharapkan adalah :






0,90 x 0,95 x 0,99 x 100% =85%
III-20


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-55
3.9. Perencanaan dan Penetapan Total Productive Maintenance (TPM)
Petunjuk dan prosedur penetapan TPM secara rinci untuk memaksimalkan
Produktivitas dan efisiensi mesin/peralatan harus disesuaikan dengan kondisi
perusahaan itu sendiri. Tiap perusahaan harus merancang dan mengembangkan
rencana kegiatan maintenance sendiri, karena kebutuhan dan permasalahan yang
dihadapi berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya, tergantung
pada jenis perusahaan, metode produksi yang ditetapkan, serta kondisi dan jenis
mesin/peralatan yang digunakan.
Menurut Nakajima, terdapat beberapa kondisi dasar yang harus dipenuhi
dalam pengembangan prinsip-prinsip TPM. Secara umum, untuk dapat berhasil
dalam penetapan TPM ada 5 tahapan kegiatan pengembangan TPM yaitu :
a. Mengeliminasi six big losses untuk meningkatkan efektivitas mesin/peralatan
dengan cara menganalisanya menggunakan Diagram Sebab Akibat
b. Program kegiatan pemeliharaan mandiri (autonomous maintenance)
c. Membuat jadwal program maintenance bagi departemen maintenance.
d. Meningkatkan skill operator mesin/peralatan pada personal maintenance
e. Merancang kegiatan manajemen mesin/peralatan
Lima kegiatan tersebut diatas merupakan kegiatan dasar dalam penetapan
TPM dlam perusahaan industri. Kegiatan pengembangan tersebut merupakan
tuntutan kegiatan minimal yang harus dilaksanakan dalam pengembangan TPM.



III-21


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-56
3.10. Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram)
Diagram ini dikenal dengan istilah diagram tulang ikan (fish bone
diagram) diperkenalkan pertama kalinya pada tahun 1943 oleh Prof. Kaoru
Ishikawa (Tokyo University). Diagram ini berguna untuk menganalisa dan
menemukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap penentuan
karakteristik kualitas output kerja. Dalam hal ini metode sumbang saran akan
cukup efektif digunakan untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya
penyimpangan kerja secara detail.
Untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan kualitas
hasil kerja maka, orang akan selalu mendapatkan bahwa ada 5 faktor penyebab
utama yang signifikan yang perlu diperhatikan, yaitu :
a. Manusia (man)
b. Metode kerja (work method)
c. Mesin atau peralatan kerja lainnya (machine/equipment)
d. Bahan baku (raw material)
e. Lingkungan kerja (work environment)
Berikut adalah contoh penggambaran diagram sebab akibat yang dapat
dilihat pada Gambar 3.2.

III-22


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-57
METODE KERJA MANUSIA
KUALITAS
HASIL KERJA
BAHAN BAKU
LINGKUNGAN
KERJA
MESIN /
PERALATAN

Gambar 3.2. Diagram Sebab Akibat

3.11. Mesin Mixer Batching Plant
Di dalam melaksanakan kegiatan produksinya, PT. WIKA BETON
menggunakan mesin-mesin buatan luar negri. Pada umumnya semua mesin dapat
dioperasikan, tetapi untuk meningkatkan produktivitas dilakukan modifikasi-
modifikasi terhadap mesin yang dilakukan oleh bagian seksi peralatan. Adapun
mesin yang digunakan yang menjadi objek penelitian adalah pada bagian
penggilinga yaitu pada Mesin Mixer Batching Plant. Mesin ini berfungsi untuk
mencampur atau mengadukan pasir, koral/split, semen dan air dengan zat additive
selama 80 detik sehingga homogen. Dengan merek Tatchi TSM 15, kapasitas 1,5
m
3
, tegangan 380 V, daya 37 KW, buatan Malaysia dan tahun pembuatannya 2004
dengan jumlah mesin 2 unit.



III-23


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-58
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

Metodelogi penelitian adalah suatu proses dari mulai melakukan
pengumpulan data baik melalui dari referensi, maupun pengambilan data langsung
dari lapangan, melakukan sistem berdasarkan data yang ada sampai pengambilan
keputusan dari permasalahan yang diteliti. Adapun tahapan-tahapan dalam metode
penelitian dijelaskan sebagai berikut.

4.1. Studi Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
permasalahan sebenarnya yang terjadi pada perusahaan agar dapat dijadikan
kerangka dasar penelitian selanjutnya. Objek dari penelitian adalah
mesin/peralatan yang berada diarea pabrik yaitu pada mesin
percampuran/pengadukan pasir, koral/split, semen dan air (Mixer Batching Plant).

4.2. Pemecahan Masalah dan Tujuan Penelitian
Langkah awal penelitian untuk tugas akhir ini ditandai dengan
pengidentifikasian masalah. Masalah yang ditemui diidentifikasikan untuk
selanjutnya akan dicari penyelesaiannya. Masalah yang akan dibahas adalah
bagaimana meningkatkan efektivitas penggunaan mesin dengan melakukan
pengidentifikasian terhadap faktor-faktor kerugian yang dominan yang
diakibatkan oleh tingginya frekuensi pergantian dan perbaikan komponen

IV-1


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-59
mesin/peralatan dan melakukan analisa terhadap penyebab besarnya kontribusi
faktor-faktor tersebut serta memberikan usulan penyelesaian masalah sebagai
langkah awal untuk dapat menerapkan total productive maintenance pada PT.
WIKA BETON.

4.2.1. Studi Pustaka
Studi Pustaka dilakukan untuk melihat teori-teori yang akan digunakan
dalam penelitian ini. Teori-teori yang digunakan tersebut mencakup teori-teori
yang berkenan dengan Maintenance.

4.2.2. Studi Orientasi
Studi Orientasi yang dilakukan adalah pengamatan langsung di PT. WIKA
BETON, di bagian mesin percampuran/pengadukan pasir, koral/split, semen dan
air (Mixer Batching Plant)

4.3. Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan dalam tugas akhir diperoleh dari data primer dan
data sekunder, yaitu :
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan dan penelitian secara
lansung di lapangan. Pengumpulan data primer ini dilakukan dengan jalan
mengamati secara langsung pabrik dan meminta keterangan serta
IV-2


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-60
mewawancarai karyawan yang terlibat langsung secara operasional. Data yang
diperoleh antara lain :
a. Sejarah dan gambaran umum perusahaan
b. Organisasi dan manajemen
c. Tenaga kerja, jam kerja dan sistem pengupahan tenega kerja
d. Kegiatan proses produksi
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang tidak langsung diamati oleh peneliti. Data
ini merupakan dokumentasi perusahaan, hasil penelitian yang sudah lalu dan
data lainnya. Dalam penelitian ini data sekunder yang dibutuhkan adalah:

4.4. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode overall
equipment effectiveness dan diawali dengan perhitungan ideal cycle time (Waktu
siklus ideal/waktu standar). Data ideal cycle time yang telah diperoleh akan
digunakan untuk perhitungan nilai equipment availability, performance efficiency,
rate of quality product, OEE dan OEE six big losses. Data dari komponen
pembentuk rasio OEE merupakan data yang akan digunakan untuk pengukuran
tingkat produktivitas dan efisiensi penggunaan mesin. Hal ini penting dilakukan
untuk dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang mengakibatkan rendahnya
produktivitas dan efisiensi mesin.

IV-3


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-61
4.5. Analisa Pemecahan Masalah
Analisa dilakukan pada hasil perhitungan equipment availability,
performance efficiency, rate quality product, OEE, OEE six big losses, dan
analisa diagram sebab akibat.

4.6. Kesimpulan dan Saran
Dari hasil pengolahan data dan analisa yang telah dilakukan, maka dapat
diambil kesimpulan dari penelitian ini, dan juga memberikan saran perbaikan
proses pada perusahaan.
Blok Diagram penelitian perhitungan overall aquipment effectiveness ini
dapat dilihat pada gambar 4.1 dan 4.2
IV-4


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-62
StudiPendahuluan
StudiOrientasi
StudiPustaka
PemecahanMasalahdanTujuan
PemecahanMasalah
KesimpulandanSaran
AnalisaPemecahanMasalah:
1..AnalisaOEE
2..AnalisaOEESixBigLosses
3.AnalisaDiagramSebabAkibat
4..UsulanPenyelesaianMasalah
PengolahanData:
Penerapanpengukurantingkatefektivitasdan
efisiensidenganmetodeOEE
PengumpulanData:
1.DataPrimer(ObservasiLangsung)
-ProsesProduksi
-StrukturOrganisasi
-JumlahTenagaKerja
-JamKerja
-MesindanPeralatan
2.Datasekunder(DokumenPerusahaan)
-DataWaktuKerusakanMesin
-DataWaktuPemeliharaanMesin
-DataWaktusetupMesin
-DataProduksiMesin


Gambar 4.1. Blok Diagram Langkah-langkah Penelitian
IV-5


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-63
Mulai
Data:
LoadingTime
DownTime
ProcessedAmount
OperationTime
DefectAmount
Selesai
OverallEquipmentEffctiveness=AvailabilityxProformanceefficiencyxRateofQuality
Product
e LoadingTim
DownTime e LoadingTim
ty Availabili

=
ime OperationT
lcycleTime mountxIdea processedA
y eEfficienc Performanc =
Amount processed
nt DefectAmou Amount processed
product Quality Rateof

=
PengaruhSixBigLosesspada
OEE:
DowntimeLosess
SpeedLosess
DefectLosess

Gambar 4.2. Blok Diagram Perhitungan Overall Equipment Effectiveness




IV-6


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-64
BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data
Mesin/peralatan yang menjadi objek penelitian adalah pada bagian
penggilingan di PT. WIKA BETON yaitu pada Mesin Mixer Batching Plan. Dari
hasil penelitian yang dilakukan khususnya pada bagian penggilingan di PT.
WIKA BETON, dimana pada Mesin Mixer Batching Plan sering terjadi
pergantian atau perawatan sehingga dapat menghentikan proses produksi.
Sasaran dari penerapan TPM adalah meminimumkan six big losses yang
terdapat pada mesin Mixer Batching Plant, sehingga dapat diperoleh efektivitas
penggunaan mesin pada area tersebut secara maksimal. Maka terlebih dahulu
dilakukan pengukuran untuk dapat mengetahui tingkat efektivitas mesin/peralatan
yang digunakan saat ini dengan menggunakan indikator OEE (overall equipment
effectivenes). Dengan peningkatan OEE akan menghasilkan peningkatan efisiensi
dan produktivitas pada mesin Mixer Batching Plan.
Untuk pengukuran efektivitas dengan menggunakan OEE pada mesin ini
Mixer Batching Plan dibutuhkan data yang bersumber dari laporan produksi.
Data yang digunakan adalah dalam periode November 2008 April
2009, yaitu:
1. Data waktu downtime mesin
2. Planned downtime untuk mesin Mixer Batching Plan
3. Data produksi Mesin Mixer Batching Plan

V-1


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-65
4. Data Waktu Siklus Mesin Mixer Batching Plan
5. Data Jumlah Jam Kerja (Available Time)
6. Data Ideal Cycle Time

Data yang diperlukan untuk analisa produktivitas dan efisiensi mesin Mixer
Batching Plan pada PT. WIKA BETON dengan menggunakan Overall Equipment
Effectiveness
1. Data waktu breakdowntime
Waktu down time adalah waktu yang seharusnya digunakan untuk
melakukan proses produksi akan tetapi dikarenakan adanya kerusakan atau
gangguan pada mesin mengakibatkan mesin tidak dapat melaksanakan proses
produksi sebagaimana mestinya
Kerusakan (breakdowns) atau kegagalan proses pada mesin/pealatan yang
terjadi tiba-tiba. Downtime merupakan kerugian yang dapat terlihat dengan jelas.
Data waktu breakdowntime dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Data Waktu Kerusakan (Breakdown) Mesin Batching Plant
No Periode Total Waktu
Kerusakan
(Menit)
Total Waktu
Kerusakan
(Jam)
1 November 190 3.17
2 Desember 215 3.58
3 Januari 185 3.08
4 Februari 220 3.67
5 Maret 150 2.50
6 April 285 4.75
Sumber : PT. Wijaya Karya





V-2


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-66
2. Planned Downtime
Planned Downtime merupakan waktu yang sudah dijadwalkan dalam
rencana produksi, termasuk pemeliharaan terjadwal dan kegiatan manajemen
yang lain seperti pertemuan. Pemeliharaan terjadwal dilakukan oleh pihak
perusahaan untuk menjaga agar mesin tidak rusak saat proses produksi
berlangsung. Pemeliharaan ini dilakukan secara rutin dan sesuai jadwal yang
dibuat oleh departemen maintenance. Data waktu pemeliharaan dapat dilihat pada
Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Data Waktu Pemeliharaan Mesin Mixer Batching Plan
No Periode Total waktu Pemeliharaan
(Jam)
1 November 42,8
2 Desember 45,5
3 Januari 39,5
4 Februari 45,3
5 Maret 35,6
6 April 48,7
Sumber : PT. Wijaya Karya

3. Data Waktu Setup Mesin Mixer Batching Plan
Waktu setup adalah waktu produksi untuk memproduksi satu jenis produk
setelah jenis produk lain selesai dilaksanakan. Waktu yang dibutuhkan untuk
melaksanakan setup mesin mulai dari waktu berhenti mesin sampai proses untuk
kegiatan produksi berikutnya. Data waktu setup mesin Mixer Batching Plan dapat
dilihat pada Tabel 5.3.



V-3


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-67
Tabel 5.3. Data Waktu Setup Mesin Mixer Batching Plan
No Periode Total Waktu Set Up
(Jam)
1 November 18,36
2 Desember 18,48
3 Januari 16,02
4 Februari 18,56
5 Maret 15,22
6 April 20,33
Sumber : PT. Wijaya Karya

4. Data Produksi
Data produksi mesin Mixer Batching Plan Pada bagian penggilingan di
PT. WIKA BETON dalam periode November 2008 April 2009 adalah :
a. Machine working time adalah total waktu proses untuk memproduksi tiang
pancang pada setiap bulan di mesin Mixer Batching Plan dalam satuan jam
b. Speed rate adalah rata-rata kecepatan mesin untuk memproduksi tiang
pancang pada setiap bulan di Mesin Mixer Batching Plan dalam satuan
kg/menit
c. Total product processed (gross product) adalah jumlah masa produk yang
diproses pada Mesin Mixer Batching Plan dalam satuan kg
d. Total broke adalah jumlah massa produk yang ditolak karena cacat pada
produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi kualitas produk yang telah
ditentukan dalam satuan kilogram (kg)
Data produksi di Mesin Mixer Batching Plan dapat dilihat pada Tabel 5.4.



V-4


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-68
Tabel 5.4. Data Produksi Mesin Mixer Batching Plan
Bulan Machine
Working Time
(Jam)
Speed Rate
(Kg/Menit)
Gross
Products
(Kg)
Broke (Kg)
Scrap
(Kg)
Rework
(Kg)
Jumlah
(Kg)
1 325,2 141,98 353.887 4.459 4.707 9.166
2 306,5 135,81 360.123 4.574 5.114 9.687
3 280,5 123,46 423.169 1.058 1.777 2.835
4 306,7 135,81 334.203 969 4.345 5.314
5 316,4 135,81 404.231 606 5.417 6.023
6 303,3 135,81 367.829 4.340 5.076 9.416
Sumber : PT. Wijaya Karya

5. Data Jumlah Jam Kerja (Available Time)
Total available time adalah total waktu mesin Mixer Batching Plan yang
tersedia untuk melakukan proses produksi dalam satuan jam. Data Jumlah jam
kerja yang tersedia (available time) tiap bulan dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5. Data Available Time Bulan November 2008-April 2009
Bulan Available Time
(Jam)
November 368
Desember 352
Januari 320
Februari 352
Maret 352
April 352
Sumber : PT. Wijaya Karya


6. Data Speed Rate Time Mesin Mixer Batching Plan
Data Speed Rate Mesin Mixer Batching Plan setiap bulan dapat dilihat
pada Tabel 5.6.



V-5


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-69
Tabel 5.6. Data Speed Rate Time Bulan November 2008-April 2009
Bulan Speed Rate Time Mesin Mixer
Batching Plan
(Kg/Menit)
November 141,98
Desember 135,81
Januari 123,46
Februari 135,81
Maret 135,81
April 135,81
Sumber : PT. Wijaya Karya



5.2. Pengolahan Data
Setelah semua data dikumpulkan maka dilakukan pengolahan data
berdasarkan data hasil pengamatan, langkah yang dilakukan mulai dari pengujian
kenormalan data.

5.2.1. Penentuan Ideal Cycle Time (ICT)
Penentuan ideal cycle time adalah berdasarkan kecepatan mesin untuk
menghasilkan 1 buah tiang pancang, dimana satu buah tiang pancang bermassa
3.505 kg. Rata-rata massa 1 unit tiang pancang adalah 3.505 kg, sehingga ideal
cycle time/kg adalah 2,37 jam/ 3.505kg =0,00068 jam/kg. Hasil perhitungan ideal
cycle time dapat dilihat pada Tabel 5.7.





V-6


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-70
Tabel 5.7. Ideal Cycle Time Di Mesin Mixer Batching Plan
Bulan Speed Rate
(kg/menit)
Speed Rate
(kg/jam)
Ideal Cycle Time
(Jam/Kg)
November 141,98 2,37 0,00068
Desember 135,81 2,26 0,00065
Januari 123,46 2,06 0,00059
Februari 135,81 2,26 0,00065
Maret 135,81 2,26 0,00065
April 135,81 2,26 0,00065
Sumber : Hasil Pengolahan Data

5.2.2. Perhitungan Availability
Availability adalah rasio waktu operation time terhadap loading time-nya.
Untuk menghitung nilai availability digunakan rumusan sebagai berikut :
100% =
time Loading
time Operation
ty Availabili
100% =
time Loading
time Operation

5.2.2.1. Loading time
Loading time adalah waktu yang tersedia per hari atau per bulan dikurangi
dengan downtime mesin yang direncanakan. Perhitungan loading time ini dapat
dituliskan dalam formula matematika, sebgai berikut :
Loading time =Total Available Time Planned Down Time
Loading time =368 42,8 =325,2
Hasil loading time setiap bulan dapat dilihat pada Tabel 5.8.



V-7


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-71
Tabel 5.8. Loading Time setiap Bulan pada Mesin Mixer Batching Plan
Bulan Total Available
Time
(Jam)
Planned down
Time
(Jam)
Loading Time
(Jam)
November 368 42,8 325,2
Desember 352 45,5 306,5
Januari 320 39,5 280,5
Februari 352 45,3 306,7
Maret 352 35,6 316,4
April 352 48,7 303,3
Sumber : Hasil Pengolahan Data

5.2.2.2. DownTime
Downtime adalah waktu yang seharusnya digunakan untuk melakukan
proses produksi akan tetapi karena adanya gangguan pada mesin (equipment
failures) maka mengakibatkan mesin tidak dapat melaksanakan proses produksi
sebagai mestinya.
Downtime = Breakdown + Set Up
Downtime =3,17 +18,36 =21,53
Hasil Down time setiap bulan produksi dapat dilihat pada Tabel 5.9.
Tabel 5.9. Downtime Setiap Bulan Mesin Mixer Batching Plan
Bulan Breakdown time
(Jam)
Set Up
(Jam)
Downtime
(Jam)
November 3,17 18,36 21,53
Desember 3,58 18,48 22,06
Januari 3,08 16,02 19,10
Februari 3,67 18,56 22,23
Maret 2,50 15,22 17,72
April 4,75 20,33 25,08
Sumber : Hasil Pengolahan Data


V-8


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-72
5.2.2.3. Operation time
Operation time adalah total waktu proses yang efektif. Dalam hal ini
operation time adalah hasil pengurangan loading time dengan downtime mesin.
Formula matematikanya adalah :
Operation time = Loading time Downtime
Operation time = 325,2 21,53
Operation time = 303,67
Hasil Operation time setiap bulan produksi dapat dilihat pada Tabel 5.10.
. Tabel 5.10. Operation Time setiap Bulan Pada Mesin Mixer Batching Plan
Bulan Loading Time
(Jam)
DownTime
(Jam)
Operation Time
(Jam)
November 325,2 21,53 303,67
Desember 306,5 22,06 284,44
Januari 280,5 19,10 261,40
Februari 306,7 22,23 284,47
Maret 316,4 17,72 298,68
April 303,3 25,08 278,22
Sumber : Hasil Pengolahan Data

5.2.2.4. Nilai Availability
Nilai avaibility Mesin Mixer Batching Plan pada Bulan November dapat dihitung
dengan rumus :
100% =
time Loading
time Operation
ty Availabili

Availability =
2 , 325
67 , 303
x 100% = 93,38 %

Dengan perhitungan yang sama untuk menghitung availability Periode
November sampai April 2009 dapat dilihat pada Tabel 5.11.
V-9


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-73
Tabel 5.11. Availability mesin Mixer Batching Plan Periode November 2008
April 2009
Bulan Operation Time
(Jam)
Loading Time
(Jam)
Availability
(%)
Bulan Juli 303,67 325,2 93,38
Bulan Agustus 284,44 306,5 92,80
Bulan September 261,40 280,5 93,19
Bulan Oktober 284,47 306,7 92,75
Bulan November 298,68 316,4 94,40
Bulan Desember 278,22 303,3 91,73
Sumber : Hasil Pengolahan Data

5.2.3. Perhitungan Performance Efficiency
Performance effeciency adalah rasio kuantitas produk yang dihasilkan
dikalikan dengan waktu siklus idealnya terhadap waktu yang tersedia untuk
melakukan proses produksi (operation time). Untuk menghitung nilai
performance effeciency digunakan rumusan sebagai berikut :
% 100 =
Time Operation
Time Cycle Ideal x Amount Processed
Efficiency e Performanc

Mesin Mixer Batching Plan pada Bulan November 2008 memiliki Performance
Effeciency sebagai berikut :
Performance effeciency =
67 , 303
00068 353.887x0,
x 100% =78,68%
Dengan perhitungan yang sama untuk menghitung Performance Efficiency
Bulan Juli sampai periode April 2009 dapat dilihat pada Tabel 5.12.



V-10


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-74
Tabel 5.12. Performance Efficiency Mesin Mixer Batching Plan Periode
November 2008 April 2009
Bulan Gross
Product
(Kg)
Ideal Cycle
Time
(Jam/Kg)
Operation
Time
(Jam)
Performance
Effeciency
(%)
November 353.887 0,00068 303,67 78,68
Desember 360.123 0,00065 284,44 81,76
Januari 423.169 0,00059 261,40 79,32
Februari 334.203 0,00065 284,47 75,87
Maret 404.231 0,00065 298,68 87,40
April 367.829 0,00065 278,22 85,38
Sumber : Hasil Pengolahan Data

5.2.4. Perhitungan Rate of Quality Product
Rate of Quality Product adalah rasio produk yang baik (good products)
yang sesuai dengan spesifikasi kualitas produk yang telah ditentukan terhadap
jumlah produk yang diproses. Perhitungan rate of quality product menggunakan
data produksi pada Tabel 5.4. yaitu gross product dan total broke. Dalam
perhitungan rasio rate of quality product ini, process amount adalah total product
processed sedangkan defect amount adalah total broke, dengan rumusan sebagai
berikut :
% 100 =
Amount Processed
Amount Defect - Amount Processed
Product Quality of Rate

Untuk Mesin Mixer Batching Plan Bulan November 2008 sebesar :
Rate of Quality Product =
887 . 353
166 . 9 887 . 353
x 100% = 97,41 %
V-11


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-75
Dengan perhitungan yang sama untuk menghitung rate of quality product
mesin Mixer Batching Plan dari periode November 2008 April 2009 dapat
dilihat pada Tabel 5.13.
Tabel 5.13. Rate of Quality Product Mesin Mixer Batching Plan Periode
November 2008 April 2009
Bulan Gross Product
(Kg)
Defect Amount
(Kg)
Rate of Quality
(%)
November 353.887 9.166 97,41
Desember 360.123 9.687 97,31
Januari 423.169 2.835 99,33
Februari 334.203 5.314 98,41
Maret 404.231 6.023 98,51
April 367.829 9.416 97,44
Sumber : Hasil Pengolahan Data

5.2.5. Perhitungan Overall Equipment Effectivenes (OEE)
Setelah nilai availability, performance efficiency dan rate of quality
product pada Paper Machine diperoleh maka dilakukan perhitungan nilai overall
equipment effectiveness (OEE) untuk mengetahui besarnya efektivitas penggunaan
mesin Mixer Batching Plan di PT. WIKA BETON.
Perhitungan OEE adalah perkalian nilai-nilai availability, performance
efficiency dan rate of quality product yang sudah diperoleh.
OEE (%) = Availability (%) Performance Rate (%) Quality Rate (%)
Mesin Mixer Batching Plant pada Bulan November 2008 memiliki Overall
Equipment Effectiveness sebesar
OEE = (0,9338 0,7868 0,9741) x 100% = 71,57 %
V-12


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-76
Dengan perhitungan yang sama, maka nilai OEE mesin Mixer Batching
Plant sampai periode April 2009 dapat dilihat pada Tabel 5.14.

Tabel 5.14. Perhitungan Overall Equipment Effectivenes (OEE) Mesin Mixer
Batching Plan Periode November 2008 April 2009
Bulan Availability
(%)
Performance
Effeciency
(%)
Rate of
Quality
Product (%)
Overall
Equipment
Effectiveness (%)
November 93,38 78,68 97,41 71,57
Desember 92,80 81,76 97,31 73,83
Januari 93,19 79,32 99,33 87,97
Februari 92,75 75,87 98,41 69,25
Maret 94,40 87,40 98,51 81,27
April 91,73 85,38 97,44 76,31
Sumber : Hasil Pengolahan Data

5.2.6. Perhitungan OEE Six Big Losses
5.2.6.1. Downtime Losses
Downtime adalah waktu yang seharusnya digunakan untuk melakukan
proses produksi akan tetapi karena adanya gangguan pada mesin (equipment
failures) mengakibatkan mesin tidak dapat melaksanakan proses produksi
sebagaimana mestinya. Dalam perhitungan overall equipment effectiveness
(OEE), equipment failures dan waktu setup and adjustment dikategorikan sebagai
kerugian waktu downtime (downtime losses)

1. Equipment Failures (Breakdowns)
Kegagalan mesin melakukan proses (equipment failure) atau kerusakan
(breakdown) yang tiba-tiba dan tidak diharapkan terjadi adalah penyebab kerugian
V-13


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-77
yang terlihat jelas, karena kerusakan tersebut akan mengakibatkan mesin tidak
menghasilkan output.
Besarnya persentase efektivitas mesin yang hilang akibat faktor
breakdowns loss dapat dihitung dengan menggunakan rumusan sebagai berikut :
% 100 =
Time Loading
time Breakdown Total
Loss Breakdowns
Dengan menggunakan rumusan di atas, maka diperoleh perhitungan
breakdowns loss sebagai berikut :
Mesin Mixer Batching Plan Bulan November 2008 memiliki breakdown losess
sebesar :
Breakdowns Loss =
2 , 352
17 , 3
x 100% =0,975 %
Dengan cara perhitungan yang sama maka nilai persentase breakdown loss
mesin Mixer Batching Plan sampai Bulan April 2009 dapat dilihat pada Tabel
5.15.
Tabel 5.15. Breakdown Loss pada Mesin Mixer Batching Plan Periode
November 2008 - April 2009
Bulan Total Breakdown
(jam)
Loading Time
(jam)
Breakdown Losess
(%)
November 3,17 325,2 0,975
Desember 3,58 306,5 1,168
Januari 3,08 280,5 1,098
Februari 3,67 306,7 1,197
Maret 2,50 316,4 0,790
April 4,75 303,3 1,566
Jumlah 20,75
Sumber : Hasil Pengolahan Data


V-14


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-78
2. Setup dan Adjustment
Penggantian suku cadang yang mengalami kerusakan pada mesin maupun
pemeliharaan mesin secara keseluruhan akan mengakibatkan mesin tersebut harus
dihentikan terlebih dahulu. Sebelum mesin difungsikan kembali akan dilakukan
penyesuaian terhadap fungsi mesin tersebut yang dinamakan dengan waktu setup
dan adjustment mesin. Dalam perhitungan setup dan adjustment loss
dipergunakan data waktu setup mesin yang mengalami kerusakan dan
pemeliharaan mesin secara keseluruhan di mesin Mixer Batching Plan.
Untuk mengetahui besarnya persentase downtime loss yang
diakibatkan oleh waktu setup dan adjustment tersebut digunakan rumusan sebagai
berikut
100% =
time Loading
time ustment Setup/adj Total
Loss stment Setup/Adju
Untuk Mesin Mixer Batching Plan bulan November 2008 memiliki nilai Set up
dan Adjustment Losess sebesar :
Setup dan Adjustment Loss =
2 , 325
36 , 18
= 5,646%
Dengan cara yang sama dilakukan untuk periode berikutnya dan dapat dilihat pada
Tabel 5.16.





V-15


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-79
Tabel 5.16. Set Up and Adjustment Losessdi Mesin Mixer Batching Plan
Bulan Set up Time
(Jam)
Loading Time
(jam)
Set Up and Adjustment
Losess
(%)
November 18,36 325,2 5,646
Desember 18,48 306,5 6,029
Januari 16,02 280,5 5,711
Februari 18,56 306,7 6,052
Maret 15,22 316,4 4,810
April 20,33 303,3 6,703
Jumlah 106,97
Sumber : Hasil Pengolahan Data

5.2.6.2. Speed Loss
Speed loss terjadi pada saat mesin tidak beroperasi sesuai dengan
kecepatan produksi maksimum yang sesuai dengan kecepatan mesin yang
dirancang. Faktor yang mempengaruhi speed losses ini adalah idling and minor
stoppages dan reduced speed.

1. Idling dan Minor Stoppages
Idling dan minor stoppages terjadi jika mesin berhenti secara berulang-
ulang atau mesin beroperasi tanpa menghasilkan produk.
J ika idling dan minor stoppages sering terjadi maka dapat mengurangi
efektivitas mesin. Untuk mengetahui besarnya factor efektivitas yang hilang
karena factor idling dan minor stoppages digunakan rumusan sebagai berikut :
% 100 =
time Loading
time ive Nonproduct
stoppages minor and Idling
Nonproductive time = Operation time Actual Production time
V-16


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-80
Mesin Mixer Batching Plan Bulan November 2008 memiliki Idling and Minor
Stoppages sebesar :
Nonproductive time = 303,67 301,76 =1,91
Idling and Minor Stoppages =
2 , 325
91 , 1
x 100% = 0,587
Dengan cara perhitungan yang sama maka nilai persentase breakdown loss
mesin Mixer Batching Plan sampai Bulan April 2009 dapat dilihat pada Tabel
5.17.
Tabel 5.17. Idling and Minor Stoppages Di Mesin Mixer Batching Plan
Bulan Operation
Time
(jam)
Actual
Production
Time
(jam)
(Non
Productive
Time
(Jam)
Loading
Time
(Jam)
Idling and
Minor
Stoppages
(%)
November 303,67 301,76 1,91 325,2 0,587
Desember 284,44 278,08 6,36 306,5 2,075
Januari 261,40 259,20 2,20 280,5 0,784
Februari 284,47 281,60 2,87 306,7 0,936
Maret 298,68 292,16 6,52 316,4 2,061
April 278,22 274,56 3,66 303,3 1,207
Jumlah 23,52
Sumber : Hasil Pengolahan Data

1. Reduced Speed
Reduced speed adalah selisih antara waktu kecepatan produksi aktual
dengan kecepatan produksi mesin yang ideal. Untuk mengetahui besarnya
persentase faktor reduced speed yang hilang, maka digunakan rumusan berikut :
100%

) ( -

100%

=
=
time Loading
process product Total time cycle Ideal time production Actual
time Loading
time production Ideal - time production Actual
loss speed Reduce

V-17


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-81
Mesin Mixer Batching Plan bulan November 2008 memiliki Reduced Speed Loss
sebesar :
Ideal Production Time = (0,00068 x 353.887) =238,918
Reduced Speed Loss =
52 , 352
918 , 238 76 , 301
x 100% =19,32 %
Dengan cara yang sama dilakukan untuk periode berikutnya dapat dilihat
pada Tabel 5.18.
Tabel 5.18. Reduced Speed Losess Di Mesin Mixer Batching Plan
Bulan Loading
Time
(Jam)
Actual
Production
Time
(Jam)
Ideal
Cycle
Time
(Jam)
Total
Product
Process
(Kg)
Reduced
Speed Loss
Time
(Jam)
Reduced
Speed Loss
(%)
November 325,2 301,76 0,00068 353.887 62,84 19,32
Desember 306,5 278,08 0,00065 360.123 45,52 14,85
Januari 280,5 259,2 0,00059 423.169 10,77 3,84
Februari 306,7 281,6 0,00065 334.203 65,78 21,45
Maret 316,4 292,16 0,00065 404.231 31,12 9,84
April 303,3 274,56 0,00065 367.829 37,03 12,21
Jumlah 253,061
Sumber : Hasil Pengolahan Data

5.2.6.3. Defect Loss
Defect loss artinya adalah mesin tidak menghasilkan produk yang sesuai
dengan spesifikasi dan standar kualitas produk yang telah ditentukan dan scrap
sisa hasil proses selama produksi berjalan. Faktor yang dikategorikan ke dalam
defect loss adalah rework loss dan yield/scrap loss.
1. Rework Loss
Rework Loss adalah produk yang tidak memenuhi spesifikasi kualitas yang
telah ditentukan walaupun masih dapat diperbaiki ataupun dikerjakan ulang.
V-18


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-82
Untuk mengetahui persentase faktor rework loss yang mempengaruhi efektivitas
penggunaan mesin. Digunakan rumusan sebagai berikut :
% 100

=
time Loading
Rework time cycle Ideal
loss Rework

Mesin Mixer Batching Plan Bulan November 2008 memiliki rewok losses
sebesar :
Rework Loss =
2 , 325
kg 4.707 x jam/Kg 0,00068
x 100% =0,980 %
Dengan cara yang sama dilakukan untuk periode berikutnya dapat dilihat
pada Tabel 5.19.
Tabel 5.19. Rework Loss Di Mesin Mixer Batching Plan
Bulan Loading
Time
(Jam)
Ideal Cycle
Time
(Jam)
Rework
(Kg)
Rework
Time
(Jam)
Rework
Losess
(%)
Juli 325,2 0,00068 4.707 3,178 0,980
Agustus 306,5 0,00065 5.114 3,302 1,080
September 280,5 0,00059 1.777 1,043 0,370
Oktober 306,7 0,00065 4.345 2,806 0,910
November 316,4 0,00065 5.417 3,498 1,110
Desember 303,3 0,00065 5.076 3,278 1,080
Jumlah 17,105
Sumber : Hasil Pengolahan Data

2. Yield/Scrap Loss
Yield/scrap loss adalah kerugian yang timbul selama proses produksi
belum mencapai keadaan produksi yang stabil pada saat proses produksi mulai
dilakukan sampai tercapainya keadaan proses yang stabil, sehingga produk yang
dihasilkan pada awal proses sampai keadaan proses stabil dicapai tidak memenuhi
V-19


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-83
spesifikasi kualitas yang diharapkan. Untuk mengetahui persentase faktor
yield/scrap loss yang mempengaruhi efektivitas penggunaan mesin. Digunakan
rumusan sebagai berikut :
% 100

=
time Loading
Scrap time cycle Ideal
loss p Yield/scra

Mesin Mixer Batching Plant bulan November 2008 memiliki yield/scrap loss
sebesar :
Yield/scrap loss =
2 , 325
kg 4.459 x jam/kg 0,00068
x 100% = 0,926%
Hasil perhitungan pada bulan berikutmya dapat dilihat pada Tabel 5.20.
Tabel 5.20. Yield/scrap Loss Mesin Mixer Batching Plan Periode November
2008 April 2009
Bulan Loading
Time
(Jam)
Ideal Cycle
Time
(Jam)
Scrap
(Kg)
Scrap
Time
(Jam)
Scrap Losess
(%)
November 325,2 0,00068 4.459 3,010 0,926
Desember 306,5 0,00065 4.574 2,953 0,964
Januari 280,5 0,00059 1.058 0,621 0,221
Februari 306,7 0,00065 969 0,626 0,204
Maret 316,4 0,00065 606 0,392 0,124
April 303,3 0,00065 4.340 2,803 0,924
Jumlah 10,405
Sumber : Hasil Pengolahan Data
5.2.7. Pengaruh Six Big Losses
Untuk melihat lebih jelas six big losses yang mempengaruhi efektivitas
Mesin Mixer Batching Plan ini, maka akan dilakukan perhitungan time loss untuk
masing-masing faktor dalam six big losses tersebut seperti yang terlihat pada hasil
perhitungan di Tabel 5.21.
V-20


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-84
Tabel 5.21. Persentase Faktor Six Big Losses Paper Machine
Periode November 2008-April 2009
No Six Big Losses
Total Time Loss
(jam)
Persentase
(%)
1 Breakdown Loss 20,75 4,80
2 Set up and Adjustment Loss 106,97 24,77
3 Reduced Speed Loss 253,06 58,60
4 Idling and Minor Stoppages 23,52 5,44
5 Rework Loss 17,11 3,96
6 Scrap/yield Loss 10,41 2,41
Total 431,82 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Persentase time loss dari keenam faktor tersebut juga akan lebih jelas lagi
diperlihatkan dalam bentuk histogram seperti yang terlihat pada Gambar 5.1.
20.75
106.97
253.06
23.52
17.105
10.41
0
50
100
150
200
250
300
Idling and
Minor
S toppages
S et up and
Adjus tment
Los s
Reduced
S peed Los s
Breakdown
Los s
Rework Los s S crap/yield
Los s
S eries 1

Gambar 5.1. Histogram Persentase Faktor Six Big Losses Paper Machine
Periode November 2008-April 2009

Dari histogram dapat dilihat bahwa faktor yang memiliki persentase
terbesar dari keenam faktor tersebut adalah Reduced Speed Loss sebesar 58,60%.
Untuk melihat urutan persentase keenam faktor tersebut mulai dari yang terbesar
dapat dilihat dari Tabel 5.22.
V-21


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-85
Tabel 5.22. Pengurutan Persentase Faktor Six Big Losses mesin Mixer
Batching Plan Periode November 2008-April 2009
No Six Big Losses
Total Time Loss
(jam)
Persentase
(%)
Persentase Kumulatif
(%)
1
Reduced Speed Loss 253,06 58,60 58,60
2 Set up and Adjustment Loss 106,97 24,77 83,37
3
Idling and Minor Stoppages 23,52 5,45 88,82
4
Breakdown Loss 20,75 4,81 93,62
5
Rework Loss 17,11 3,96 97,59
6
Scrap/yield Loss 10,41 2,41 100,00
Total 431,82 100,00 100,00
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Dari hasil pengurutan persentase faktor six big losses tersebut akan
digambarkan diagram paretonya sehingga terlihat jelas urutan dari keenam faktor
yang mempengaruhi efektivitas di Mesin Mixer Batching Plan. Diagram pareto ini
dapat dilihat pada Gambar 5.2.
Diagram Pareto Six Big Losess
0
50
100
150
200
250
300
Reduced
Speed Loss
Set up and
Adjustment
Loss
Idling and
Minor
Stoppages
Breakdown
Loss
Rework Loss Scrap/yield
Loss
Six Big Losess
J
u
m
l
a
h

(
J
a
m
)

Gambar 5.2. Diagram Pareto Persentase Faktor Six Big Losses
Mixer Batching Plan Periode November 2008-April 2009
V-22


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-86
BAB VI
ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

6.1. Analisa Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE)
Analisa perhitungan Overall Equipment Effectiveness dilakukan untuk
melihat tingkat efektivitas penggunaan mesin di Mesin Mixer Batching Plan
selama periode November 2008 - April 2009. Pengukuran Overall equipment
effectiveness ini merupakan kombinasi dari faktor waktu, kualitas pengoperasian
mesin dan kecepatan produksi mesin.
1. Tingginya nilai OEE mesin Mixer Batching Plan pada periode Januari 2009
dipengaruhi oleh tingginya rasio Rate of Quality Products mesin yang
besarnya mencapai rata-rata 99,33 % dan tinggi rasio Availability mesin
sebesar 93,19%, sedangkan Performance Efficiency hanya sebesar 79,32%.
2. Rendahnya nilai OEE mesin Mixer Batching Plan pada periode November
2008 disebabkan oleh rasio Performance Efficiency sedangkan rasio
availability dan Rate of Quality Product sudah cukup tinggi.

6.2. Analisis Perhitungan OEE Six Big Losses
Analisa OEE six big losses agar perusahaan mengetahui faktor apa dari
keenam faktor six big losses yang memberikan kontribusi terbesar yang
mengakibatkan rendahnya efektivitas penggunaan mesin Mixer Batching Plan
yang menjadi perioritas utama untuk diperbaiki.


VI-1


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-87
Tabel 6.1. Persentase Faktor Six Big Losses mesin Mixer Batching Plan
Periode November 2008 - April 2009
No Six Big Losses
Total Time Loss
(jam)
Persentase
(%)
1 Breakdown Loss 20,75 4,81
2 Set up and Adjustment Loss 106,97 24,77
3 Reduced Speed Loss 253,06 58,60
4 Idling and Minor Stoppages 23,52 5,45
5 Rework Loss 17,11 3,96
6 Scrap/yield Loss 10,41 2,41
Total 431,82 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Persentase time loss dari keenam faktor tersebut juga akan lebih jelas lagi
diperlihatkan dalam bentuk histogram seperti yang terlihat pada Gambar 6.1.
20.75
106.97
253.06
23.52
17.105
10.41
0
50
100
150
200
250
300
Idling and
Minor
S toppages
S et up and
Adjus tment
Los s
Reduced
S peed Los s
Breakdown
Los s
Rework Los s S crap/yield
Los s
S eries 1

Gambar 6.1. Histogram Persentase Faktor Six Big Losses
Periode November 2008-April 2009

6.3. Analisis Diagram Sebab Akibat
Agar perbaikan dapat segera dilakukan, maka analisa terhadap penyebab
faktor-faktor six big losses yang mengakibatkan rendahnya efektivitas mesin
dalam perhitungan OEE dilakukan dengan menggunakan diagram sebab akibat.
VI-2


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-88
Analisa dilakukan akan lebih efisien jika hanya diterapkan pada faktor-faktor sig
big losses yang dominan seperti pada diagram pareto yang dibuat. Faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap bersarnya produktivitas dan efisiensi mesin antara
lain:
1. Set Up/ Adjusment Loss
1. Manusia/operator
a. Kurang responsif dalam mengawasi operasi mesin karena kurangnya
observasi yang dilakukan operator yang bertugas disebabkan kurangnya
pelatihan pada operator.
b. Kurang teliti terhadap setiap kejadian yang mengakibatkan berkurangnya
kecepatan mesin yang disebabkan operator tidak disiplin dan ceroboh
dalam mengoperasikan mesin.
2. Mesin/peralatan
a. Waktu yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu dan tekanan mesin yang
lama ini diakibatkan oleh pemburukan/keausan yang terjadi akibat
kurangnya perawatan pada mesin.
3. Lingkungan
a. Debu yang menempel pada mesin akan mempengaruhi kinerja mesin akibat
jarang dibersihkan.
4. Metode
a. Cara setting yang tidak standar akibat tidak adanya standara acuan yang
akan mempengaruhi pada kecepatan produksi mesin.

VI-3


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-89
5. Bahan
a. Berat bahan yang masuk kedalam mesin yang tidak memiliki ukuran standar.
Semua waktu setup termasuk waktu penyesuaian dan juga waktu yang
dibutuhkan untuk kegiatan-kegiatan mengganti satu jenis produk kejenis produk
berikutnya untuk prosesproduksi selanjutnya.
Faktorfaktor penyebabnya antara lain:

2. Reduced Speed Losess
Reduced speed adalah selisih antara waktu kecepatan produksi aktual
dengan kecepatan produksi mesin yang ideal. J ika Reduced speed sering terjadi
maka dapat mengurangi efektivitas mesin.
Menurunnya efektivitas mesin antara lain disebabkan oleh:
1. Manusia/operator
a. Kurang responsif dalam mengawasi operasi mesin karena kurangnya
observasi yang dilakukan operator yang bertugas disebabkan kurangnya
pelatihan pada operator.
b. Kurang teliti terhadap setiap kejadian yang mengakibatkan berkurangnya
kecepatan mesin yang disebabkan operator tidak disiplin dan ceroboh
dalam mengoperasikan mesin.
2. Mesin/peralatan
c. Mesin tidak bertenaga sehingga kecepatan produksi normal tidak tercapai
akibat pemburukan yang terjadi karena kurangnya perawatan mesin.
d. Mesin tidak stabil berputar diakibatkan mesin sudah tua.
VI-4


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-90
3. Lingkungan
a. Debu yang menempel pada mesin akan mempengaruhi kinerja mesin akibat
jarang dibersihkan.
4. Metode
a. Cara setting yang tidak standar akibat tidak adanya standara acuan yang
akan mempengaruhi pada kecepatan produksi mesin.
5. Bahan
a. Berat bahan yang masuk kedalam mesin yang tidak memiliki ukuran standar
menyebabkan perputaran mesin yang tidak konstan.

6.4. Usulan Penyelesaian Masalah
6.4.1. Usulan Penyelesaian Masalah Six Big Losses
Prinsip TPM yang digunakan dalam usaha peningkatan produktivitas dan
efisiensi pada mesin Mixer Batching Plan diperusahaan adalah dengan melakukan
perhitungan OEE untuk mengetahui faktor-faktor dalam six big losses yang
menjadi prioritas utama untukdilakukan perbaikan pada mesin. Dari hasil analisa
diagram sebab akibat yang dilakukan dapat dilihat pada faktor reduced speed
losess dan set up and adjustment loss yang merupakan faktor yang dominan yang
mengakibatkan rendahnya efektivitas mesin yang digunakan sehingga merupakan
prioritas perusahaan untuk dilakukan perbaikan sebagai langakah awal dalam
usaha perningkatan produktivitas dan efisiensi mesin Mixer Batching Plan.
Adapun usulan penyelesaian masalah yang dapat dilakukan antara lain:

VI-5


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-91
Tabel 6.2. Usulan Penyelesaian Masalah Set Up/ Adjusment Loss
No Faktor-faktor Penyelesaian Masalah
1
Manusia/operator
- Kurang responsif
- Kurang teliti


a. Pelatihan operator dilakukan
secara berkala stahun dua kali
b. Pengawasan terhadap operator
lebih ditingkatkan
2
Mesin/peralatan
- Mesin tidak bertenaga
- Mesintidak stabil


a. Perawatan mesin secar berkala
b. Penggantian mesin /peralatan
3
Lingkungan
- Kebersihan

a. Membersihkan mesin dan area
kerja sebelum atau sesudah
proses operasi
4
Metode
- Pemeliharaan tidak standar


a. Menentukan standar pelaksanaan
setting tools
5
Bahan
- Standar ukuran bahan

a. Membuat standar ukuran bahan
yang sesuai








VI-6


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-92
Tabel 6.3. Usulan Penyelesaian Masalah Reduced Speed Losess
No Faktor-faktor Penyelesaian Masalah
1
Manusia/operator
- Kurang responsif
- Kurang teliti


a. Pelatihan operator dilakukan
secara berkala stahun dua kali
b. Pengawasan terhadap operator
lebih ditingkatkan
2
Mesin/peralatan
- Mesin tidak bertenaga
- Mesintidak stabil


a. Perawatan mesin secar berkala
selama empat kali sebulan
b. Penggantian mesin /peralatan
3
Lingkungan
- Kebersihan

a. Membersihkan mesin dan area
kerja sebelum atau sesudah
proses operasi
4
Metode
- Pemeliharaan tidak standar


b. Menentukan standar
pelaksanaan setting tools
5
Bahan
- Standar ukuran bahan

c. Membuat standar ukuran
bahan yang sesuai


6.4.2. Penerapan Total Productive Maintenance (TPM)
Perbedaan total productive maintenance (TPM) dengan planned
Maintenance (PM) yang utama adalah kegiatan pemeliharaan mandiri
(autonomous maintenance) dan kunci kesuksesan TPM juga tergantung pada
kesuksesan program autonomous maintenance. Kegiatan autonomous
VI-7


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-93
maintenance ini melibatkan seluruh karyawan mulai dari pimpinan sampai dengan
operator.
Dengan adanya kegiatan autonomous maintenance ini maka setiap
operator akan terlibat dalam perawatan dan penanganan setiap masalah yang
terjadi pada mesin/peralatan mereka sendiri di bagian produksi.
Sistem pelaksanaan kegiatan maintenance yang diterapkan oleh PT.
WIKA BETON merupakan sistem pemeliharaan terencana, mulai dari
perencanaan sampai dengan penggantian. Penanganan kerusakan mesin/peralatan
yang terjadi Pada mesin Mixer Btaching Plan merupakan tanggung jawab pada
bagian departemen Maintenance. Rendahnya efektivitas mesin juga dipengaruhi
oleh karena keahlian dari operator yang rendah sehingga tidak cepat tanggap
terhadap masalah yang timbul pada mesin yang dioperasikan yang dapat dilihat
pada analisa diagram sebab akibat terhadap faktor six big losses yang dominan.
Penerapan pemeliharaan mandiri dilakukan dengan tujuan agar pola pikir
operator yang berpikir bahwa operator hanya menggunakan peralatan dan orang
lain yang akan memperbaikinya dapat diubah sehingga perawatan mesin dan
peralatan di perusahaan ini dapat berjalan dengan baik dan kerusakan dapat
dicegah. Agar hal tersebut dapat tercapai maka dibutuhkan waktu dan usaha untuk
melatih operator agar kemampuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk
melaksanakan autonomous maintenance dapat ditingkatkan. Kegiatan-kegiatan
pemeliharaan mandiri yang dapat dilakukan oleh operator sebagai usaha
peningkatan efektivitas mesin produksi sesuai dengan prinsip TPM adalah :
VI-8


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-94
8. Membersihkan dan memeriksa pada mesin Mixer Batching Plan untuk
membersihkan debu dan kotoran pada permukaan mesin dan melakukan
pelumasan dan pengencangan mur yang longgar.
9. Menghilangkan sumber masalah dan area yang tidak terjangkau dengan
menemukan cara yang tepat untuk membersihkan pada bagian-bagian yang
sukar dijangkau
10. Membuat standar pembersihan dan pelumasan yang tepat sehingga dapat
mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk membersihkan dan memeriksa
dengan tahapan yang teratur.
11. Melaksanakan pemeriksaan meyeluruh sesuai dengan instruksi yang terdapat
pada petunjuk pemeriksaan pada mesin Mixer Batching Plan yang diperoleh
pada bagian teknik
12. Pemeliharaan mandiri secara penuh (fully autonomous maintenance) yaitu
pengembangan kebijakan dan tujuan perusahaan untuk meningkatkan kegiatan
pengembangan secara teratur dan melakukan proses perbaikan pada proses
mesin yang memiliki six big losess yang paling besar yaitu : proses idling and
minor stoppages dan set up and adjustment losess dengan menggunakan
metode perbaikan fishbone yang terlihat pada gambar 6.2 dan 6.3.
VI-9
I-95
Reduced Speed Loses
Mesin/operator Mesin/peralatan
Lingkungan Bahan Metode
Kurang tanggap
Kurang teliti
Kurang disiplin
Kurang terlatih dan berhati-hati
Mesin memiliki
Tenaga yang rendah
Tergesa-gesa
Mesin tidak
stabil
Keausan pada
mesin
Mesin obsolances
Setting tidak
standar
Tidak berpatokan pada standar
Yang telah ditetapkan
Kebersihan mesin
kurang
Jarang dibersikan
Ukuran bahan
Tidak ideal

Gambar 6.2. Proses Perbaikan dengan Menggunakan Metode Fishbone pada
Proses Reduced Speed Losses


V
I
-
1
0

VI-10



Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-96
Setup/Adjusment
Loss Tinggi
Mesin/operator Mesin/peralatan
Lingkungan Bahan Metode
Kurang tanggap
Kurang teliti dan
detail
Kurang mematuhi peraturan
Operator memiliki skill
Yang rendah
Kurangnya
perawatan
Tidak teratur
Waktu yg lama utk
menaikkan
suhu & tekanan
Maintanance process
Tidak standar
Metode dibawah standar
Kebersihan mesin
kurang
Jarang dibersihkan
Tidak adanya
ukuran
standar bahan
Pemburukan/keausan


Gambar 6.3. Proses Perbaikan dengan Menggunakan Metode Fishbone
pada
Proses Set up and Adjustment Losess
















V
I
-
1
1

VI-11


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-97

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dan uraian hasil pengukuran overall equipment
effectiveness pada mesin Mixer Batching Plan, dapat diambil beberapa
kesimpulan, yaitu :
1. Tingkat produktivitas dan efisiensi mesin/peralatan yang diukur adalah
dengan Overall Equipment Effectiveness (OEE) sesuai dengan prinsip-prinsip
Total Productive Maintenance (TPM) dan berusaha untuk menghilangkan
ataupun mengurangi rugi-rugi pada mesin/peralatan (Equipment Losses) yang
dikenal dengan Six Big Losses.
2. Tidak tepatnya penangan dan pemeliharaan mesin dan peralatan tidak saja
dapat menyebabkan masalah kerusakan (breakdowns) mesin dan peralatan
saja tetapi juga mengakibatkan timbulnya kerugian kerugian lainnya seperti
lamanya waktu setup and adjusment, mesin menghasilkan produk cacat
ataupun yang harus dikerjakan ulang (defect and rework), mesin beroperasi
tetapi tidak menghasilkan produk dan seringnya mesin berhenti tiba-tiba
(idling minor stoppages), menurunnya kecepatan produksi mesin (reduced
speed) dan juga kerugian yang timbul pada awal produksi sampai produksi
yang stabil di capai (start-up and yield loss).



Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-98
3. Persentase masing-masing faktor six big losses yang dominan selama periode
November 2008 - April 2009 pada mesin Mixer Batching Plan adalah
Reduced Speed Losess 58,60% sebesar dan diikuti dengan faktor setup and
adjusment sebesar 24,77%.
4. Rendahnya efektivitas mesin yang digunakan diakibatkan tingginya kontribusi
yang diberikan oleh faktor six big losses yang juga mengakibatkan rendahnya
produktivitas dan efisiensi mesin Mixer Batching Plan pada perusahaan yaitu
faktor Setup and Adjusment dan idling and minor loss.
5. Dari hasil perhitungan OEE pada mesin Mixer Batching Plan pada periode
November 2008 April 2009 ini telah dapat dilihat bahwa nilai OEE terbesar
ada pada bulan Januari 2009 sebesar 87,97% dan persentase terkecil terjadi
pada bulan November 2008 sebesar 71,57%.

7.2. Saran
Beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan masukan dan
bermanfaat bagi perusahan berdasarkan hasil penelitian ini adalah :
1. Sebaiknya Perhitungan OEE pada setiap mesin senantiasa dilakukan, sehingga
diperoleh informasi yang representatif untuk perawatan dan perbaikan secara
terus menerus (continuous improvement) dalam upaya peningkatan efektivitas
penggunaan mesin. Penggunaan metode OEE realtif lebih mudah dan dapat
dilakukan oleh setiap operator.
2. Sebaiknya sering dilakukan pelatihan kepada setiap operator maupun personil
maintenance agar dapat meningkatkan kemampuan dan keahlian operator
VII-2
VII-1


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-99
dalam menanggulangi permasalahan yang ada pada mesin/peralatan sehingga
perusahaan dapat menerapkan autonomous maintenance untuk dapat
meningkatkan produktivitas dan efisiensi produksi pada bagian proses
produksi terutama pada mesin Mixer Batching Plan
3. Penanaman kesadaran kepada seluruh karyawan untuk ikut berperan aktif
dalam peningkatan produktivitas dan efisiensi untuk perusahaan dan bagi diri
mereka sendiri dari tingkat operator sampai tingkatan top management.



























VII-3


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-100



DAFTAR PUSTAKA

1. Assauri, Sofyan., Manajemen Produksi, Edisi Ketiga, Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1980
2. Katila, Pekka., Applying Total Productive Maintenance-TPM Principles in the
Flexible Manufacturing Sistem, Technical Report, Lulea Tekniska
Universitet, 2000
3. Leflar, James A., Practical TPM, Succesful Equipment at Agilent
Technologies, Productivity Press, Portland, Oregon, 2001.
4. Nakajima, S., Introduction to Total Productive Maintenance, Cambridge, MA,
Producticity Press, Inc., 1988.
5. Shirose, Kunio., TPM Team Guide, Productivity Press, Inc., Portland, Oregon,
1995.

















Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-101




Lampiran 1
Uraian Tugas dan Tanggung Jawab
1. Manajer / Kepala Pabrik
Manajer atau Kepala Pabrik PT. WIKA BETON memiliki tugas dan
tanggung jawab sebagai berikut :
1. Mengkoordinasi fungsi-fungsi yang berada di bawah pengelolaannya
sesuai dengan bagan organisasi perusahaan.
2. Terjadinya hubungan yang sehat dan saling menguntungkan dengan pihak-
pihakdi luar atau di dalam perusahaan yang berkaitan dengan tugas-
tugasnya.
3. Melaksanakan kerjasama dengan unit pemasaran dalam rangka
optimalisasi sumber daya produksi dan distribusi.
4. Mengupayakan tertib administrasi dan menyajikan laporan keseluruhan
kegiatan pabrik secara berkala.
5. Bertanggung jawab atas keamanan seluruh harta perusahaan yang berada
di bawah kekuasaannya.
6. Mengupayakan terlaksananya keselamatan dan kesehatan kerja.
7. Mengupayakan peningkatan kemampuan sumber daya manusia dalam
bidang manajemen, keahlian dan ketrampilan.
8. Bertanggung jawab atas pengadaan bahan dan mengendalikan suku
cadang, bahan baku, bahan penunjang dan produk jadi.
L-1


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-102
9. Mengupayakan peningkatan efektivitas dan efisiensi sumber daya yang
menjadi tanggung jawabnya berpedoman pada biaya mutu dan waktu yang
telah ditetapkan.
10. Mengupayakan perbaikan proses produksi secara berkesinambungan dan
mengusulkan perbaikan sistem produksi yang efektif dan efisien.
11. Mengupayakan peningkatan mutu hasil kerja yang meliputi biaya, mutu
dan waktu sesuai dengan ukuran yang telah ditetapkan.
12. Mengendalikan dan mengevaluasi produksi dari segi biaya, mutu dan
waktu secara berkala.
13. Mengupayakan tercapainya sasaran produksi sesuai rencana yang telah
ditetapkan.
2. Kepala Seksi Teknik dan Mutu
Tugas dan tanggung jawab dari kepala seksi teknik antara lain :
1. Melakukan semua perencanaan teknis yang diperlukan pabrik.
2. Mengelola semua sarana pengujian di pabrik.
3. Memimpin dan melaksanakan analisa terhadap desain detai produk guna
meningkatkan kualitas atau optimalisasi desain.
4. Memimpin dan melaksanakan penelitian terhadap konsultasi perbaikan /
peningkatan sistem produksi peralatan sedemikian rupa sehingga
meningkatkan kualitas atau efisiensi produksi.
5. Memimpin dan melaksanakan pengujian bahan baku dan persetujuan
penggunaannya.
L-2


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-103
6. Bertanggung jawab atas kualitas setiap produk yang keluar dari pabrik
untuk didistribusikan.
7. Mengelola semua sarana pengujian di pabrik
8. Bekerja sama dengan bagian lain dalam rangka meningkatkan
produktivitas, efisiensi dan kualitas produk.
9. Bertanggung jawab atas semua produk yang didistribusikan kepada
konsumen
10. Mengupayakan peningkatan kwalitas semaksimal mungkin
11. Menyusun sistem pengujian kwalitas proses produk jadi membuat laporan
secara berkala
12. Melakukan pengujian bahan baku dan memberikan persetujuan
penggunaannya
13. Melakukan pengujian hasil kegiatan Gugus Kendali Mutu serta
merekomendasikan hasil tersebut
3. Kepala Seksi Perencanaan dan Evaluasi Produksi
Sebagai Kepala Seksi Perencanaan dan Evaluasi Produksi memili tugas
dan tanggung jawab sebagai berikut :
1. Membuat dan menyajikan laporan produksi secara berkala.
2. Bertanggung jawab atas keterpaduan jadwal proses dengan rencana
penyerahan dan distribusi dari waktu ke waktu.
3. Melaksanakan Administrasi Persediaan Gudang (APG) yang meliputi
persediaan bahan baku dan bahan penunjang, persediaan dalam proses,
persediaan barang jadi dan suku cadang secara tertib.
L-3


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-104
4. Mengelola dan melaksanakan administrasi produksi secara tertib.
5. Mengupayakan peningkatan efektivitas dan efisiensi biaya produksi dan
pemanfaatan sumber daya tanpa mengurangi kualitas dan waktu yang telah
ditetapkan.
6. Melaksanakan pengawasan, evaluasi dan analisis biaya produksi dan
pemanfaatan sumber daya di pabrik.
7. Menyusun anggaran biaya produksi untuk keperluan seluruh jalur yang
ada di pabrik.
8. Bertanggung jawab atas tersusunnya jadwal produksi dan kebutuhan
sumber daya untuk seluruh jalur-jalur yang ada di pabrik.
9. Menyusun rencana produksi beton yang disesuaikan dengan rencana
distribusi unit penjualan produk beton.
10. Mengumpulkan, mengelola dan menyimpan surat permnitaan produk
beton dari unit penjualan produk beton secara tertib dan
mengadministrasikan surat perintah produk secara tertib dan baik.
4. Kepala Seksi Administrasi Keuangan dan Personalia
1. Mengelola dan melaksanakan fungsi manajemen personalia dan
perkantoran, serta aspek hukum dan peralihan
2. Melaksanakan pengawasan penerapan sistem informasi dalam arti seluas-
luasnya
3. Membuat dan menyajikan laporan keuangan yang meliputi neraca dan
perhitungan rugi-laba secara berkala
L-4


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-105
4. Melaksanakan pencatatan, klasifikasi data keuangan serta evaluasi yang
menjadi informasi yang akurat
5. Melaksanakan administrasi persediaan kantor (APK) yang meliputi
persediaan bahan baku, bahan penunjang persediaan dalam proses,
persediaan barang jadi dan suku cadang secara tertib
6. Melaksanakan pengadaan lokal dan memantau perkembangan harga dari
pemasok-pemasok agar didapat persaingan dalam harga
7. Melaksanakan pembayaran kepada pihak ketiga sesuai dengan
persyaratan-persyaratan yang ditetapkan
8. Mengelola secara tertib kas dan bank, jaminan bank dan perpajakan serta
mengendalikan perskot
9. Melaksanakan pengawasan dan evaluasi biaya langsung dan tidak
langsung serta anggaran kas secara berkala
10. Menyusun anggaran biaya dan kas untuk keperluan seluruh kegiatan
pabrik
5. Kepala Seksi Peralatan
1. Melakukan penelitian terhadap metode peralatan yang digunakan serta
mengusulkan perbaiakan penggunaan peralatan agar didapat proses efektif
dan efisien
2. Bertanggung jawab atas kelengkapan dan berfungsinya mesin dan
peralatan yang akan dimobilisasikan kepabrik lain
3. Mengatur pembagian shift kerja regu peralatan dan menetapakan kepala
regunya
L-5


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-106
4. Mengendalikan dan mengevaluasi biaya peralatan pabrik
5. Bertanggung jawab atas keberadaan mesin dan peralatan listrik
6. bertanggung jawab atas beroperasinya mesin dan peralatan pabrik sebelum
dan selama proses produksi
7. Mempersiapkan sumber daya cetakan sesuai dengan rencana produksi
yang telah ditetapkan
8. mengupayakan pemanfaatan mesin dan peralatan pabrik secara optimal
serta memantau produktifitas pemanfaatan mesin dan peralatan pabrik
9. Merencanakan, mengendalikan dan mengevaluasi kebutuhan suku cadang
mesin dan peralatan
10. Merencanakan dan melaksanakan pengawasan program perawatan mesin
dan peralatan pabrik sesuai dengan ukuran yang berlaku
6. Kepala Seksi Unit Produksi
1. Bekerjasama dengan kepla shift menyusun perencanaan dan jadwal
produksi serta kebutuhan sumber daya pada produksinya
2. Mengatur bagian shift kerja
3. Memimpin regu-regu produksi dalam melaksanakan produksi sesuai
dengan jadwal pedoman kerja yang telah ditetapkan
4. Melaksanakan pemanfaatan tenaga kerja, alat dan bahan baku seoptimal
mungkin
5. Bertanggung jawab atas pelaksanaan mesin dan peralatan dengan baik dan
benar
L-6


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-107
6. Bertanggung jawab langsung atas keselamatan dan kesehatan kerja pada
produksinya
7. Bertanggung jawab terhadap masuk dan keluarnya produk jadi sesuai
dengan prosedur yang ditetapkan
7. Kepala Shift Produksi
1. Memimpin regu-regu produksi dalam melaksanakan produksi sesuai
dengan jadwal/pedoman kerja yang ditetapkan
2. Menyelesaikan setiap tahapan produksi serta hasil produksinya sedemikian
rupa sehingga sesuai dengan syarat-syarat teknik yang digariskan
3. Melaksanakan pemanfaatan tenaga kerja, alat dan bahan seoptimal
mungkin
4. Bertanggung jawab atas penggunaan peralatan dengan baik dan benar
5. Bertanggung jawab atas mutu produksi
6. Bekerjasama dengan bagian peralatan untuk memelihara dan menjaga
peralatan pabrik
7. Bertanggung jawab atas masuknya produk jadi sesuai dengan sistem dan
prosedur yang ada
8. Bekerja sama dengan bagian lain dalam rangka meningkatkan
produktifitas efisiensi dan mutu produk
9. Membina, membimbing dan menuntun bawahan untuk meningkatkan
kemampuan serta senantiasa mengupayakan adanya pengawasan melekat


L-7


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-108
Lampiran 2
Mesin dan Peralatan
a. Mesin
1. Mixer Batching Plant
Kegunaan : Berfungsi untuk mencampur atau mengadukan pasir,
koral/split, semen dan air dengan zat additive selama 80
detik sehingga homogen.
Merek : Tatchi TSM 15
Kapasitas : 1,5 m
3

Tegangan : 380 V
Daya : 37 KW
Cos : 0,9
Putaran : 1477 rpm
Buatan : Malaysia
Tahun : 2004
Jumlah Mesin : 2 unit
Spare Part : Box tranmisi, timing belt, motor mixer, twin shapt,
bearing & rumah bearing, air control, air cylinder.
2. Pan Mixer
Kegunaan : Berfungsi untuk proses pengadukan air, pasir, koral/split,
semen, dan zat additive hingga homogen.
Merek : Seam S92
Kapasitas : 0,5 m
3

L-8


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-109
Tegangan : 380 V
Daya : 18 KW
Cos : 0,9
Putaran : 1470 rpm
Buatan : Italy
Tahun : 1992
Jumlah Mesin : 2 unit
Spare Part : Box tranmisi, timing belt, motor mixer, sophel, air control,
air cylinder, bearing & rumah bearing,
3. Motor Bucket Material
Kegunaan : Berfungsi untuk menarik bucket material kedalam tangki
mixer dengan sling
Merek : Electro Adda
Kapasitas : 5 ton
Tegangan : 380 V
Daya : 7,5 KW
Cos : 0,81
Putaran : 1440 rpm
Buatan : Italy
Tahun : 1997
Jumlah Mesin : 4 unit
Spare Part : Magnet brake, motor bucket, wire rope, box transmisi

L-9


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-110
4. Motor screw semen
Kegunaan : Berfungsi untuk mendistribusikan semen dari silo ke
timbangan sebelum dimasukkan ketangki mixer.
Merek : MEZ
Kapasitas : 200 kg/min
Tegangan : 380 V
Daya : 5,5 KW
Cos : 0,81
Putaran : 1455 rpm
Buatan : Italy
Tahun : 1999
Jumlah Mesin : 5 unit
Spare Part : Gear box, box transmisi
5. Submersible pump
Kegunaan : Berfungsi untuk mendistribusikan air dari sumur bor ke
tower air
Merek : Grundfos
Kapasitas : 120 m
3
/hr
Tegangan : 380 V
Daya : 7,5 KW
Cos : 0,81
Putaran : 3000 rpm
Buatan : German
L-10


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-111
Tahun : 2004
Jumlah Mesin : 3unit
6. Pompa Air
Kegunaan : Berfungsi untuk mendistribusikan air dari bak ke
timbangan dan dicampurkan kedalam tangki air sebelum
dimasukkan ketangki mixer
Merek : Groudfos
Kapasitas : 30 m
3
/hr
Tegangan : 380 V
Daya : 2,5 KW
Cos : 0,81
Putaran : 2800 rpm
Buatan : German
Tahun : 2006
Jumlah Mesin : 8 unit
7. Motor hopper suplay
Kegunaan : Berfungsi untuk mensuplay cor ke hopper distribusi
Merek : Chenta
Kapasitas : 0,6 m
3

Tegangan : 380 V
Daya : 7,5 KW
Cos : 0,81
Putaran : 1445 rpm
L-11


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-112
Buatan : Taiwan
Tahun : 2004
Jumlah Mesin : 1unit
Spare Part : Box tranmisi, V belt, motor hopper, roda traveling, gear
box
8. Steam Boiler
Kegunaan : Untuk mendapatkan uap panas pada proses perawatan uap
(Steam Curing)
Merek : Ta Cheng Enterprise Co.Ltd
Kapasitas : 1,8 ton/hr
Tegangan : 380 V
Daya : 4,6 KW
Cos : 0,81
Putaran : 2870 rpm
Buatan : Taipei Hsien Taiwan
Tahun : 1990
Jumlah Mesin : 1 unit
Spare Part : Pressurre gauge, box transmisi, selonoid valve, selonoid
coil
Merek : MMI Boiler 2000 PEL/1050
Kapasitas : 3,2 ton/hr
Tegangan : 380 V
Daya : 7,5 KW
L-12


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-113
Cos : 0,84
Putaran : 2870 rpm
Buatan : Italy
Tahun : 2003
Jumlah Mesin : 1 unit
Spare Part : Pressurre gauge, box transmisi, selonoid valve, selonoid
coil
9. Gear Motor Hopper
Kegunaan : Untuk menggerakkan motor hopper
Merek : Teco
Kapasitas : 0,6 m
3

Tegangan : 380 V
Daya : 5,5 KW
Cos : 0,84
Putaran : 1450 rpm
Buatan : Singapur
Tahun : 1992
Jumlah Mesin : 6 unit
Spare Part : Gear box, sprocket, chain, box transmisi
10. Gear Motor Trolly
Kegunaan : Untuk menggerakkan motor trolly
Merek : Teco
Kapasitas : 7,5 ton
L-13


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-114
Tegangan : 380 V
Daya : 7,5 KW
Cos : 0,84
Putaran : 1450 rpm
Buatan : Singapur
Tahun : 1992
Jumlah Mesin : 10unit
Spare Part : Gear box, sprocket, chain, sling, pulley, box transmisi
11. Motor Spinning dan panel
Kegunaan : Untuk memutar roll spinning agar adukan beton didalam
cetakan menjadi padat
Merek : Centricon
Tegangan : 460 V
Daya : 120 KW
Cos : 0,84
Putaran : 2000 rpm
Buatan : German
Tahun : 2005
Jumlah Mesin : 3 unit
Spare Part : Box tranmisi, rubber join, V belt, saringan udara, pulley
12. Mesin Tes Tekan Kubus
Kegunaan : Mesin yang digunakan untuk pengujian kekuatan beton
Merek : controls
L-14


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-115
Kapasitas : 3000 kN(kilo Newton)
Tegangan : 230 V
Daya : 0,75 KW
Cos : 0,9
Putaran : 1435 rpm
Buatan : Italy
Tahun : 2004
Jumlah Mesin : 1 unit
Spare Part : Selang hidrolik, cran, indicator digital
13. Motor Hoist
Kegunaan : Untuk mengangkat hoist craine dengan sling dan rantai
Merek : Demag
Kapasitas : 8 ton
Tegangan : 380 V
Daya : 7,1 KW
Cos : 0,85
Putaran : 1500 rpm
Buatan : German
Tahun : 1998
Jumlah Mesin : 16 unit
Spare Part : wire rope, sling, rol spider, kampas brake, gear box, box
transmisi

L-15


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-116
14. Crain Hoist
Kegunaan : Untuk memindahkan cetakan dengan menggunakan rantai
Merek : Demag
Kapasitas : 2 ton
Tegangan : 380 V
Daya : 5 KW
Cos : 0,85
Putaran : 1500 rpm
Buatan : German
Tahun : 1985
Jumlah Mesin : 6 unit
Spare Part : Wire rope, sling, rol spider, kampas brake, gear box, box
transmisi
15. Compressor Scew
Kegunaan :Untuk mendapatkan kekuatan angin didalam
pengoperasian.
Merek : Ingersoll-Rand
Kapasitas : 12 bar
Tegangan : 380 V
Daya : 11,2 KW
Cos : 0,85
Putaran : 1000 rpm
Buatan : Singapur
L-16


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-117
Tahun : 1996
Jumlah Mesin : 4 unit
Spare Part : V belt, filter udara, pressure switch
17. Mesin Stressing
Kegunaan : Untuk menegangkan PC Wire pada proses penulangan
Merek : Enerpac
Kapasitas : 50 ton
Tegangan : 220 V
Daya : 1 HP
Cos : 0,94
Putaran : 1425rpm
Buatan : Amerika
Tahun : 2004
Jumlah Mesin : 4 unit
Spare Part : Pressurre gauge, selang hidrolik, filter oli, valve
18. Softener
Kegunaan : Untuk menyaring air dari zat-zat yang dapat merusak
steam boiler
Merek : Taiwan Oya
Kapasitas : 1,5 m
3

Buatan : taiwan
Tahun : 1995
Jumlah Mesin : 2 unit
L-17


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-118
19. Genset dan Panel Induk
Kegunaan : Untuk mendapatkan arus listrik pengganti bila arus dari
PLN tiba-tiba terputus
Merek : Cummins
Tegangan : 380 V
Daya : 750 KVA
Cos : 0,8
Putaran : 1500 rpm
Buatan : German
Tahun : 1995
Jumlah Mesin : 1 unit
Spare Part : Filter oli, ACCU
20. Bridge craine
Kegunaan : Untuk mengangkat cetakan bawah dan end plate dari atas
trolly ke tempat perakitan tulangan
Merek : Inti total crane
Kapasitas : 2 x 8 ton
Buatan : Indonesia
Tahun : 1995
Jumlah Mesin : 4 unit
21. Mesin Heading
Kegunaan : Untuk membentuk kepala pada PC wire
Merek : parilla
L-18


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-119
Kapasitas : 7/9 mm
Tegangan : 380 V
Daya : 2,2 KW
Cos : 0,81
Putaran : 1420 rpm
Buatan : Amerika
Tahun : 1994
Jumlah Mesin : 6unit
Spare Part : Ragum, Hammer, selang hidrolik, valve
22. Mesin Spiral
Kegunaan : Untuk membuat Spiral sesuai dengan tipe yang dibutuhkan
Merek : Flander himmel
Tegangan : 380 V
Daya : 5,5 KW
Cos : 0,84
Putaran : 1500 rpm
Buatan : Jepang
Tahun : 1991
Jumlah Mesin : 4 unit
Spare Part : Gear, sproket
23. Mesin Vibrator
Kegunaan : Untuk meratakan cor beton pada cetakan
Merek : MEZ
L-19


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-120
Tegangan : 380 V
Daya : 4 KW
Cos : 0,83
Putaran : 1440 rpm
Buatan : Italy
Tahun : 2006
Jumlah Mesin : 4 unit
Spare Part : Selang vibrator, pulley, V belt
24. Mesin Conveyor
Kegunaan : Untuk memindahkan split yang telah dicuci ke
penampungan
Merek : TECO
Kapasitas : 6 m
3
/hr
Tegangan : 380 V
Daya : 5,5 KW
Cos : 0,8
Putaran : 1450rpm
Buatan : Singapura
Tahun : 1992
Jumlah Mesin : 1unit
Spare Part : Chain, sproker, gear box, motor conveyor, rol conveyor,
kain conveyor

L-20


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-121
25. Motor pintu bucket
Kegunaan : Untuk membuka dan menutup pintu bucket material
Merek : TECO
Tegangan : 380 V
Daya : 2,2 KW
Cos : 0,8
Putaran : 1425 rpm
Buatan : Singapur
Tahun : 1997
Jumlah Mesin : 1 unit
Spare Part : Gear box
26. Mesin getar
Kegunaan : Untuk menggetarkan split
Merek : TECO
Tegangan : 380 V
Daya : 11 KW
Cos : 0,8
Putaran : 1425 rpm
Buatan : Singapur
Tahun : 1997
Jumlah Mesin : 1 unit
Spare Part : Saringan split, belt

L-21


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-122
28. End Carriage
Kegunaan : Untuk menggerakkan portal
Merek : Demag
Kapasitas : 10 ton
Tegangan : 380 V
Daya : 1,2 KW
Cos : 0,82
Putaran : 2750 rpm
Buatan : German
Tahun : 2003
Jumlah Mesin : 14 unit
Spare Part : Gear box, magnet brake, rol spider, as roda, roda end
carriage
29. Scraper
Kegunaan : Untuk menarik material di bak
Merek : TECO
Tegangan : 380 V
Daya : 7,5 KW
Cos : 0,85
Putaran : 1450 rpm
Buatan : Singapur
Tahun : 2002
Jumlah Mesin : 3 unit
L-22


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-123
Spare Part : Chaint, sprocket, sling
b. Peralatan
Peralatan merupakan sebagai alat bantu dalam melancarkan proses
produksi mulai dari pengadaan bahan baku hingga penyimpanan produk
jadi.
Adapun pembagian peralatan menurut fungsinya adalah :
1. Trolly
Fungsi : Untuk mengangkut cetakan dari suatu daerah kerja kedaerah kerja
berikutnya
2. Sottener
Fungsi : Alat untuk menyaring air dari zat-zat yang dapat merusak steam
boiler
3. Submer Sible Pump
Fungsi : Untuk memompa air dari dalam tanah
3. Lifting Beam
Fungsi : Merupakan tempat gantungan dari rantai atau sling pada hoist
4. Cetakan
Fungsi : Merupakan tempat untuk membentuk produk jadi sesuai dengan
produksi yang dilakukan
5. Sapu cetakan
Fungsi : Untuk membersihkan sisa karat yang terdapat pada baja penguat dan
ceceran material beton yang telah mengeras akibat pengangkutan sebelumnya

L-23


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-124
6. Ring Heading (mur)
Fungsi : Alat yang dikaitkan pada baja dengan kawat pengikat, yang disusun
lebih rapat pada ujung tiang untuk menahan beban instalasi dan untuk
membentuk rangkaian tulangan agar tidak bergelombang.
7. Gegep
Fungsi : Alat yang digunakan pada proses perakitan tulangan (reinforcement
assembly) yang dilakukan di cetakan
8. Kunci (impact tools)
Fungsi : Alat untuk mengencangkan seluruh baut yang digunakan pada proses
perakitan tulangan ke cetakan.
10. Kuas
Fungsi : Alat untuk membersihkan cetakan dan ujung plate dari kotoran
atau sisa adukan beton.
11. Tebeng cor
Fungsi : Alat yang dipasang pada kanan dan kiri cetakan bawah agar cetakan
tidak bergeser ketika dicor.
9. Bak perawatan
Fungsi : Bak yang digunakan pada saat proses penguapan (steam curring)
berlangsung dengan metode bak dimana produk beton yang masih dalam
cetakan setelah dilakukan pemadatan ditempatkan dalam bak ini.
10. Terpal
Fungsi : Alat yang digunakan pada saat proses penguapan (steam curring)
berlangsung dengan metode terpal dimana produk beton yang masih dalam
L-24


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-125
cetakan setelah dilakukan pemadatan ditutupi denganterpal ketika dilakukan
penguapan.
11. Blander
Fungsi : Alat untuk memotong besi pra tegang berupa alat potong las yang
digunakan pada saat pembukaan cetakan.
12. Mal penandaan (logo)
Fungsi : Digunakan sebagai cetakan untuk membuat logo perusahaan
sebagai merek pada setiap produk jadi yang dibuat.
16. Hopper
Fungsi : Untuk memindahkan adukan beton dari pan mixer ke cetakan.
17. Chain Hoist
Fungsi : Untuk memindahkan cetakan dengan menggunakan rantai
penulanggan.
18. Wire Rope Hoist
Fungsi : Untuk memindahkan cetakan dengan menggunakan sling
19. End Carriage
Fungsi : Untuk mengerakkan portal crane
20. Bridge Crane
Fungsi : Untuk mengangkat cetakan bawah dan end plate dari atas trolly
ke tempat perakitan tulangan.
21. Portal Crane
Fungsi : Untuk memindahkan produk jadi di daerah stock yard.

L-25


Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

I-126
22. Bucket material
Fungsi : Untuk tempat menimbang material dan mendistribusikan ke
mixer.
23. Roll spinning
Fungsi : Untuk memutar cetakan.


L-26

You might also like