You are on page 1of 16

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hemofilia Hemofilia adalah gangguan produksi faktor pembekuan yang diturunkan, berasal dari bahasa Yunani, yaitu haima yang artinya darah dan philein yang artinya mencintai atau suka. Walaupun sebenarnya maknanya tidak sesuai, namun kata hemofilia tetap dipakai.1 Kelainan perdarahan yang diturunkan pertama kali didokumentasikan di abad kedua oleh Kerajaan Babilonia.2 Namun baru pada abad ke 18 dilaporkan adanya kemungkinan basis genetik untuk kelainan perdarahan ini dan mulai tahun 1950an transfusi fresh frozen plasma (FFP) digunakan. Pada tahun 1980an teknik rekombinan DNA untuk menproduksi faktor VIII (F VIII) dan faktor IX (F IX) mulai diterapkan.1 Hemofilia merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara x-linked resesif berdasarkan hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Penyakit ini terjadi akibat kelainan sintesis salah satu faktor pembekuan, dimana pada hemofilia A terjadi kekurangan F VIII (Antihemophilic factor), sedangkan pada hemofilia B terjadi kekurangan F IX (Christmas factor). Hemofilia A mencakup 80-85% dari keseluruhan penderita hemofilia.3,4 Secara klinis hemofilia dapat dibagi menjadi hemofilia ringan, hemofilia sedang dan hemofilia berat berdasarkan derajat kekurangan faktor pembekuan yang bersangkutan.5 2.2. Epidemiologi

Universitas Sumatera Utara

Hemofilia tersebar di seluruh ras di dunia dengan prevalensi sekitar 1 dalam 10 000 penduduk untuk hemofilia A dan 1 dalam 50 000 penduduk untuk hemofilia B.1 Berdasarkan survei yang dilakukan oleh World Federation of Hemophilia (WFH) pada tahun 2010, terdapat 257 182 penderita kelainan perdarahan di seluruh dunia, di antaranya dijumpai 125 049 penderita hemofilia A dan 25 160 penderita hemofilia B. Penderita hemofilia mencakup 63% seluruh penderita dengan kelainan perdarahan. Penyakit von Willebrand merupakan jenis kelainan perdarahan yang kedua terbanyak dalam survei ini setelah hemofilia yaitu sebesar 39.9%.11 Di Indonesia, berdasarkan survei tersebut di atas, terdapat 334 orang penderita hemofilia A, 48 orang penderita hemofilia B dan 1006 orang penderita hemofilia yang belum ditentukan jenisnya.11

2.3. Patofisiologi Proses hemostasis tergantung pada faktor koagulasi, trombosit dan pembuluh darah. Mekanisme hemostasis terdiri dari respons pembuluh darah, adesi trombosit, agregasi trombosit, pembentukan bekuan darah, stabilisasi bekuan darah, pembatasan bekuan darah pada tempat cedera oleh regulasi antikoagulan, dan pemulihan aliran darah melalui proses fibrinolisis dan penyembuhan pembuluh darah.12 Cedera pada pembuluh darah akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan terpaparnya darah terhadap matriks subendotelial. Faktor von

Universitas Sumatera Utara

Willebrand (vWF) akan teraktifasi dan diikuti adesi trombosit. Setelah proses ini, adenosine diphosphatase, tromboxane A2 dan protein lain trombosit dilepaskan granul yang berada di dalam trombosit dan menyebabkan agregasi trombosit dan perekrutan trombosit lebih lanjut. Cedera pada pembuluh darah juga melepaskan tissue factor dan mengubah permukaan pembuluh darah, sehingga memulai kaskade pembekuan darah dan menghasilkan fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan trombosit ini akan distabilkan oleh faktor XIII.3,12 Kaskade pembekuan darah klasik diajukan oleh Davie dan Ratnoff pada tahun 1950an dapat dilihat pada Gambar 1. Kaskade ini menggambarkan jalur intrinsik dan ekstrinsik pembentukan thrombin. Meskipun memiliki beberapa kelemahan, kaskade ini masih dipakai untuk menerangkan uji koagulasi yang lazim dipakai dalam praktek sehari-hari.5 Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX maka pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh karena itu penderita hemofilia tidak berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit berhenti. Pada perdarahan dalam ruang tertutup seperti dalam sendi, proses perdarahan terhenti akibat efek tamponade. Namun pada luka yang terbuka dimana efek tamponade tidak ada, perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan darah yang terbentuk tidak kuat dan perdarahan ulang dapat terjadi akibat proses fibrinolisis alami atau trauma ringan.13

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 Kaskade pembekuan darah3 PK: Prekallikrein, HK: High molecular weight kininogen, TF: Tissue factor, PTT: Partial Prothrombin time, PT: Prothrombin time

Defisit F VIII dan F IX ini disebabkan oleh mutasi pada gen F8 dan F9. Gen F8 terletak di bagian lengan panjang kromosom X di regio Xq28, sedangkan gen F9 terletak di regio Xq27.2,14 Terdapat lebih dari 2500 jenis mutasi yang dapat terjadi, namun inversi 22 dari gen F8 merupakan mutasi yang paling banyak ditemukan yaitu sekitar 50% penderita hemofilia A yang berat. Mutasi gen F8 dan F9 ini diturunkan secara x-linked resesif sehingga anak laki-laki atau kaum pria dari pihak ibu yang menderita kelainan ini. Pada sepertiga kasus mutasi spontan dapat terjadi sehingga tidak dijumpai adanya riwayat keluarga penderita hemofilia pada kasus demikian.15

Universitas Sumatera Utara

Wanita pembawa sifat hemofilia dapat juga menderita gejala perdarahan walaupun biasanya ringan. Sebuah studi di Amerika Serikat menemukan bahwa 5 di antara 55 orang penderita hemofilia ringan adalah wanita.16

2.4. Gejala Klinis dan Diagnosis Manifestasi klinis hemofilia A serupa dengan hemofilia B yaitu perdarahan yang sukar berhenti. Secara klinis hemofilia dapat dibagi menjadi hemofilia ringan (konsentrasi FVIII dan F IX 0.05-0.4 IU/mL atau 5-40%), hemofilia sedang (konsentrasi FVIII dan F IX 0.01-0.5 IU/mL atau 1-5%) dan hemofilia berat (konsentrasi FVIII dan F IX di bawah 0.01 IU/mL atau di bawah 1%)1,3 Pada penderita hemofilia ringan perdarahan spontan jarang terjadi dan perdarahan terjadi setelah trauma berat atau operasi,. Pada hemofilia sedang, perdarahan spontan dapat terjadi atau dengan trauma ringan. Sedangkan pada hemofilia berat perdarahan spontan sering terjadi dengan perdarahan ke dalam sendi, otot dan organ dalam.1,3 Perdarahan dapat mulai terjadi semasa janin atau pada proses persalinan. Umumnya penderita hemofilia berat perdarahan sudah mulai terjadi pada usia di bawah 1 tahun. Perdarahan dapat terjadi di mukosa mulut, gusi, hidung, saluran kemih, sendi lutut, pergelangan kaki dan siku tangan, otot iliospoas, betis dan lengan bawah. Perdarahan di dalam otak, leher atau tenggorokan dan saluran cerna yang masif dapat mengancam jiwa.5,13

Universitas Sumatera Utara

Diagnosis

ditegakkan

dengan

anamesis,

pemeriksaan

fisik

dan

laboratorium. Anamnesis diarahkan pada riwayat mudah timbul lebam sejak usia dini, perdarahan yang sukar berhenti setelah suatu tindakan, trauma ringan atau spontan, atau perdarahan sendi dan otot. Riwayat keluarga dengan gangguan perdarahan terutama saudara laki-laki atau dari pihak ibu juga mendukung ke arah hemofilia.15 Hasil pemeriksaan darah rutin dan hemostasis sederhana sama pada hemofilia A dan B. Darah rutin biasanya normal, sedangkan masa pembekuan dan masa thromboplastin parsial teraktifkan (APTT) memanjang, dan masa pembekuan thromboplastin abnormal. Masa perdarahan dan masa prothrombin (PT) umumnya normal.4 Diagnosis pasti ditegakkan dengan memeriksa kadar F VIII untuk hemofilia A dan F IX untuk hemofilia B, dimana kedua faktor tersebut di bawah normal. Pemeriksaan petanda gen hemofilia pada kromosom X juga dapat memastikan diagnosis hemofilia dan dapat digunakan untuk diagnosis antenatal. Secara klinis, hemofilia A tidak dapat dibedakan dengan hemofilia B, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan khusus F VIII dan IX.5 Wanita pembawa sifat hemofilia A dapat diketahui dengan memeriksa kadar F VIII yang bisa di bawah normal, analisis mutasi gen hemofilia atau rasio F VIII dengan antigen faktor von Willebrand (FVIII/vWF:Ag ratio) yang kurang dari 1. Sedangkan wanita pembawa sifat hemofilia B dapat diketahui melalui aktivitas F IX yang dapat menurun atau pemeriksaan genetik.2,3,14

Universitas Sumatera Utara

Diagnosis banding hemofilia adalah penyakit von Willebrand, defisiensi faktor koagulasi lain seperti FV, FVII, FX, FXI, atau fibrinogen, atau kelainan trombosit seperti Glanzmann trombastenia.2

2.5. Tatalaksana Tatalaksana penderita hemofilia harus dilakukan secara komprehensif meliputi pemberian faktor pengganti yaitu F VIII untuk hemofilia A dan F IX untuk hemofilia B, perawatan dan rehabilitasi terutama bila ada sendi, edukasi dan dukungan psikososial bagi penderita dan keluarganya.4,15 Bila terjadi perdarahan akut terutama daerah sendi, maka tindakan RICE (rest, ice, compression, elevation) segera dilakukan. Sendi yang mengalami perdarahan diistirahatkan dan diimobilisasi. Kompres dengan es atau handuk basah yang dingin, kemudian dilakukan penekanan atau pembebatan dan meninggikan daerah perdarahan. Penderita sebaiknya diberikan faktor pengganti dalam 2 jam setelah perdarahan.4,15 Untuk hemofilia A diberikan konsentrat F VIII dengan dosis 0.5 x BB (kg) x kadar yang diinginkan (%). F VIII diberikan tiap 12 jam sedangkan F IX diberikan tiap 24 jam untuk hemofilia B.4 Kadar F VIII atau IX yang diinginkan tergantung pada lokasi perdarahan dimana untuk perdarahan sendi, otot, mukosa mulut dan hidung kadar 30-50% diperlukan. Perdarahan saluran cerna, saluran kemih, daerah retroperitoneal dan susunan saraf pusat maupun trauma dan tindakan operasi dianjurkan kadar 60100%.15

Universitas Sumatera Utara

Lama pemberian tergantung pada beratnya perdarahan atau jenis tindakan. Untuk pencabutan gigi atau epistaksis, diberikan selama 2-5 hari, sedangkan operasi atau laserasi luas diberikan 7-14 hari. Untuk rehabilitasi seperti pada hemarthrosis dapat diberikan lebih lama lagi.4 Kriopresipitat juga dapat diberikan untuk hemofilia A dimana satu kantung kriopresipitat mengandung sekitar 80 U F VIII. Demikian juga dengan obat antifibrinolitik seperti asam epsilon amino-kaproat atau asam traneksamat. Aspirin dan obat antiinflamasi non steroid harus dihindari karena dapat mengganggu hemostasis.4,15 Profilaksis F VIII atau IX dapat diberikan secara kepada penderita hemofilia berat dengan tujuan mengurangi kejadian hemartrosis dan kecacatan sendi. WHO dan WFH merekomendasikan profilaksis primer dimulai pada usia 12 tahun dan dilanjutkan seumur hidup. Profilaksis diberikan berdasarkan Protokol Malm yang pertama kali dikembangkan di Swedia yaitu pemberian F VIII 20-40 U/kg selang sehari minimal 3 hari per minggu atau F IX 20-40 U/kg dua kali per minggu.1,17 Untuk penderita hemofilia ringan dan sedang, desmopressin (1-deamino-8arginine vasopressin, DDAVP) suatu anolog vasopressin dapat digunakan untuk meningkatkan kadar F VIII endogen ke dalam sirkulasi, namun tidak dianjurkan untuk hemofilia berat. Mekanisme kerja sampai saat ini masih belum jelas, diduga obat ini merangsang pengeluaran vWF dari tempat simpanannya (Weibel-Palade bodies) sehingga menstabilkan F VIII di plasma. DDAVP dapat diberikan secara intravena, subkutan atau intranasal.2,5

Universitas Sumatera Utara

Penderita hemofilia dianjurkan untuk berolah raga rutin, memakai peralatan pelindung yang sesuai untuk olahraga, menghindari olahraga berat atau kontak fisik. Berat badan harus dijaga terutama bila ada kelainan sendi karena berat badan yang berlebih memperberat arthritis.15,18 Kebersihan mulut dan gigi juga harus diperhatikan. Vaksinasi diberikan sebagaimana anak normal terutama terhadap hepatitis A dan B. Vaksin diberikan melalui jalur subkutan, bukan intramuskular. Pihak sekolah sebaiknya diberitahu bila seorang anak menderita hemofilia supaya dapat membantu penderita bila diperlukan.15 Upaya mengetahui status pembawa sifat hemofilia dan konseling genetik merupakan hal yang terpadu dalam tatalaksana hemofilia. Konseling genetik perlu diberikan kepada penderita dan keluarga. Konseling meliputi penyakit hemofilia itu sendiri, terapi dan prognosis, pola keturunan, deteksi pembawa sifat dan implikasinya terhadap masa depan penderita dan pembawa sifat. Deteksi hemofilia pada janin dapat dilakukan terutama bila jenis mutasi gen sudah diketahui. Sampel dapat diperoleh melalui tindakan sampling villus khorionik atau amnionsintesis.1,5

2.6. Komplikasi dan Prognosis Sampai sekarang masih belum jelas mengapa perdarahan sendi atau hemarthrosis sering terjadi pada penderita hemofilia, namun diduga bahwa hal ini disebabkan oleh rendahnya ekspresi tissue factor di jaringan sinovial sehingga perdarahan mudah terjadi. Darah dan deposit besi dalam sendi mengiritasi sinovium dan merangsang reaksi inflamasi dalam sendi. Sinovitis kronis ini menyebabkan

Universitas Sumatera Utara

pertumbuhan jaringan sinovium yang penuh dengan pembuluh darah yang rapuh dan rawan terhadap perdarahan berikutnya, sehingga menciptakan suatu siklus setan. Sendi yang mengalami perdarahan berulang ini disebut sebagai sendi target. Hasil akhirnya adalah suatu arthropati hemofilik dimana sendi menjadi kaku, terjadi deformitas permanen, misalignment, perbedaan panjang anggota gerak serta hipotrofi otot yang berdekatan. Cacat sendi ini morbiditas penderita hemofilia yang utama.5 Perdarahan intrakranial merupakan penyebab kematian utama penderita hemofilia. Studi di Inggris menunjukkan bahwa 34% kematian penderita hemofilia disebabkan oleh perdarahan ini, terutama di usia balita dimana 11 dari 13 kematian karena perdarahan intrakranial.19 Seumur hidupnya risiko perdarahan intrakranial pada seorang penderita hemofilia sebesar 2-8% dengan tingkat kematian 30%.2 Perdarahan otot terutama terjadi di otot paha, betis, dinding perut bagian posterior dan bokong. Tekanan akibat perdarahan otot ini dapat mengakibatkan neuropati seperti neuropati nervus femoralis akibat perdarahan ileospoas. Nekrosis iskhemik dan kontraktur merupakan efek perdarahan otot lainnya.1,5 Penularan penyakit seperti hepatitis C dan HIV melalui transfusi produk darah dan faktor pengganti merupakan masalah besar terutama pada tahun 1980 an. Upaya penapisan yang lebih baik saat ini telah sangat mengurangi risiko penularan tersebut, meskipun penularan Parvovirus B19 dan penyakti CreutzfeldJacob masih sulit dihindari. Kemajuan teknologi telah memungkinkan diproduksi merupakan salah satu

Universitas Sumatera Utara

faktor pengganti yang bebas dari risiko penularan penyakit tersebut dengan teknik rekombinan DNA.4,5 Pembentukan antibodi atau inhibitor F VIII dapat timbul pada sekitar 20% penderita hemofilia A. Adanya inhibitor ini perlu dicurigai bila seorang penderita tidak menunjukkan penyembuhan yang diharapkan meski telah diberi faktor pengganti dengan dosis yang cukup. Dalam hal ini dosis F VIII harus dinaikkan atau diberikan F VIIa untuk memotong jalur koagulasi.4 Menurut studi di Inggris, harapan hidup penderita hemofilia berat pada usia 35, 55 dan 75 tahun adalah 89%, 68% dan 23%, dengan median usia harapan hidup 63 tahun. Untuk penderita hemofilia sedang harapan hidup untuk kategori usia yang sama adalah 96%, 88% dan 49% dengan median usia harapan hidup 75 tahun. Sebagai perbandingan harapan hidup rerata pria di Inggris adalah 97%, 92% dan 59% dengan median usia harapan hidup 78 tahun.19

2.7. Penilaian Kemampuan Fungsional 2.7.1. Penilaian kemampuan fungsional pada penderita hemofilia Kemampuan fungsional adalah kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas tertentu dan hal ini sangat dipengaruhi oleh kerusakan sendi yang banyak dialami oleh penderita hemofilia.6 Perdarahan berulang secara spontan atau disertai trauma ringan di sendi dan otot pada penderita hemofilia mengakibatkan kelainan sendi kronis dan kecacatan. Meski dengan kemajuan tatalaksana hemofilia dan pemberian faktor pengganti yang agresif, arthritis kronis dan kecacatan muskuloskeletal belum dapat dihindari. Program profilaksis faktor pengganti yang

Universitas Sumatera Utara

diberikan pada usia muda dapat mencegah kecacatan ini, dan telah dipraktekkan di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Namun regimen profilaksis ini sangat mahal dimana faktor pengganti diberikan tiga kali dalam seminggu selama bertahuntahun.6,10 Di negara yang sedang berkembang, prioritas kesehatan ditujukan pada nutrisi, sanitasi, pencegahan penyakit menular dan kebutuhan kesehatan dasar lainnya. Penyakit yang langka seperti hemofilia sering kali terabaikan akibat kurangnya pengetahuan tentang hemofilia itu sendiri, keterbatasan dana, tidak tersedianya faktor pengganti, keterbatasan fasilitas pendukung diagnosis dan pusat pengobatan yang dapat memberikan pengobatan yang komprehensif.10,20 Akibatnya kerusakan sendi dan kecacatan muskuloskeletal pada penderita hemofilia di negara yang sedang berkembang hampir selalu terjadi. Studi di India menunjukkan bahwa hanya 9 dari 148 orang penderita hemofilia yang bebas kecacatan. Persentase kecacatan ini meningkat sejalan dengan meningkatnya usia penderita dimana semua penderita dewasa menderita kecacatan.21 Penilaian tentang kualitas hidup dan kemandirian hidup sehari-hari penderita hemofilia harus menjadi bagian dari tatalaksana penderita hemofilia sehingga penanganan dapat dioptimalisasi.7 Penilaian sendi pada penderita hemofilia mulai dikembangkan pada akhir tahun 1950an dengan pemeriksaan radiologis terutama pada sendi lutut, siku dan pergelangan kaki. Skor radiologis oleh Petersson diadopsi oleh WFH menjadi bagian dari standar pemantauan jangka panjang penderita hemofilia. Namun pemeriksaan radiologis ini tidak sensitif pada sendi dengan kerusakan minimal

Universitas Sumatera Utara

sehingga sekarang ini magnetic resonance imaging (MRI) yang dianjurkan untuk mendeteksi kelainan sendi. Walaupun demikian hubungan perubahan minimal pada MRI atau skor radiologis dengan fungsional sendi dan muskuloskeletal secara keseluruhan masih belum jelas.6 Kurangnya korelasi hasil radiologis dengan fungsi sendi, serta bahaya radiasi sinar X pada anak mendorong dikembangkannya metode penilaian berdasarkan klinis, antara lain Physical Examination (PE) scale oleh badan WFH. Yang dinilai adalah range of movement (ROM), pembengkakan, krepitus, wasting, instabilitas dan deformitas aksial pada 6 sendi utama. Kekurangan skala ini adalah kurang akurat di kalangan anak dan tidak menilai kekuatan otot.6 Beberapa instrumen untuk menilai kemandirian hidup sehari-hari penderita kelainan muskuloskeletal telah tersedia, seperti Short Form of the Medical Outcome Study (SF 36) untuk penyakit secara general, Western Ontario McMaster Questionnaire (WOMAC) untuk penderita osteoarthritis dan Stanford Health Assessment Questionnaire (HAQ) untuk arthritis rheumatoid juvenile. Khusus untuk penderita hemofilia sendiri instrumen yang dapat digunakan antara lain Haemophilia Activities List (HAL) dan versi anak-anaknya (PedHAL) serta Functional Independence Score in Hemophilia (FISH).6,7

2.7.2. Functional Independence Score in Hemophilia (FISH) FISH adalah instrumen penilaian dimana kemampuan fungsional individu dinilai secara objektif yang dikembangkan di India oleh Poonnoose dkk. Berbagai aktivitas yang dinilai dapat dilihat di Tabel 2.1. Aktivitas-aktivitas ini merupakan

Universitas Sumatera Utara

pilihan dari staf ahli dan penderita hemofilia yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari penderita.8,9 Tabel 2.1 Functional Independence Score in Hemophilia (FISH)8 Perawatan diri Makan dan perawatan diri Mandi Berpakaian Jongkok Naik tangga Perubahan posisi Kursi Gerakan Jalan

Ada 7 kategori aktivitas yang dinilai dalam instrument ini. Tiap kategori diberi nilai 1 sampai 4 menurut kemampuan penderita. Nilai 1 bila penderita tidak mampu melakukan aktivitas atau perlu bantuan penuh. Nilai 2 bila penderita memerlukan bantuan parsial atau memodifikasi alat atau lingkungan untuk melakukan aktivitas. Nilai 3 bila penderita mampu melakukan aktivitas tanpa bantuan namun dengan rasa ketidaknyamanan atau nyeri. Nilai 4 bila penderita mampu melakukan aktivitas sebagaimana orang normal. Dikatakan mempunyai kemampuan penderita menurun bila jumlah nilainya lebih rendah dibandingkan kelompok yang lain.7,8 Instrumen ini telah divalidasi di India dan memiliki konsistensi internal yang baik (Cronbachs alpha 0.85). FISH berkorelasi baik dengan HAQ (r = 0.90) dan berkorelasi sedang dengan skor klinis WFH atau PE scale (r = -0.68) dan skor radiologis Pettersson (r = -0.44)8,9 Sebuah studi yang lain juga

Universitas Sumatera Utara

menunjukkan bahwa FISH menpunyai korelasi yang siginifikan dengan derajat defisit F VIII, skor radiologis (skor Pettersson) dan skor MRI sendi.22 Keunggulan FISH dibanding dengan instrumen lain seperti HAL atau PedHAL adalah pada FISH kemampuan pasien dinilai secara objektif dimana penderita diminta untuk melakukan aktivitas tertentu, sedangkan pada HAL dan PedHAL penderita mengisi sendiri kuesioner tentang masalah atau kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas tertentu.7,8 Instrumen FISH ini dapat diandalkan, murah dan cukup sederhana sehingga dapat dikerjakan oleh pegawai yang terlatih. Oleh karena itu instrumen ini cocok digunakan pada negara yang sedang berkembang dengan keterbatasan dokter ahli dan sarana diagnostik atau pencitraan yang canggih.10

Universitas Sumatera Utara

2.9. Kerangka Konseptual Mutasi gen faktor VIII dan faktor IX

Defisit faktor VIII dan faktor IX Hemofilia A Ringan, sedang, berat Hemofilia B

Gangguan pembekuan darah

HEMOFILIA
Atasi perdarahan Transfusi produk darah Rehabilitasi Edukasi KOMPLIKASI

Terapi faktor pengganti Kemandirian hidup sehari-hari (Functional independence score in Hemophilia) - Perawatan diri - Perubahan posisi - Lokomosi

Perdarahan sendi Reaksi inflamasi, kerusakan sendi, atrofi otot Kecacatan

: Yang diamati dalam penelitian Gambar 2.2. Kerangka Konseptual

Perdarahan intrakranial

Infeksi virus

Universitas Sumatera Utara

You might also like