You are on page 1of 13

A.

ANALISIS STRUKTUR PADA THE PEAK JAKARTA

The Peak adalah sebuah gedung apartment dengan luas 100,000 m2, yang terdiri dari dua menara 50-lantai dan dua menara 30-lantai, dimana seluruh menara ini duduk di atas besmen sedalam 3 lapis. Gedung ini mempunyai ketinggian 218 m diukur dari lantai dasar di luar gedung (atap besmen) ke puncak tertinggi menara. Dalam perancangan struktur gedung dengan skala ketinggian dan kelangsingan 8:1 seperti the Peak, maka masalah kekakuan (stiffness) dari struktur perlu mendapat perhatian, agar gedung dapat berperilaku baik pada saat diterpa angin keras sehingga penghuni tetap merasa nyaman dan aman. Kriteria pembebanan angin yang digunakan pada The Peak adalah kriteria yang digunakan untuk perancangan gedung Amartapura (52 lantai, selesai 1997), dimana studi dari Lythe, G.R dan Isyumov N., menunjukkan bahwa kecepatan angin per jam rata-rata untuk angin 100 tahunan mencapai 40 m/detik pada ketinggian gradien. Untuk perancangan gempa, digunakan gempa 500 tahun dengan usia gedung 50 tahun dan persentasi kemungkinan terlampaui adalah 10%, sesuai peraturan gempa Indonesia. The Peak menggunakan core beton dan balok outrigger yang diletakkan pada 3 lokasi sepanjang tinggi gedungnya yaitu pada lantai 10 s/d lantai 12, lantai 21 s/d lantai 23 dan lantai 32 s/d lantai 34. Balok-balok outrigger ini menghubungkan core beton dengan kolom-kolom outrigger, dan dengan demikian memanfaatkan seluruh lebar gedung dalam menahan beban lateral sehingga dapat memberikan kekakuan yang diperlukan. Gambar 5 menunjukkan gedung the Peak dan gambar 6 memperlihatkan potongan gedung yang menunjukkan lokasi outrigger. Mutu beton yang dipakai berkisar antara 25 MPa sampai 55 MPa. Struktur dianalisa dengan menggunakan program ETABS. Karakteristik dinamik struktur diberikan dalam Tabel 1 di bawah ini: Tabel 1 Karakteristik Dinamik Struktur

Studi respons struktur terhadap angin dilakukan melalui uji coba yang dilakukan oleh Rowan Williams Davies & Irwin, Inc dari Kanada. Dalam studi ini digunakan teknik high-frequency force balance yang dilakukan pada model dengan skala 1:300. Untuk mensimulasi kondisi permukaan yang sesungguhnya, seluruh gedung yang ada dalam radius 365 m turut dimodelkan. Dalam perhitungan kekuatan struktur umumnya dipakai angin 50-tahunan, tetapi untuk the Peak yang kelangsingannya mencolok digunakan angin 100-tahunan dengan kecepatan pada tinggi gradien 40 m/detik. Untuk mendapatkan percepatan di lantai puncak digunakan beberapa kriteria yaitu angin 1-tahunan, 5-tahunan dan 10-tahunan. Gambar 7 menunjukkan model force balance dalam laboratorium terowongan angin, sedangkan gambar 8 adalah model rigid body yang dibuat dari plexiglass dan dilengkapi dengan 419 titik tangkap tekanan. Selain kedua uji yang disebut di atas, dilakukan juga uji angin terhadap pejalan kaki. Dalam melakukan uji model, digunakan dua nilai damping ratio struktur, yaitu antara 1.5% dan 2.0%. Hasil uji model force balance menunjukkan beban angin total yang diterima oleh struktur untuk arah x dan y adalah sekitar 479 ton dan 980 ton. Akselerasi puncak yang

terjadi masih dalam ambang batas ISO untuk angin 1, 5 dan 10 tahunan. Lihat Tabel 2 dibawah ini. Sedangkan akselerasi angin 10 tahunan mencapai 9.0 10.4 millig, di bawah ambang 16.0 milli-g.

Perbandingan antara gaya lateral tingkat akibat gempa dan angin sepanjang tinggi gedung dalam dua arah sumbu utamanya diberikan pada Gambar 9 dan Gambar 10. Sedangkan Gambar 11 dan Gambar 12 menunjukkan grafik momen guling yang terjadi sepanjang tinggi gedung. Dari gambar ini dapat dilihat bahwa untuk arah-X gedung nilai momen guling ultimit gempa jauh lebih besar daripada momen guling ultimit angin, sedangkan untuk arah-Y justru momen guling ultimit angin lebih besar daripada gempa. Hal ini dapat dijelaskan dengan melihat bentuk persegi panjang gedung.

B. ANALISIS STRUKTUR PADA THE CITY TOWER JAKARTA


The City Tower adalah sebuah proyek perkantoran yang terletak di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta, berdiri pada satu blok tersendiri. Terdiri dari gedung kantor 33 lantai seluas 83.000 m2 dengan 5 lapis besmen. Gedung ini mempunyai bentuk yang sangat dinamis dan diperkaya oleh permainan facade bangunan dan mahkota yang menjulang setinggi 30 m dari lantai teratas. Dengan letak core yang berada di sisi belakang gedung, maka sisi muka yang menghadap Jalan M.H. Thamrin mendapatkan pemandangan yang bagus. Namun hal ini mendatangkan tantangan khusus bagi perancang struktur : letak core tidak berhimpit dengan pusat massa bangunan, dan bentangan dari core ke kolom-kolom tepi luar mencapai 16m. Untuk menjawab tantangan ini, sistem lateral pada The City Tower menggunakan core beton dan rangka baja komposit. Core beton dibangun dengan sistem jump-form, yang mendahului ereksi struktur baja beberapa lantai di muka. Analisa dinamik 3-dimensi menunjukkan bahwa dua ragam periode getar yang terjadi berupa translasi dengan nilai 3.13 detik dan 2.59 detik, sedangkan moda torsi terjadi pada periode 1.92 detik. Core yang berbentuk tabung tertutup memberi stabilitas yang cukup, mempunyai kekakuan torsi yang sangat baik, serta memberikan kekakuan lentur dan geser yang besar sehingga core dapat maju terus tanpa bergantung pada struktur baja. Tinggi lantai ke lantai The City Tower adalah 3.9 m sebagaimana lazimnya suatu gedung perkantoran. Dengan bentang besar dan terpatok oleh tinggi bersih ruang yang ingin dicapai (2.7m 2.8m), maka solusi sistem lantai yang diambil adalah dengan menggunakan sistem lantai beton metal deck dan truss komposit, dengan tinggi struktur 1.0m. Instalasi ME, hidrant dan ducting-ducting disalurkan melalui celah segitiga yang membentuk truss tersebut. Truss menggunakan profil baja WF grade 50, ASTM A572, yang dibelah dua dan dirangkai dengan pipa sebagai batang diagonal. Gambar 13 menunjukkan denah lantai tipikal dan gambar 14 menunjukkan truss yang digunakan.

Masalah vibrasi seringkali menjadi hal penting dalam perancangan konstruksi baja berbentang besar, karena itu sistem lantai ini diperiksa juga terhadap lendutan dan vibrasi akibat aksi manusia. Berdasarkan metode Wiss & Parmelee, Murray dan modified Reiher- Meister, maka response rating yang terjadi berturut-turut jatuh dalam kategori barely perceptible, acceptable dan sligthly perceptible. Sedangkan defleksi akibat beban hidup adalah sekitar 16 mm atau L/943. Truss komposit seperti ini mengkombinasikan pemakaian bahan secara effisien pada aplikasi bentang besar serta serempak memberi fleksibilitas untuk mengakomodasi sistem instalasi. Kolom-kolom pada The City Tower dibuat dari pipa baja ASTM grade 36. Pada lantai bawah diameter kolom berkisar antara 1016-1320 mm dengan tebal 12.7-19.0 mm, dan di lantai atas mengecil menjadi diameter 609 mm dengan tebal 9.5 mm. Kolom pipa baja ini berfungsi sebagai kolom sementara pada saat pemasangan kerangka baja dan dirancang untuk menahan tiga lantai struktur dalam keadaan non-komposit. Pipa baja kemudian diisi dengan beton 55 MPa, dan membentuk tabung-isi komposit yang dirancang untuk menahan seluruh beban yang diterimanya setelah terjadi aksi komposit. Dalam hal ini fugsi pipa baja menjadi berlipat: sebagai kolom ereksi, sebagai cetakan beton, sebagai tulangan pengekang (confinement) dan sebagai elemen tabung dari kolom komposit. Gambar 15 memperlihatkan keadaan di lapangan pada saat kolom-kolom pipa baja mulai terpasang dimana core beton sudah mendahului beberapa lantai di muka.

Gambar 15 The City Tower berhasil menggabungkan sifat-sifat menguntungkan dari material baja dan beton untuk melahirkan struktur yang relatif ringan, cepat pelaksanaannya, terintegrasi baik dengan kebutuhan arsitektur dan instalasi, memenuhi syarat kekuatan maupun kenyamanan penghuni dan mempunyai stabilitas yang baik terhadap beban lateral. Penerapan dan penempatan masing-masing material berhasil menciptakan struktur yang baik secara teknik dan efisien dari segi biaya, hal mana merupakan idaman perancang struktur yang berdedikasi.

C. PLAZA INDONESIA EXTENSION


Proyek Plaza Indonesia II adalah extension dari kompleks Plaza Indonesia dan hotel Grand Hyatt Jakarta. Pengembangan ini terdiri dari dua tower, yaitu tower perkantoran (42 lantai) dengan podium 8 lantai, dan tower hunian yang dinamakan Keraton, 48 lantai dengan podium 7 lantai serta 5 lapis besmen dimana kedalaman galiannya mencapai 16.5 meter. Apabila selesai dikerjakan, Keraton akan menjadi gedung tertinggi di Indonesia. Gambar 16 menunjukkan pandangan udara proyek tersebut.

Gambar 16 Kedua tower berikut podium dan besmen-nya dibangun di atas lahan yang sangat terbatas. Bangunan ini berdiri di antara gedung pertokoan Plaza Indonesia, EX Center dan Kedutaan Jepang (Gambar 17). Sehubungan dengan jarak tepi besmen yang dekat dengan bangunan sekeliling, maka untuk pembangunan besmennya dipilih cara topdown construction. Karena masalah jadwal, dipilih juga metode up-down, dimana pada saat pengerjaan besmen selesai, struktur atas akan mencapai lantai 10.

Gambar 17 Bangunan diantara Plaza Indonesia, EX dan Kedutaan Jepang Berdasarkan hasil penyelidikan tanah yang telah dilakukan secara ekstensive, stratifikasi tanah dapat dibagi atas beberapa lapis sebagaimana diuraikan berikut. Lapisan paling atas berupa lapisan soft silty-clay tebal 6m dengan nilai SPT N=3, diikuti dengan 12m lapisan medium to hard clayey-silt (N=10~30), kemudian 12m lapisan medium to stiff silty clay (N=10~16). Berikutnya sedalam 52 m dijumpai lapisal silt-clay, konsistensi sedang sampai keras dengan nilai N berkisar antara 20-30m, dilanjutkan dengan 10m clayey-silt keras dan silty-sand padat (N=25) dan silty-clay keras dengan nilai N = 20~38, sampai akhir pengeboran di kedalaman 120m.

Pada perancangan besmen dalam, secara umum ada beberapa hal yang perlu ditinjau oleh perencana. Analisa struktur dinding penahan tanah harus dilakukan terhadap tekanan air pori terdrainase dan bahaya kelongsoran global maupun bahaya heaving, piping dan deformasi yang terjadi pada setiap tahapan pelaksanaan harus ditinjau dengan seksama. Dalam hal besmen dalam, sekwen pekerjaan harus dimodelkan dengan benar karena diagram momen lentur dan gaya lintang hasil analisa senantiasa mengacu kepada sekwen ini. Perancangan D-wall disesuaikan dengan sekwen pekerjaan yang diusulkan kontraktor. Karena D-wall sudah terpasang sejak tahun 1997, maka dilakukan pemeriksaan kekuatan penampangnya terhadap momen-momen yang terjadi dengan melakukan analisa sekwensial dan mencari selubung bidang momen dan gaya lintang yang terjadi. Lihat gambar 18. Tebal D-wall adalah 800 mm, panjang total 30 m. Deformasi lateral di muka tanah dirancang agar tidak melampaui 25 mm.

Gambar 18 Selain masalah yang berkaitan dengan pondasi dan geoteknik, ada beberapa hal khusus yang harus dihadapi dalam proyek Plaza Indonesia II ini, antara lain: a. Proyek ini terletak di lokasi bekas lahan parkir yang relatif sempit, dengan ruang kerja yang sangat terbatas. Pada lokasi tersebut sudah berdiri EX-Center, dimana sebagian gedungnya bertumpu pada D-Wall yang ada. b. Besmen berdekatan dengan gedung Plaza Indonesia / Hotel Grand Hyatt, yang mempunyai pondasi soil-supported mat untuk bagian podiumnya. c. Besmen berdekatan dengan gedung Kedutaan Besar Jepang. d. Tender design-construct dilakukan pada tahun 2006, dengan target mulai pekerjaan pada kwartal ke-4 tahun 2006 dan bagian retail (podium block) 7 lantai harus siap dibuka pada akhir tahun 2008. Dengan demikian waktu pelaksanaan menjadi satu parameter yang harus dipertimbangkan dengan seksama. e. Untuk pengujian tiang bor dengan daya dukung ijin 1500ton, cara konvensional sangat berbahaya dan sulit dilakukan mengingat keterbatasan lapangan dan besarnya gaya.

Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, maka sistem besmen untuk Plaza Indonesia II dirancang dengan pendekatan-pendekatan sbb: a. Penggunaan lantai beton sebagai strut yang sangat kaku akan mampu mengurangi deformasi lateral D-Wall yang akan terjadi, dan dengan demikian pengaruh galian terhadap bangunan sekitar dapat ditekan sebesar-besarnya. b. Lantai beton yang mulai dicor adalah lantai B-1, kemudian lantai 1 sambil melakukan penggalian ke bawah dengan secara simultan. c. Lantai 1 dirancang untuk menerima beban hidup 2 ton/m2, agar dapat menampung bahan bangunan dan dapat digunakan untuk manuver alat-alat berat. Urutan pekerjaan diuraikan pada bagian proses pelaksanaan. d. Untuk menahan beban sementara yang berat (5 lantai besmen + 10 lantai gedung), digunakan king-post berupa infil steel tube, dengan beton mutu 55 Mpa dan tabung baja yang dibuat dari pelat jenis ASTM Grade 50. King-post ini ditahan oleh bored-pile diameter 1.8 m yang mempunyai daya dukung ijin 1500 ton. Pengujian dilakukan dengan osteberg-cell yang merupakan sacrificial cell yang dipasang di dalam tiang bor, tanpa menggunakan bobot kontra sama sekali. SsangYong Engineering Construction Co.Ltd. adalah kontraktor utama pada proyek ini, dimana perusahaan Korea tersebut bekerja sama dengan Davy Sukamta & Partners memenangkan tender rancang-bangun untuk struktur bangunan proyek ini. Struktur menara diganti dari struktur konstruksi baja menjadi struktur konstruksi beton, kecuali untuk bagian podium. Akibat penambahan berat sendiri struktur, maka diperlukan fondasi tambahan. Pekerjaan fondasi dimulai pada bulan September 2006 dan selesai pada bulan Desember 2006. Pekerjaan besmen dan 10 lantai kedua menara selesai pada bulan Oktober 2007. Pekerjaan struktur atas selanjutnya relatif dapat dilakukan dengan mudah, dengan kecepatan konstruksi sekitar 1 minggu per lantai. Pada saat pelaksanaan, monitoring terhadap posisi D-Wall dan settlement yang terjadi dimonitor dengan ketat. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pergerakan D-Wall umumnya lebih kecil daripada prediksi teoritis, sedangkan penurunan yang terjadi hanya berkisar antara 20mm saja, berbeda secara mencolok dengan prediksi 250-300mm. Hal seperti ini seringkali dijumpai untuk proyek-proyek besar di Jakarta. Pelaksanaan bottom-up memerlukan perancangan yang sangat rinci, mulai dari urutan pekerjaan penggalian, detail dudukan pelat besmen pada king-post, pelaksanaan pengecoran kolom komposit, dan sambungan tulangan balok yang melewati kolom komposit. Urutan pelaksanaan diberikan dalam gambar 19.

Gambar 19 Tahap 1 : Pembuatan dinding beton keliling, tiang-tiang bor dan kolom penyangga Tahap 2 : Penggalian ke bawah, disertai pengecoran besmen-1 Tahap 3 : Konstruksi lantai tingkat bagian atas dibangun, pelaksanaan besmen juga berjalan serempak Tahap 4 : Saat mengerjakan besmen-5, bagian atas sudah mencapai 10 lantai Plaza Indonesia II selesai dibangun pada bulan September 2009.

You might also like