You are on page 1of 13

I.

Tujuan 1. Mahasiswa dapat mengerti cara pengoprasian alat spektrofotometri UV 2. Mahasiswa dapat membuat kurva kalibrasi. 3. Mahasiswa dapat menentukan kandungan suatu zat melalui pengukuran absorbansi. 4. Mahasiswa dapat menentukan panjang gelombang maksimum. 5. Mahasiswa dapat menentukan konsentrasi cuplikan yang tidak diketahui.

II.

Dasar Teori: a. Spektrofotometer

Spektrofotometer dibagi menjadi dua jenis, yaitu spektrofotometer singlebeam dan spektrofotometer double-beam. Perbedaan kedua jenis spektrofotometer tersebut hanya pada pemberian cahaya, dimana pada single-beam, cahaya hanya melewati satu arah sehingga nilai yang diperoleh hanya nilai absorbansi dari larutan yang dimasukan. Berbeda dengan single-beam, pada spektrofotometer double-beam, nilai blanko dapat langsung diukur bersamaan dengan larutan yang diinginkan dalam satu kali proses yang sama.Prinsipnya adalah dengan adanya chopper yang akan membagi sinar menjadi dua, dimana salah satu melewati blanko (disebut juga reference beam) dan yang lainnya melewati larutan (disebut juga sample beam).Dari kedua jenis spektrofotometer tersebut, spektrofotometer double-beam memiliki keunggulan lebih dibanding single-beam, karena nilai absorbansi larutannya telah mengalami pengurangan terhadap nilai absorbansi blanko. Selain itu, pada single-beam, ditemukan juga beberapa kelemahan seperti perubahan intensitas cahaya akibat fluktuasi voltase

Sedangkan, Spektrofotometri merupakan metode analisis yang didasarkan pada absorpsi radiasi elektromagnet. Cahaya terdiri dari radiasi terhadap mana mata manusia peka, gelombang dengan panjang berlainan akan menimbulkan cahaya yang berlainan sedangkan campuran cahaya dengan panjang-panjang ini akan menyusun cahaya putih. Cahaya putih meliputi seluruh spektrum nampak 400-760 nm (Anonim, 1979). Pengukuran menggunakan alat spektrofotometri UV-Vis ini didasarkan pada hubungan antara berkas radiasi elektromagnetik yang ditransmisikan (diteruskan) atau yang diabsorpsi dengan tebalnya cuplikan dan konsentrasi dari komponen

penyerap. Berdasarkan hal inilah maka untuk dapat mengetahui konsentrasi sampel berdasarkan data serapan (A) sampel, perlu dibuat suatu kurva kalibrasi yang menyatakan hubungan antara berkas radiasi yang diabsorpsi (A) dengan konsentrasi (C) dari serangkaian zat standar yang telah diketahui (Henry dkk, 2002). Pada spektrofotometri, cahaya datang atau cahaya masuk atau cahaya yang mengenai permukaan zat dan cahaya setelah melewati zat tidak dapat diukur, yang dapat diukur adalah It/I0 atau I0/It (perbandingan cahaya datang dengan cahaya setelah melewati materi (sampel)). Proses penyerapan cahaya oleh suatu zat dapat digambarkan sebagai berikut:

Berdasarkan hukum Lambert-Beer, rumus yang digunakan untuk menghitung banyaknya cahaya yang hamburkan:

dan absorbansi dinyatakan dengan rumus:

dimana I0 merupakan intensitas cahaya datang dan It atau I1 adalah intensitas cahaya setelah melewati sampel. Rumus yang diturunkan dari Hukum Beer dapat ditulis sebagai:

A= a . b . c atau A = . b . c dimana: A = absorbansi b = tebal larutan (tebal kuvet diperhitungkan juga umumnya 1 cm) c = konsentrasi larutan yang diukur = tetapan absorptivitas molar (jika konsentrasi larutan yang diukur dalam molar) a = tetapan absorptivitas (jika konsentrasi larutan yang diukur dalam ppm). b. Kafein Kafein merupakan senyawa alkaloid yang terkandung secara alami pada lebih dari 60 jenis tanaman terutama teh (1-4,8%), kopi (1-1,5%), dan biji kola (2,7-3,6%) (Misra et al, 2008). Kafein memiliki berat molekul 194.19 dengan rumus kimia C8H10N8O2 dan pH 6.9 (larutan kafein 1% dalam air). Stuktur Kaffein

Secara ilmiah, efek langsung dari kafein terhadap kesehatan sebetulnya tidak ada, tetapi yang ada adalah efek tak langsungnya seperti menstimulasi pernafasan dan

jantung, serta memberikan efek samping berupa rasa gelisah (neuroses), tidak dapat tidur (insomnia), dan denyut jantung tak berarturan (tachycardia). Kafeina, atau lebih populernya kafein, ialah senyawa alkaloid xantina berbentuk kristal dan berasa pahit yang bekerja sebagai obat perangsang psikoaktif dan diuretik ringan. Kafeina ditemukan oleh seorang kimiawan Jerman, Friedrich Ferdinand Runge, pada tahun 1819. Ia menciptakan istilah "kaffein" untuk merujuk pada senyawa kimia pada kopi. Kafeina juga disebut guaranina ketika ditemukan pada guarana, mateina ketika ditemukan pada mate, dan teina ketika ditemukan pada teh. Semua istilah tersebut sama-sama merujuk pada senyawa kimia yang sama. Kafeina merupakan obat perangsang sistem pusat saraf pada manusia dan dapat mengusir rasa kantuk secara sementara. Minuman yang mengandung kafeina, seperti kopi, teh, dan minuman ringan, sangat digemari. Kafeina merupakan zat psikoaktif yang paling banyak dikonsumsi di dunia. Tidak seperti zat psikoaktif lainnya, kafeina legal dan tidak diatur oleh hukum di hampir seluruh yuridiksi dunia. Di Amerika Utara, 90% orang dewasa mengkonsumsi kafeina setiap hari.

III.

Alat dan Bahan


A. Alat: 1. Spektrofotometer shimadzu 2. Labu takar 50 ml 3. Gelas kimia 100 ml 4. Pipet tetes 5. Gelas ukur 100 ml 6. Corong tangkai pendek 7. Batang pengaduk 8. Corong pisah 9. Penyangga corong 10. Botol semprot 11. Spatula

5 buah

B. BAHAN
1. Larutan induk kaffein 100 ppm 2. Metilen Klorida 200 mL

3. HCl 0,2 N 4. Aquadest 5. Sampel Kaffein (Kopi) IV. Langkah Kerja

Preparasi Awal
Timbang 2 gram serbuk kopi

Tambahkan 75 mL aquadest, panaskan hingga kopi mendidih

Saring dengan kertas saring kasar, filtrat yang diperoleh saring kembali dengan kertas saring whatman. Kemudian dinginkan hingga suhu kamar

Filtrat yang dipeoleh pindahkan kedalam corong pisah dan ekstraksi dengan 2x 25 mL dengan menggunakan metilen klorida

Ekstrak yang diperoleh (fasa metilen klorida ) ekstraksi kembali dengan 2 x 25 mL HCl 0,2 N

Buat 100 mL larutan induk kafein (1000 ppm) dalam larutan HCl 0,1 N

Buat sederetan larutan standar kafein dengan kosentrasi 2,4,8,10, dan 12 ppm dalam HCl 0,1 N dari larutan induk tersebut, masing-masing dalam labu takar 50 mL.

Penggunaan Alat Spektro Shimadzu

1. Tentukan panjang gelombang maksimum dengan cara: Pilih menu spektrum

Tekan angka 2, atur parameter,setting meas mode, scanning range ; rec range ; speed; no of scan; display mode

Masukkan kuvet yang berisi larutan blanko pada reference sample pada
sample compartement (kedua slot berisi blanko) Tekan tombol base corr F1, tunggu sampeai dengan : 0,000A (alat akan ber bunyi)

Ganti kuvet blanko pada posisi sample (pada bagian depan) dengan kubet isis larutan standar yang diinginkan

Tekan tombol start. Maka aka muncul spektrum antar Abs dengan wavelengh

Muncul waveleng & absorban, tampilan kurva A vs lamda (panjang gelombang )

Tekan tombol data procc F2; peak (3) untuk mengetahui panjang gelombang maksimum dan absorbansi

2. Pembuatan Kurva Kalibrasi

Pilih menu quantitative .dengan cara tekan (3).

Atur parameter: Meas : lamda 1, isikan panjang gelombang tekan enter

No. Of meas 1 -> Unit ppm -> Data print NO

Masukkan kuvet isi larutan blanko pada kedua sisi reference sample

Tekan autozero tunggu sampai dengan 0.000A

Tekan start, masukkan nilai konsentrasi larutan standar, tekan enter -> Muncul tampilan : NO Conc ABS -> Tekan meas (2)

Ganti kuvet blanko dengan larutan standar yang pertama

Tekan start maka akan keluar nilai ABS

Ganti kuvet dengan larutan standar yang berikutnya, tekan start demikian seterusnya hingga pengukuran selesai.

Tekan cal curve F1 untuk melihat tampilan kurva kalibrasi

3. Pengukuran Konsentrasi Sampel Tekan return sampai kembali ke menu utama

Ganti kuvet isi larutan standar dengan larutan sampel yang akan diuji

Tekan start

Ulangi pekerjaan jika larutan sampel lebih dari 1 maka akan muncul tampilan konsentrasi sampel pada sample table V. Data Pengamatan Pembuatan kurva spektrum Kurva penentuan panjang gelombang maximum
0.600 0.400 0.200 0.000 Absorban -0.200 -0.400 -0.600 -0.800 panjang gelombang 0 100 200 300 400 500

Konsentrasi (ppm) 8

Panjang Gelombang (nm) 274,5

Absorbansi 0,337

Pembuatan Kurva Kalibrasi

Konsentrasi Larutan Standar (ppm) 0,00 2,00 4,00 8,00 12,00

Absorbansi 0,00 0,087 0,175 0,035 0,518

Pengukuran Konsentrasi sampel Tabel Hubungan Absorban Vs Konsentrasi


No 1 2 3 4 5 sampel Konsentrasi (ppm) 0 2 4 8 12 1,4527 Absorban 0,000 0,087 0,175 0,350 0,518 0,025

Grafik Hubungan Absorban Vs Konsentrasi

Absorban
0.600 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 0 -0.100 2 4 8 12 y = 0.1299x - 0.1637 R = 0.9718 Absorban Linear (Absorban)

Konsentrasi (ppm) 1,4527

Absorbansi 0,025

Pada sampel awal dilakukan pengenceran sebanyak 5 x (a) (sampel awal dipipet 10 mL dan dilarutkan hingga 50 mL dengan HCl) Kemudian diencerkan kembali sebanyak 10 x (sampel dari (a) di pipet 5 ml dan dilarutkan hingga 50mL dengan HCl ). Dengan kata lain, pengenceran yang dilakukan sebanyak 50 x. Sehingga konsentrasi kaffein total dalam sampel adalah :

Rendemen =

x 100% = 0,23%

VI.

Pembahasan Untuk menentukan kadar kafein dalam sampel kopi atau tablet dapat menggunakan metoda spektro dengan sumber lampu UV (biasanya menggunakan lampu denterium). Untuk mengetahui besarnya adsorban pada kafein standard an sampel diperlukan sumber radiasi dengan panjang gelombang dibawah 350 nm. Pada penentuan kadar kafein ini alat yang kamu gunakan adalah spektrofotometer Shimadzu. Spektrofotometer Shimadzu memiliki 2 sumber lampu yaitu sinar tampak dan UV, sinar tampak disebut visible, dan sinar tak tampak sering disebut Ultra Violet (UV), sehingga spektrofotometer Shimadzu sering disebut spektrofotometer UV-vis (Ultra Violet Visible) dan termasuk pada double beam yang berarti merupakan sinar berkas ganda. Sebelumnya praktikan melarutkan sampel kopi dalam aquadest 75 mL, kemudian dipanaskan selama 10 menit hingga mendidih. Fungsinya agar kafein yang berada dalam sampel dapat keluar karena proses pemanasan berfungsi pula untuk menambah kelarutan dari kafein. Setelah mendidih, air kopi disaring menggunakan kertas saring biasa dan filtratnya disaring lagi menggunakan kertas

saring Whatman. Penyaringan berfungsi untuk memisahkan suspensi dengan kafein yang larut. Sehingga seharusnya dihasilkan larutan yang berwarna bening tanpa suspensi. Namun, dalam praktikum kali ini sampel setelah penyaringan tetaplah berwarna coklat keruh. Hal ini dikarenakan pada sampel kopi masih terdapat campuran lainnya yang tidak dapat tersaring oleh pori-pori kertas saring. Setelah filtrat didapatkan, filtrat tersebut di ekstraksi menggunakan corong pisah. Pemisahan dengan menggunakan corong pisah dilakukan berdasarkan perbedaan massa jenis antara pelarut dan substratnya. Sehingga pelarut yang digunakan harus berbeda fasa dengan sampel kopi. Praktikan menggunakan pelarut organik yaitu metilen klorida. Penambahan metilen klorida harus dilakukan di lemari asam karena metilen klorida sangat berbahaya jika terhirup. Proses ekstraksi dilakukan dengan pengocokan sehingga kafein yang terdapat pada sampel terlarutkan dalam metilen klorida dan terpisah dari substratnya. Pada saat corong pisah dikocok, sekali kali tutupnya harus dibuka. Karena ketika dikocok reaksi antara pelarut organik dan kafein menimbulkan gas. Sehinnga dikhawatirkan ketika tekanan gas dalam corong pisah tinggi menyebabkan corong pisah menjadi pecah atau pun menyebabkan tutup corong pisah terlontar keluar. Namun, saat proses ekstraksi ini terdapat emulsi pada larutan metilen klorida yang kemudian harus ditambahkan ethanol untuk memecah emulsi tersebut. Pelarut metilen klorida memiliki berat jenis lebih besar dari pada air sehingga berada pada lapisan bawah. Kafein pada sampel larut dalam metilen klorida. Ekstrak tersebut kemudian dilarutkan kembali menggunakan HCl 0,2 N. Penambahan HCl pada kafein akan membentuk garam karena kafein memiliki sifat basa, sehingga kafein dapat larut dalam pelarut polar. Berat jenis HCl kurang dari 1, oleh karena itu pada saat pemisahan campuran HCl dengan kafein berada di atas. Ekstraksi ini dilakukan sebanyak dua kali agar kafein dalam metilen klorida terpisah sempurna. Setelah itu, praktikan menghitung panjang gelombang maksimum. Pengukuran panjang gelombang maksimum menggunakan larutan standar kafein dengan lima variasi konsentrasi yaitu 2 ppm, 4 ppm ,8 ppm, dan 12 ppm. Dan digunakan larutan standar 8 ppm untuk menentukan panjang gelombang maksimum. Karena konsentrasi 8 ppm berada pada bagian tengah-tengah yang

mewakili deret standar sehingga digunakanlah kafein 8 ppm untuk mencari panjang gelombang maksimum. Penentuaan panjang gelombang maksimum digunakan pula larutan blanko, larutan blanko ini merupakan larutan HCl 0,2 N tanpa kafein. Larutan blanko berfungsi sebagai pengkondisian agar ketika pengukuran sampel pereaksi yang ditambahkan pada sampel tidak merubah nilai absorban pengukuran karena adanya faktor koreksi dengan blanko. Panjang gelombang maksimum yang dihasilkan adalah 274,5 nm. Kurva spektrum didapatkan pada saat menentukan panjang gelombang maksimum dan absorban setiap konsentrasi kafein. Setelah menentukan absorban larutan standar, didapatkan kurva kalibrasi yang linear dan konsentrasi sampel dapat ditentukan. Semakin besar konsentrasi maka semakin besar pula nilai absorbannya. Dengan kata lain, absorban berbanding lurus dengan konsentrasi. Konsentrasi sampel yang diukur harus berada diantara konsentrasi deret larutan standar yang telah dibuat agar alat dapat membaca absorban dari sampel dengan optimal. Ketika absorban dari sampel lebih dari 1 maka artinya kandungan kafein dalam sampel terlampau pekat, dan harus diencerkan dengan faktor pengenceran. Pada praktikum, setelah dilakukan pengenceran pada sampel sebanyak 50 kali didapatkan absorban sebesar 0,05 abs. Dan konsentrasi yang didapatkan setelah dikalikan faktor pengenceran adalah sebesar. 72,6350 ppm. Rendemen yang dihasilkan adalah 0,23 %.

KESIMPULAN Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa Pengukuran kadar kafein dapat dilakukan dengan menggunakan

spektrofotometer UV dengan panjang gelombang 274,5 nm Kandungan kafein dalam sampel salah satu kopi adalah ppm

http://wanibesak.wordpress.com/2011/07/04/pengertian-dasarspektrofotometer-vis-uv-uv-vis/ http://semester4ayu.blogspot.com/2012/12/vbehaviorurldefaultvmlo_25.html

You might also like