You are on page 1of 13

BAB I LAPORAN PENDAHULUAN A.

PENGERTIAN Kolesistitis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya berhubungan dengan batu empedu yang terangkut pada duktus kistik, menyebabkan distensi kandung empedu. Batu-batu (kalkuli) dibuat oleh kolesterol, kalsium bilirubinat, atau campuran, disebabkan oleh perubahan pada komposisi empedu. Batu empedu dapat terjadi pada duktus koledukus, duktus hepatica, dan duktus pancreas. Kristal dapat juga terbentuk pada submukosa kandung empedu menyebabkan penyebaran inflamasi. Kolesistitis akut dengan kolelitiasis biasanya diterapi melalui bedah, meskipun banyak metode pengobatan (fragmentasi dan penghancuran batu) yang digunakan saat ini(Marilynn, 1999) Kolelitiasis (kalkulus/kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu, batu empedu memiliki ukuran, bentuk, dan komposisi yang sangat bervariasi. Batu empedu tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi insidensnya semakin sering pada individu berusia diatas 40 tahun. Sesudah itu, insidensnya kolelitiasis semakin meningkat hingga suatu tingkat yang diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun satu dari tiga orang akan memiliki batu empedu(Suzanne, 2002)

B. ETIOLOGI Penyebab pasti dari batu empedu belum diketahui. Satu teori menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi mengkristal dan memulai membentuk batu. Tipe lain batu empedu adalah batu pigmen. Batu pigmen tersusun oleh kalsium bilirubin, yang terjadi ketika bilirubin bebas berkombinasi dengan kalsium(Williams, 2003) Batu empedu terdiri dari endapan konstituen empedu, sebagian besar berupa kolesterol. Dapat terbentuknya banyak batu kecil atau sebuah batu besar. Penyebab batu empedu tidak jelas tetapi faktor predisposisinya terdiri dari:
1

Perubahan komposisi empedu yang memengaruhi daya larut kandungannya Kolesterol darah dan diet dalam kadar tinggi Kolesistitis Diabetes mellitus dengan kadar kolesterol darah yang tinggi Penyakit hemolitik Jenis kelamin wanita Obesitas Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka panjang Beberapa kehamilan pada wanita muda, terutama jika disertai dengan obesitas.

(Brooker, 2005) C. PATOFISIOLOGI Ada dua tipe utama batu empedu: batu yang terutama tersusun dari pigmen dan batu yang terutama tersusun dari kolesterol. 1. Batu pigmen Kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tak-terkonyugasi dalam empedu mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Batu ini bertanggung jawab atas sepertiga dari pasien-pasien batu empedu di Amerika Serikat. Risiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien sirosis, hemolisis dan infeksi percabangan biller. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi(Suzanne, 2002). 2. Batu kolesterol Bertanggung jawab atas sebagian besar kasus batu empedu lainnya. Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya tergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada penderita yang menderita batu empedu akan terjadi penurunan sisntesis kolesterol dalam hati, keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi timbulnya batu empedu dan berperan sebagai iritan yang menyebabkan perdangan pada kandung empedu(Suzanne, 2002).
2

Jumlah wanita yang menderita batu kolesterol dan penyakit kandung empedu adalah 4 kali lebih banyak daripada laki-laki. Biasanya wanita tersebut berusia lebih dari 40 tahun, multipara, dan obesitas. Insidens pembentukan batu empedu meningkat pada pengguna pil konstrasepsi, estrogen dan klobifrat yang diketahui meningkatkan saturasi kolesterol bilier. Insidens pembentukan batu meningkat bersamaan dengan pertambahan umur, peningkatan insidens ini akibat bertambahnya sekresi kolesterol oleh hati dan menurunnya sintesis asam empedu. Disamping itu, risiko terbentuknya batu empedu juga meningkat akibat malabsorpsi garam-garam empedu pada pasien dengan penyakit gastrointestinal atau fisula T-tube atau pada pasien yang pernah menjalani operasi pintasan atau reseksi ileum. Insidens penyakit ini juga meningkat pada para penyandang penyakit diabetes(Suzanne, 2002). Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu empedu, melalui peningkatan dikuamasi sel dan pembentukan mucus. Mucus meningkatkan viskositas dan unsure seluler dan bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi. Akan tetapi infeksi lenih sering menjadi akibat dari pembentukan batu empedu dari pada sebab pembentukan batu empedu(Suzanne, 2002).

D. PATHWAY Pigmen sintesis As. Empedu Infeksi hormone esterogen

Tidak terkonjungasi

supersaturasi getah Empedu

inflamasi kandung empedu

pemecahan kolesterol

pengendapan Penumpukan kolesterol Di empedu absorsi empedu terganggu perlambatan pengosongan kandung kemih

Perubahan susunan Kimia

stagnasi cairan empedu

perubahan susunan kimia & pengendapan

Endapan

empedu tidak mengalir Dikandung empedu Terbentuk batu empedu cholelitiasis

Penyumbatan duktus Sisticus

penyumbatan duktus koleduktus

perlu dilakukan tindakan pembedahan

absorbsi vit. A,D,E,K terganggu

Distensi kandung empedu

obstruksi saluran empedu menuju duodenum

ansietas

defisiensi vit. A,D,E,K

fundus empedu menyentuh dinding abdomen

aliran balik bilirubin ke pembuluh darah

defisiensi vit. K

Gang. Rasa nyaman (nyeri)

akumulasi bilirubin dalam darah

filtrasi pigmen empedu di ginjal

mengganggu pembekuan darah

HCL

bilirubin

urine berwarna gelap


Resiko tinggi perdarahan

Merangsang saraf Parasimpatis

kulit & membrane mukosa menjadi kuning

pigmen empedu ke saluran pencernaan

Pengosongan lambung

manifestasi: gatal

pewarnaan feses <

Mual, muntah

Gang. Integritas kulit

feses tampak kelabu

Perubahan nutrisi 5

E. MANIFESTASI KLINIS Batu empedu bisa terjadi secara tersembunyi karena tidak menimbulkan rasa nyeri dan hanya menyebabkan gejala gastrointestinal yang ringan. Batu tersebut mungkin ditemukan secara kebetulan pada saat dilakukan pembedahan atau evaluasi untuk gangguan yang tidak berhubungan samasekali. Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua jenis gejala: gejala yang disebabkan oleh penyakit pada kandung empedu itu sendiri dan gejala akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrium, seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas abdomen, dapat terjadi. Gangguan ini dapat terjadi setelah individu mengkonsumsi makanan yang berlemak atau digoreng(Suzanne, 2002). Kolik bilier Nyeri kolik yang berat pada perut bagian atas yang menjalar ke sekitar batas iga kanan dengan atau tanpa muntah. Terdapat periodisitas waktu, seringkali muncul pada malam hari yang hilang spontan setelah beberapa jam. Diagnosis banding meliputi infark miokard, eksaserbasi ulkus peptikum, GERD(Suzanne, 2002). Kolesistitis kronis Diagnosis yang tidak pasti yang ditunjukkan oleh nyeri abdomen bagian atas yang samar-samar dan hilang timbul, kembung, flastulens, dan ibtolerabsi makanan berlemak. Diagnosis banding meliputi PUD (penyakit ulkus peptikum) dan GERD kronis Kolesistitis obstruktif akut Nyeri hipokondria kanan yang menetap, pireksia, mual dengan atau tanpa ikterus. Nyeri tekan pada kudran kanan atas dengan tanda Murphy positif. Leukositosis. Kasus yang tidak sembuh dapat meyebabkan empiema pada kandung kemih. Diagnosis banding meliputi infark miokard, pneumonia basal, pancreatitis, apendisitis,ulkus peptikum perforasi, emboli paru. Kolangitis Nyeri abdomen, demam tinggi/menggigil, ikterus kronis, nyeri tekan hebat pada kuadran kanan atas. Diagnosis banding meliputi infark miokard, pneumonia basal, pancreatitis, hepatitis akut.
6

Ikterus Ikterus dapat dijumpai diantara penderita penyakit kandung empedu dengan presentasi kecil dan biasanya terjadi pada obsttruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yag khas, yaitu getah empedu tidak lagi dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membrane mukosa menjadi kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal yang mencolok pada kulit(Suzanne, 2002).

Perubahan warna urin dan feses Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat gelap. Feses tak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut clay-colored

Defisiensi vitamin Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorpsi vitamin A,D,E, dan K yang larut dalam lemak. Karena itu, pasien dapat memperlihatkan gejala-gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi biller berjalan lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal. Bilamana batu empedu terlepas dan tidak lagi menyumbat duktus sistikus, kandung empedu akan mengalirkan isinya keluar dan proses inflamasi segera mereda dalam waktu yang relative singkat. Jika batu empedu terus menyumbat saluran tersebut, penyumbatan ini dapat

mengakibatkan abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis generalisata. Pancreatitis Nyeri pada pusat atau epigastrium, nyeri punggung, demam, takikardia, nyeri tekan epigastrium.

F. PENGKAJIAN 1. Aktivitas/ Istirahat Gejala Tanda 2. Sirkulasi Tanda : takikardia, berkeringat


7

: kelemahan : gelisah

3. Eliminasi Gejala Tanda : perubahan warna urine dan feses : distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan atas Urine gelap, pekat, feses warna tanah liat, steatorea 4. Makanan/Cairan Gejala : anoreksia, mual/muntah Tidak toleran terhadap lemak dan makanan pembentuk gas, regurgitasi berulang, nyeri epigastrium,tidak dapat makan, flatus, didpepsia 5. Nyeri/kenyamanan Gejala : nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau bahu kanan Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan Nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit Tanda : nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan, tanda murpy positif 6. Pernapasan Tanda : peningkatan frekuensi pernapasan Pernapasan tertekan ditandai oleh napas pendek, dangkal 7. Keamanan Tanda : demam,menggigil Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gatal (pruritus) Kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K) 8. Penyuluhan/pembelajaran Gejala : kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu Adanya kehamilan/melahirkan, riwayat DM, penyakit inflamasi usus, diskrasias darah Pertimbangan rencana pemulangan: Memerlukan dukungan dalam perubahan diet/penurunan berat badan

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan sinar-X abdomen

Pemeriksaan sinar-X abdomen dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan akan penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala lain. Namun demikian, hanya 15% hingga 20% batu empedu yang mengalami cukup klasifikasi untuk tampak melalui pemeriksaan sinar-x. 2. Ultrasonografi Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostic pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat serta akurat dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Selain itu, USG tidak membuat pasien terpajan radiasi ionisasi. Pprosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat apabila sebelum melakukan pemeriksaan USG pasien sudah puasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadaan distensi. Penggunaan ultrasonografi berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksaan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang mengalami dilatasi. Dilaporkan bahwa USG mendeteksi batu empedu dengan akurasi 95%. 3. Pemeriksaan pencitraan redionuklida atau koleskintografi Koleskintografi telah berhasil membantu menegakkan diagnosis kolesistitis. Dalam prosedur ini, preparat radioaktif disuntikkan secara intravena. Preparat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat diekskresikan ke dalam system bilier. Selanjutnya dilakukan pemindaian saluran empedu untuk mendapatkan gambaran kandung empedu dan percabangan bilier. Pemeriksaan ini lebih mahal daripada USG, memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengerjakannya membuat pasien terpajan sinar radiasi, dan tidak dapat mendeteksi batu empedu. Penggunaannya terbatas pada kasus yang menggunakan USG, diagnosanya masih belum bisa disimpulkan. 4. Kolesistografi Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya.media kontras yang mengandung iodium yang diekskresikan oleh hati dan dipekatkan dalam kandung epedu diberikan kepada pasien. Kandung emepedu yang normal akan terisi oleh bahan radiopaque ini. Jika terdapat batu empedu, bayangannya akan tampak pada foto rontgen.
9

5. Kolangiopankreatografi retrograd endoskopik (ERCP; endoscopic retrograde cholangiopancreatography) Pemeriksaan ERCP memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat pada saat melakukan laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat-optik yang fleksibel ke dalam esophagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukkan ke dalam duktus koledokus serta pankreatikus, kemudian bahan kontras dimasukkan untuk memmungkinkan mevisualisasikan serta evaluasi percabangan bilier. 6. Kolangiografi Transhepatik Perkutan Pemeriksaan ini meliputi penyuntikan bahan kontras langsung kedalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikan itu relative besar, maka semua komponen pada system billier yang mencakup duktus hepatikus dalam hati, keseluruhan panjang duktus koledokus, duktus sistikus dan kandung empedu, dapat dilihat garis bentuknya dengan jelas. 7. Bilirubin dan amylase serum: meningkat 8. Enzim hati serum-AST (SGOT); ALT (SGPT); LDH; agak meningkat, alkalin fosfat dan 5-nukleotidase: ditandai peningkatan obstruksi billier. 9. Kadar protombin: menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus menurunkan absorpsi vitamin K 10. Foto abdomen (multiposisi): menyatakan gambaran radiologi (klasifikasi) batu empedu, klasifikasi dinding atau pembesaran kandung empedu.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN I. INTERVENSI 1. Nyeri b.d agen cedera biologis, obstruksi/spasme duktus, proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis Tujuan Kriteria Hasil : melaporkan nyeri hilang/terkontrol : menunjukan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan sesuai indkasi untuk situasi individu Intervensi :

10

a. Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri (menetap, hilang timbul, kolik). b. Catat respon terhadap obat, dan laporkan pada dokter bila nyeri hilang. c. Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman. d. Control suhu lingkungan. e. Dorong menggunakan tehnik relaksasi, contoh : bimbingan imajinasi, visualisasi, latihan nafas dalam, berikan aktivitas senggang. f. Sediakan waktu untuk mendengar dan mempertahankan kontak dengan pasien sering. 2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui pengisapan gaster berlebihan : muntah, distensi, dan hipermotilitas gaster. Tujuan Kriteria hasil : Keseimbangan cairan :

1. Mempertahankan urin output normal > 1300 ml/hari 2. Mempertahankan tekanan darah, nadi, dan suhu tubuh normal 3. Mempertahankan elastisitas turhor kulit, lidah dan membran mukosa lembab Intervensi : a. Pertahankan masukan dan haluaran akurat, perhatikan haluaran kurang dari masukan, peningkatan berat jenis urin, nadi perifer, dan pengisian kapiler. b. Awasi tanda/gejala peningkatan/berlanjutnya mual/muntah, kram abdomen, kelemahan, kejang, kejang ringan, kecepatan jantung tak teratur, parestesia, hipoaktif, atau tak adanya bising usus, depresi pernapasan. c. Hindarkan dari lingkungan yang berbau. d. Lakukan kebersihan oral dengan pencuci mulut ; berikan minyak. e. Gunakan jarum kecil untuk injeksi dan melakukan tekanan pada bekas suntikan lebih lama dari biasanya. f. Kaji perdarahan yang tak biasanya, contoh perdarahan terus-menerus pada sisi injeksi, mimisan, perdarahan gusi, ekimosis, ptekie, hematemesis/melena. g. Pertahankan pasien puasa sesuai keperluan.

11

3. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. Tujuan Kriteria hasil : status nutrisi baik :

1. Berat badan dalam rentang nomal sesuai dengan usia dan tinggi badan 2. Mengenali faktor yang berpengaruh pada perubahan Berat badannya. 3. Mengidentiikasi kebutuhan nutrisi 4. Mengkonsumsi nutrisi yang adekuat Intervensi : a. Hitung masukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal. b. Timbang sesuai indikasi. c. Konsul tentang kesukaan/ketidaksukaan pasien, makanan yang menyebabkan distress, dan jadwal makan yang disukai. d. Berikan suasana menyenangkan pada saat makan, hilangkan rangsangan berbau. e. Berikan kebersihan oral sebelum makan. f. Ambulasi dan tingkatkan aktivitas sesuai toleransi. g. Konsul dengan ahli diet/tim pendukung nutrisi sesuai indikasi. 4. Kurang Pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi. Tujuan : Pasien menunjukkan pemahaman akan proses penyakit dan prosedur perawatan Kriteria Hasil : Dapat menjelaskan status penyakit, pengobatan, paham akan

perawatan yang dilakukan a. Berikan penjelasan/alasan tes dan persiapannya. b. Kaji ulang proses penyakit/prognosis, diskusikan perawatan dan pengobatan, dorong pertanyaan, ekspresikan masalah. c. Diskusikan program penurunan berat badan bila diindikasikan. d. Anjurkan pasien untuk menghindari makanan/minuman tinggi lemak (contoh : susu segar, es krim, mentega, makanan gorengan, kacang polong, bawang, minuman karbonat), atau zat iritan gaster (contoh : makanan pedas, kafein, sitrun).
12

DAFTAR PUSTAKA

1. Brooker, Chris. 2005. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC 2. Doenges E, Marilynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC 3. Grace, Pierce A & Neil R Borley. 2006. At a Glance Ilmu Bedah edisi ketiga. Jakarta: Erlangga 4. Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001 . Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Volume 2. Jakarta :EGC 5. Williams, L.S, Hopper, P.D. 2003. Understanding Medical Surgical Nursing Second Edition.Philadelphia : F.A Davis Company

13

You might also like