You are on page 1of 28

PROGRAM PENDIDKAN PROFESI DOKTER SMF ANESTHESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF RSUD EMBUNG FATIMAH KOTA BATAM

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

I.1 ILEUS I.1.1 Definisi Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik.

I.1.2 Etiologi Adapun etiologi dari ileus obstruksi ialah : a) Adhesi (perlekatan) b) Hernia inkarserata c) Askariasis d) Tumor e) Lain-lain : Radang khronik (TBC) Divertikulum meckel Invaginasi Volvulus Obstruksi makanan

I.1.3 Patofisiologi Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian

intermitten, dan akhirnya hilang. Perubahan patofisiologi yang terjadi yaitu lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syokhipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia.

I.1.4 Diagnosis 1. Subyektif Anamnesis Gejala Utama: Nyeri-Kolik: kolik dirasakan disekitar umbilikus Muntah : Berwarna kehijauan Perut Kembung (distensi) Konstipasi : dapat tidak ada defekasi, dan flatus

Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali menandakan adanya hernia inkarserata Invaginasi dapat didahului oleh riwayat buang air besar berupa lendir dan darah. Riwayat operasi sebelumnya dapat menjurus pada adanya adhesi usus Onset - keluhan yang berlangsung cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak tinggi - onset yang lambat dapat menjurus kepada ileus letak rendah.

2. Obyektif-Pemeriksaan Fisik Inspeksi Perut distensi, dapat ditemukan darm kontur dan darm steifung. Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Invaginasi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya

Auskultasi Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi. Pada fase lanjut bising usus dan peristaltik melemah sampai hilang

Perkusi Hipertimpani

Palpasi Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.

Rectal Toucher Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease Darah (+) ; strangulasi, neoplasma Feses yang mengeras : skibala. Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi. Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis

Radiologi Foto Polos: Pelebaran udara usus halus atau usus besar dengan gambaran anak tangga dan air-fluid level. Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya

perforasi-peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk invaginasi Endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus

I.1.5 Penatalaksanaan - Konservatif Penderita dirawat di rumah sakit dan dipuasakan - Kontrol status airway, breathing and circulation. - Dekompresi dengan nasogastric tube. - Intravenous fluids and electrolyte - Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan. - Farmakologis: Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob. - Analgesik apabila nyeri

Operatif: Obstruksi usus dengan prioritas tinggi adalah

strangulasi, volvulus, dan jenis obstruksi kolon. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah sepsis sekunder atau rupture usus. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.

I.1.6. Komplikasi Komplikasi dari ileus antara lain terjadinya nekrosis usus, perforasi usus, Sepsis, Syok-dehidrasi, Abses Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi, Pneumonia aspirasi dari proses muntah, Gangguan elektrolit, Meninggal

I.1.7 Prognosis Saat operasi, prognosis tergantung kondisi klinik pasien sebelumnya. Setelah pembedahan dekompresi, prognosisnya tergantung dari penyakit yang mendasarinya

I.2. LAPARATOMY Laparatomy merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen. Ditambahkan pula bahwa laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan obgyn. Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan tenik insisi laparatomi ini adalah herniotomi, gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepatorektomi, splenoktomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dan fistuloktomi. Sedangkan tindkan bedah obgyn yang sering dilakukan dengan tindakan

laoparatomi adalah berbagai jenis operasi pada uterus, operasi pada tuba fallopi, dan operasi ovarium, yang meliputi hissterektomi, baik histerektomi total, radikal, eksenterasi pelvic, salpingooferektomi bilateral. Ada 4 cara insisi pembedahan yang dilakukan, antara lain: a. Midline incision : Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit perdarahan, eksplorasi dapat lebih luas, cepat di buka dan di tutup, serta tidak memotong ligamen dan saraf. Namun demikian, kerugian jenis insis ini adalah terjadinya hernia cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi gaster, pankreas, hepar, dan lien serta di bawah umbilikus untuk eksplorasi ginekologis, rektosigmoid, dan organ dalam pelvis. b. Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm), panjang (12,5 cm). Terbagi atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi pada jenis operasi lambung, eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus bagian bagian bawah, serta

plenoktomi. Paramedian insicion memiliki keuntungan antara lain : merupakan bentuk insisi anatomis dan fisiologis, tidak memotong ligamen dan saraf, dan insisi mudah diperluas ke arah atas dan bawah c. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy. d. Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendectomy

I.2.1. Indikasi Tindakan Laparatomi Ada banyak indikasi dilakukannya laparatomi, dibawah ini akan dipaparkan, diantaranya: 1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam) Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang

diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk. Dibedakan atas 2 jenis yaitu : Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) yang disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak. Dan jenis kedua yaitu trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum) yang dapat disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (sit-belt). 2. Peritonitis Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh perforasi

appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid), sementara proses pembedahan merupakan penyebab peritonitis tersier. 3. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi) Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa perlengketan (lengkung usus

menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen), Intusepsi (salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus), Volvulus (usus besar yang mempunyai mesocolon dapat

terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi), hernia (protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen), dan tumor (tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus). 4. Apendisitis mengacu pada radang apendiks, suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh fases yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi. 5. Tumor abdomen 6. pancreatitis (inflammation of the pancreas) 7. abscesses (a localized area of infection) 8. adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery) 9. diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the intestines) 10. intestinal perforation 11. ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus) 12. foreign bodies (e.g., a bullet in a gunshot victim) 13. internal bleeding

I.3 SEPSIS Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Ditandai dengan panas, takikardia, takipnea, hipotensi dan disfungsi organ berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah.

Sepsis sindroma klinik yang ditandai dengan: Hyperthermia/hypothermia (>38C; <35,6C) Tachypneu (respiratory rate >20/menit) Tachycardia (pulse >100/menit) >10% cell immature Suspected infection

Biomarker sepsis (CCM 2003) adalah prokalsitonin (PcT); Creactive Protein (CrP).

Table 1. Diagnostic Criteria for Sepsis Infection, documented or suspected, and some of the following : General variables Fever (> 38.3C) Hypothermia (core temperature < 36C) Heart rate > 90/min1 or more than two sd above the normal value for age Tachypnea Altered mental status Significant edema or positive fluid balance (> 20 mL/kg over 24 hr) Hyperglycemia (plasma glucose > 140 mg/dL or 7.7 mmol/L) in the absence of diabetes Inflammatory variables Leukocytosis (WBC count > 12,000 L1) Leukopenia (WBC count < 4000 L1) Normal WBC count with greater than 10% immature forms Plasma C-reactive protein more than two sd above the normal value Plasma procalcitonin more than two sd above the normal value

Hemodynamic variables Arterial hypotension (SBP < 90 mm Hg, MAP < 70 mm Hg, or an SBP decrease > 40 mm Hg in adults or less than two sdbelow normal for age)

Organ dysfunction variables Arterial hypoxemia (Pao2/Fio2 < 300) Acute oliguria (urine output < 0.5 mL/kg/hr for at least 2 hrs despite adequate fluid resuscitation) Creatinine increase > 0.5 mg/dL or 44.2 mol/L Coagulation abnormalities (INR > 1.5 or aPTT > 60 s) Ileus (absent bowel sounds) Thrombocytopenia (platelet count < 100,000 L1) Hyperbilirubinemia (plasma total bilirubin > 4 mg/dL or 70 mol/L)

Tissue perfusion variables Hyperlactatemia (> 1 mmol/L) Decreased capillary refill or mottling
Adapted from Levy MM, Fink MP, Marshall JC, et al: 2001 SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS International Sepsis Definitions Conference. Crit Care Med 2003; 31: 12501256.

I.3.1 Derajat Sepsis 1. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), ditandai dengan gejala sebagai berikut: a) b) c) d) e) 2. 3. Hyperthermia/hypothermia (>38,3C; <35,6C) Takipnea (resp >20/menit) Tachycardia (nadi >100/menit) Leukositosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm >10% cell imature

Sepsis : Infeksi disertai SIRS Sepsis Berat : Sepsis yang disertai MODS/MOF, hipotensi, oliguria bahkan anuria.

4.

Sepsis dengan hipotensi : Sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik <90 mmHg atau penurunan tekanan sistolik >40 mmHg).

5.

Syok septik

10

Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, dan disertai hipoperfusi jaringan. Perbedaan Sindroma Sepsis dan Syok Sepsis Sindroma sepsis Takipneu, respirasi 20x/m Takikardi 90x/m Hipertermi 38 C Hipotermi 35,6 C Hipoksemia Peningkatan laktat plasma Oliguria, Urine 0,5 cc/kgBB dalam 1 jam Syok Sepsis Sindroma sepsis ditambah dengan gejala: Hipotensi 90 mmHg Tensi menurun sampai 40 mmHg dari baseline dalam waktu 1 jam Membaik dengan pemberian cairan danpenyakit shock hipovolemik, infark miokard dan emboli pulmonal sudah disingkirkan (Dikutip dari Glauser, 1991)

I.3.2 Etiologi Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram negative dengan presentase 60-70% kasus yang menghasilkan berbagai produk yang dapat menstimulasi sel imun yangterpacu untuk melepaskan mediator inflamasi Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Respon sistemik dapat disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau hanya disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang yang berasal dari infeksi lokal. Insidensnya meningkat, antara lain karena pemberian antibiotik yang berlebihan, meningkatnya penggunaan obat sitotoksik dan imunosupresif, meningkatnya frekuensi penggunaan alat-alat invasive seperti kateter intravaskuler, meningkatnya jumlah penyakit rentan infeksi yang dapat hidup lama, serta meningkatnya infeksi yang disebabkan organisme yang resisten terhadap antibiotik.

11

Gambar 1. Etiologi Sepsis

I.3.2 Gejala Klinik 1. Fase dini: terjadi deplesi volume, selaput lendir kering, kulit lembab dan kering. 2. Post resusitasi cairan: gambaran klinis syok hiperdinamik: takikardia, nadi keras dengan tekanan nadi melebar, precordium hiperdinamik pada palpasi, dan ekstremitas hangat. 3. Disertai tanda-tanda sepsis. 4. Tanda hipoperfusi: takipnea, oliguria, sianosis, mottling, iskemia jari, perubahan status mental.

Bila ada pasien dengan gejala klinis berupa panas tinggi, menggigil, tampak toksik, takikardia, takipneu, kesadaran menurun dan oliguria harus dicurigai terjadinya sepsis (tersangka sepsis). Pada keadaan sepsis gejala yang nampak adalah gambaran klinis keadaan tersangka sepsis disertai hasil pemeriksaan penunjang berupa lekositosis atau lekopenia, trombositopenis, granulosit toksik, hitung jenis bergeser ke kiri, CRP (+), LED meningkat dan hasil biakan kuman penyebab dapat (+) atau (-). Keadaan syok sepsis ditandai dengan gambaran klinis sepsis disertai tanda-tanda syok (nadi cepat dan lemah, ekstremitas pucat dan dingin, penurunan produksi urin, dan penurunan tekanan darah).

12

Gejala syok sepsis yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0,5 cc/kgBB/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar.

Perubahan hemodinamik Tanda karakteristik sepsis berat dan syok-septik pada awal adalah hipovolemia, baik relatif (oleh karena venus pooling) maupun absolut (oleh karena transudasi cairan). Kejadian ini mengakibatkan status hipodinamik, yaitu curah jantung rendah, sehingga apabila volume intravaskule adekuat, curah jantung akan meningkat. Pada sepsis berat kemampuan kontraksi otot jantung melemah, mengakibatkan fungsi jantung intrinsik (sistolik dan diastolik) terganggu. Meskipun curah jantung meningkat (terlebih karena takikardia daripada peningkatan volume sekuncup), tetapi aliran darah perifer tetap berkurang. Status hemodinamika pada sepsis berat dan syok septik yang dulu dikira hiperdinamik (vasodilatasi dan meningkatnya aliran darah), pada stadium lanjut kenyataannya lebih mirip status hipodinamik (vasokonstriksi dan aliran darah berkurang). Tanda karakterisik lain pada sepsis berat dan syok septik adalah gangguan ekstraksi oksigen perifer. Hal ini disebabkan karena menurunnya aliran darah perifer, sehingga kemampuan untuk meningkatkan ekstraksi oksigen perifer terganggu, akibatnya VO2 (pengambilan oksigen dari mikrosirkulasi) berkurang. Kerusakan ini pada syok septic dipercaya sebagai penyebab utama terjadinya gangguan oksigenasi jaringan. Karakteristik lain sepsis berat dan syok septik adalah terjadinya hiperlaktataemia, mungkin hal ini karena terganggunya metabolisme piruvat, bukan karena dys-oxia jaringan (produksi energi dalam keterbatasan oksigen).

13

I.3.3 Diagnosis Diagnosis awal sepsis atau syok septik tergantung pada kepekaan dokter untuk menilai pasien dengan dan tanda awal yang tidak spesifik seperti takipnnea, dispnea, takikardia dengan keadaan hiperdinamik, vasodilatasi perifer, instabilitas tempratur, dan perubahan keadaan mental. Keadaan seperti ini penting di perhatikan pada seperti pada wanita wanita dengan resiko tinggi seperti pyelonefritis, korioamnionitis, endometritis, abortus septik, atau telah menjalani prosudur operasi emergensi. Diagnosa dan penanganan awal ini sangat menentukan keberhasilan hidup pasien. Tanda yang tampak tergantung dari fase syok septik dan tipe kerusakan organ yang terjadi, tetapi hipotensi selalu ditemukan. Kebanyakan pasien mengalami peningkatan temperatur dan lekosit dengan pergeseran ke kiri, tetapi pada beberapa pasien terjadi penurunan temperatur dan kadar leukosit dibawah normal. Sebagai akibat dari keadaan hiperdinamik jantung, terjadi gejala gejala pada jantung seperti iskemia, gagal jantung kiri, atau aritmia. Konsekuansi klinik dari DIC adalah perdarahan, trombosis dan hemolisis mikroangiopati. Karena pada syok sepsis potensi terjadinya disfungsi ginjal dan hipovulemia, manifestasi klinik dapat berupa oligouria, hematuria dan proteinuria. Dalam hal membantu menegakkan diagnosa sepsis atau syok septik, selain melalui pemeriksaan fisik, juga diperlukan pemeriksaan rongen dan kultur. Dua kuman yang sangat virulen dengan angka mortalitas yang tinggi adalah Streptokokus pyogens ( group A streptokokus ) dan Clostridium Sordeli.

I.3.4 Penatalaksanaan Dalam melakukan evaluasi pasien sepsis, diperlukan ketelitian dan pengalaman dalam mencari dan menentukan sumber infeksi, menduga patogen yang menjadi penyebab (berdasarkan pengalaman klinis dan pola kuman di RS setempat), sebagai panduan dalam memberikan terapi antimikroba empirik.

14

Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencakup eliminasi patogen penyebab infeksi, mengontrol sumber infeksi dengan tindakan drainase atau bedah bila diperlukan, terapi antimikroba yang sesuai, resusitasi bila terjadi kegagalan organ atau renjatan. Vasopresor dan inotropik, terapi suportif terhadap kegagalan organ, gangguan koagulasi dan terapi imunologi bila terjadi respons imun maladaptif host terhadap infeksi. 1. Resusitasi Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C) dengan oksigenasi, terapi cairan (kristaloid dan/atau koloid), vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6 jam pertama adalah CVP 8-12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5 ml/kg/jam dan saturasi oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai hematokrit >30% dan/atau pemberian dobutamin (sampai maksimal 20 g/kg/menit).6 Banyak pasien syok sepsis terjadi penurunan volume intravaskuler, sebagai respon pertama harus diberikan cairan jika terjadi penurunan tekanan darah. Untuk mencapai cairan yang adekuat pemberian pertama 1 L-1,5 L dalam waktu 1-2 jam. Jika tekanan darah tidak membaik dengan pemberian cairan maka perlu dipertimbangkan pemberian vasopressor seperti dopamin dengan dosis 5-10 ug/kgBB/menit. Dopamin diberikan bila sudah tercapai target terapi cairan, yaitu MAP 60mmHg atau tekanan sistolik 90110 mmHg. Dosis awal adalah 2-5 mg/Kg BB/menit. Bila dosis ini gagal meningkatkan MAP sesuai target, maka dosis dapat di tingkatkan sampai 20 g/ KgBB/menit. Bila masih gagal, dosis dopamine dikembalikan pada 2-5 mg/Kg BB/menit, tetapi di kombinasi dengan levarterenol (noreepinefrin). Bila kombinasi kedua vasokonstriktor masih gagal, berarti prognosisnya buruk

15

sekali. Dapat juga diganti dengan vasokonstriktor lain (fenilefrin atau epinefrin) 2. Eliminasi sumber infeksi Tujuan: menghilangkan patogen penyebab, oleh karena antibiotik pada umumnya tidak mencapai sumber infeksi seperti abses, viskus yang mengalami obstruksi dan implan prostesis yang terinfeksi. Tindakan ini dilakukan secepat mungkin mengikuti resusitasi yang adekuat. 3. Terapi antimikroba Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan sepsis. Terapi antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis berat, setelah kultur diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas melawan patogen bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga sumber sepsis. Oleh karena pada sepsis umumnya disebabkan oleh gram negatif, penggunaan antibiotik yang dapat mencegah pelepasan endotoksin seperti karbapenem memiliki keuntungan, terutama pada keadaan dimana terjadi proses inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin, misalnya pada sepsis berat dan gagal multi organ. Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan data mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa terapi kombinasi lebih baik daripada monoterapi. Indikasi terapi kombinasi yaitu: Sebagai terapi pertama sebelum hasil kultur diketahui Pasien yang dapat imunosupresan, khususnya dengan netropeni Dibutuhkan efek sinergi obat untuk kuman yang sangat pathogen (pseudomonas aureginosa, enterokokus)

16

4. Terapi suportif a. Oksigenasi Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera dilakukan. b. Terapi cairan Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9% atau ringer laktat) maupun koloid. Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan. Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila kadar Hb rendah pada kondisi tertentu, seperti pada iskemia miokard dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis masih kontroversi antara 8-10 g/dL. c. Vasopresor dan inotropic Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian cairan adekuat, akan tetapi pasien masih hipotensi. Vasopresor diberikan mulai dosis rendah dan dinaikkan (titrasi) untuk mencapai MAP 60 mmHg atau tekanan darah sistolik 90mmHg. Dapat dipakai dopamine >8g/kg/menit, phenylepherine norepinefrin 0.5-8g/kg/menit 0.03-1.5g/kg/menit, atau epinefrin 0.1-

0.5g/kg/menit. Inotropik dapat digunakan: dobutamine 2-28 g/kg/menit, dopamine 3-8 g/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5 g/kg/menit atau fosfodiesterase inhibitor (amrinone dan milrinone). d. Bikarbonat Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum bikarbonat <9 mEq/L dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.

17

e. Disfungsi renal Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien hipovolemik/hipotensi, segera diperbaiki dengan pemberian cairan adekuat, vasopresor dan inotropik bila diperlukan. Dopamin dosis renal (1-3 g/kg/menit) seringkali diberikan untuk mengatasi gangguan fungsi ginjal pada sepsis, namun secara evidence based belum terbukti. Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu. f. Nutrisi Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi (glikolisis, glukoneogenesis), ambilan dan oksidasinya pada sel, peningkatan produksi dan penumpukan laktat dan kecenderungan hiperglikemia akibat resistensi insulin. Selain itu terjadi lipolisis, hipertrigliseridemia dan proses katabolisme protein. Pada sepsis, kecukupan nutrisi: kalori (asam amino), asam lemak, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin. g. Kontrol gula darah Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan terdapat penurunan mortalitas sebesar 10.6-20.2% pada kelompok pasien yang diberikan insulin untuk mencapai kadar gula darah antara 80-110 mg/dL dibandingkan pada kelompok dimana insulin baru diberikan bila kadar gula darah >115 mg/dL. Namun apakah pengontrolan gula darah tersebut dapat diaplikasikan dalam praktek ICU, masih perlu dievaluasi, karena ada risiko hipoglikemia.

18

h. Gangguan koagulasi Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan koagulasi dan DIC (konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan mikrotrombus di sirkulasi). Pada sepsis berat dan renjatan, terjadi penurunan aktivitas antikoagulan dan supresi proses fibrinolisis sehingga mikrotrombus menumpuk di sirkulasi mengakibatkan kegagalan organ. Terapi antikoagulan, berupa heparin, antitrombin dan substitusi faktor pembekuan bila diperlukan dapat diberikan, tetapi tidak terbukti menurunkan mortalitas. Untuk masa mendatang pengobatan dengan antibodi monoklonal merupakan harapan dan diharapkan dapat menurunkan biaya pengobatan dan dapat meningkatkan efektifitas. Pada binatang percobaan pemberian TNF antibodi hanya efektif bila diberikan sebagai profilak. Suatu studi preklinik dengan antibodi CB0006 dan TNF antibodi lainnya dapat digunakan sebagai profilak dan mungkin juga dapat digunakan untuk pengobatan walaupun terapeutic window-nya sempit. Pemberian HA-1A Human monoclonal antibody sebaiknya dipertimbangkan pada pasien sepsis yang penyebabnya dicurigai bakteri Gram negative, terutama pada sumber infeksi saluran cerna dan saluran kemih yang sering disebabkan kuman Gram negatif. i. Kortikosteroid Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison dengan dosis 50 mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan renjatan septik menunjukkan penurunan mortalitas dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa syok, kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan dalam terapi sepsis.

19

Pemberian kortikosteroid pada binatang percobaan yang dibuat sepsis dapat menurunkan angka mortalitas. Pada suatu studi prospektif pada manusia pemberian dosis tinggi 30 mg metil prednisolon/kgBB dan diikuti 5 mg/kgBB/jam sampai 9 jam pada ke dua studi ini tidak didapatkan peningkatan angka mortalitas (Root, 1991). Pada penelitian yang lain juga didapatkan hasil yang sama dan hanya dapat memperbaiki keadaan shock tetapi tidak memperbaiki angka mortalitas

5. Modifikasi respons inflamasi Anti endotoksin (imunoglobulin poliklonal dan monoklonal, analog lipopolisakarida); antimediator spesifik (anti-TNF, antikoagulan-antitrombin, APC, TFPI; antagonis PAF; metabolit asam arakidonat (PGE1), antagonis bradikinin, antioksidan (Nasetilsistein, nonspesifik selenium), inhibitor sintesis NO dan (L-NMMA); hemofiltrasi). imunostimulator (imunoglobulin, IFN-, G-CSF, imunonutrisi); (kortikosteroid, pentoksifilin, Endogenous activated protein C memainkan peranan penting dalam sepsis: inflamasi, koagulasi dan fibrinolisis. Drotrecogin alfa (activated) adalah nama generik dari bentuk rekombinan dari human activated protein C yang diindikasikan untuk menurunkan mortalitas pada pasien dengan sepsis berat dengan risiko kematian yang tinggi.

20

BAB II LAPORAN KASUS

I.

IDENTITAS PASIEN: a. Nama b. Usia c. Jenis kelamin d. Alamat e. Berat badan f. No rekam medis g. Jenis pembedahan h. Rencana anestesi : Ny. Nelfi Susanti : 37 tahun : Perempuan : Kavling Flamboyan/ blok I No.80 : 39 kg : 060569 : Laparatomi ekplorasi dan colostomy : Regional Anasthesia

II.

PERSIAPAN PRE OPERASI (30 Januari 2014) a. Anamnesis Riwayat operasi (-), riwayat DM (-), riwayat asma (-), riwayat jantung (-), riwayat hipertensi (-), HIV(-), Hbs Ag(-), riwayat alergi (-).

b. Pemeriksaan fisik pre-operasi 1. Keadaan umum : Tampak sakit berat. 2. Kesadaran : Compos mentis 3. Airway paten, napas spontan 4. RR: 18 x/menit , Ronki(-) Wheezing(-). 5. Akral hangat, Nadi: 78 x/menit 6. TD: 90/60 mmHg 7. Berat badan 39 kg. 8. Abdomen : Distensi 9. EKG : normal

21

10. Foto Abdomen : mengarah gambaran ileus obstruktif letak tinggi ec. Suspect massa di colon decendens 1/3 tengah. 11. Kesan ASA : III

Hasil laboratorium pre operasi Hb Lekosit Ht Eritrosit Trombosit Basofil Eosinofil Netrofil batang Netrofil segmen Limfosit Monosit Ureum Kreatinin Natrium Kalium Klorida Albumin Anti HIV HbsAg III. 7,1 g/dl 1400/ul 24% 2,9 juta/ul 93 ribu/ul 0% 1% 1% 43% 44% 11% 56 mg/dl 0,6 mg/dl 128 mmol/L 2,9 mmol/L 94 mmol/L 2,0 Non reaktif Negatife 11-17 g/dl 4000-10000/ul 37-48% 4,0-5,5 juta/ul 150-450 ribu/ul 0-1% 1-3% 2-6% 50-70% 20-40% 2-8% <50 mg/dl W: 0,5 1,0 mg/dl

LAPORAN ANESTESI SELAMA OPERASI a. Jenis anestesi b. Teknik anestesi c. Lama anestesi d. Lama operasi : Anasthesia Regional : Sub-arachnoid-block : 10.30 s/d 12.35 WIB : 10.45 s/d 12.45 WIB

22

III.1. Tindakan anestesi regional dengan subaraknoid blok. Pasien dipastikan pada posisi supine (terlentang). Memastikan kondisi pasien stabil dengan vital sign dalam batas normal. 1) Obat pre-medikasi : Ondansetron 4 mg 2) Medikasi : Bunascan 0.5% 10 mg Fentanyl 25 mikrogram Efedrin 10 mg, 5 mg, 5 mg, 5 mg, 5 mg, 10 mg, 5 mg, drip 30 mg, 5 mg, 5 mg. Transamin 1000 mg Vascon 1,2 cc/jam

3) Pasien diberikan oksigen (-) 4) Airway pasien paten (+) 5) Dipastikan pasien sudah mendapat efek anestesi (+) 6) Monitor tanda-tanda vital pasien, saturasi oksigen.

IV.

PEMBERIAN CAIRAN - Ringer laktat 6 kolf

23

Monitoring pasca bedah laparatomi di ruang O.K Kesadaran : compos mentis Test GCS : 15 TD RR Nadi Saturasi Infus : 108/50mmHg, : 24x/menit, : 90x/menit, : 100% : Ringer laktat

Drainese : (+) 2 line Kateter : (+)

V.

PASCA BEDAH a. Infus b. Antibiotik c. Analgetik d. Anti emetic : Ringer Laktat : Sesuai terapi operator : Ketorolac 30 mg : Ondansetron 4 mg

24

BAB III PEMBAHASAN Pasien Ny.N, wanita 39 tahun dengan diagnosis ileus obstruktif et kausa tumor colon descenden dan dilakukan tindakan laparatomi eksplorasi dan

colostomy dengan regional anastesi. Pada kasus ini diperlukan pengelolaan post operative yang intensive dengan monitoring di ICU karena operasi laparatomi memiliki komplikasi antara lain terjadinya ventilasi paru yang tidak adekuat, gangguan kardiovaskuler dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang sangat sering terjadi, hal tersebut terjadi karena penurunan respon haus terhadap kondisi hipovolemik dan osmolaritas, terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus, kemampuan fungsi konsentrasi ginjal, renin, aldosteron penurunan respon ginjal terhadap vasopressin, terjadi gangguan kapasitas ginjal untuk menahan natrium. Keadaan pasien saat pre operasi tanda vital yang bermasalah berupa

tekanan darah yaitu 90/60 mmHg, serta kondisi post operasi yang kurang stabil yaitu TD : 108/50mmHg (cenderung turun), RR : 24x/menit, Nadi :90x/menit (cenderung meningkat) Hasil laboratorium yang bermasalah Hb 7,1 g/dl, Lekosit 1400/ul, Ht 24%, Trombosit 93 ribu/ul Ureum 56 mg/dl.

Medikasi anastesi yang diberikan selama operasi: 1) Bunascan 0.5% 10 mg 2) Fentanyl 25 mikrogram 3) Efedhrine 10 mg, 5 mg, 5 mg, 5 mg, 5 mg, 10 mg, 5 mg, drip 30 mg, 5 mg, 5 mg. 4) Transamin 1000 mg 5) Vascon 1,2 cc/jam

25

Monitoring selama berlangsungnya operasi Induksi menggunakan Bunascan 0,5% 10 mg yang merupakan anestesi lokal golongan amida. Obat anestesi regional bekerja dengan menghilangkan rasa sakit atau sensasi pada daerah tertentu dari tubuh. Cara kerjanya yaitu memblok proses konduksi syaraf perifer jaringan tubuh, bersifat reversibel. Pada pasien ini juga ditambahkan fentanyl berguna untuk memperbaiki kualitas blok sensomotoris dari bunascan dan sebagai analgesia postoperative. Monitor tekanan darah setiap 5 menit sekali untuk mengetahui penurunan tekanan darah yang bermakna. Hipotensi merupakan salah satu efek dari pemberian obat anestesi spinal, karena penurunan kerja syaraf simpatis. Bila keadaan ini terjadi maka cairan intravena dicepatkan, bolus ephedrin 5-15mg secara intravena, dan pemberian oksigen. Pada pasien ini terjadi hipotensi, sehingga pemberian cairan dicepatkan, diberikan bolus ephedrin sebanyak 10mg secara intravena dan oksigen. Setelah diberikan bolus ephedrine selama setiap 5-15 menit sekali tetapi keadaan tekanan darah tidak mencapai keadaan rata-rata normal, diberikan vascon dengan bertujuan untuk mengendalikan tekanan darah pada kondisi hipotensi akut tertentu. Asam Traneksamat (Transamin). Bekerja dengan menghambat fibrinolisis. Asam traneksamat merupakan analog asam aminokaproat, dapat diberikan per oral dan injeksi intravena, bekerja dengan cara memblok tempat ikatan pada lisin yang biasanya berinteraksi dengan plasmin, menghambat secara kompetitif terhadap aktivator plasminogen. Biasanya dipakai dalam kasus paru, THT, interna dan bedah. Pada kasus ini diberikan transamin setelah operasi selesai untuk menghentikan perdarahan akibat pembedahan.

26

Monitoring pasien diruang ICU Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang terpisah, dengan staf dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit- yang mengancam jiwa atau potensial mengancam jiwa. Kematian pasien yang mengalami pembedahan terbanyak timbul pada saat pasca bedah. Ruang lingkup pelayanannya meliputi pemberian dukungan fungsi organ-organ vital seperti pernapasan, kardiosirkulasi, susunan saraf pusat, renal dan lain-lainnya, baik pada pasien dewasa atau pasien anak.

Indikasi ICU Indikasi Pasien dirawat di ICU : 1. Pasien sakit berat, kritis, dan tidak stabil misal pasien pasca operasi bedah mayor 2. Pasien yang memerlukan pemantauan intensive 3. Pasien yang mengalami komplikasi akut seperti : Edema paru ( kardiogenik dan non kardiogenik ) Indikasi pasien keluar dari ICU : 1. Pasien tidak memerlukan lagi terapi intensive karena membaik dan stabil 2. Terapi intensive tidak bermanfaat pada : - Pasien Usia lanjut ( > 65 tahun) yang mengalami gagal tiga organ atau lebih, setelah di ICU selama 72 jam - Pasien mati batang otak/koma yang mengalami keadaan vegetatif - Pasien dengan berbagai macam diagnosis seperti penyakit paru Obstruksi menahun, kanker dengan metastasis dan gagal jantung terminal

27

Pemantauan keadaan umum pasien setelah diberikan terapi cairan dan medikamentosa Keadaan umum masih tampak sakit berat dan Kesadaran compos mentis serta tanda vital pasien . TD: 98/68 mmHg, RR: 23 x/menit, N: 139 x/menit, Suhu: 38,6 oC, Saturasi: 98%. Berdasarkan dari hasil pemeriksaan fisik yang ada disini dapat dicurigai keadaan pasien dalam keadaan sepsis, dengan alasan adanya hipotensi, takipne, takikardia, demam dengan suhu diatas 38,0 oC selama perawatan di ICU, Dengan hasil laboratorium pada pre operasi sel monosit mencapai 11% sedangkan nilai normal 2-8%, hasil pemeriksaan lekosit 3.800/ul sedangkan batasan normal 4000-1000/ul, dan adanya trombositopenia. Dari hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium yang didapatkan pada pasien dapat dicurigai terjadinya sepsis.

28

You might also like