You are on page 1of 16

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Kehidupan Hewan tanah sangat tergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah di suatu daerah sangat ditentukan keadaan daerah itu. Dengan perkataan lain keberadaan dan kepadatan suatu populasi suatu jenis hewan tanah di suatu daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan,yaitu lingkungan abiotik dan lingkungan biotik (Suin, 1989) Faktor lingkungan abiotik secara besarnya dapat dibagi atas faktor fisika dan faktor kimia. Faktor fisika antara lain ialah suhu, kadar air, porositas dan tekstur tanah. Faktor kimia antara lain adalah salinitas, pH, kadar organik tanah dan unsur-unsur mineral tanah. Faktor lingkungan abiotik sangat menentukan struktur komunitas hewan-hewan yang terdapat di suatu habitat. Faktor lingkungan biotik bagi hewan tanah adalah organisme lain yang juga terdapat di habitatnya seperti mikroflora, tumbuh-tumbuhan dan golongan hewan lainya. Pada komunitas itu jenis-jenis organisme itu saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Interaksi itu bisa berupa predasi, parasitisme, kompetisi dan penyakit. Dalam Ekologi hewan, pengukuran faktor lingkungan abiotik penting dilakukan karena besarnya pengaruh faktor abiotik itu terhadap keberadaan dan kepadatan populasi kelompok hewan ini. Dengan dilakukannya pengukuran faktor lingkungan abiotik, maka akan dapat diketahui faktor yang besar pengaruhnya terhadap keberadaan dan kepadatan populasi hewan yang di teliti. Tidak pula dapat dipungkiri, bahwa dalam mempelajari ekologi hewan tanah perlu diketahui metode-metode pengambilan contoh di lapangan karena hewan itu relatif kecil dan tercampur dengan tanah. Analisis statistik pun perlu diketahui agar didapat kesimpulan yang benar dari penelitian yang dilakukan.Salah satu yang cukup sulit dalam mempelajari ekologi hewan tanah adalah masalah pengenalan jenis. Pada tanah hidup hampir semua golongan hewan mulai dari protozoa sampai mamalia. Seseorang yang mempelajari ekologi hewan tanah minimal dapat mengenal kelompok (genera atau famili, minimal ordo) dari hewan tanah yang dipelajari.

Untuk studi tetentu haruslah dapat diidentifikasi sampai tingkat jenis (spesies) dari hewan tanah yang diteliti. Dilapangan hewan tanah dapat dikumpulkan dengan cara memasang perangkap jebak (pitfall-trap). Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi salah satu tugas praktikum lapangan mata kuliah Ekologi Hewan.

1.2 TUJUAN 1.2.1 Mengetahui keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan jenis hewan tanah yang tertangkap dengan menggunakan Pitfall Trap 1.2.2 Mengetahui pola distribusi jenis hewan tanah yang tertangkap dengan menggunakan Pitfall Trap

BAB II METODE PELAKSANAAN

2.1 ALAT DAN BAHAN Alat dan bahan yang digunakan untuk praktikum pitfall trap adalah sebagai berikut. Alat: Bahan: Laruutan gliserin 15% Larutan alkohol 15% Aquadest Sekop Roll meter Plakon Gelas air mineral Jarum Kertas label Gelas alroji Mikroskop stereo Animal chamber Alat tulis menulis Pinset Kantong plastik sprayer

2.2 PROSEDUR KERJA Prosedur kerja dalam melakukan kegiatan praktikum pitfall trap adalah sebagai berikut. 1. Menentukan lokasi pemasangan pitfall trap. Pemasangan pitfall trap dilakukan di Kebun Biologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang

2. Pemasangan pitfall trap pada masing-masing titik yang telah ditentukan. Pemasangan dilakukan pada tanggal 13 Februari 2014. Jarak pemasangan antara pitfall yang satu dengan pitfall yang lain adalah 2 meter. Pitfall dibuat sebanyak lima buah. Pemasangan dilakukan dengan cara sebagai berikut. 1) Membuat larutan campuran aquadest, alkohol 15%, dan gliserin 15% dengan perbandingan 3 : 1 : 1 2) Setelah selesai membuat larutan campuran tersebut dimasukkan ke dalam botol agar tidak menguap 3) Menggali tanah dengan kedalaman 10 cm menggunakan sekop

4) Meletakkan gelas air mineral ke dalam lubang yang telah dibuat 5) Meratakan permukaan tanah dengan bagian mulut gelas air mineral agar serangga tanah bisa masuk 6) Memasukkan larutan campuran yang mengandung aquadest, alkohol 15%, dan gliserin 15% ke dalam gelas 7) Menutup permukaan pitfall trap dengan menggunakan serasah dedaunan

Keterangan: a : gelas air mineral b : larutan campuran aquadest, alkohol 15%, dan gliserin 15% dengan perbandingan 3 : 1 : 1 c : lubang tempat gelas air mineral diletakkan d : serasah dedaunan e : permukaan tanah 3. Mengambil pitfall trap setelah tanggal 14 februari 2014 4. Memasukkan spesimen beserta sisa larutan campuran ke dalam plakon 24 jam. Pengambilan dilakukan pada

5. Mengidentifikasi spesimen hewan tanah di ruang 109 O5 gedung Biologi Universitas Negeri Malang

2.3 TABEL DATA Tabel data yang digunakan untuk analisis data adalah berupa tabel keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan jenis hewan tanah. No. Nama genus spesies/ titik ke1 2 3 4 Jumlah spesies pi ln pi pi ln pi

Jumlah individu H' E R

BAB III DATA DAN ANALISIS DATA

3.1 DATA HASIL PENGAMATAN No Spesies/ Genus 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Epitrix fasciata (spesies) Ponera (genus) Myrcidae (genus) Miturga lineata (spesies) Drosopila (spesies) Isotoma viridis (spesies) Pseudachorudina (genus) Harlomillsia (genus) Myrmicinae (genus) Clubiona (genus) Oechephila Aedes (genus) Isokomiella Rhabdotogryllus (spesies) Coecobrya (genus) Forficula auricularia (spesies) 2 Dicranocentrus Heterocenus (genus) Oochophyllas (genus) Isotomurus tricuspis (spesies) Spherilo (genus) Antomeris sp. 1 1 1 1 2 2 1 1 1 caraboides 5 1 1 16 1 3 1 1 1 1 2 1 6 1 1 13 melanogaster 18 22 12 2 2 5 7 3 13 13 1 2 66 15 2 2 28 4 4 1 20 11 1 2 Titik ke1 2 1 8 7 4 3 1 4 28 3 6 10 4 Jumlah Spesies 2 33 36 15

2 7 6 1 2 2 2 3 1 254

Jumlah Total Individu

3.2 ANALISIS DATA Berdasarkan data yang telah di peroleh, dapat dihitung indeks keanekaragaman (H), indeks pemerataan (E), dan indeks kekayaan (R). Indeksindeks tersebut dapat diperoleh melalui rumus:

Nilai pi didapat melalui rumus: Indeks keanekaragaman = 2,372654

= 2,372654 Indeks pemerataan = =0.76759 Indeks kekayaan = = 3.792439 Berdasarkan data pengamatan, ditemukan 22 jenis hewan tanah, yaitu Epitrix fasciata, Ponera sp, Myrcidae sp, Miturga lineata ,Drosopila melanogaster ,Isotoma viridis ,Pseudachorudina sp, Harlomillsia sp, Clubiona sp, Myrmicinae sp, Aedes sp, Oechephila, Isokomiella, Rhabdotogryllus caraboides, Coecobrya sp, Forficula auricularia, Dicranocentrus, Heterocenus sp, Oochophyllas sp, Isotomurus tricuspis, Spherilo sp, dan Antomeris sp. Berdasarkan hasil analisis data menggunakan teknik analisis didapatkan Indeks Keanekaragaman Shannon dan Wiener (H) untuk hewan tanah sebesar 2,372654, indeks kemerataan atau E untuk hewan tanah sebesar 0.76759, dan indeks kekayaan atau R untuk hewan tanah sebesar 3.792439.

BAB IV PEMBAHASAN

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap hasil identifikasi pada hewan-hewan yang ditemukan pada praktikum pith fall trapsebanyak 22 spesies, maka dapat disimpulkan Indeks keanekaragaman atau H adalah 2.372654, indeks pemerataan atau E adalah 0.76759, dan indeks kekayaan adalah 3.792439. Dipilih cara mengukur keanekaragaman dengan menggunakan Indeks Keanekaragaman Shannon (Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner) memakai jumlah jenis, kelimpahan atau jumlah individu setiap jenis, dan menggabungkan keduanya. Nilai keanekaragaman bervariasi, semakin tinggi nilainya berarti keanekaragaman jenis semakin tinggi (Erawati& Sih, 2010). Amelia, dkk., (2013) menjelaskan bahwa kriteria dari keanekaragaman menurut Shannon-Wiener yang ada pada suatu vegetasi adalah jika H < 1 menunjukan keanekaragaman komunitas rendah (tidak stabil), H= 1-3 menunjukan keanekaragaman komunitas sedang (kestabilannya sedang), H> 3 menunjukkan keanekaragaman tinggi atau stabil. Sehingga jika dilihat dari hasil analisis, didapat nilai H sebesar 2.372654, hal ini menunjukkan komunitas yang dijadikan sampel yaitu kebun biologi Universitas Negeri Malang memiliki keanekaragaman komunitas sedang (kestabilannya sedang), dimana keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya jenis habitat tempat hidup, stabilitas lingkungan, produktifitas, kompetisi, dan penyangga rantai makanan (Ulum, dkk., 2012). Perbedaan struktur dan komposisi penyusun suatu ekosistem menyebabkan perbedaan karakter ekosistem yang mempengaruhi keanekaragaman dan kelimpahan biota yang tinggal di dalamnya (Erawati& Sih, 2010). Menurut Krebs, dalam Fitriana (2006) menjelaskan bahwa indeks keanekaragaman (H) menggambarkan keanekaragaman, produktivitas, tekanan pada ekosistem, dan kestabilan ekosistem. Dari nilai keanekaragaman yang di dapat dari hasil analisis ini menunjukan bahwa kondisi keanekaragaman sedang, produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang, tekanan ekologis sedang. Clark dalam Ulum, dkk. (2012), menyatakan bahwa keanekaragaman

mengekspresikan variasi spesies yang ada dalam suatu ekosistem, ketika suatu

ekosistem memiliki indeks keanekaragaman yang tinggi maka ekosistem tersebut cenderung seimbang. Sebaliknya, jika suatu ekosistem memilki indeks keanekaragaman yang rendah maka mengindikasikan ekosistem tersebut dalam keadaan tertekan atau terdegradasi. Materi organik dan anorganik mempengaruhi kelimpahan dan

keanekaragaman plankton. Lingkungan media hidup plankton sangat bermacammacam, hal tersebut dipengaruhi oleh perubahan secara temporal seperti temperatur, nutrien yang ada dan cahaya (Amelia, dkk., 2013). Semakin baik kondisi lingkungan, maka nilai indeks keanekaragaman jenis biota akan semakin tinggi, begitu juga sebaliknya. Indeks keanekaragaman jenis akan menurun seiring dengan menurunnya kondisi atau kualitas lingkungan (Ulum, dkk., 2012). Nilai keanekaragaman spesies adalah resultante dari nilai kekayaan dan kemerataan spesies (Hamid, 2007). Kemerataan morfospesies dianalisis denganindeks kemerataan Simpson (Magurran, Spellerberg & Krebs dalam Yaherwandi, tanpa tahun).Kemerataan yang memperlihatkan sebaran keanekaragaman (evenness) merupakan

perbandingan antara nilai keanekaragaman yang diperoleh dengan nilai keanekaragaman maksimum. Nilai evenness berkisar antara 0 dan 1. Bila nilai indeks kemerataan tinggi, menandakan kandungan setiap taxon (jenis) tidak mengalami perbedaan (Noortiningsih, dkk., 2008). Apabila nilai indek sebaran > 1 menunjukkan pola sebaran yang cenderung untuk mengelompok pada suatu daerah, apabila nilai indek penyebaran < 1 menunjukkan adanya pola sebaran yang cenderung tersebar secara acak, sedangkan apabila nilai indek sebaran adalah mendekati atau sama dengan 1 maka menunjukkan adanya pola sebaran yang random (tersebar secara acak) (Riniatsih &Widianingsih, 2007). Berdasarkan hasil analisis data didapatkan nilai kemerataan sebesar 0.76759, nilai tersebut menunjukan kemerataan pada komunitas yang dijadikan sampel yaitu kebun biologi Universitas Negeri Malang mendekati nilai 1, ini berarti bahwa individu setiap jenis menyebar hampir secara merata. Berdasar pada tabel data pengamatan dapat dilihat bahwa jumlah spesies masih mendominasi pada titik tertentu, sehingga mengahasilkan nilai E kurang dari 1 (satu). Hal tersebut menunjukkan bahwa di semua lokasi terdapat dominasi satu atau

beberapa spesies, artinya satu atau beberapa spesies memiliki jumlah individu yang lebih banyak dibandingkan dengan spesies yang lain.Dengan demikian dapat dikatakan indeks kemerataan spesies (E) sangat sensitif terhadap kelimpahan spesies di dalam sampel (Magurran, dalam Yaherwandi, tanpa tahun). Nilai kemerataan spesies akan cenderung menuju nol apabila komunitas tersebut didominasi oleh satu spesies (Heong et al. dalam Yaherwandi, tanpa tahun). Pola penyebaran plankton yang belum merata dikarenakan oleh unsur hara dan kondisi lingkungan yang berbeda pada setiap titik (Amelia, dkk., 2013). Pola distribusi dalam suatu ekosistem yang menggambarkan kemerataan tersebarnya spesiesdan tergantung pada; 1) sifat fisika dan kimia substrat meliputi pH, garam-garam organik,tekstur tanah; 2) ketersedian pakan; 3) potensial reproduktif dan kemampuan persebaran. Pola distribusi yang masih ada yang mengelompokdisebabkan oleh habitat itusendiri yang memiliki zonasi tertentu. Menurut Tarumingkeng menyatakan bahwa adanya sifat individu yang bergerombol (gregarios) disebabkan karena adanya keseragaman habitat sehingga terjadi pengelompokan ditempat yang banyak bahan makanan. Pada umumnya hewan hidup berkelompok, hal ini dilakukan karena adanya kecenderungan untuk mempertahankan diri dari predator dan faktor-faktor lain yang tidak

menguntungkan (Junaidi, dkk., 2010).Pola sebaran yang hampir merata ini menurut Odum dalam Riniatsih & Widianingsih (2007), terjadi karena adanya persaingan individu sehingga mendorong pembagian ruang secara merata. Rahayuningsih & Abdullah (2012) menjelaskan, Indeks kemerataan yang rendah menunjukkan adanya kecenderungan dominasi spesies tertentu di suatu habitat, sedangkan indeks kemerataan yang tinggi menunjukkan suatu habitat memiliki kelimpahan individu spesies yang hampir sama atau merata (Remegie & Gu 2008; Routledge 1980 & Alatalo 1981, diacu dalam Stirling & Brian 2001).Nilai kemerataan yang tinggi menunjukkan bahwa kelimpahan individu spesies di lokasi penelitian tersebut hampir merata,tidak ada dominasi spesies herpet yang sangat menonjol. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi habitat yaitu kebun biologi Universitas Negeri Malangmemiliki ketersediaan sumber hidup seperti pakan, tempat berlindung dan berkembang biak yang cukup bagi spesiesspesies herpet yang ditemukan di lokasi tersebut.

Nilai indeks kekayaan dihitung berdasarkan Indeks kekayaan Margallef. Kekayaan spesies didasarkan pada jumlah spesies yang hadir pada lokasi penelitian (Leba, dkk., 2013). Hasil analisis data menunjukan di lokasi penelitian yakni kebun biologi Universitas Negeri Malang mempunyai kekayaan yang

tinggi, hal ini terlihat dari tingginya nilai indeks kekayaan jenissebesar 3.792439. Pada komunitas tersebut ditemukan 254 individu yang tersebar pada 22 spesies. Nilai ideks kekayaan cenderung akan tinggi apabila suatu komunitas memiliki jumlah spesies yang banyak dan setiap spesies tersebut terwakili oleh satu individu, sebaliknya nilai indeks akan rendah jika suatu komunitas memiliki jumlah spesies yang cenderung sedikit dan setiap spesies tersebut memiliki jumlah individu yang banyak. Nilai indeks kekayaan merupakan efek dari komplesitas faktor lingkungan pada stasiun penelitian, misalnya berkaitan dengan keragaman substrat, salinitas, suhu, keberhasilan settlemen, pemangsaan serta faktor abiotik lainnya (Rau, dkk., 2013).

BAB V KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap hasil identifikasi pada hewan-hewan yang ditemukan pada praktikum pith fall trapsebanyak 22 spesies, maka dapat disimpulkan Indeks keanekaragaman atau H adalah 2.372654, indeks pemerataan atau E adalah 0.76759, dan indeks kekayaan adalah 3.792439. 2. Pola distribusi dalam suatu ekosistem yang menggambarkan kemerataan tersebarnya spesiesdan tergantung pada; 1) sifat fisika dan kimia substrat meliputi pH, garam-garam organik,tekstur tanah; 2) ketersedian pakan; 3) potensial reproduktif dan kemampuan persebaran. Pola distribusi yang masih ada yang mengelompokdisebabkan oleh habitat itusendiri yang memiliki zonasi tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Amelia, Chitra Devi., Zahidah Hasan & Yuniar Mulyani. 2012. Distribusi Spasial Komunitas Plankton sebagai Bioindikator Kualitas Perairan di Situ Bagendit Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 301-311 ISSN : 20883137. Jurnal diakses tanggal 26 Februari 2014. Erawati, Nety Virgo & Sih Kahono. 2010. Keanekaragaman Dan Kelimpahan Belalang Dan Kerabatnya (Orthoptera) Pada Dua Ekosistem Pegunungan di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. J. Entomol. Indon. September 2010, Vol. 7, No. 2, 100-115. Jurnal diakses tanggal 25 Februari 2014. Fitriana, Yulia Rahma. 2006. Keanekaragaman dan Kemelimpahan

Makrozoobentos di Hutan Mangrove Hasil Rehabilitasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali (Diversity and Abundance of Macrozoobenthos in Mangrove Rehabilitation Forest in Great Garden Forest Ngurah Rai Bali). Biodiversitas. ISSN: 1412-033x Volume 7, Nomor 1 Januari 2006 Halaman: 67-72. Jurnal diakses Tanggal 26 Februari 2014. Hadinoto, Mulyadi, A., Siregar, Y. I.Keanekaragaman Jenis Burung Di Hutan Kota Pekanbaru. Jurnal Ilmu Lingkungan. 6 (1), ISSN: 197-5283. Diakses tanggal 27 Februari 2014. Hasmiandy Hamid & Yunisman. Keanekaragaman Hymenoptera Parasitoid pada Berbagai Ekosistem Pertanian di Sumatera Barat. Tidak diterbitkan. Artikel diakses Tanggal 26 Februari 2014. Junaidi, Endri., Effendi P. Sagala, & Joko. 2010. Kelimpahan Populasi dan Pola Distribusi Remis (Corbicula Sp) di Sungai Borang Kabupaten Banyuasin. Jurnal Penelitian Sains. Volume 13 Nomer 3(D) 13310. Diakses tanggal 25 Februari 2014. Leba, Gladyes V., Roni Koneri & Adelfia Papua. 2013. Keanekaragaman Serangga Air di Sungai Pajowa Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Jurnal MIPA UNSRAT Online 2. No2 73-78. Jurnal diakses Tanggal 27 Februari 2014.

Noortiningsih., Ikna Suyatna Jalip, &Sri Handayani. 2008. Keanekaragaman Makrozoobenthos, Meiofauna dan Foraminifera Di Pantai Pasir Putih Barat dan Muara Sungai Cikamal Pangandaran, Jawa Barat. Vis Vitalis. Vol. 01 No. 1. Jurnal diakses tanggal 26 Februari 2014. Rahayuningsih, Margareta & Muhammad Abdullah. 2012. Persebaran dan Keanekaragaman Herpetofauna dalam Mendukung Konservasi

Keanekaragaman Hayati di Kampus Sekaran Universitas Negeri Semarang. Journal Of Conservation. Vol. 1 No. 1 - Juni 2012. Diakses Tanggal 27 Februari 2014. Rau, Arnol R., Janny D. Kusen,&Carolus P. Paruntu. 2013. Struktur Komunitas Moluska Di Vegetasi Mangrove Desa Kulu, Kecamatan Wori, Kabupaten Minahasa Utara (Commonity Structure of Mollusc in Mangrove Vegetation of Kulu Village, Wori, North Minahasa Regency). Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. Volume 2 Nomor 1 Tahun 2013. Jurnal diakses tanggal 27 Februari 2014. Riniatsih, Ita & Widianingsih. 2007. Kelimpahan dan Pola Sebaran Kerangkerangan (Bivalve) di Ekosistem Padang Lamun, Perairan Jepara. Ilmu Kelautan. Maret 2007 Vol. 12 (1) : 53 58, ISSN 0853 7291. Diakses tanggal 26 Februari 2014. Suin, Nurdin Muhammad. 1989. Ekologi Hewan Tanah. Bandung : Bumi Aksara. Ulum, Muchammad Miftahul. Widianingsih, &Retno Hartati. 2012. Komposisi dan Kelimpahan Makrozoobenthos Krustasea di Kawasan Vegetasi Mangrove Kel. Tugurejo, Kec. Tugu, Kota Semarang. Journal Of Marine Research. Volume 1, Nomor 2, Halaman 243-251. Online di: http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jmr.Jurnal diakses tanggal 26 Februari 2014. Yaherwandi. Tanpa tahun. Struktur Komunitas Hymenoptera Parasitoid Pada Ekosistem Sayuran dan Vegetasi Non-Crop di Sumatera Barat (Community structure of Parasitoid Hymenoptera in Vegetable Ecosystem and NonCropVegetation in West Sumatera). Jurnal tidak diterbitkan. Diakses tanggal 27 Februari 2014.

LAMPIRAN

Drosopila melanogaster

You might also like