You are on page 1of 21

GROSS HEMATURI

22/11/2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Umumnya, hematuria didefinisikan sebagai keberadaan dari 5 atau lebih sel darah merah dalam
lapang pandang besar dalam 3 dari 3 spesimen berturut-turut diperoleh disentrifugasi minimal 1
minggu terpisah. Umumnya terbagi sebagai hematuria makroskopis (gross hematuria).
Hematuria dapat disebabkan oleh kelainan-kelainan yang berada di dalam system urogenitalia
atau kelianan yang berada di luar urogenitalia.
prevalensi hematuria asimtomatik pada orang dewasa bervariasi. Studi berbasis populasi telah
menunjukkan tingkat prevalensi kurang dari 1% sampai setinggi 16%. Kisaran ini disebabkan
perbedaan dalam demografi pasien, jumlah tindak lanjut, definisi dan teknik diagnostik, dan
jumlah tes skrining per pasien. Pasien berisiko tinggi untuk penyakit urologi, seperti pria tua,
memiliki prevalensi lebih tinggi hematuria.
Hematuri merupakan gejala yang penting dan serius, serta dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit. Agar diagnosis penyebab hematuri dapat ditegakkan secara pasti, diperlukan
pemeriksaan yang sistematik dan terarah meliputi anamnesis, pemerikasaan fisik, laboratorium
dan pemeriksaan khsusus lainnya
I.2 RUMUSAN MASALAH
Bagaimana definisi, etiologi, deferensial diagnose, patogenesis, gambaran klinis gross
hematuria?
I.3 TUJUAN
Mengetahui definisi, etiologi, deferensial diagnose patogenesis, gambaran klinis dan terapi gross
hematuria.
I.4 MANFAAT
I.4.1 Menambah wawasan mengenai penyakit bedah khususnya gross hematuria.
I.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan
klinik bagian ilmu penyakit bedah.
BAB II
LAPORAN KASUS

1. A. IDENTITAS
Nama : Tn. M
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 65 tahun
Pekerjaan : Petani
Alamat : Kalipare
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
MRS : 18 September 2011
No Reg : 265727
1. B. ANAMNESIS
2. Keluhan Utama : Pipis warna merah
3. Riwayat Perjalanan Penyakit :
Pasien datang pada tanggal 18 sepetember 2011 dengan keluhan pipis berwarna merah sejak 1
minggu sebelum dibawa ke rumah sakit, kejadian ini berlangsung mendadak, awalnya pipis
berwarna merah terang lalu beberapa hari berubah menjadi kehitaman lama kelamaan menjadi
merah terang kembali. Pasien mengatakan pipis berwarna merah dari awal keluar sampai akhir
pipis, saat pipis selalu sampai tuntas, frekuensi dan banyaknya pipis tidak berubah, pada pipis
tidak ada gumpalan/ bekuan darah ataupun batu. Saat sebelum mulai pipis dan saat
mengeluarkan pipis pasien merasakan panas dan nyeri tusuk-tusuk dan bila selesai pipis maka
nyeri dan panas menjadi hilang, pasien menyangkal keluhan rasa tidak puas saat pipis, pasien
juga, pasien belum pernah mengalami trauma atau melakukan aktifitas berat sebelumnya,
Pasien juga mengeluh perut bawah terasa nyeri melilit sejak 15 hari diikuti gejala mual dan
penurunan nafsu makan sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh 2 hari
sebelum gejala pasien demam tinggi pasien sempat berobat ke pak mantri mendapat obat 4
macam pasien tidak tahu nama obatnya, pasien cuma minum sehari.
4 hari terakhir ini warna pipis kembali berwarna kuning. seperti semula, panas sebelum dan saat
pipis berkurang dan nyeri perut berkurang, nafsu makan menjadi baik lagi.
Selain keluhan di atas, pasien juga mempunyai keluhan tidak bisa menahan pipis sejak 3 bulan
yang lalu, selain tidak bisa menahan pipis pasien menyatakan tidak punya perasaan ingin kencing
tetapi pipis langsung keluar begitu saja yang berlangsung sampai sekarang.
1. Riwayat kebiasaan: minum kopi sehari 3 gelas.
2. Riwayat Penyakit yang sama: disangkal, ISK (+).
3. Riwayat Penyakit Terdahulu: HT: (-), DM (-)
4. Riwayat Penyakit dalam Keluarga : Riwayat penyakit yang sama disangkal, HT: (-), DM
(-)
5. C. PEMERIKSAAN FISIK (18-9-2011)
6. Keadaan umum : tampak lemah
7. 2. Vital sign :
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 88x/mnt
RR : 18x/mnt
Suhu : 36, 5
0
c
1. Kepala
Bentuk mesocephal, rambut tidak mudah dicabut.
4. Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
5. Telinga
Bentuk normotia, sekret (-), pendengaran berkurang (-).
6. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-).
7. Mulut dan tenggorokan
Bibir pucat (-), bibir cianosis (-), gusi berdarah (-),tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).
8. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-).
9. Paru
Suara nafas vesikuler, ronchi (-/-), wheezing (-/-).
1. 10. Jantung
Auskultasi : bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-).
1. 11. Abdomen
Supel (+), BU (+)N, permbesaran organ (tidak teraba), Timpani.
Flank pain: (-)
1. 12. Genetalia:
Terpasang kateter (+), Tidak tampak kelainan
1. 13. Ekstremitas
Edema (-), akral (hangat), RC (< 2).
1. D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah lengkap (18-09-2011)
Hb:15,9 gr/dl (13,5 18gr/dl)
Hematokrit: 46% (40 54%)
Hitung eritrosit: 5,65 juta/cmm (30 60 juta/cmm)
Hitung trombosit: 380.000 sel/cmm (150.00 400.000 sel/cmm)
Hitung leukosit: 11.760sel/cmm (4000 11000 sel/cmm)
GDS: 101
SGOT: 19 U/L (< 43)
SGPT: 208U/L (< 43)
Ureum: 51 mg/dl (20 100mg/dl)
Kreainin: 0,86mg/dl (o,6 <1)
Kesimpulan: dalam batas normal
USG (21-9-2011)
Hepar: tidak tampak kelainan
Gall blader: Tidak tampak kelainan
Prostat:Tidak membesar
VU: Dinding tidak menebal, tidak tampak batu
Ren dextra: ukuran 10,74,9 cm
Intensitas echocortex meningkat, Batas kortek medulla kabur sistem pelvikokaliks tidak dilatasi
tidak tampak batu, tampak kista ukuran 2,7 cm.
Ren dextra: ukuran 9,5x 5,4 cm
Intensitas echocortex meningkat, batas kortek medulla kabur system pelvikokaliks tidak dilatasi,
tidak tampak batu, tampak kista ukuran 1,3 cm.
Kesimpulan: Renal: Renal cyst dengan chronic parenchimal renal disease grade 2
1. D. RESUME
1. Dari anamnesa
Tn. M, 65 tahun, dengan keluhan pipis berwarna merah sejak 1 minggu sebelum dibawa ke
rumah sakit, kejadian ini berlangsung mendadak, awalnya pipis berwarna merah terang lalu
beberapa hari berubah menjadi kehitaman lama kelamaan menjadi merah terang kembali. Pasien
mengatakan pipis berwarna merah dari awal keluar sampai akhir pipis, saat pipis selalu sampai
tuntas. Saat sebelum mulai pipis dan saat mengeluarkan pipis pasien merasakan panas dan nyeri
tusuk-tusuk dan bila selesai pipis maka nyeri dan panas menjadi hilang.
Pasien juga mengeluh perut bawah terasa nyeri melilit sejak 15 hari diikuti gejala mual dan
penurunan nafsu makan sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh 2 hari
sebelum gejala pasien demam tinggi pasien sempat berobat ke pak mantri mendapat obat 4
macam pasien tidak tahu nama obatnya, pasien cuma minum sehari..
4 hari terakhir ini warna pipis kembali berwarna kuning. seperti semula, panas sebelum dan saat
pipis berkurang dan nyeri perut berkurang, nafsu makan menjadi baik lagi.
Selain keluhan di atas, pasien juga mempunyai keluhan mual dan pusing serta tidak bisa
menahan pipis sejak 3 bulan yang lalu, selain tidak bisa menahan pipis pasien menyatakan tidak
punya perasaan ingin kencing tetapi pipis langsung keluar begitu saja yang berlangsung sampai
sekarang.
1. Dari pemeriksaan fisik :
Keadaan umum tampak lemah
Pemeriksaan fisik: dalam batas normal
1. Dari pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan Darah Rutin dan pemeriksaan kimia klinik dalam batas normal
Pemeriksan USG Renal:
Renal cyst dengan chronic parenchimal renal disease grade 2
1. E. DIAGNOSIS KERJA
Gross hematuri et cauza kista ginjal dd chronic parenchimal renal disease grade II
Inkontinensia urin
1. F. PENATALAKSANAAN
Terapi non medikamentosa
Terapi medikamentosa:
Konsultasi ke dokter saraf (inkontinensia)
1. G. USULAN PEMERIKSAAN
UL
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI SALURAN KEMIH
1. 1. Ginjal
Ginjal merupakan organ pada tubuh manusia yang menjalankan banyak fungsi untuk
homeostasis, yang terutama adalah sebagai organ ekskresi dan pengatur kesetimbangan cairan
dan asam basa dalam tubuh. Terdapat sepasang ginjal pada manusia, masing-masing di sisi kiri
dan kanan (lateral) tulang vertebra dan terletak retroperitoneal (di belakang peritoneum). Selain
itu sepasang ginjal tersebut dilengkapi juga dengan sepasang ureter, sebuah vesika urinaria (buli-
buli/kandung kemih) dan uretra yang membawa urine ke lingkungan luar tubuh.






Pada orang dewasa ginjal panjangnya 12-13 cm, lebar sekitaar 4 cm dan beratmy antara 120-
150gram.
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus
renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan
tubulus kontortus distalis.
Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus,
lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau duktus
memasuki/meninggalkan ginjal.
Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix
minor.
Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara calix
major dan ureter.
Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.







Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus renalis/Malpighi (yaitu
glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle, tubulus
kontortus distal yang bermuara pada tubulus pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut
terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan menuju glomerulus)
serta kapiler peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal) Berdasarkan letakya nefron dapat
dibagi menjadi: (1) nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di korteks
yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung Henle yang terbenam pada
medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi
medula, memiliki lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan pembuluh-
pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rectal.
Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari aorta abdominal,
sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior. Setelah memasuki ginjal melalui
hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri sublobaris yang akan memperdarahi segmen-
segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-superior, anterior-inferior, inferior
serta posterior.
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis ginjal melalui
segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus dan n.lumbalis.
Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui
n.vagus.
Pembentukan urindimulai dalam korteks dan diteruskan dengan mengalirkan materi tersebut
melalui tubulus dan duktus koligentes. Urim kemudian mengalir ke dalam duktus papilaris
bellini, masuk masuk ke kaliks minor, kaliks mayor, pelvic renalis, dan akhirnya menuju ureter
1. 2. Ureter




Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil penyaringan ginjal (filtrasi,
reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju vesica urinaria. Terdapat sepasang ureter yang
terletak retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal
Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan m.psoas major, lalu
menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca communis. Ureter berjalan secara postero-inferior
di dinding lateral pelvis, lalu melengkung secara ventro-medial untuk mencapai vesica urinaria.
Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik urine setelah memasuki kandung kemih.
Terdapat beberapa tempat di mana ureter mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis renalis-
ureter, fleksura marginalis serta muara ureter ke dalam vesica urinaria. Tempat-tempat seperti ini
sering terbentuk batu/kalkulus.
Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca communis,
a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan ureter melalui segmen T10-
L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior dan
inferior.
1. 3. Vesika Urinaria
Vesika urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli, merupakan tempat untuk
menampung urine yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra
dan lingkungan eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesica urinaria terletak
di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain seperti rektum, organ reproduksi,
bagian usus halus, serta pembuluh-pembuluh darah, limfatik dan saraf.
Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas tiga bagian yaitu
apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga permukaan (superior dan inferolateral
dextra dan sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior, dan lateral dextra dan sinistra). Dinding
vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot spiral, longitudinal, sirkular). Terdapat trigonum
vesicae pada bagian posteroinferior dan collum vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu
bagian berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari orifisium kedua ureter dan collum vesicae,
bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong.
Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun pada perempuan,
a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis.
Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan parasimpatis.
Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor, n.splanchnicus imus, dan n.splanchnicus
lumbalis L1-L2. Adapun persarafan parasimpatis melalui n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang
berperan sebagai sensorik dan motorik.
1. 4. Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria menuju lingkungan
luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita. Uretra pada pria memiliki
panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan dengan kelenjar
prostat), sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu, Pria memiliki dua
otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan dari m.detrusor dan bersifat
involunter) dan m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan
pada wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan bersifat
volunter).
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars membranosa dan pars
spongiosa.
Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan aspek superior
kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m. sphincter urethrae internal yang
berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh persarafan simpatis.
Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus kelenjar prostat.
Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding bagian lainnya.
Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan tersempit. Bagian
ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi diafragma urogenital.
Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal yang berada di
bawah kendali volunter (somatis).
Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang, membentang dari pars
membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis. Bagian ini dilapisi oleh korpus
spongiosum di bagian luarnya.
Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding uretra pada pria.
Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara pada orifisiumnya di antara klitoris
dan vagina (vagina opening). Terdapat m. spchinter urethrae yang bersifat volunter di bawah
kendali somatis, namun tidak seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak memiliki fungsi
reproduktif.
2.2. DEFINISI HEMATURI
Hematuri adalah suatu gejala yang ditandai dengan adanya darah atau sel darah merah dalam
urin. Secara klinis, hematuri dapat dikelompokkan menjadi: Hematuri makroskopis (gross
hematuria) adalah suatu keadaan urin bercampur darah dan dapat dilihat dengan mata telanjang.
Keadaan ini dapat terjadi bila 1 liter urin bercampur dengan 1 ml darah. Hematuri mikroskopis
yaitu hematuri yang hanya dapat diketahui secara mikroskopis atau tes kimiawi.
2.3. ETIOLOGI HEMATURI
Hematuria dapat disebabkan oleh kelainan-kelainan yang berada di dalam sistem urogenitalia
atau kelianan yang berada di luar urogenitalia. Kelainan yang berasal dari sistem urogenitalia
antara lain.
Infeksi/inflamasi, antara lain pielonefritis, glomerulonefritis, ureteritis, sistitis, dan
uretritis
Tumor jinak/tumor ganas, antara lain tumor Wilm, tumor Grawitz, tumor pielum, tumor
ureter, tumor buli-buli, tumor prostat, dan hiperplasia prostat jinak.
Kelainan bawaan sistem urogenitalia, antara lain kista ginjal dan ren mobilis
Trauma yang mencederai sistem urogenitalia
Batu saluran kemih
2.4. PATOFISIOLOGI
Etiologi dan patofisiologi hematuria bervariasi. Misalnya, hematuria asal glomerulus dapat
merupakan gangguan struktural dalam integritas membran glomerulus basement disebabkan oleh
proses inflamasi atau imunologi. Secara kimia dapat menyebabkan gangguan keracunan dari
tubulus ginjal, sedangkan kalkulus dapat menyebabkan erosi mekanis permukaan mukosa di
saluran genitourinari, mengakibatkan hematuria.
2.5. DEFERENSIAL DIAGNOSA
Hematuri merupakan gejala yang penting dan serius, serta dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit. Agar diagnosis penyebab hematuri dapat ditegakkan secara pasti, diperlukan
pemeriksaan yang sistematik dan terarah meliputi anamnesis, pemerikasaan fisik, laboratorium
dan pemeriksaan khusus lainnya. Karakteristik suatu hematuria dapat dipakai sebagai pedoman
untuk memperkirakan lokasi penyakit primernya, yaitu apakah terjadi pada awal miksi, semua
proses miksi, atau pada akhir miksi.
1. A. Porsi hematuri pada saat miksi
Terjadi pada Inisial Total Terminal
Tempat kelainan Uretra Buli-buli, ureter,

ginjal
Leher buli-buli

1. Anamnesa Riwayat Penyakit
v Adanya riwayat bagian dari bekuan dalam urin menunjukkan penyebab extraglomerular
hematuria.
v Suatu riwayat demam, sakit perut, disuria, frekuensi, dan enuresis pada anak-anak yang lebih
tua baru-baru ini mungkin menunjukkan suatu infeksi saluran kemih sebagai penyebab
hematuria.
v Sebuah riwayat trauma baru untuk perut bisa menjadi indikasi hidronefrosis.
v Riwayat pagi periorbital bengkak, berat badan, oliguria, kehadiran urin berwarna gelap, dan
adanya edema atau hipertensi menunjukkan penyebab glomerulus.
v Hematuria karena penyebab glomerulus tidak menimbulkan rasa sakit.
v Sejarah dari tenggorokan baru atau infeksi kulit mungkin menyarankan glomerulonefritis
postinfectious.
v Sebuah riwayat nyeri sendi, ruam kulit, dan demam berkepanjangan pada remaja
menunjukkan gangguan vaskular kolagen.
v Adanya anemia tidak hanya disebabkan oleh hematuria, kondisi lain seperti lupus eritematosus
sistemik dan diatesis perdarahan harus dipertimbangkan.
v Ruam kulit dan arthritis dapat terjadi pada Henoch-Schnlein purpura dan lupus eritematosus
sistemik .
v Informasi mengenai olahraga, menstruasi, kateterisasi kandung kemih baru-baru ini, asupan
obat-obatan tertentu atau zat beracun, atau bagian dari kalkulus juga dapat membantu dalam
diagnosis diferensial.
v Karena penyakit hematuria tertentu diwarisi oleh keluarga, adalah penting menggali riwayat
keluarga yang sugestif dari sindrom Alport, penyakit kolagen vaskular, urolitiasis, atau penyakit
ginjal polikistik.
1. C. Gambaran diagnosis yang penting
2. Ginjal
Trauma: trauma ringan sampai sedang sering menyebabkan pendarahan ginjal, trauma
berat, dapat tidak berdarah (ginjal avulse-gangguan komplit)
Tumor: dapat jelas dan intermiten
Karsinoma sel ginjal: berhubungan dengan massa, nyeri pinggang, kolik, demam,
kadang-kadang polisitemia, hiperkalsemia dan hipertensi.
TCC: tidak nyeri, hematuria, intermiten
Batu: nyeri pinggang/lipat paha yang hebat, dapat berukuran besar atau mikroskopis,
berhubungan dengan infeksi.
Glomerulonefritis: biasanya makroskopis, berhubungan dengan penyakit sistemik
(misalnya SLE)
Pielonefritis (Jarang)
Tuberculosis ginjal (jarang): piuria steril, penurunan berat badan, anoreksia, PUO,
frekuensi berkemih yang meningkat pada siang dan malam hari.
Penyakit polikistik (Jarang ): ginjal teraba, hipertensi gagal ginjal kronis
Malformasi arterivenosa ginjal atau kista sederhana (sangat jarang): tidak nyeri tidak ada
gejala-gejala lain,.
Infark ginjal (sangat jarang): dapat disebabkan oleh emboli artery, ginjal yang nyeri
tekan.
1. 2. Ureter
Batu: nyeri pinggang/ lipat paha hebat, berukuran besar atau mikroskopis, berhubungan
dengan infeksi.
TCC
1. 3. Batu kandung kemih
Batu: berhenti tiba-tiba saat berkemih, nyeri pada perineum dan unjung penis
TCC: khasnya tanpa nyeri, hematuri intermiten riwayat bekerja pada pabrik kain atau
karet.
Sistitis akut: nyeri supra pubik, disuria, frekuensi, dan bakteriuria
Sistitis interstisiel (jarang);dapat autoimun dinduksi oleh obat-obatan atau radiasi, sering
terdapat gejala frekuensi dan disuria.
Skistosomiasis (sangat jarang): riwayat perjalanan keluar negeri terutama afrika selatan.
1. 4. Prostat
BPH: hematuri tanpa nyeri, berhubungan dengan gejala obstruksi, isk rekuren
Karsinoma (jarang)
1. 5. Uretra
Trauma: darah pada meatus, riwayat pukulan langsung pada perineum, retensi akut.
Batu (jarang)
Uretritis (jarang)
2.6. TERAPI
Hematuria asimptomatik (terisolasi) umumnya tidak memerlukan pengobatan. Dalam kondisi
yang berhubungan dengan klinis yang abnormal, laboratorium, atau studi pencitraan, pengobatan
mungkin diperlukan, sesuai, dengan diagnosis utama. intervensi bedah mungkin diperlukan
dalam kelainan anatomi tertentu, seperti obstruksi persimpangan ureteropelvic , tumor, atau
urolitiasis signifikan.
2.7. KISTA RENALIS
Kista ginjal sederhana merupakan lesi yang terutama terlihat pada dewasa, ukuran bervariasi
bisa multiple atau bilateral, pemeriksaan CT abdomen sering dapat membedakan kista ginjal
jinak dari lesi neoplastik, walaupun arteriogram mungkin diperlukan.
Penyakit ginjal polikistik dewasa adalah penyakit autosom dominan dimana terdapat kista
majemuk dengan ukuran bervasiasi di medulla dan kortek renalis. Pada umumnya bermanifestasi
sendiri dalam dasawarsa ketiga dan keempat. Tetapi pada umumnya fungsi ginjal normal pada
akhir kehidupan dimana mungkin dibutuhkan dialysis atau transplantasi ginjal. Pasien ini
biasanya mempunyai kista pada daerah lain seperti hati. Penyakit ginjal polikistik infantile
merupakan kelainan autosom resesif yang tampil khas sebagai massa pada panggul bilateral
dengan kista medulla dan kortek majemuk .
Penyakit ginjal polikistik merupakan kelainan progresif ginjal genetik paling sering diketemukan
yang diturunkan secara dominan autosomal dengan prevalensi antara 1-5 pada setiap 1000
penduduk. Prevalensi pada perempuan dan laki-laki adalah sama, namun gejala klinis pada laki-
laki biasanya lebih berat. Manifestasi penyakit mayoritas dimulai pada usia di atas 30 tahun
tetapi juga bisa terjadi pada fetus, bayi, dan anak kecil.
Terdapat gejala nyeri perut, nyeri pinggang kanan, sakit kepala, lemas dan malas beraktifitas, hal
ini sesuai dengan gejala pada penyakit ginjal polikistik. Pada beberapa pasien dapat pula terjadi
keluhan berupa adanya nyeri punggung, hematuria, gangguan gastrointestinal, nokturia, kolik
ginjal, disuria, polakisuria, poliuria, akan tetapi 32% pasien adalah asimtomatik. Penampilan
anemis pada pasien dikarenakan kondisi anemia yang dialami pasien. Anemia dapat merupakan
suatu penanda telah terjadinya suatu penyakit ginjal kronik.
Untuk memastikan diagnosa penyakit ginjal polikistik, selain dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik, maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang radiologi. Pada pemeriksaan radiologi ada
beberapa pilihan pemeriksaan yang dapat dilakukan. Bisa dimulai dari pemeriksaan yang
sederhana yaitu ultrasonografi ginjal, atau pemeriksaan yang lebih sensitif dengan CT Scan atau
MRI. Pemeriksaan pielografi intravena kini tidak lagi dianjurkan karena hanya dapat mendeteksi
distorsi sistem pelviokalises pada tingkat lanjut
Pemeriksaan ultrasonografi ginjal merupakan pemeriksaan yang tidak invasif. Sebelum
pemeriksaan, pasien dipuasakan 8 jam untuk meminimalkan gas di usus yang dapat menghalangi
pemeriksaan. Pasien diminta untuk menahan napas pada inspirasi dalam. Ginjal kanan dapat
diperiksa dengan pasien pada posisi supine, left lateral decubitus, dan pronasi. Sementara untuk
ginjal kiri, digunakan posisi right lateral decubitus dan pronasi. Posisi supine tidak dianjurkan
untuk memeriksa ginjal kiri karena gambaran ginjal terganggu oleh gambaran udara lambung
dan usus.
Ultrasonografi dapat memberikan keterangan tentang ukuran, bentuk, letak, dan struktur anatomi
dalam ginjal. Ukuran ginjal kanan normal adalah 8 14 cm, ginjal kiri berkisar 7 12 cm.
Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Eko parenkim ginjal relatif lebih rendah
dibandingkan dengan eko sinus ginjal. Medula dan korteks dapat jelas dibedakan. Pada keadaan
normal, eko korteks lebih tinggi daripada eko medula, yang relatif lebih hiperekoik. Tebal
parenkim ginjal normal hampir merata, di bagian tengah 1 2 cm dan di bagian kutub 2 3 cm.
Tebal parenkim ginjal dibandingkan tebal sinus ginjal kira-kira 1 : 2. Piramis medula berisi lebih
banyak cairan daripada korteks sehingga terlihat lebih hipoekoik, berbentuk segitiga, dengan
basis di korteks dan apeksnya di sinus. Eko sinus ginjal juga dikenal sebagai central pelvicaliceal
echo complex, terlihat sebagai daerah hiperekoik di bagian tengah ginjal. Hal ini disebabkan
karena di sekitar pelvis, infundibulum, dan kalises sebagian besar terdiri dari lemak. Pada pasien
ini ukuran dan parenkim ginjal masih normal, serta tidak ada pelebaran system pelviokalises.
Pemeriksaan radiologi lain yang dapat dilakukan adalah CT Scan dan MRI. Kedua pemeriksaan
ini dapat menghasilkan gambaran yang lebih baik daripada ultrasonografi. Tapi jarang dilakukan
karena mengingat dari segi biaya kedua pemeriksaan ini lebih mahal daripada ultrasonografi.
Kedua pemeriksaan ini tidak diperlukan pada pasien karena tidak dicurigai keganasan yang sulit
ditampilkan dengan pemeriksaan ultrasonografi.
Ada tiga gangguan tersering yang diakibatkan kista ini, jelasnya. Yang pertama adalah
gangguan karena pendesakan kista pada saluran kemih. Biasanya orang akan mengeluh
pinggangnya sakit. Sama halnya bila ada batu dalam salurah kemih. Selain itu kista bisa
menyebabkan timbulnya infeksi pada ginjal maupun saluran kencing. Gejala infeksi ini pada
umumnya sama, seperti demam, diikuti gangguan berkemih,. Saat kencing terasa nyeri dan
panas. Lalu, seringkali merasa ingin kencing, tapi kalau sudah berkemih tidak bisa lancar.
Kadang, bisa juga sampai timbul kencing darah. Gangguan yang ketiga, bila ditemukan bentukan
abnormal dalam kista tersebut. Hal ini biasanya terlihat saat dilakukan USG. Bisa bentukan
semi solid(padat), atau keruh,. Bentukan ini menunjukkan kemungkinan adanya keganasan.
Karena itu perlu dilakukan pemeriksaan yang lebih lengkap. Misalnya saja dengan MRI scan.
Ganas? Perlu Operasi. Kista ginjal jarang memerlukan tindakan operatif. Kebanyakan kista ini
tidak perlu diangkat. Meskipun ukurannya besar, asal tidak mengganggu fungsi ginjal, berarti
aman saja.
Penatalaksanaan terutama ditujukan pada terapi gejala, mengatasi komplikasi, dan perlambatan
progresivitas menuju ke gagal ginjal terminal. Kesakitan adalah gejala yang banyak dikeluhkan
pasien dan dapat diatasi dengan analgetik yang tidak nefrotoksik. Apabila kesakitan ini
disebabkan oleh pendesakan kista yang besar, kista yang pecah atau pendarahan, maka dilakukan
tindakan pembedahan. Terapi komplikasi, seperti halnya terapi terhadap infeksi, menghilangkan
obstruksi, mengatasi perdarahan, dan sebagainya.
Penyakit ginjal polikistik tidak dapat dicegah. Penatalaksanaan terutama ditujukan pada terapi
gejala, mengatasi komplikasi, dan perlambatan progresivitas menuju ke gagal ginjal terminal.
Kesakitan adalah gejala yang banyak dikeluhkan pasien dan dapat diatasi dengan analgetik yang
tidak nefrotoksik. Apabila kesakitan ini disebabkan oleh pendesakan kista yang besar, kista yang
pecah atau pendarahan, maka dilakukan tindakan pembedahan. Terapi komplikasi, seperti halnya
terapi terhadap infeksi, menghilangkan obstruksi, mengatasi perdarahan, dan sebagainya.
2.8. CHRONI C PARENCHI MAL RENAL DI SEASE
Penyakit ginjal kronik sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat diseluruh dunia. Prevalensi
penyakit ginjal kronik, dengan batasan nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60
ml/menit/1,73m 2 , dilaporkan bervariasi yaitu sekitar 20 % di Jepang dan Amerika Serikat, 6,4
sampai 9,8 % di Taiwan, 2,6 sampai 13,5 % di Cina, 17,7 % di Singapura dan 1,6 sampai 9,1 di
Thailand. Surve yang di lakukan oleh Perhimpunan Nefrologi Indonesia menunjukkan 12,5 %
populasi sudah mengalami penurunan fungsi ginjal.
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah gangguan struktur atau fungsi ginjal yang terjadi lebih dari
tiga bulan. Diperkirakan 800.000 penduduk Amerika mengalami PGK dengan kreatinin serum
2,0 mg/dl dan lebih dari 6,2 juta orang kadar kreatinin serum mencapai 1,5 mg/dl atau lebih.
Tabel.1. Batasan penyakit ginjal Kronik
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan :
Kelainan patologik atau
Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria, kelainan pada pemeriksaan pencitraan.
1. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73 m 2 selama > 3 bulan, dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.


KDOQI (Kidney Disease outcome Quality Initiatiative) membuat klasifikasi PGK dalam 5 tahap
berdasarkan tingkat penurunan fungsi ginjal yang dinilai dengan laju filtrasi glomerulus (LFG).
PGK stadium I ditandai dengan LFG 90 ml/min.1,73m 2 , sedangkan LFG 60 -89
ml/min.1,73m 2 disebut PGK stadium 2 atau penurunan fungsi ginjal ringan. Berbagai
kepustakaan mendefinisikan PGK apabila LFG mencapai < 60 ml/min.1,73m 2 , karena
pada.tingkat ini risiko progresifitas menuju penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) sangat besar.
Penurunan LFG mencapai 30-59 ml/min.1,73m 2 disebut PGK stadium 3, sedangkan LFG 15-29
ml/min.1,73m 2 disebut PGK stadium 4. PGK dengan LFG < 15 ml/min.1,73m 2 dikatagorikan
gagal ginjal atau stadium 5 yang membutuhkan terapi dialysis atau transplantasi ginjal untuk
pengganti ginjal. Oleh karena PGK stadium 3 mempunyai risiko tinggi berkembang menjadi
stadium 4 dan 5, maka NICE (National Institute for Health and Clinical Experience) membagi
stadium 3 menjadi 3A bila LFG mencapai 49-59 ml/min.1,73m 2 dan stadium 3B bila LFG 30-
44 ml/min.1,73m.
Tabel.2. Stadium PGK berdasarkan penurunan LFG.
STAGE PENYAKIT KRONIK KYDNEY DISEASE
Stage Description GFR
1 GFR normal / meningkat >90
2 Ringan 60-89
3 Sedang 30-59
4 Berat 15-29
5 Gagal gijal /GFR < 15 <15
Deteksi dini kerusakan ginjal sangat penting untuk dapat memberikan pengobatan segera,
sebelum terjadi kerusakan dan komplikasi lebih lanjut. Pada stadium paling dini penyakit ginjal
kronik, terjadi kehilangan daya cadangan ginjal (renal reverse) pada keadaan dimana basal
LFG masih normal atau malah meningkat.Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60 % penderita masih belum merasakan keluhan,
tetapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Pada LFG sudah 30% mulai
terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia , badan lemah, mual dan napsu makan berkurang dan
penurunan berat badan . pada LFG dibawah 30% akan memperlihatkan tanda dan gejala uremia
yang nyata seperti anemia, tekanan darah meningkat, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium,
pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.
Perubahan fungsi dan struktur pada ginjal mencetuskan penurunan kompensasi tahanan vascular
ginjal, meningkatkan aliran plasma, hiperfiltrasi glomerulus serta merangsang RAAS. Faktor
neurohumoral seperti angiotensin II, system simpatis dan sitokin terlibat secara sinergis pada
mekanisme kompensasi ini. Selanjutnya angiotensin II yang berpengaruh pada tekanan darah
berperan langsung pada peningkatan tekanan kapiler glomerulus dengan memvasokontriksi
arteriole efferent dan meningkatkan pengaturan respon ginjal. Walaupun belum terjadi kerusakan
glomerulus, respon kompensasi yang menetap meningkatkan tekanan pada dinding glomerulus,
dengan adanya hipertensi, dislipidemia dan hiperglikemia secara bertahap akan menyebabkan
kerusakan nefron, glomerulosklerosis dan akhirnya penyakit ginjal stadium akhir.
2.9. INKONTINENSIA URIN
Inkontinensia urin yaitu ketidakmampuan menahan air kemih yang dapat disebebkan oleh
berbagai kelainan. Dalam keadaan normal kandung kemih terisi sampai sepenuh kapasitasnya (s
kontraksi otot sekitar 300ml) dengan tekanan isotonic, tidak tergantung pada banyak isisnya.
Reflex miksi yang terdiri atas kontraksi otot detrusor, dan relaksasi spincter uretra, bagian
proksimal terjadi ditingkat S3-S4. Pengendalian kesadaran termasuk pada malam hari dapat
menunda reflek miksi untuk beberapa waktu. Hilangnya kendali ini dapat disebabkan oleh
kelainan da gangguan faal kotek otak, gangguan reflek sacral, dan kelainan serta gangguan
fungsi otot detrusor.
a. Klasifikasi
A.Transient I ncontinence (6,7,12,13,14)
Inkontinensia transien sering terjadi pada usila. Jenis inkontinesia ini mencakup sepertiga
kejadian inkontinensia pada masyarakat dan lebih dari setengah pasien inkontinensia yang
menjalani rawat inap.
Penyebab-penyebab inkontinensia transien (reversibel)
Delirium / confusional state
I nfection urinary (symptomatic)
Atrophic urethritis / vaginitis
Pharmaceuticals
Psychological
Excessive urine output (cardiac, DM)
Restricted mobility
Stool impaction
B. True I ncontinence / Established Incontinence
Jika kebocoran menetap setelah penyebab inkontinensia transien dihilangkan, perlu
dipertimbangkan penyebab inkontinensia yang berasal dari traktus urinarius bagian bawah. True
incontinence dapat diklasifikasikan berdasarkan gejalanya menjadi :
1. Stress incontinence
Genuine stress incontinence (GSI) terjadi saat tekanan intravesikal melebihi
tekanan maksimum uretra tanpa disertai aktivitas detrusor yang menyertai peningkatan tekanan
intra abdominal. Peningkatan tekanan intra abdominal biasanya terjadi saat batuk, bersin, tertawa
dan aktivitas fisik tertentu (contoh : mengedan). GSI dapat terjadi karena penurunan leher
kandung kemih dan uretra bagian proksimal, hilangnya tahanan uretra atau keduanya (paling
sering). Tekanan uretra yang rendah didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana tekanan uretra
maksimum kurang dari 20cmH2O atau Valsava leak pressure kurang dari 60cm H2O.
2. Overflow incontinence
Terjadi karena kandung kemih mengalami distensi secara berlebihan hingga ke titik dimana
tekanan intravesikal melebihi tahanan uretra (tahanan outlet), tetapi
tanpa disertai dengan adanya aktivitas detrusor atau relaksasi outlet. Kondisi ini bisa terjadi
karena dua hal :
a. Obstruksi outlet kandung kemih contoh Benign Prostat Hyperplasia pada pria, stenosis uretra
pada wanita, kontraktur leher kandung kemih, pasca operasi anti inkontinen seperti pubovaginal
sling atau bladder neck suspension.
b. Kandung kemih atoni seperti pada diabetic autoneuropathy, spinal cord trauma,
herniated lumbar disc, peripheral neuropathy.
Sulit untuk membedakan antara 2 etiologi tersebut diatas (terutama pada usila dengan diabetik
yang disertai dengan pembesaran prostat) akan tetapi pemeriksaan Pressure-Flow Study (PFS)
akan menampakkan bentuk high pressure-low flow untuk obstruksi prostatik dan low pressure-
low flow untuk atonia kandung kemih. Riwayat klasik untuk kondisi ini adalah adanya nocturnal
enuresis. Terkadang pasien merasakan hal tersebut sebagai stress incontinence. Kecurigaan
akan kondisi ini didasarkan pada penemuan adanya kandung kemih yang berdistensi pada
pemeriksaan abdominal dan PVR yang besar.
3. Urge incontinence
Tipe inkontinensia ini ditandai dengan adanya keinginan berkemih yang kuat secara mendadak
tetapi disertai dengan ketidakmampuan untuk menghambat reflex miksi, sehingga pasien tidak
mampu mencapai toilet pada waktunya. Riwayat kondisi ini khas dengan adanya gejala
overactive bladder (frekuensi, urgensi) serta faktor-faktor presipitasi yang dapat diidentifikasi,
seperti cuaca dingin, situasi yang menekan, suara air mengalir. Urge incontinence dapat
disebabkan oleh karena detrusor myopathy, neuropathy atau kombinasi dari keduanya. Bila
penyebabnya tidak diketahui maka disebut dengan idiopathic urge incontinence.
4. Reflex incontinence
Hilangnya inhibisi sentral dari jaras aferen atau eferen antara otak dan sacral spinal cord.
Kondisi ini terjadi sebagai akibat kelainan neurologis susunan syaraf pusat. Merupakan suatu
bentuk inkontinensia dengan keluarnya urin (kontraksi detrusor involunter) tanpa suatu bentuk
peringatan atau rasa penuh (sensasi urgensi).
Biasanya terjadi pada pasien stroke, Parkinson, tumor otak, SCI atau multiple
sclerosis. Adanya relaksasi uretra yang tidak tepat atau beberapa bentuk abnormalitas sfingter
diduga merupakan penyebab terjadinya hal ini.
5. Mixed I ncontinence
Merupakan inkontinensia urin kombinasi antara stress dan urge incontinence. Pada kondisi ini
outlet kandung kemih lemah dan detrusor bersifat overactive. Jadi pasien akan mengeluhkan
adanya keluarnya urin saat terjadi peningkatan tekanan
intra abdominal disertai dengan keinginan kuat untuk berkemih. Penyebab yang paling sering
adalah kombinasi hipermobilitas uretra dan intabilitas detrusor. Salah satu contoh klasik keadaan
ini tampak pada pasien meningomyelocele disertai dengan leher kandung kemih yang
inkompeten dan detrusor hyperreflexic. Terapinya sama dengan terapi urge incontinence.
6. Total incontinence
Kondisi ini terjadi pada dua situasi :
1. Saat terdapat abnormalitas kongenital traktus urinarius bagian bawah, contoh insersi ureter
ektopik dibawah sfingter eksternal. Pasien mengeluhkan adanya
dribbling urin secara terus menerus.
2. Pasca operasi (lebih sering) contoh vagino-vesical fistula, pasca TURP, pasca prostactetomy
radikal. Terjadi kebocoran terus menerus dan kandung kemih tidak lagi mampu untuk melakukan
fungsi penyimpanan.
Secara Patofisiologi malfungsi traktur urinarius bagian bawah dapat dibedakan menjadi 4
kondisi:
1. Detrusor Overactivity (DO)
Kondisi dimana urin keluar karena disebabkan bukan karena kegagalan penutupan uretra akan
tetapi oleh karena kontraksi kandung kemih yang tidak dapat diinhibisi (Abrams et al., 1988)
(6,13) . Keadaan ini merupakan penyebab inkontinensia paling sering kedua pada dewasa berusia
pertengahan dan penyebab utama inkontinensia pada usila baik pria maupun wanita.
2. Detrusor Underactivity
Merupakan penyebab inkontinensia pada 5-10% kasus. Dapat disebabkan karena cedera mekanis
syaraf (contoh kompresi diskus atau tumor) yang mempersyarafi kandung kemih atau karena
neuropati otonomik pada diabetes, anemia pernisiosa, penyakit Parkinson, alkoholism atau tabes
dorsalis.
3. Outlet I ncompetence
Outlet Incompetence mungkin merupakan penyebab utama inkontinensia pada wanita usia
pertengahan dan penyebab kedua terbanyak pada wanita usila; kondisi ini jarang terjadi pada pria
kecuali bila sfingternya mengalami kerusakan karena operasi. Outlet incompetence ini secara
klinis akan tampak sebagai stress incontinence.
4. Outlet Obstuction
Outlet Obstruction merupakan penyebab ke dua paling banyak untuk pria tua dengan
inkontinensia dan jarang terjadi pada wanita. Pada pria hal ini biasanya disebabkan karena
hipertrofi prostat, walaupun sebagian besar pria yang mengalami obstruksi tidak selalu menjadi
inkontinen. Selain itu dapat juga disebabkan oleh karena adanya striktur uretra. Gejalanya akan
tampak sebagai suatu frekuensi, nokturia, urgensi atau hesitancy, dribbling setelah berkemih dan
retensi urin.
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada anamnesis didapatkan; Tn. M, 65 tahun, dengan keluhan pipis berwarna merah sejak 1
minggu sebelum dibawa ke rumah sakit, kejadian ini berlangsung mendadak, awalnya pipis
berwarna merah terang lalu beberapa hari berubah menjadi kehitaman lama kelamaan menjadi
merah terang kembali. Pasien mengatakan pipis berwarna merah dari awal keluar sampai akhir
pipis, saat pipis selalu sampai tuntas. Saat sebelum mulai pipis dan saat mengeluarkan pipis
pasien merasakan panas dan nyeri tusuk-tusuk dan bila selesai pipis maka nyeri dan panas
menjadi hilang.
Pasien juga mengeluh perut bawah terasa nyeri melilit sejak 15 hari diikuti gejala mual dan
penurunan nafsu makan sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh 2 hari
sebelum gejala pasien demam tinggi pasien sempat berobat ke pak mantri mendapat obat 4
macam pasien tidak tahu nama obatnya, pasien cuma minum sehari..
4 hari terakhir ini warna pipis kembali berwarna kuning. seperti semula, panas sebelum dan saat
pipis berkurang dan nyeri perut berkurang, nafsu makan menjadi baik lagi.
Selain keluhan di atas, pasien juga mempunyai keluhan tidak bisa menahan pipis sejak 3 bulan
yang lalu, selain tidak bisa menahan pipis pasien menyatakan tidak punya perasaan ingin kencing
tetapi pipis langsung keluar begitu saja yang berlangsung sampai sekarang. Keadaan umum
tampak lemah, pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan. Dari pemeriksaan penunjang
ditemukan, Pemeriksan USG Renal: disimpulkan: Renal cyst dengan chronic parenchimal renal
disease grade 2. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan disimpulkan diagnosis kerja bahwa pasien ini menderita
Gross hematuri et cauza kista ginjal dd chronic parenchimal renal disease grade II
Inkontinensia urin.

You might also like