You are on page 1of 31

LAPORAN TUTORIAL

BLOK ORAL DIAGNOSA DAN RENCANA PERAWATAN


PENYAKIT DENTOMAKSILOFASIAL
Skenario IV Orthodonsia

Disusun Oleh Kelompok Tutorial 1:
Ketua : Bimasakti Wahyu Irianto (121610101074)
Scriber Papan : Aisyah Gediyani Permatasari (121610101098)
Scriber Meja : Windhi Tutut M (121610101088)
Anggota :
Inetia Fluidayanti (121610101001)
Yuni Aisyah Puteri (121610101006)
Medina Nanda Utami (121610101007)
Nazala Zetta Zettira (121610101011)
Rina Wahyu H (121610101012)
Gita Putri Kencana (121610101013)
Hayyu Safira Fuadillah (121610101014)
Haris Mega Prasetyo (121610101076)
Rio Faisal Ariady (121610101095)
Ilvana Ardiwirastuti (121610101099)
Niken Wibawaningtyas (121610101105)
Nungky Tias Susanti (121610101106)


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
TAHUN 2014
1


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
hidayahNya penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario 4
Orthodonsia dengan baik serta tepat waktu.
Laporan tutorial ini disusun untuk melengkapi tugas tutorial dengan
didukung oleh referensi-referensi yang bisa dipertanggungjawabkan. Laporan ini
bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas dari materi tutorial,
agar para mahasiswa Universitas Jember bisa melaksanakan strategi belajar
dengan menggunakan Teknologi Informasi.
Penulis menyusun laporan tutorial ini melalui berbagai tahap baik dari
pencarian bahan, pembahasan, belajar mandiri, dan lain-lain. Laporan ini tidak
mungkin terwujud tanpa adanya kerjasama yang baik dengan pihak-pihak yang
terlibat. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. drg. Rudi Julianto, M Biomed sebagai tutor yang telah banyak
membantu dalam proses tutorial.
2. Teman-teman anggota tutorial 1
Semoga laporan tutorial ini bisa bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya.Tiada gading yang tak retak,apabila ada yang kurang sempurna
dalam laporan ini,penulis sangat mengharapkan kritik dan saran pembaca guna
perbaikan lebih lanjut pada masa yang akan datang.


Jember, 5 April 2014

Penulis
2


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................... 1
Daftar Isi ......................................................................... 2
Skenario ......................................................................... 3
Step I ......................................................................... 4
Step II ......................................................................... 4
Step III ......................................................................... 4
Step IV ......................................................................... 10
Step V ......................................................................... 11
Step VII ......................................................................... 12
Daftar Pustaka ......................................................................... 30








3



SKENARIO 1
SKENARIO
Pasien wanita usia 10 tahun datang ke bagian orthodonsia FKG
Universitas Jember dengan keluhan ingin memperbaiki posisi gingivanya yang
tidak teratur. Kondisi umum pasien normal dan tidak ada kelainan
Tugas : analisa diagnosa maloklusi, etiologi, diskrepansi, pada model,
macam perawatan, rencana perawatan dan desain alat lepasan.

















4

STEP 1:
Diskrepansi : Selisih tempat yang dibutuhkan dan tempat yang tersedia pada
gigi dalam lengkung rahang dengan menggunakan model. Penghitungan
diskrepansi digunakan untuk mengetahui kelebihan atau kekurangna tempat
sehingga dapat menentukan rencana perawatan yang tepat.
Maloklusi : Bentuk hubungan rahang atas dan rahang bawah yang
menyimpang dari bentuk yang normal

STEP 2 :
1. Apa saja etiologi dari maloklusi?
2. Bagaimana menganalisa diagnosa pada pasien maloklusi?
3. Bagaimana cara menghitung diskrepansi pada model?
4. Apa saja dasar pertimbangan pada perawatan orthodonsia?
5. Apa saja rencana perawatan pada bidang orthodonsia?

STEP 3
1. Etiologi maloklusi secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Faktor Umum, yaitu faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi
terjadinya maloklusi diantaranya:
Herediter
Lingkungan. Lingkungan yang dimaksut bisa lingkungan pre natal
(sebelum kelahiran) atau post natal (setelah kelahiran). Lingkungan
pre natal biasanya akibat konsumsi obat-obatan atau zat kimia yang
mempengaruhi kondisi kehamilan. Sedangkan lingkungan post natal
yang merupakan lingkungan yang mempengaruhi setelah kelahiran
5

misalnya pada proses kelahiran menggunakan forceps, kecelakaan,
jatuh yag mengakibatkan fraktur pada condil sehingga menyebabkan
asimetri muka.
Penyakit sistemik. Contoh penyakit sistemik adalah penyakit yang
mengganggu produksi hormon sehingga mempengaruhi pertumbuhan
rahang dan gigi,misalnya : hipertiroid,hipotiroid.
kelainan kongenital.
Bad Habbit
Problema diet
Posisi tubuh
2. Faktor Lokal, yaitu faktor yang langsung mempengaruhi terjadinya
maloklusi. faktor ini melibatkan kelainan pada gigi diantaranya :
Persistensi gigi sulung
Tanggal prematur
Anomali gigi (bentuk, jumlah)
Letak salah benih
Karies
DDM
Pada kasus maloklusi kelas I, etiologi umumnya disebabka oleh adanya
diskrepansi baik rahang atas maupun bawah. Maloklusi kelas II yang terbagi
menjadi 2 sub divisi umumnya dikarenakan faktor genetik ,lingkungan dan juga
skeletal . Maloklusi kelas III dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor skeletal.

2. Tahap analisa diagnosa pada orthodonsia
1. Analisa Umum.
6

Identifikasi Pasien (nama,umur,alamat). Umur penting diketahui
untuk menentukan pasien pada fase gigi pergantian atau gigi
permanen yang berpengaruh pada rencana perawatan pasien.
Tinggi Badan dan Berat Badan
Identifikasi keluhan utama
Keadaan fisik
Riwayat penyakit sistemik tertentu
Etiolohi karena adanya faktor herediter
Bad Habbit
2. Analisa Lokal
Intra Oral Pemeriksaan intra oral meliputi keadaan mukosa,gigi,lidah
Ekstra Oral meliputi pemeriksaan: bibir, tipe wajah,tipe
kepala,lengkung gigi,bentuk palatum, kesimetrian wajah.
3. Analisa fungsional
Path of closure
Gangguan pada TMJ
Free way space
4. Analisa Model
Bentuk lengkung gigi
Jumlah lebar 4 insisiv rahang atas .Hal ini untuk mengethaui apakah
adanya makrodontia atau mikrodontia. Jumlah total 4 insisiv normal
adalah 28-36mm
Diskrepansi model.Kekurangan tempat kurang dari 4 mm tidak perlu
dilakukan ekstraksi, pada kekurangan 5-9 mm perlu adanya
pertimbangan untuk ekstraksi atau ekspansi/strippling. Sedangkan
kekurangan 10mm atau lebih perlu dilakukan ekstraksi.
7

Curve of spee. Yaitu garis imajiner antara insisal edge insisiv dan
molar dua permanen.terdapat tiga penilaian, datar,cembung (-) ,
cekung (+)
Pergeseran gigi
Pergeseran terhadap garis median
Gigi yang salah posisi
Relasi rahang atas dan rahang bawah.
Secara universal diagnosa dibagi dua ,yaitu
1. Essential : meliputi analisa umum, analisa lokal, analisa fungsional, dan
analisa model
2. Tambahan:
Chepalometri : untuk mengetahui pola skeletal dan profil wajah
Elektromiografi : mengetahui adanya anomali atau kelainan pada
tonus-tonus otot facial
Radiografi pergelangan tangan
BMR
3. Menghitung diskrepansi pada model
Menghitung diskrepansi pada model harus mengetahui availabel space dan
required space pada model. Available space dihitung dengan menggunakan
brushwire dari mesial gigi molar permanen I kiri ke molar permanen I kanan
dilewatkan pada lengkung rahang yang benar. Atau dengan menggunakan tabel
sitepu dengan mengetahui jumlah 4 insisiv rahang bawah lalu dicocokkan pada
nilai yang sesuai. Reqquired space adalah tempat yang dibutuhkan dengan cara
menghitung jumlah lebar mesio distal pada lengkung yang terbesar gigi permanen
kiri sampai mesial gigi molar pertama permanen kanan.
8

Diskrepansi dihitung dengan mengurangi available space dengan required
space. Bila hasil + maka terjadi kelebihan space sehingga tidak perlu adanya
ekstraksi, sedangkan bila hasil maka terjadi kekurangan tempat.
4. Dasar pertimbangan rencana perawatan
Pertimbangan umur
Keadaan gigi, menyangkut keparahan maloklusi dan OH pasien
Kematangan tulang
Estetika
Finansial
Kooperatif dari pasien
Indikasi Alat lepasan :
Hanya untuk beberapa gigi yang abnormal/maloklusi
digunakan pada masa gigi pergantian

Indikasi Alat cekat :
Untuk umur diatas 12 tahun
Digunakan pada pasien pada fase gigi permanen
Kelainan maloklusi bersifat kompleks
5. Rencana Perawatan
1. Early Treatment, pada perawatan ini meliputi:
Preventif treatment : pada fase ini belum terjadi adanya maloklusi,
sehingga perawatan lebih ditekankan pada tindakan pencegahan
seperti pemberian DHE, space maintainer.
Interseptif treatment: merupakan perawaan yang mencegah adanya
maloklusi yang berkembang lebih parah. Pada tahap ini sudah
terjadi maloklusi tapi belum parah.
9

2. Corrective treatment
Sudah terjadi maloklusi, sehingga diperlukan perawatan
orthodontic lebih lanjut.
3. Rehabilitative treatment

















10


STEP 4 MAPPING



















Pasien datang dengan
maloklusi
Pemeriksaan Subjektif Pemeriksaan Objektif PemeriksaanPenunjang
Analisa
Klasifikasi Maloklusi
Etiologi
Rencana Perawatan
dasar Pertimbangan
Ekstraksi non Ekstraksi
Piranti ortho cekat Piranti ortho lepasan
11


STEP 5
1 Mengetahui dan memahami klasifikasi maloklusi
2. Mengetahui dan memahami tujuan dan manfaat analisa diagnosa
3. Mengetahui dan memahami macam dan rencana perawatan
4. Mengetahui dan memahami desain alat lepasan















12


STEP 7
LO 1: Mengetahui dan memahami klasifikasi maloklusi
Klasifikasi dari maloklusi dirumuskan oleh Dr. E. H Angle. Seorang
perintis orthodonthi yang terkenal, pada tahun 1898. Beliau menentukan
klasifikasi dari maloklusi berdasarkan hubungan antar gigi molar pertama tetap di
rahang atas dan gigi molar pertama tetap dirahang bawah. Gigi M1 itu dipakai
sebagai fixed point = land mark sebab menurut anggapannya kedudukan dari
M1 ini adalah yang paling stabil, jarang berubah kedudukannya dari yang lain,
karena M1 ini ditunjang/ ditanam didalam tulang zygomaticus yang kuat sekali.
Suatu tulang yang kuat seakan menurun dari zygomaticus, menuju ke
processus alveolaris, melingkupi akar-akar dari M1 atas, ridge ini terletak
langsung diatas akar mesio-buccal dari M1 atas. Hal ini oleh Dr. Atkinson
dinamakan Key Ridge.
Dr. Angle membagi maloklusi atas 3 kelas, yakni :
1. Maloklusi kelas I
2. Maloklusi kelas II
3. Maloklusi kelas III
Oleh Dr. Lischer klasifikasi Dr. Angle diubah sebagai berikut :
1. Kelas I Angle disebut neutroklusi. Kelas I Angle adalah lengkungan gigi atas
dan bawah mempunyai hubungan mesio-distal yang normal. Dimana mesio-
buccal cusp dari M1 atas terletak di buccal groove M1 bawah, dan mesio-
palatal cusp dari M1 atas terletak disentral fossa M1 bawah, disto-buccal cusp
dari M1 atas terletak diantara embrassure M1 bawah dan M2 bawah. Letaknya
C atas interlock antara C bawah dan P1 bawah.
13


Oleh Dr. Martin Dewey, maka kelas I maloklusi dari Angle dibagi menjadi
atas beberapa tipe yakni :
Type 1 : gigi-gigi insisiv berjejal-jejal dan gigi caninus sering terletak di
labial.
Type 2 : protrusi atau labioversi dari insisiv atas.
Type 3 : satu atau lebih dari satu gigi insisiv atas adalah lebih ke arah
lingual terhadap gigi insisiv bawah (crossbite anterior).
Type 4 : crossbite pada gigi-gigi molar atau premolar (posterior crossbite).
Type 5 : mesial drifting dari molar yang disebabkan karena tanggalnya
gigi depannya.
Type 6 : spacing, openbite.

2. Kelas II Angle disebut distoklusi. Kelas II Angle adalah gigi rahang bawah
letaknya lebih distal daripada keadaan normal dalam hubungannya dengan
gigi-gigi dan lengkungan gigi dirahang atas. Mesio-buccal cusp dari M1 atas
letaknya lebih ke mesial dari buccal groove M1 bawah.




14

Kelas II maloklusi Angle ada 2 divisi yaitu :
Divisi I : bilateral distal (insisiv atas protrusi)
Subdivisi : unilateral distal (hanya menggunakan atas sisi saja)
Divisi II : bilateral distal (insisiv atau retrusi / steep bite)
Subdivisi : unilateral distal
o Gejala-gejala dari kelas II divisi I :
Gigi-gigi insisiv atasnya protrusi
Lengkung gigi atas yang sempit, dan bentuk palatum yang tinggi
Perkembangan dari mandibula yang kurang
Deep overbite/overjet
Tekanan daro otot-otot yang abnormal
Bibir atas pendek dan naik keatas
Sering bernafas melalui mulut
Pertumbuhan ke jurusan transversal kurang
Mento labial sulcus dalam
Mencacat muka
Bone stabilitnya baik
o Gejala-gejala dari kelas II divisi 2 :
Lengkung gigi bawah adalah dalam relasi distal deperti pada divisi I
Lengkung gigi atas adalah tidak begitu sempit
Berjejal-jejal, dari gigi insisiv atas dan inklinasinya lebih kelingual
(steep bite)
Setengah dari bagian mesial gigi insisiv lateral, menutupi setengah
bagian distal dari insisiv sentral
Deep overbite
Perkembangan dari mandibula hampir normal
Tidak ada kebiasaan bernafas melalui mulut
Pertumbuhan dalam jurusan transversal boleh dikatakan normal
Bone stability tidak baik
Tidak begitu mencacat muka
15

Pertumbuhan kearah vertikal kurang

3. Kelas III Angle disebut mesioklusi. Kelas III Angle adalah gigi-gigi rahang
bawah letaknya lebih mesial daripada normal dalam hubungannya dengan
gigi-gigi rahang atas. Mesio-buccal cusp M1 atas letaknya lebih kedistal
daripada di buccal groove M1 bawah.


Kelas III Angle (mesioklusi) dapat dibagi beberapa type :
Type 1 : hubungan incisornya adalah edge to edge
Type 2 : insisiv atas menumpang pada insisiv bawah, seperti hubungan
yang normal dan insisiv bawah agak berjejal-jejal.
Insisiv atasnya adalah linguoversi crossbite dan hal ini merupakan
progeny.
Maloklusi kelas III dapat disebabkan karena pertumbuhan yang berlebihan
dari mandibula. Pertumbuhan yang berlebihan dari mandibula janganlah
dikelirukan dengan anterversion. Hal ini tidaklah suatu posisi mesial dari
condyl di dalam glenoid fossa, tapi ini adalah seluruhnya merupakan
pertumbuhan yang berlebihan dari mandibula. Lengkungan gigi bawah adalah
lebih ke mesial dibandingkan yang keatas. Mesiobuccal cusp dari M1 atas
terletak pada buccal embrassure yang terletak antara M1 dan M2 bawah.
Maloklusi kelas III dapat pula oleh karena perkembangan dari lengkungan gigi
atas yang kurang dan perkembangan lengkungan gigi bawah yang berlebihan.
Maloklusi kelas II dan kelas III, sifatnya sangat progresif, apabila tidak cepat-
cepat dirawat sewaktu usianya masih muda, maka makin memburuk dan akan
berkembang dentofacial deformity (cacat muka dan gigi).
16

Modifikasi klasifikasi maloklusi Angle oleh Lischer
Lischer memodifikasi klasifikasi Ange dengan member isstilah-istilah lain
untuk masing-masing klasifikasi dari angle. Modifikasi itu antara lain:
neutroklusi, distoklusi, dan mesioklusi untuk klasifikasi Angle kelas 1, kelas II,
dan kelas III Angle. Selain itu Lischer juga memberikan istilah-istilah lain untuk
maloklusi, diantaranya:
a. Neutrocclusion : sama dengan maloklusi Klas I Angle.
b. Distocclusion : sama dengan maloklusi Klas II Angle.
c. Mesiocclusion : sama dengan maloklusi Klas III Angle.
d. Buccocclusion : sekelompok gigi atau satu gigi yang terletak lebih ke
buccal.
e. Linguocclusion : sekelompok gigi atau satu gigi yang terletak lebih ke
lingual.
f. Supraocclusion : ketika satu gigi atau sekelompok gigi erupsi diatas batas
normal.
g. Infraocclusion : ketika satu gigi atau sekelompok gigi erupsi dibawah
batas normal.
h. Mesioversion : lebih ke mesial daripada posisi normal.
i. Distoversion : lebih ke distal daripada posisi normal.
j. Transversion : transposisi dari dua gigi.
k. Axiversion : inklinasi aksial yang abnormal dari sebuah gigi.
l. Torsiversion : rotasi gigi pada sumbu panjang.


Klasifikasi Banner:
Banner mengklasifikasikan maloklusinya menurut etiologi yang
menyebabkan maloklusinya, klasifikasi tersebut dibagi menjadi tiga seperti
klasifikasi Angle.
Klas I : posisi abnormal satu gigi atau lebih dikarenakan faktor lokal.
17

Klas II :formasi abnormal baik satu maupun kedua rahang dikarenakan
defek perkembangan pada tulang.
Klas III : hubungan abnormal antara lengkung rahang atas dan bawah, dan
antar kedua rahang dengan kontur facial dan berhubungan dengan
formasi abnorla dari kedua rahang.


LO 2: Mengetahui dan memahami tujuan dan manfaat analisa diagnosa

ANALISA FUNGSIONAL
- Free way space
Free way space merupakan selisih jarak selisih jarak antara posisi
mandibula saat berada dalam keadaan istirahat dengan oklusi sentris.
Normalnya nilai free way space berkisar antara 2-4 mm. Tujuan
dilakukannya pengkuran free way space adalah untuk menentukan apakah
perlu dibuatkan peninggian gigit pada posterior apabila terdapat crossbite
di anterior. Pemeriksaan free way space dapat dilihat dengan cara pasien
duduk dengan tegak, kemudian diukur penghitungan jarak dari ujung
hidung ke ujung dagu. Apabila free way space lebih kecil dari tumpang
gigit, atau tumpang gigit lebih besar dari free way space, maka perlu
dibuatkan peninggian gigit posterior. Apabila free way space lebih besar
daripada tumpang gigit maka tidak perlu dibuatkan peninggian gigit di
posterior.

- Path of closure
Path of closure merupakan gerakan mandibula dari posisi istirahat menuju
oklusi sentris. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat deviasi mandibula
atau displacement mandibula. Path of closure dilihat dari garis median,
apakah ada perubahan garis median. Apabila posisi garis median pada saat
18

posisi istirahat menuju oklusi sentris tidak terdapat pergeseran berarti tidak
ada gangguan path of closure, tetapi apabila posisi garis median terdapat
pergeseran karena cenderung mencari posisi yang tepat dan sesuai untuk
menuju oklusi sentris berarti terdapat gangguan path of closure. Sebelum
memeriksa path of closure sebagai dokter gigi kita harus mengetahui
gerakan mandibula yang normal. Path of closure dikatakan normal apabila
gerakan mandibula ke atas, ke muka dan belakang.
- TMJ ( Temporo Mandibular Joint )
TMJ merupakan sendi yang berada diantara processus condoloideus dan
fossa glenoidea. Sendi ini memiliki peran vital dalam setiap pergerakan
mandibula meliputi membuka dan menutup mulut.
Pemeriksaan pada regio TMJ dilakukan dengan meletakkan kedua ujung
jari operator di bagian luar meatus acusticus eksternus bagian kiri dan
kanan penderita. Kemudian penderita diinstruksikan membuka dan
menutup mulut. Apabila ditemukan ke abnormalan pada TMJ maka
pemeriksa akan merasakan bunyi Kliking, krepitasi ataupun Popping.
Berikut ini beberapa klasifikasi bunyi TMJ :
1. Klik halus : bunyi ini dihasilkan dari pembukaan pada lebar-sedang (
lebih besar dari 10 cm ) sering disebut dengan popping click (bunyi
letusan klik ) oleh orang yang mengalaminya dan seringkali juga
didengar oleh individu yang tidak menderita kelainan TMJ tetapi
karena inkoordinasi otot (otot yang tidak terkooordinassi). Bunyi-
bunyi ini biasanya berupa ledakan pendek pada frekuensi rendah dan
amplitudo rendah.
2. Gemerisik halus : di sini bunyi dihasilkan dari posisi pembukaan mulut
yang lebar ( lebih dari 2cm) bunyi seperti ruas tulang saling bergeser
satu sama lain. Bunyi ini ditemukan dominan pada waqnita muda saat
munculnya molar ketiga.
3. Klik keras : bunyi TMJ ini terjadi pada bagian dekat-tengah pada
siklus membuka (sekitar 1-2 cm) dapat dijelaskan sebagai klik retakan
atau bergeretak. Munculnya bunyi tersebut adalah kelainan spesifik
19

dari permukaan sendi. Bunyi yang terdeteksi adalah tajam dan
mengandung sejumlah puncak amplitudo tinggi, yang berarti bahwa
permukaan TMJ mengalami abrasi.
4. Gemerisik keras ; dihasilkan pada pembukaan dekat ( kurang dari 1 cm
) bagian/penampang penutupan dari siklus bunyi ini menyerupai
seperti melangkah di atas kerikil. Timbulnya bunyi ini menunjukkan
dengan kuat adanya perubahan arthritis pada TMJ.

LO 3: Mengetahui dan memahami macam dan rencana perawatan
Rencana perawatan dilakukan berdasarkan perhitungan diskrepansi total.
Perhitungan diskrepansi total meliputi perhitungan deiskrepansi model,
segmental, path of closure, kurva spee, dan kehilangan penjangkaran. Tujuan
rencana perawatan untuk mendisain strategi operator dengan bijaksana dan hati-
hati dalam menggunakan keputusannya yang digunakan untuk menyelesaikan
problem, dengan memaksimalkan manfaat bagi pasien dan meminimalkan bahaya
dan resikonya.
Untuk menentukan rencana perawatan, maka hasil diagnosis disusun dalam
daftar yang lengkap mengenai masalah yang dialami pada rongga mulut pasien.
Langkah pertama dalam merencanakan perawatan ortodontik adalah memisahkan
problem patologi dari problem ortodontik (perkembangan), maka proses rencana
perawatan dapat diatur sebagai berikut.
1. problem ortodontik dijadikan prioritas
2. catat kemungkinan perawatan dengan lengkap
3. evaluasi kemungkinan solusinya, pertimbangkan factor-faktor
yang berpengaruh
4. jelaskan konsep rencana perawatan dengan pasien dan
keluarganya
5. buat rencana perawatan secara detail dan tahap-tahapnya
20


Dalam melakukan perawatan ortodontik, prinsip utamanya adalah pasien
tidak harus dalam keadaan kesehatan yang sempurna untuk mendapatkan
perawatan ortodontik. Namun jika kondisi pasen disertai dengan adanya suatu
kondisi patologis yang menyertai harus dalam pengawasan atau dihentikan.
Sebelum dilakukan perawatan otodntik maka kondisi patologis pasien tersebut
harus di rawat terlebih dahulu. Pada serangkaian perawatan, perawatan ortodontik
dapat dilakukan setelah mengntrol keadaan penyakit sistemik, penyakit peridontal
maupun pembuatan restorasi gigi.
Tahap selanjutnya dari rencana perawatan adalah dengan mendaftar
kemungkinan-kemungkinan perawatan yang dapat dilakukan dari tiap masalah
yang ada di rongga mulut pasien dimulai dari prioritas tertinggi. Pada tahap ini
tiap problem dipertimbangakn secara individual.
Rencana perawatan yang pertama dilakukan ialah DHE, sebab tak jarang
dijumpai penurunan tingkat oral hygiene pengguna alat ortho setelah pemasangan
diakibatkan proses adaptasi dan kemungkinan kesulitan pembersihan. Kemudian,
jika pasien memiliki kebiasaan buruk, dengan catatan kebiasaan ini dapat
menyebabkan maloklusi dan belum terkoreksi, maka kebiasaan buruk ini harus
dihilangkan terlebih dahulu. Setelah itu kemudian dilakukan koreksi maloklusi.
Pada akhir perawatan ortho, perlu dilakukan evaluasi dengan melalui index
maloklusi, apakah berkurang atau bertambah setelah perawatan. Evaluasi juga
dapat dilakukan ketika gigi terakhir akan erupsi.
Dalam melakukan rencana perawatan, maka harus diperhatikan beberapa
faktor yang dapat menjadi pertimbangan, antara lain :
1. Interaksi antar kemungkinan solusi
Interaksi antar kemungkinan solusi dari berbagai masalah pada rongga
mulut pasien akan lebih mudah diketahui jika kemungkinan-
kemungkinannya perawatan bagi setiap keluhan pasien yang
diprioritaskan ditulis dalam suatu daftar sehingga dapat diketahui
21

apakah perawatan yang satu juga dapat membantu untuk perawatan pada
keluhan yang berbeda atau keluhan lain.
Contoh dari interaksi antar kemungkinan solusi adalah hubungan antara
insisivus yang protrusi dan penentuan ekstraksi dan ekspansi. Ekspansi
lengkung untuk memperbaiki gigi yang crowding dengan arah
transversal akan cenderung membuat insisivus lebih protrusif. Pada
keadaan ini kemungkinan estetik akan lebih menguntungkan, tetapi gigi-
gigi yang teratur tersebut tidak akan stabil dibandingkan jika gigi
insisivus diretraksi
2. Kompromi
Pada pasien dengan keluhan yang bermacam-macam tidak mungkin
dapat dilakukan koreksi pada semua keluhan yang dirasakan pasien.
Oleh karena itu perlu dilakukan kompromi prioritas dari daftar problem.
Tujuan perawatan ortodontik adalah mendapatkan oklusi yang ideal,
dengan estetik fasial yang ideal, dan hasil yang stabil. Namun sering
kali ada kendala untuk mencapai ketiga hasil yang ideal tersebut.
Meskipun oklusi dental didambakan tetapi tidak semua pasien dapat
menerima perlakuan ini. Kadang-kadang oklusi ideal dirubah dengan
ekstraksi untuk mencapai estetik yang baik dan stabil.
3. Biaya dan risiko
Hubungan antara tingkat kesulitan perawatan dan manfaat perawatan
harus juga digunakan sebagai dipertimbangkan. Kesulitan untuk
menentukan risiko dan beaya tidak hanya tergantung pada soal
keuangan tetapi juga bergantung pada faktor kenyamanan, waktu, dan
faktor-faktor lain. Cntohnya adalah pada kasus contoh pasien dengan
openbite, untuk mengurangi tinggi fasial jika dilakukan operasi rahang,
tentu saja akan membutuhkan biaya yang lebih banyak dan memiliki
risikonya yang lebih besar jika dibandingkan dengan penggunaan
elastik untuk mengelongasi insisivus atau dengan mengurangi oklusal
22

gigi posterior yang kedua cara tersebut dilakukan untuk mengurangi
tinggi gigitan.
4. Pertimbangan lain
Penting untuk memberikan pertimbangan perawatan pada tiap individu
pasien. Sebagai contoh apakah waktu perawatan diminimalkan
sehubungan dengan adanya penyakit periodontal? Haruskah tahap
perawatan ditangguhkan karena tidak pastinya pola pertumbuhan ?
Selain mempertimbangkan faktor-faktor diatas, sebelum melakukan rencana
perawatan juga harus diketahui dasar pertimbangan dalam perawatan orthodontik,
antara lain :
Kesehatan mulut pasien / oral hygine
Sebelum memulai perawatan orthodontik pasien, diupayakan terlebih dahulu
kesehatan mulut pasien, apabila ada karies dan penyakit periodontal harus
dilakukan perawatan terlebih dahulu sebelum melakukan perawatan orthodontik.
Perencanaan perawatan rahang bawah
Untuk perencanaan perawatan pada rahang bawah terutama di region insisive
dilakukan terlebih dahulu baru kemudia perencanaan perawatan rahang atas
disesuaikan dengan rahang bawah yang sudah dilakukan perawatan.
Perencanaan perawatan rahang atas
Perencanaan perawatan yang dilakukan pada rahang atas dilakukan untuk
mencapai relasi caninus kelas I. pada akhir perawatan relasi C harus neutroklusi
sebab gigi caninus berada pada sudut mulut yang berfungsi menyangga senyum
sehingga apabila gigi caninus tidak mencapai posisi netroklusi dapat mengurangi
estetika.
Relasi gigi posterior
Pada perawatan ortodontik diupayakan untuk mendapatkan relasi molar pertama
permanen klas I yaitu mesiobukal cusp molar pertama permanen rahang atas
berada pada bukal groove molar pertama permanen rahang bawah. Namun
23

demikian, terdapat sumber mengatakan bahwasanya relasi molar tidak harus
neutroklusi, melainkan kontak stabil meskipun relasi molarnya berupa distoklusi
maupun mesioklusi pada akhir parawatan.
Penjangkaran
Masa retensi
Masa retensi digunakan untuk mencegah gigi kembali atau relaps seperti semula
sebelum dilakukan perawatan ortodontik.

Macam-macam perawatan berdasarkan besarnya kekurangan tempat (diskrepansi)
yaitu :
1. Ekstraksi
Dilakukan pencabutan gigi permanen
Kekurangan tempat lebih dari 8 mm
Fase geligi permanen

2. Ekstraksi serial
Dilakukan pencabutan yang terencana dan pencabutan gigi sulung (kaninus
sulung) untuk koreksi gigi anterior yang berdesakan atau protrusi dan kemudian
dilakukan pencabutan premolar untuk tempat gigi kaninus permanen. Ekstraksi
serial biasanya dilakukan pada kasus DDM dimana gigi 2 sulung masih ada.

3. Non ekstraksi
Tidak dilakukan pencabutan gigi permanen
Kekurangan tempat kurang dari 8 mm
Fase geligi : sulung, pergantian, permanen
Untuk mengatasi kekurangan tempat dapat dilakukan perawatan
ekspansi, stripping dan slicing.
Mempertimbangkan tipe profil wajah dan lebar lengkung
24


4. Orthodonsi bedah
Gigi permanen yang berdesakan yang terlalu parah
Gigi sulung yang mengalami ankylosis
Gigi kelebihan
Gigi sulung yang perlu dicabut untuk memberi tempat gigi lain
untuk erupsi

Tingkat perawatan orthodontik tergantung pada usia pasien yang akan dirawat,
diantaranya :
A. Perawatan pencegahan (preventif)
Ilmu perawatan orthodonti merupakan bagian ilmu kedokteran gigi pencegahan
(preventif dentistry) dan yang mempelajari usaha untuk mencegah terjadinya
maloklusi.

B. Perawatan kuratif
Perawatan kuratif merupakan perawatan orthodontik untuk menghilangkan
kelainan geligi yang telah berkembang dan telah menyebabkan keluhan secara
estetik dan fungsi yang melibatkan maloklusi.

C. Perawatan interseptif
Perawatan interseptif merupakan prosedur perawatan orthodontik yang dilakukan
pada maloklusi yang baru atau sedang dalam proses untuk memperbaiki ke arah
oklusi normal.
Macam-macam perawatan interseptif yaitu :
Perawatan diastema anterior
25

Perawatan crossbite anterior pada mixed dentition
Penyesuaian atau koreksi disharmoni oklusal


LO 4 : Mengetahui Dan Memahami Desain Alat Lepasan
Pesawat orthodonsi lepasan merupakan salah satu jenis pesawat
orthodonsi yang didesain sedemikian rupa agar mampu dipasang
dan dilepas oleh pasien. Perlu kita ketahui keuntungan dan
kerugian dari penggunaan alat orthodonsi lepasan ini, yang
nantinya dapat kita gunakan sebagai dasar pertimbangan
penggunaan alat orthodonsit lepasan ini:
Keuntungan :
a. Karena sifat dari pesawat ini yang mudah dibersihkan, akan
memudahkan alat untuk dibersihkan setiap waktu. Dengan
demikian struktur dari gigi, jaringan pendukung dan sekitarnya
mampu dijaga kebersihannya.
b. Kontruksi pesawat orthodonsi lepasan ini sebagian besar di
lakukan di laboratorium, sehingga kunjungan klinik minimal
c. Pesawat orthodonsi lepasan ini lebih murah
Kerugian
a. Sulit bagi jenis pesawat ini untuk mengaplikasikan tekanan
yang besar, sehingga pergerakan gigi terbatas
b. Penjangkan untuk pergerakan gigi sulit dilakukan, pasti aka
nada efek balik aksi reaksi yang menyebabkan gerak tipping
pada gigi lainnya
26

c. Pasien harus kooperatif dan memiliki keterampilan dalam
memasang dan melepas alat, jika tidak resiko keausan dan
kotor plat sangat sering terjadi
Pada scenario, diketahui usi anak adalah 10 tahu, pada usia ini
desain alat yang tepat adalah alat lepasan karna pada gigi geligi
tersebut masih sedang fase pergantian gigi geligi. Desain alat
lepasan sendiri ada bermacam-macam, diantaranya :
Macam alat :
1. Pelat dengan pir pembantu
2. Pelat peninggi gigitan
3. Pelat Ekspansi
4. Aktivator
Sebelum membahas tentang desain alat lepasan, maka perlu
diketahui mengenai komponen alat lepasan.









a. Plat Dasar
Plat dasar yang sering digunakan,disusun oleh akrilik dimana
tujuan dari lempeng akrilik ini adalah:
27

Penahan komponen lainnya dalam piranti lepasan
ortodontik
Meneruskan kekuatan dari komponen aktif ke
penjangkaran
Menghalangi pergeseran gigi yang tidak diinginkan
Dapat dimodifikasi untuk peninggian gigit posterior dan
anterior.
b. Komponen Retentif
Merupakan tahanan terhadap perubahan letak piranti
lepasan.Komponen retentif utama pada piranti lepasan adalah
contohnya Klamer Adam
c. Komponen Aktif
Merupakan bagian dari piranti lepasan yang bertugas dalam
menggerakkan gigi sesuai indikasinya.
Contoh : Pegas,Busur labial,Skrup ekspansi dan elastik
d. Komponen Penjangkar
Merupakan suatu tahanan terhadap gigi-gigi yang tidak
digerakkan sehingga dengan demikian memungkinkan gigi
dapat digerakkan dapat bergerak dengan sesuai yang
diharapkan.Penjangkaran harus memperhitungkan luas akar
dari gigi yang dipilih,kondisi gigi tersebut,kekuatannya seperti
apa ,dan jaringan pendukung gigi penjangkar.


Setelah mengetahui komponen dari alat lepasan,maka kita mampu
mendesain suatu piranti alat lepasan berdasarkan kasus yang
diberikan.Contoh kasus adalah piranti lepasan untuk menutup
diastema sentral.Diastema sentral disini disebabkan oleh gigi
mesiodens,sehingga alur perawatannya maka dilakukan ekstraksi
untuk gigi mesiodens terlebih dahulu baru melakukan perwatan
ortodontik.Maka desain yang cocok untuk kasus ini adalah
28

1. Komponen aktiv menggunakan pegas palatal 0,5 mm
dengan penahan
2. Komponen retensi berupa cangkolan adam pada
16,14,24,26
3. Penjangkaran didapat terutama gigi 16,26
4. Lempeng akrilik meliputi semua gigi,tetapi insisiv
sentral keduanya harus bebas dari akrilik
Masih banyak lagi desain alat lepasan,alat lepasan dimodifikasi
sedemikian rupa tergantung pada indikasi kasus yang ada.

Berikut salah satu contoh alat orthodonsi lepasan dengan plat aktif
yang berfungsi untuk melebarkan lengkung rahang maupun
lengkung basal, alat ini disebut dengan ekspander. Indikasi
penggunaan ekspander:
1. Crossbite anterior
2. Crossbite posterior
3. Lengkung gigi dan lengkung basal sempit
4. Adanya space loss
5. Crowded anterior ringan
Alat ekspander pada dasarnya didesain dalam bentuk cekat,
semicekat, lepasan. Untuk ekspander lepasan contohnya adalah
plat ekspansi. Komponen plat ekspansi adalah :
a. Plat dasar akrilik
b. Klamer dengan retensi tinggi (ex: adams
clasp, atau arrowhead clasp)
c. Elemen ekspansif
d. Busur labial
e. Kadangkala dilengkapi Spur/taji, tie- bar
Macam dari plat ekspansi adalah
29

1. Ekspansi arah lateral parallel simestri
untuk melebarkan lengking gigi arah lateral pararel,
indikasi retraksi/potrusif gigi insisivus
2. Ekspansi arah lateral parallel asimetris
Diindikasikan kasus crossbite posterior dengan kondisi
crossbite satu sisi
3. Ekspansi arah lateral non parallel simestri
Untuk ekspansi lengkung rahang anterior area kaninus
kanan ke kaninus kiri atau daerah premolar
4. Ekspansi arah lateral non parallel asimetri
Bertindak sebagai space regainer untuk menyediakan
ruang gigi insisivus lateral yang mesio-labioversi
5. Schwartz plate
Merupakan alat ekspansi yang digunakan untuk gigi
posterior. Dengan arah ekspansi atero-posterior, dengan
macam:
a. Ekspansi arah antero-posterior pergerakan distal
segmen buka
b. Ekspansi arah antero-posterior pergerakan labial
(proklinasi gigi insisivus depan crossbite, baik untuk
datu gigi insisivus atau keempatnya.








30

DAFTAR PUSTAKA
Rahardjo, Prambudi. 2008. Diagnosis Ortodontik. Surabaya : Airlangga
University Press
Rahardjo, Prambudi. 2012. Ortodonti Dasar edisi 2. Surabaya : Airlangga
University Press
Prof. Dr.drg. Haryo Mustiko Dipoyono, MS.,Sp.Pros (K).2008.Gangguan Nyeri
dan Bunyi Clicking Pada Sendi Temporo Mandibular Joint.Universitas Gadjah
Mada.Yogyakarta
Prijatmoko, dkk. 2010. Buku Ajar Ortodonsia I. Jember: FKG UNEJ.
Bhalaji Sundaresa Iyyer. Orthodontics The Art and Science. New Delhi : Arya
(MEDI) Publishing House. 2006. P.69-78

You might also like