You are on page 1of 12

Forensik Psikiatri

I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Di dalam Undang-Undang Dasar 1945, ditegaskan bahwa sistem pemerintahan
Indonesia adalah berdasarkan hukum tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Dengan
demikian, atas dasar hal tersebut, maka semua perbuatan yang dilakukan baik oleh
pemerintah maupun negara harus berdasarkan hukum. Salah satu ketentuan yang mengatur
bagaimana aparatur penegak hukum melaksanakan tugasnya terdapat dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mempunyai tujuan untuk mencari dan
mendekati kebenaran materiil yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara
pidana sehingga suatu tindak pidana dapat terungkap dan pelakunya dijatuhi putusan yang
seadil-adilnya.
1

Dalam proses persidangan, hal yang penting adalah yaitu proses pembuktian sebab
jawaban yang akan ditemukan dalam proses pembuktian merupakan salah satu hal yang
utama untuk Majelis Hakim dalam memutuskan suatu perkara tindak pidana.
1

Pasal 183 KUHAP menyatakan; Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang,
kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang
bersalah melakukannya. Dalam penjelasan Pasal 183 KUHAP dinyatakan bahwa ketentuan
tersebut demi tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.
Sementara itu, Pasal 184 KUHAP menyatakan:
1

(1) Alat bukti yang sah ialah:
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa.
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan
Dalam Pasal 1 butir 28 KUHAP menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan
keterangan saksi ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki
keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana
guna kepentingan pemeriksaan. Keahlian khusus yang dimiliki oleh seorang saksi ahli tidak
dapat dimiliki oleh sembarangan orang, karena merupakan suatu pengetahuan yang pada
dasarnya dimiliki oleh orang tertentu.
1

Pasal 44 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) menjelaskan
bahwa, tidak dikenakan hukuman terhadap barang siapa yang melakukan suatu perbuatan
pidana, yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya, disebabkan karena kurang
sempurnanya kemampuan berfikir atau karena sakit ingatannya.
1,2

Berdasarkan penjelasan Pasal 44 ayat (1) di atas, untuk dapat mengetahui kurang
sempurna kemampuan berfikir atau sakit ingatan, maka diperlukan suatu keahlian khusus.
Dalam hal ini orang yang memiliki keahlian khusus, yaitu ahli psikiatri forensik. Dengan
demikian, maka ahli psikiatri forensik memiliki peran dan kedudukan khusus dalam
penyelesaian perkara pidana.
1,2

Dalam hukum pidana modern yang merupakan bagian dari politik kriminal
disamping penanggulangan menggunakan sistem pidana, dari usaha yang rasional
menanggulangi kejahatan masih ada cara lain untuk melindungi masyarakat dari kejahatan.
Misalnya usaha peningkatan jiwa masyarakat, maka setiap orang menjadi sadar untuk
berperilaku sesuai dengan hukum, dalam upaya menyelaraskan kehidupan masyarakat karena
mempertinggi tingkat kesadaran (kesehatan) jiwa manusia terhadap hukum berarti sekaligus
ikut menunjang sehatnya penegakan hukum.
2

Kejahatan penculikan yang dilakukan oleh wanita, kejahatan pencurian atau
perampokan tertentu, pembunuhan bayi, perkosaan, kejahatan sex tertentu, perbuatan
kenakalan dan lain-lainnya itu merupakan pelanggaran hukum yang berkaitan dengan
kesehatan jiwa seseorang. Dalam upaya menanggulangi kejahatan yang dilakukan oleh
seseorang dalam masyarakat terkadang para penegak hukum belum mampu mendapatkan
hasil yang maksimal, misalnya dengan adanya kasus-kasus yang berkaitan dengan
pemeriksaan kesehatan mental atau jiwa dari baik pelaku, saksi, atau pihak-pihak yang
berkepentingan dengan perkara tersebut tidak memeberikan keterangan yang akurat atau
dalam bahasa orang awam keterangan tersebut tidak sesuai dengan yang sesungguhnya ia
ketahui.
2

I.2. Defenisi
Ada beberapa pengertiaan yang dikemukakan oleh ahli kedokteran forensik,
diantaranya Sidney Smith mendefinisikan Forensic medicine may be defined as the body of
medical and paramedical scientific knowledge which may services in the adminitration of the
law, yang maksudnya ilmu kedokteran forensik merupakan kumpulan ilmu pengetahuan
medis yang menunjang pelaksanaan penegakan hukum. Prof.Dr.Amri Amir,Sp.F (2007)
mendefinisikan Ilmu Kedokteran Forensik sebagai penggunaan pengetahuan dan
keterampilan di bidang kedokteran untuk kepentingan hukum dan peradilan.
3

Ada kecenderuangan untuk menganggap bahwa psikiatri forensik merupakan
cabang dari ilmu kedokteran forensik. Di lain pihak, ada pula yang menganggap psikiatri
forensik merupakan cabang ilmu psikiatri. Istilah psikiatri forensik merupakan terjemahan
dari forensic psychiatry merupakan suatu istilah yang sudah lazim digunakan psychiatry
forensik merupakan sub spesialisasi ilmu kedokteran yang menelaah mental manusia dan
berfungsi membantu hukum dan peradilan. Sub spesialisasi ini merupakan titik singgung
antara ilmu kedokteran dan ilmu hukum dimana kegiatan utamnyanya adalah pembuatan
Visum et Repertum Psychiatricum untuk kasus pidana sebagai salah satu alat bukti seperti
yang termaktub dalam pasal 184 (1) KUHAP yakni sebagai keterangan ahli.
I.3 Sejarah
Ilmu kedokteran kehakiman mulai muncul kira-kira 2000 tahun S.M. di Mesir yakni di
Babylon yang mana terdapat undang-undang dari raja Hammurabi (codex Hammurabi) dan
di dalamnya sudah terdapat konstitusi mengenai dasar ilmu kedokteran kehakiman. Imhotep
seorang tokoh agung dan kepala arsitek dari Mesir zaman Firaun, adalah tokoh hukum
besar pertama yang menggabungkan ilmu pengetahuan dan kedokteran dan dikenal
sebagai orang yang pertama kali dijelaskan sebagai ahli medikolegal.
4

Kemudian pada jaman Romawi sewaktu pemerintahan Julius Caesar sudah ada
kemajuan dalam ilmu kedokteran kehakiman, sehingga pada waktu Julius Caesar di bunuh
oleh Brutus maka dapat diketahui bahwa dari 23 luka tusukan yang ada di tubuhnya hanya
satu tusukan saja yang menyebabkan kematiannya yaitu tusukan di dadanya.
4

Cesare Lombroso ialah seorang dokter yang menjadi bapak angkat para ahli hukum
pidana dan kriminologi yang meletakkan dasar pemikiran hubungan antara hukum pidana dan
kejahatan dengan memperhatikan faktor manusia pelaku kejahatan. Demikian pula Anselm
von Feuerbach juga telah memperhatikan faktor kejiwaan manusia dalam merumuskan
hukum pidana dan penerapan sanksi pidana.
2

Dahulu, penyelidikan dalam kasus-kasus yang melibatkan ilmu pengetahuan forensik
hanya mengandalkan bukti fisik yang ada, barulah pada akhir pertengahan abad ke-19
dimana mulai banyak ditemukan alat-alat baru di bidang ilmu pengetahuan, penelitian di
bidang ilmu forensik mulai menggunakan berbagai macam ilmu pengetahuan yang dirasa
dapat membantu dalam melakukan investigasi atau penyelidikannya. Ilmu-ilmu itu antara
lain adalah kimia, mikroskopi, dan fotografi. Hal ini menyebabkan revolusi dalam kasus-
kasus yang sedang diselidiki pada waktu itu, dan meningkatkan validitas hasil dari
penyelidikan yang sedang dilakukan.
4,5

Kemajuan ilmu pengetahuan forensik di atas mendorong kerjasama antara pihak
kepolisian dengan pihak forensik yang biasanya terdiri dari para ilmuwan atau akademisi di
bidang kimia ataupun pharmakologi, dimana pihak kepolisian yang mencari data atau bukti
yang ada sedangkan para ilmuwan di bidang forensik yang akan meneliti bukti yang
diberikan oleh pihak polisi. Seiring dengan perkembangan jaman dan meningkatnya
penduduk maka jumlah kejahatan pun semakin meningkat, hal ini mendorong polisi
mendirikan sendiri sebuah biro yang khusus untuk meneliti masalah forensik, dengan
maksud untuk lebih menjangkau dan lebih fokus terhadap kasus-kasus yang ada.
5

Perkembangan ilmu pengetahuan forensik moderen mulai tampak pada akhir abad
ke-19. Secara pelan tapi pasti para ilmuwan forensik Amerika mempelajari tentang pathologi
dan biologi, toksikologi, kriminalistik, dokumen yang dipertanyakan, kedokteran gigi,
antropologi, jurisprudensi, psikologi dan berbagai macam pengetahuan yang berhubungan
dengan ilmu forensik.
Di masa sekarang, ilmu kedokteran forensik diartikan sebagai ilmu yang
menggunakan pengetahuan ilmu kedokteran untuk membantu peradilan baik dalam perkara
pidana maupun perkara perdata. Ilmu kedokteran kehakiman juga memiliki tujuan dan
kewajiban yaitu membantu kepolisian, kejaksaan dan kehakiman dalam menghadapi kasus-
kasus perkara yang hanya dapat dipecahkan dengan ilmu pengetahuan kedokteran.
Sebagian besar masalah yang diteliti dalam ilmu kedokteran kehakiman bersangkutan
dengan suatu tindak pidana, dan yang terpenting dalam hal ini ialah kebanyakan untuk
meneliti sebab akibat (causal verband) antara suatu tindak pidana dengan luka pada tubuh,
gangguan kesehatan atau matinya seseorang.
Ilmu kedokteran forensik tidak semata-mata bermanfaat dalam urusan penegakan
hukum dan keadilan di lingkup pengadilan saja, tetapi juga bermanfaat dalam segi
kehidupan bermasyarakat lain, misalnya dalam membantu penyelesaian klaim asuransi
yang adil baik bagi pihak yang mengasuransi maupun yang diasuransi, dalam membantu
memecahkan masalah paternitas (penetuan ke ayah-an), dan masih banyak hal lagi.
Agar hal-hal di atas dapat berjalan dengan baik maka di dalam bidang ilmu
kedokteran forensik dipelajari tata laksana medikolegal, tanatologi, traumatologi, toksikologi,
teknik pemeriksaan dan segala sesuatu yang terkait, hal ini agar semua dokter dalam
memenuhi kewajibannya membantu penyidik, dapat benar-benar memanfaatkan segala
pengetahuan kedokterannya untuk kepentingan peradilan serta kepentingan lain yang
bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat. Kegiatan utama dari psikiatri forensik adalah
membuat Visum et Repertum Psychiatricum.
5

Di dalam suatu perkara pidana dimana tertuduhnya disangka menderita penyakit jiwa
atau terganggu jiwanya, misalnya pembunuhan, maka disini forensik psychiatry (ilmu
kedokteran jiwa kehakiman) dengan foresnsik medicine (ilmu kedokteran kehakiman)
mempunyai titik pertemuannya yaitu disegi hukum terutama dalam penyelesaian kasus
perkara tersebut dalam forum peradilan.
2

Dalam menentukan keadaan jiwa seseorang yang tidak sehat diperlukan keterangan
dari seorang dokter ahli jiwa. Kewajiban untuk menentukan keadaan jiwa yang tidak sehat
melalui ahli kedokteran jiwa tersebut pernah dituangkan dalam konsep rumusan KUHP
tahun 1968, tetapi kemudian rumusan tersebut dihapuskan.
2

Pada dasarnya pengadaan visum et repertum psychiatricum diperuntukan sebagai
rangkaian hukum pembuktian tentang kualitas tersangka pada waktu melakukan perbuatan
pidana dan penentuan kemampuan bertanggungjawab bagi tersangka. Kebutuhan bantuan
kedokteran jiwa dalam kenyataanya berkembang bukan sebagai rangkaian hukum
pembuktian akan tetapi untuk kepentingan kesehatan tersangka dalam rangka penyelesaian
proses pemeriksaan perkara pidana. Bantuan kesehatan jiwa bagi si tersangka ini sangat
diperlukan selain menyangkut perlindungan hak azasi manusia juga untuk menghindarkan
hal-hal yang tidak diinginkan bagi jiwa dan raga manusia.
2,3


DAFTAR PUSTAKA
1. Kurniawan AM. Peran dan Kedudukan Ahli Psikiatri Forensik dalam Penjelasan Perkara
Pidana [Online]. 2010 [cited 2011 Oct 18]. Avalaible from : URL: etd.eprints.ums.ac.id.
2. Ilmu Kedokteran Kehakiman [Online]. 2010 Jul 20 [cited 2011 Oct 31]; Available from:
URL:http://underlaw98.tripod.com/ilmu_kedokterankehakiman.htm
3. Hadi S. Standar Profesi Dokter di bidang Kedokteran Forensik [Online]. 2009 Des 08 [cited
2011 Oct 31]; Available form: URL:http://saifulhadielc.wordpress.com/2009/12/08/standar-
profesi-dokter-di-bidang-kedokteran-forensik/
4. Eckert WG.Introduction of Forensic Sciences.CRC Press.2011;2:13-43
5. Utomo BP. Peranan Ilmu Forensik dalam Usahan Memecahkan Kasus Kriminalitas.
avalaible from: www.medscribd.com. Updated 5 Agustus 2011



Mental health

Peranan dokter dalam bencana: Kesehatan Mental
Melanjutkan keterangan-keterangan terkait bencana, pada posting ini
penulis hendak mengajak Anda memahami permasalahan-permasalahan
mental dan peranan dokter dalam menghadapi permasalahan kesehatan
mental. Terlebih-lebih belakangan ini Indonesia semakin sering diterpa
bencana. Adapun per definisinya, kesehatan mental
secara garis besarnya menyangkut akan kemampuan dan isi pikir seseorang
untuk melakukan interaksi sosialnya.
Setelah mengalami suatu kejadian bencana, seseorang umumnya
akanmengalami fase-fase keadaan mental sebagai berikut:
1.Fase Kritis : yaitu suatu fase di mana terjadi gangguan stress fase
akut(dini/cepat) yang mana terjadi selama kira-kira kurang dari sebulan
setelah menghadapi bencana. Pada fase ini kebanyakan orang akan
mengalami gejala-gejala depresi seperti keinginan ingin bunuh diri,
perasaan sediah mendalam, susah tidur, dan dapat juga menimbulkan
berbagai gejala psikotik(kurang waras).
2.Fase Setelah Kritis : merupakan fase dimana telah terjadi penerimaan akan
keadaan yang dialami dan penstabilan kejiwaan, umumnya terjadi setelah
1bulan hingga tahunan setelah bencana, pada fase ini telah tertanam
suatu mindset yang menjadi suatu phobia/trauma akan suatu bencana
tersebut(post traumatic stress disorder) sehingga bila bencana tersebut
terulang lagi, orang tersebut akan segera memasuki fase ini dengan lebih
cepat dibandingkan pengalaman terdahulunya.
3.Fase Stressor berkepanjangan : merupakan fase dimana telah terjadi
perubahan kepribadian yang berkepanjangan (dapat berlangsung seumur
hidup) akibat dari suatu bencana di mana terdapat dogma semuanya telah
berubah.
Melanjutkan pembahasan, setelah Anda memahami ketiga tahap tersebut,
mari kita bahas masalah-masalah psikososial yang berpotensi muncul pada
korban-korban bencana:
1.Individu yang tertraumatisasi: yang mana mengakibatkan turunnya
produktivitas, meningkatkan beban bagi orang lain/keluarga, meningkatnya
resiko bunuh diri.
2.Kerusakan pada infrastruktur: yang tentu mengakibatkan perubahan
aktivitas keseharian seperti pekerjaan, transportasi, dan pemenuhan
kebutuhan hidup.
3.Kehilangan orang tua(anak) menjadi yatim piatu: kesulitan identifikasi dan
perawatannya.
4.Kehilangan harta benda dan pekerjaan : mengakibatkan stress dan depresi,
serta peningkatan beban ketenaga kerjaan.
5.Masalah-masalah di kamp pengungsi seperti kebersihan lingkungan,
privasi, kesulitan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan lainnya.
Sebenarnya, di luar dari kelima poin yang baru saja disebutkan ini masih ada
banyak lagi. Namun kelima ini yang paling umum dan menonjol untuk diberi
perhatian.
Perlu diketahui bahwa individu-individu yang telah mengalami keadaanpost
traumatic stress disorder sebagaimana diterangkan di atas, merupakan
kelompok individu yang berisiko untuk mengalami perkembangan
psikososial ataupun kejiwaan yang berkelanjutan dan membutuhkan
perawatan psikiatri secepatnya pada masa-masa ini, adapun tanda-tanda
sederhana dari individu-individu ini adalah : rasa takut,
cemas, rasa tak berdaya,respon emosional menurun, derealisasi
(mengkhayal berlebihan), penurunan konsentrasi, berkurangnya
sosialisasi,depresi, tanda-tanda hendak bunuh diri. Adapun terapi cepat
yang dapat dipergunakan dalam keadaan akut dan massal adalah usaha
penghiburan bersama-sama untuk membantu melupakan rasa kesedihan
yang telah dialami karena pemecahan masalah ini sebaiknya dilakukan
dengan melupakan kejadian tersebut/pengalihan dan kontrol diri serta
pikiran yang baik dari individu itu sendiri. Namun karena sulitnya dan
terbatasnya bagi tenaga-tenaga kesehatan mental untuk memeriksa tiap
individual, ada baiknya tugas-tugas penghiburan dan pendampingan
dibebankan kepada para relawan yang telah diberi arahan terlebih dahulu
oleh para pakar kesehatan mental.

Surat keterangan ahli kedokteran jiwa ( Visum et Psychiatriain )
1. Perihal Konseptual
Falsafah KUHP Dari latar belakang KUHP yaitu landasan idiil Pancasila
Landasan Hukum
a. UUD 1945 Tap MPR RI No IV/MPR 1978 ( Tujuan : Pembangunan Nasional
berwawasan nusantara yaitu satu kesatuan hukum )
b. UU No 14 tahun 1970 sebagai pengganti HR. STB No 44/1941 tentang pidana
Hub VER PSYCH & KUHP Dikatakan banwa VERPSY, sudah merupakan alat bukti
sah. Ada 2 pasal :
- Pasal 65 Terdakwa
- Pasal 7 ( h )
14 ( j ) Penyidik
Hambatan : Diputuskan / direkomendasi pasal 65 hendaknya dilaksanakan
sebaik-baiknya
2. Masalah Sehat dan Sakit
- Tidak digunakan definisi sehat sakit, tapi pengertiannya saja
- Bukan masalah yang simplistik, tapi cukup komplek meliputi Unsur : Penyebab
anak - Badan
Jiwa/mental - Sosial
Pengertian sakit
- Tercantum dalam UU no 90/tahun 2960 ( Tentang pokok-pokok kesehatan )
- Tercantum dalam UU no 3/thun 1966 ( Tentang kesehatan Jiwa )
3. Konsep Perubahan pada KUHP pasal 44
a. BPHN ( Badan Pembina Hukum Nasional )
Barang siapa melakukan tindak pidana yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
kepadanya disebabkan oleh karena perubahan fungsi jiwa Gangguan pada
kesehatan jiwa Tidak dipidana ( Pasal 29 )
b. DKJ ( Direktorat Kesehatan Jiwa )
Menegaskan :
Barangsiapa melakukan tindak pidana yang tidak apat dipertanggungjawabkan
oleh karena pada waktu melakukan perbuatan tersebut ia menderita gangguan jiwa
/ retardasi mental / gangguan kesadaran Tidak dipidana. Dijelaskan pada pasal
44 ayat 1 : gangguan jiwa adalaj gangguan dalam hal kemampuan untuk menilai
realitas.
Retardasi mental : Ringan
Sedang
Berat
Yang dimaksud pelayanan kesehatan jiwa / RSJ Adalah RSJ pemerintah pusat /
daerah
Ternyata perbuatan tidak dapat dipertanggungjawabkan pada seseorang karena
ayat 1. Maka hakim dapat meminta untuk mendapatkan perawatan di RSJ paling
lama 1 tahun.
4. Rahasia Jabatan
Dalam pembuatan VER ~ ordonasi tahun 1937 no 350 ( per UU VER dokter dokter
). Dengan penelitian kembali tentang ketentuan mengenai daya bukti VER Dokter
ahli kedokteran telah melepasakn rahasia jabatan demi peradilan & keadilan
Perihal Masalah Praktis
Ketentuan Umum
a. Dari ahli kedokteran jiwa psychiater ialah seorang dokter yang memegang ijazah
keahlian kedokteran jiwa
b. Pemohon
Pejabat / nadan lembaga mengajukan permintaan tertulis kepada dokter ahli jiwa
agar memberikan keterangan ahli keadaan jiwa seseorang
c. Keterangan ahli kedokteran jiwa ialah keterangan yang diberikan oleh psikiater
tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana &
perdata, guna kepentingan pemeriksaan dipengadilan. Keterangan ini berpegang
teguh pada rahasia jabatan.
Keterangan ahli : - Ver Psych
- Non Ver Psych ( Lisan, Tertulis )
Yang berhak menjadi pemohon VER Psych adalah :
A :
1. Penyidik ( KUHP pasal 120 )
2. Penuntut ummum dalam hal tindak pidana khusus ( KUHAP pasal 120, pasal 184
)
3. Hakim pengadilan ( KUHAP pasal 180 ayat 1 )
4. Tersangka / terdakwa mulai pejabat ( KUHAP pasal 65 )
5. Penasehat hukum / pengacara melalui pejabat ( KUHP pasal 80 ayat 1 & 2 )
B:
Yang berhak memohon keterangan ahli kedokteran jiwa lian dibidang pengadilan
adalah hakim pengadilan, ditujukan kepada psikiater diwilayah hukum dari
pengadilan yang bertugas
Yang boleh / Wajib menerbitkan VER PSYDIATRICUM :
1. Dokter ahli kedokteran jiwa
2. Jika 1 tidak ada Dimungkinkan dokter umum dengan penetapan SK Menkes. Ex
: Kepala kantor wilayah Depkes RI
Hak tersangka / terdakwa Ada. Tertera jelas dalam KUHP
Bila observasi, izin tertulis pada instansi setempat observasi dan didampingi
dokter yang sudah ditunjuk, ini berlaku bagi :
- Pengacara
- Penasehat hukum
- Dokter pribadi
- Keluarga
- Rohaniawan
Bentuk Keterangan Ahli Kedokteran Jiwa :
1. VER yang didahului sebutan demi keadilan ( Projustisia )
2. Keterangan ahli kedokteran jiwa Lisan yang dinyatakan dalam sidang
pengadilan di bawah sumpah
Pemberian Obat obatan
Dapat diberikan setelah diagnosis dapat ditegakkan
Jangka Waktu Pemeriksaan :
- Sudah dapat diberikan surat keterangan ahli kedokteran jiwa dalam waktu 14 hari
- Apabila belum dapat disebutkan oleh karena observasi belum selesai juga
Psychiater wajib secara tertulis memberitahu kepada instansi pemohon
- Apabila observasi sudah habis tapi belum dapat dipastikan Dokter IKJ
Melakukan pemeriksaan lebih lanjut pada tingkat pemeriksaan yang lain ( lebih
tinggi )
- Selam 2 x 14 hari belum selesai tetap memberikan ketegasan
Pembiayaan
Menjadi beban iinstansi dari pejabat pemohon ( No. 1993/KDJ/U/70 & pasal 18 ayat
2 )
Demi Keadlian
( Projustisia )
Surat keterangan ahli kedokteran jiwa
( Visum et Refertum : Psyciatricum )
No.
Yang bertanggung jawab didiri :
Nama :
Jabatan :
NIP :
Tempat/Alamat :
Hp
Observasi :
Atas Pencantuman tertulis dari
Nama :
Umur :
Kerja :
Laporan hasil pemeriksaan :
I. Anamnesis ( Dari berbagai sumber )
II. Status intrinsik
III. Status Neurologis
IV. Status Psikiatrik
V. Pemeriksaan Tmbahan
VI. Diagnosis
a. Formula diagnosa
b. Diagnosa multiaxial
- Axis I
- Axis II .
- Axis III ..
- Axis IV
- Axis V ..
VII. Kesimpulan
a. Kemampuan / Ketidakmampuan memaksudkan data tujuan yang sadar
b. Kemampuan / Ketidakmampuan mengarahkan kemauan
Demikianlah VER ini dibuat dengan mengingat sumpah sewaktu menerima jabatan
Nama, Tanggal, Bulan, Tahun
Dr. Yang memeriksa
( NIP : .. )

You might also like