You are on page 1of 9

HIV

Definisi
Virus imunodifisiensi manusia
[1]
(bahasa Inggris: human immunodeficiency virus; HIV )
adalah suatu virus yang dapat menyebabkan penyakit AIDS.
[2]
Virus ini menyerang manusia dan
menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan
infeksi. Dengan kata lain, kehadiran virus ini dalam tubuh akan menyebabkan defisiensi
(kekurangan) sistem imun.
[2]
Sejarah
Pada tahun 1983, Jean Claude Chermann dan Franoise Barr-Sinoussi dari Perancis berhasil
mengisolasi HIV untuk pertama kalinya dari seorang penderita sindrom limfadenopati.
[3]
Pada
awalnya, virus itu disebut ALV (lymphadenopathy-associated virus)
[4]
Bersama denganLuc
Montagnier, mereka membuktikan bahwa virus tersebut merupakan penyebab AIDS.
[4]
Pada
awal tahun 1984, Robert Gallo dari Amerika Serikat juga meneliti tentang virus penyebab AIDS
yang disebut HTLV-III.
[3][5]
Setelah diteliti lebih lanjut, terbukti bahwa ALV dan HTLV-III
merupakan virus yang sama dan pada tahun 1986, istilah yang digunakan untuk menyebut virus
tersebut adalah HIV, atau lebih spesifik lagi disebut HIV-1.
[6]

Tidak lama setelah HIV-1 ditemukan, suatu subtipe baru ditemukan di Portugal dari pasien yang
berasal dari Afrika Baratdan kemudian disebut HIV-2.
[3]
Melalui kloning dan analisis sekuens
(susunan genetik), HIV-2 memiliki perbedaan sebesar 55% dari HIV-1 dan secara antigenik
berbeda.
[3]
Perbedaan terbesar lainnya antara kedua strain (galur) virus tersebut terletak pada
glikoprotein selubung.
[3]
Penelitian lanjutan memperkirakan bahwa HIV-2 berasal dari SIV
(retrovirus yang menginfeksi primata) karena adanya kemiripan sekuens dan reaksi silang antara
antibodi terhadap kedua jenis virus tersebut.
[3]
Klasifikasi


Pohon kekerabatan (filogenetik) yang menunjukkan kedekatan SIV dan HIV.

Kedua spesies HIV yang menginfeksi manusia (HIV-1 dan -2) pada mulanya berasal dari Afrika
barat dan tengah, berpindah dari primata ke manusia dalam sebuah proses yang dikenal sebagai
zoonosis.
[7]
HIV-1 merupakan hasil evolusi dari simian immunodeficiency virus(SIVcpz) yang
ditemukan dalam subspesiessimpanse, Pan troglodyte troglodyte. Sedangkan, HIV-2 merupakan
spesies virus hasil evolusi strain SIV yang berbeda (SIVsmm), ditemukan padaSooty mangabey,
monyet dunia lama Guinea-Bissau.
[7]
Sebagian besar infeksi HIV di dunia disebabkan oleh HIV-
1 karena spesies virus ini lebih virulen dan lebih mudah menular dibandingkan HIV-2.
[7]

Sedangkan, HIV-2 kebanyakan masih terkurung di Afrika barat.
[7]

Berdasarkan susuanan genetiknya, HIV-1 dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu M, N, dan
O.
[8]
Kelompok HIV-1 M terdiri dari 16 subtipe yang berbeda.
[8]
Sementara pada kelompok N
dan O belum diketahui secara jelas jumlah subtipe virus yang tergabung di dalamnya.
[8]
Namun,
kedua kelompok tersebut memiliki kekerabatan dengan SIV dari simpanse.
[8]
HIV-2 memiliki 8
jenis subtipe yang diduga berasal dari Sooty mangabey yang berbeda-beda.
[8]

Apabila beberapa virus HIV dengan subtipe yang berbeda menginfeksi satu individu yang sama,
maka akan terjadi bentuk rekombinan sirkulasi (circulating recombinant forms - CRF)
[9]
(bahasa
Inggris: circulating recombinant form, CRF). Bagian dari genom beberapa subtipe HIV yang
berbeda akan bergabung dan membentuk satu genom utuh yang baru.
[10]
Bentuk rekombinan
yang pertama kali ditemukan adalah rekombinan AG dari Afrika tengah dan barat, kemudian
rekombinan AGI dari Yunani dan Siprus, kemudian rekombinan AB dari Rusia dan AE dari Asia
tenggara.
[10]
Dari seluruh infeksi HIV yang terjadi di dunia, sebanyak 47% kasus disebabkan
oleh subtipe C, 27% berupa CRF02_AG, 12,3% berupa subtipe B, 5.3% adalah subtipe D dan
3.2% merupakan CRF AE, sedangkan sisanya berasal dari subtipe dan CRF lain.
[10]


Struktur dan Materi Genetik
HIV memiliki diameter 100-150 nm dan berbentuk sferis (spherical) hingga oval karena bentuk
selubung yang menyelimuti partikel virus (virion).
[11]
Selubung virus berasal dari membran sel
inang yang sebagian besar tersusun dari lipida.
[11]
Di dalam selubung terdapat bagian yang
disebut protein matriks.
[11]

Bagian internal dari HIV terdiri dari dua komponen utama, yaitu genom dan kapsid.
[12]
Genom
adalah materi genetik pada bagian inti virus yang berupa dua kopi utas tunggal RNA.
[12]

Sedangkan, kapsid adalah protein yang membungkus dan melindungi genom.
[12]

Berbeda dengan sebagian besar retrovirus yang hanya memiliki tiga gen (gag, pol, dan env), HIV
memiliki enam gen tambahan (vif, vpu, vpr, tat, ref, dan nef).
[11]
Gen-gen tersebut disandikan
oleh RNA virus yang berukuran 9 kb.
[11]
Kesembilan gen tersebut dikelompokkan menjadi tiga
kategori berdasarkan fungsinya, yaitu gen penyandi protein struktural (Gag, Pol, Env), protein
regulator (Tat, Rev), dan gen aksesoris (Vpu hanya pada HIV-1, Vpx hanya pada HIV-2; Vpr,
Vif, Nef).
[12]

Nama Gen
dan Protein
yang
disandikan
Ukuran Lokalisasi Fungsi
Tat (trans-
aktivator
transkripsi)
86 asam amino
(AA), 2 ekson,
14 kDalton
nukleus, nukleolus, protein
awal
Penting untuk replikasi; Trans-
aktivasi ekspresi mRNA virus,
mengatur ekspresi sitokin dan
reseptor.
[13]

Rev
(regulator
ekspresi
protein
virus)
116 AA, 2
ekson, 19
kDalton
nukleus, di
antarasitoplasma dan nukleolus
Penting untuk replikasi;
mengatur transkripsi danekspresi
protein Gag, Pol, Env, Vif, Vpu,
dan Vpr.
[13]

Vif (faktor
infektivitas
virus)
192 AA, 23
kDalton
sitoplasma,
beberapamolekul yang
terbungkus dalam virion
dewasa
Penting untuk infektivitas
dan replikasi pada sel primer;
berperan dalam tahap awal
replikasi HIV
[13]

Vpr
(Protein R
virus)
96-106 AA,
10-15 kDalton
komponen dari inti virus dan
kompleks membran
Mediasi replikasi di sel yang
tidak membelah
[13]

Vpx
(Protein X
virus)
112 AA, 12-16
kDalton
komponen virion Berfungsi seperti Vpr
[13]

Vpu
(Protein U
virus)
81 AA
(terfosforilasi),
9,2 & 16
kDalton
retikulum endoplasma, protein
transmembran
Degradasi CD4; meningkatkan
pelepasan HIV; pembentukan
membran protein integral;
regulasi ekpresi permukaan sel
terhadap MHC I
[13]

Nef (Faktor
Negatif)
206 AA, 27
kDalton
virion, sitoplasma, nukleus
Meningkatkan produksi HIV di
tahap akhir; mengatur ekspresi
MHC I dan CD4
[13]





Siklus Hidup


Struktur HIV.
Seperti virus lain pada umumnya, HIV hanya dapat bereplikasi dengan memanfaatkan sel inang.
Siklus hidup HIV diawali dengan penempelan partikel virus (virion) dengan reseptor pada
permukaan sel inang, di antaranya adalah CD4, CXCR5, dan CXCR5. Sel-sel yang menjadi
target HIV adalah sel dendritik, sel T, dan makrofaga.
[12]
Sel-sel tersebut terdapat pada
permukaan lapisan kulit dalam (mukosa) penis,vagina, dan oral yang biasanya menjadi tempat
awal infeksi HIV.
[12]
Selain itu, HIV juga dapat langsung masuk ke aliran darah dan masuk serta
bereplikasi dinoda limpa.
[12]

Setelah menempel, selubung virus akan melebur (fusi) dengan membran sel sehingga isi partikel
virus akan terlepas di dalam sel.
[14]
Selanjutnya, enzim transkriptase balik yang dimiliki HIV
akan mengubah genom virus yang berupa RNA menjadi DNA.
[14]
Kemudian, DNA virus akan
dibawa ke inti sel manusia sehingga dapat menyisip atau terintegrasi dengan DNA manusia.
[14]

DNA virus yang menyisip di DNA manusia disebut sebagai provirus dan dapat bertahan cukup
lama di dalam sel.
[14]
Saat sel teraktivasi, enzim-enzim tertentu yang dimiliki sel inang akan
memproses provirus sama dengan DNA manusia, yaitu diubah menjadi mRNA.
[14]
Kemudian,
mRNA akan dibawa keluar dari inti sel dan menjadi cetakan untuk membuat protein dan enzim
HIV.
[14]
Sebagian RNA dari provirus yang merupakan genom RNA virus.
[14]
Bagian genom
RNA tersebut akan dirakit dengan protein dan enzim hingga menjadi virus utuh.
[14]
Pada tahap
perakitan ini, enzim protease virus berperan penting untuk memotong proteinpanjang menjadi
bagian pendek yang menyusun inti virus.
[14]
Apabila HIV utuh telah matang, maka virus tersebut
dapat keluar dari sel inang dan menginfeksi sel berikutnya.
[15]
Proses pengeluaran virus tersebut
melalui pertunasan (budding), di mana virus akan mendapatkan selubung dari membran
permukaan sel inang.
[15]

Deteksi HIV


Seorang wanita sedang menggunakan alat tes HIV.
Umumnya, ada tiga tipe deteksi HIV, yaitu tes PCR, tes antibodi HIV, dan tes antigen
HIV.
[16]
Tes reaksi berantai polimerase (PCR) merupakan teknik deteksi berbasis asam nukleat
(DNA dan RNA) yang dapat mendeteksi keberadaan materi genetik HIV di dalam tubuh
manusia.
[17]
Tes ini sering pula dikenal sebagai tes beban virus atau tes amplifikasi asam nukleat
(HIV NAAT).
[16]
PCR DNA biasa merupakan metode kualitatif yang hanya bisa mendeteksi ada
atau tidaknya DNA virus.
[18]
Sedangkan, untuk deteksi RNA virus dapat dilakukan dengan
metode real-time PCR yang merupakan metode kuantitatif.
[18]
Deteksi asam nukleat ini dapat
mendeteksi keberadaan HIV pada 11-16 hari sejak awal infeksi terjadi.
[8]
Tes ini biasanya
digunakan untuk mendeteksi HIV pada bayi yang baru lahir, namun jarang digunakan pada
individu dewasa karena biaya tes PCR yang mahal dan tingkat kesulitan mengelola dan
menafsirkan hasil tes ini lebih tinggi bila dibandingkan tes lainnya.
[16]

Untuk mendeteksi HIV pada orang dewasa, lebih sering digunakan tes antibodiHIV yang murah
dan akurat.
[16]
Seseorang yang terinfeksi HIV akan menghasilkan antibodi untuk melawan infeksi
tersebut.
[16]
Tes antibodi HIV akan mendeteksi antibodi yang terbentuk di darah, saliva (liur),
dan urin.
[16]
Sejak tahun 2002, telah dikembangkan suatu penguji cepat (rapid test) untuk
mendeteksi antibodi HIV dari tetesan darah ataupun sampel liur (saliva) manusia.
[19]
Sampel dari
tubuh pasien tersebut akan dicampur dengan larutan tertentu. Kemudian, kepingan alat uji (test
strip) dimasukkan dan apabila menunjukkan hasil positif maka akan muncul dua pita berwarna
ungu kemerahan.
[19]
Tingkat akurasi dari alat uji ini mencapai 99.6%, namun semua hasil positif
harus dikonfirmasi kembali dengan ELISA.
[19]
Selain ELISA, tes antibodi HIV lain yang dapat
digunakan untuk pemeriksaan lanjut adalah Western blot.
[17]

Tes antigen dapat mendeteksi antigen (protein P24) pada HIV yang memicu respon antibodi.
[16]

Pada tahap awal infeksi HIV, P24 diproduksi dalam jumlah tinggi dan dapat ditemukan dalam
serum darah.
[16]
Tes antibodi dan tes antigen digunakan secara berkesinambungan untuk
memberikan hasil deteksi yang lebih akurat dan lebih awal.
[16]
Tes ini jarang digunakan sendiri
karena sensitivitasnya yang rendah dan hanya bisa bekerja sebelum antibodi terhadap HIV
terbentuk.
[16]

Penularan dan Pencegahan
HIV dapat ditularkan melalui injeksi langsung ke aliran darah, serta kontak membran mukosa
atau jaringan yang terlukan dengan cairan tubuh tertentu yang berasal dari penderita HIV.
[20]

Cairan tertentu itu meliputi darah, semen, sekresi vagina, dan ASI.
[20]
Beberapa jalur penularan
HIV yang telah diketahui adalah melalui hubungan seksual, dari ibu ke anak (perinatal),
penggunaan obat-obatan intravena, transfusi dan transplantasi, serta paparan pekerjaan.
[21]

Hubungan seksual
Menurut data WHO, pada tahun 1983-1995, sebanyak 70-80% penularan HIV dilakukan melalui
hubungan heteroseksual, sedangkan 5-10% terjadi melalui hubungan homoseksual. Kontak
seksual melalui vagina dan anal memiliki resiko yang lebih besar untuk menularkan HIV
dibandingkan dengan kontak seks secara oral.
[22]
Beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan
resiko penularan melalui hubungan seksual adalah kehadiran penyakit menular seksual, kuantitas
beban virus, penggunaan douche. Seseorang yang menderita penyakit menular seksual lain
(contohnya: sifilis, herpes genitali,kencing nanah, dsb.) akan lebih mudah menerima dan
menularkan HIV kepada orang lain yang berhubungan seksual dengannya.
[23]

[24]
Beban virus
merupakan jumlah virus aktif yang ada di dalam tubuh. Penularah HIV tertinggi terjadi selama
masa awal dan akhir infeksi HIV karena beban virus paling tinggi pada waku tersebut.
[24]
Pada
rentan waktu tersebut, beberapa orang hanya menimbulkan sedikit gejala atau bahkan tidak sama
sekali.
[24]
Penggunaan douche dapat meningkatkan resiko penularan HIV karena menghancurkan
bakteri baik di sekitar vagina dan anus yang memiliki fungsi proteksi.
[24]
Selain itu, penggunaan
douche setelah berhubungan seksual dapat menekan bakteri penyebab penyakit masuk ke dalam
tubuh dan mengakibatkan infeksi.
[24]

Pencegahan HIV melalui hubungan seksual dapat dilakukan dengan tidak berganti-ganti
pasangan dan menggunakankondom.
[21]
Cara pencegahan lainnya adalah dengan melakukan
hubungan seks tanpa menimbulkan paparan cairan tubuh.
[23]
Untuk menurunkan beban virus di
dalam saluran kelamin dan darah, dapat digunakan terapi anti-retroviral.
[24]

Ibu ke anak (transmisi perinatal)
Penularan HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui infeksi in utero, saat proses persalinan, dan
melaui pemberian ASI.
[21]
Beberapa faktor maternal dan eksternal lainnya dapat mempengaruhi
transmisi HIV ke bayi, di antaranya banyaknya virus dan sel imun pada trisemester pertama,
kelahiran prematur, dan lain-lain.
[21]
Penurunan sel imun (CD4+) pada ibu dan tingginya RNA
virus dapat meningkatkan resiko penularan HIV dari ibu ke anak. Selain itu, sebuah studi pada
wanita hamil di Malawi dan AS juga menyebutkan bahwa kekurangan vitamin A dapat
meningkatkan risiko infeksi HIV. Risiko penularan perinatal dapat dilakukan dengan persalinan
secara caesar, tidak memberikan ASI, dan pemberian AZT pada masa akhir kehamilan dan
setelah kelahiran bayi.
[21]
Di sebagian negara berkembang, pencegahan pemberian ASI dari
penderita HIV/AIDS kepada bayi menghadapi kesulitan karena harga susu formula sebagai
pengganti relatif mahal.
[25]
Selain itu, para ibu juga harus memiliki akses ke air bersih dan
memahami cara mempersiapan susu formula yang tepat.
[25]

Lain-lain
Cara efektif lain untuk penyebaran virus ini adalah melalui penggunaan jarum atau alat suntik
yang terkontaminasi, terutama di negara-negara yang kesulitan dalam sterilisasi alat kesehatan
[21]
Bagi pengguna obat intravena (dimasukkan melalui pembuluh darah), HIV dapat dicegah dengan
menggunakan jarum dan alat suntik yang bersih.
[21]
Penularan HIV melalui transplantasi dan
transfusi hanya menjadi penyebab sebagian kecil kasus HIV di dunia (3-5%).
[21]
Hal ini pun dapat
dicegah dengan melakukan pemeriksaan produk darah dan transplan sebelum didonorkan dan
menghindari donor yang memiliki resiko tinggi terinfeksi HIV.
[21]

Penularan dari pasien ke petugas kesehatan yang merawatnya juga sangat jarang terjadi (<
0.0001% dari keseluruhan kasus di dunia).
[21]
Hal ini dicegah dengan memeberikan pengajaran
atau edukasi kepada petugas kesehatan, pemakaian pakaian pelindung, sarung tangan, dan
pembuangan alat dan bahan yang telah terkontaminasi sesuai dengan prosedur.
[21]
Pada tahun
2005, sempat diusulkan untuk melakukan sunat dalam rangka pencegahan HIV. Namun menurut
WHO, tindakan pencegahan tersebut masih terlalu awal untuk direkomendasikan.
[26]

Ada beberapa jalur penularan yang ditakutkan dapat menyebarkan HIV, yaitu melalui ludah,
gigitan nyamuk, dan kontak sehari-hari (berjabat tangan, terekspos batuk dan bersin dari
penderita HIV, menggunakan toilet dan alat makan bersama, berpelukan).
[20]
Namun, CDC
(Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit) menyatakan bahwa aktivitas tersebut tidak
mengakibatkan penularan HIV.
[20]
Beberapa aktivitas lain yang sangat jarang menyebabkan
penularan HIV adalah melalui gigitan manusia dan beberapa tipe ciuman tertentu.
[20]

Sub-Sahara Afrika tetap merupakan daerah yang paling parah terkena HIV di antara kaum
perempuan hamil pada usia 15-24 tahun di sejumlah negara di sana. Ini diduga disebabkan oleh
banyaknya penyakit kelamin, praktik menoreh tubuh,transfusi darah, dan buruknya
tingkat kesehatan dan gizi di sana.
[27]


Rujukan
1. Kateglo- virus imunodifisiensi manusia
2. Jenny Page, Maylani Louw, Delene Pakkiri, Monica Jacobs. 2006. Working with
HIV/AIDS. Cape Town: Juta Legal and Academic Publishers
3. Jay A. Levy. 2007. HIV and the pathogenesis of AIDS. ASM Press.
4. Barr-Sinoussi, F., Chermann, J. C., Rey, F., Nugeyre, M. T., Chamaret, S., Gruest, J.,
Dauguet, C., Axler-Blin, C., Vezinet-Brun, F., Rouzioux, C., Rozenbaum, W. and
Montagnier, L. (1983) Isolation of a T-lymphotropic retrovirus from a patient at risk for
acquired immune deficiency syndrome (AIDS)Science 220, 868-871
5. Popovic, M., Sarngadharan, M. G., Read, E. and Gallo, R. C. (1984) Detection, isolation,
and continuous production of cytopathic retroviruses (HTLV-III) from patients with
AIDS and pre-AIDS.Science 224, 497-500
6. Coffin, J., Haase, A., Levy, J. A., Montagnier, L., Oroszlan, S., Teich, N., Temin, H.,
Toyoshima, K., Varmus, H., Vogt, P. and Weiss, R. A. (1986) What to call the AIDS
virus? Nature 321.
7. Reeves, J. D. and Doms, R. W. (2002)Human immunodeficiency virus type 2. J. Gen.
Virol. 83, 1253-1265
8. Microbiology Australia The Australian Society for Microbiology. Volume 22. Number 1.
Maret 2010. Page 17-20.
9. "The Circulating Recombinant Forms (CRFs)". Los Alamos National Laboratory.
Diakses pada 2 April 2010.
10. MetaPathogen.com Human Immunodeficiency Virus 1 (HIV-1). Diakses pada 19 Juni
2011.
11. B. D. Schoub. 1999. AIDS and HIV in Perspective: A Guide to Understanding the Virus
and its Consequences. Cambridge University Press Page. 57-59.
12. Felissa R. Lashley, Jerry D. Durham. 2009. The person with HIV/AIDS: nursing
perspectives. Springer Publishing Company.
13. Andreas Holzenburg, Elke Bogner. 2002. Structure-function relationships of human
pathogenic viruses. New York: Kluwer Academic/Plenum Publisher. Page. 303
14. Avert.org HIV Structure and Life Cycle.
15. About.com Mark Cichocki, R.N. The HIV Life Cycle: Understanding HIV replication.
Diakses 29 Mei 2011.
16. AVERT.org. HIV Testing: The different types of HIV test. Diakses 18 Juni 2011.
17. David Mahan Knipe, Peter M. Howley. Fields virology, Volume 1. 2001. Lippincott
William & Wilkins. Page 596-598.
18. World Health Organization Early detection of HIV infection in infants and children.
19. Hung Fan, Ross F. Conner, Luis P. Villarreal. 2010. AIDS: Science and Society. Jones &
Bartlett Publishers. Page.150-151.
20. Center for Disease Control and Prevention:HIV Transmission
21. Trace: Tennessee Research and Creative Exchange Jonathan Richard Hughes. 2002.
HIV: Structure, Life Cycle, and Pathogenecity.
22. CDC HIV/AIDS Facts, Oral Sex and HIV Risk. Juni 2009.
23. HIVInfo.us: An HIV Information Site & HIV Educational Resource Site (HIS & HERS),
Prevention for Positives: HIV & STD Transmission Issues. Diakeses pada 12 Juni 2011.
24. Public Health - Seattle & King County, Update on Sexual Transmission of HIV - March
2002. Diakses pada 17 Juni 2011.
25. RAND Health Michael A. Stoto, Ann S. Goldman. 2003. Preventing Perinatal
Transmission of HIV.
26. WHO:UNAIDS statement on South African trial findings regarding male circumcision
and HIV
27. Bentwich, Z., Kalinkovich., A. and Weisman, Z. (1995) Immune activation is a dominant
factor in the pathogenesis of African AIDS. Immunol. Today16, 187-191 PMID 7734046

You might also like