Professional Documents
Culture Documents
FAKULTAS KEDOKTERAN
CASE REPORT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FEBRUARI 2014
APPENDISITIS AKUT
OLEH
MOHD HAZIQ HANIS ANUAR
C11109837
PEMBIMBING
dr. Andi Irwansyah Achmad
SUPERVISOR
Dr. dr. Ronald E. Lusikooy, SpB-KBD
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA
BAGIAN ILMU BEDAH KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2014
LEMBAR PENGESAHAN
Stambuk
: C111-09-837
Judul kasus
: Appendisitis Akut
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, 20 Februari 2014
Mengetahui,
Pembimbing
Co-Ass
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTIFIKASI
Nama
: Ny. M
: 20- 2 - 14
Ruangan
: L2 K2 B2
Status Generalis
Sakit sedang / gizi cukup / composmentis
Status Vitalis
Tekanan Darah: 120 / 80 mmHg
Nadi
: 80 x / menit
Pernafasan
: 20 x / menit
Suhu
: 37.9oC
Kepala
Konjungtiva
: anemis (-)
Sklera
: ikterus (-)
3
Bibir
Gusi
: perdarahan (-)
Mata
pupil bulat, isokor, 2,5mm/2,5mm, RC +/+
Leher
Kelenjar getah bening :tidak terdapat pembesaran
DVS
: R-2 cmH20
Deviasi trakea
: tidak ada
Palpasi
Perkusi
: sonor R=L
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: S1 / S2 reguler,murmur (-)
: Datar, ikut gerak napas, warna kulit sama dengan sekitar. Darm
Contour (-), Darm Steifung (-)
Auskultasi
Palpasi
: Massa Tumor (-), Nyeri Tekan (+) pada titik Mc Burney (+),
Rovsing Sign (+), Blumberg Sign (+), Psoas sign (+) Obturator
Sign (+)
Hepar / Lien tidak teraba.
Perkusi
Rectal Touche :
Spincter mencekik, mukosa licin, ampula kosong, Massa tumor (-). Nyeri tekan
pada arah jam 10.
Handschoen: Feces (-) darah (-) lendir (-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
WBC
10,4
4,00-10,0
RBC
4,77
4,00-6,00
HGB
14,6
12,0-16,0
HCT
43,3
37,0-48,0
PLT
166
150-400
GOT
16
< 38
GPT
< 41
GDS
78
140
CT
600
4-10
BT
200
1-7
PT
11.6
10-14
APTT
24.8
22,0-30,0
NEU
7.56
2.00 7.5
LYM
1.6
1.00-4.00
Pankrease
Spleen
Kedua ginjal
VU
maupun SOL
KESAN
Urinalisa (11/2/2014)
Urin
Warna
pH
: 6.0
: 1, eritrosit : 1,
KESAN
Skor Alvarado
Gejala Klinik
Value
Anoreksia
Mual/muntah
Nyeri RLQ
Nyeri lepas
Febris
Leukositosis
JUMLAH
E. RESUME
Perempuan, 17 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut kanan bawah,
dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan pada ulu hati lalu
berpindah ke perut kanan bawah. Riwayat demam ada, terus menerus, sejak 2 hari
yang lalu. Riwayat mual ada. Riwayat muntah ada. Riwayat nyeri ada ketika batuk.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan, nyeri tekan ada pada titik Mc Burney , Rovsing
Sign dan Blumberg Sign ada, Psoas sign dan Obturator sign ada. Nyeri Ketok pada
titik Mc Burney ada
Pemeriksaan lab, menunjukkan tanda-tanda leukositosis. Hasil pemeriksaan USG,
menunjukkan gambaran appendisitis akut. Berdasarkan skor Kalesaran, Labeda dan
Alvarado, diindikasikan pasien ini untuk dilakukan tindakan operasi.
F. DIAGNOSIS KERJA
Appendisitis Akut
G. RENCANA TINDAKAN
Appendectomy
BAB I
PENDAHULUAN
Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis.
Appendix merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang berada di
7
perut kanan bawah dan organ ini mensekresikan IgA namun seringkali menimbulkan
masalah bagi kesehatan. Peradangan akut Appendix atau Appendicitis acuta
menyebabkan komplikasi yang berbahaya apabila tidak segera dilakukan tindakan bedah1.
Appendicitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan.
Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada anak
sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan Appendicitis acuta mengalami perforasi
setelah dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian resusitasi
cairan dan antibiotik yang lebih baik, appendicitis pada anak-anak, terutama pada anak
usia prasekolah masih tetap memiliki angka morbiditas yang signifikan. Diagnosis
Appendicitis acuta pada anak kadang-kadang sulit. Hanya 50-70% kasus yang bisa
didiagnosis dengan tepat pada saat penilaian awal. Angka appendectomy negatif pada
pasien anak berkisar 10-50%. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik
merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis Appendicitis2.
Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari Appendix yang
terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila tidak
dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama disebabkan
karena peritonitis dan syok. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang pertama yang
menjelaskan bahwa Appendicitis acuta merupakan salah satu penyebab utama terjadinya
akut abdomen di seluruh dunia 3.
Appendicular infiltrat merupakan komplikasi dari Appendicitis acuta yang terjadi bila
Appendicitis gangrenosa atau mikroperforasi dilokalisir atau dibungkus oleh omentum
dan/atau lekuk usus halus4.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI, FISIOLOGI, DAN EMBRIOLOGI APPENDIX
Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum
dan Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan Appendix
terlihat pada minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya
Appendix berada pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial
dekat dengan Plica ileocaecalis. Dalam proses perkembangannya, usus mengalami rotasi.
Caecum berakhir pada kuadran kanan bawah perut. Appendix selalu berhubungan dengan
Taenia caecalis. Oleh karena itu, lokasi akhir Appendix ditentukan oleh lokasi
Caecum.1,2,3
komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT), fungsinya tidak
penting dan Appendectomy tidak akan menjadi suatu predisposisi sepsis atau penyakit
imunodefisiensi lainnya.2
2.2 INSIDENSI
10
Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun jarang pada anak kurang
dari satu tahun.2
2.3 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Fecalith
merupakan penyebab umum obstruksi Appendix, yaitu sekitar 20% pada anak dengan
Appendicitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi Appendix. Penyebab yang
lebih jarang adalah hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa Appendix, barium yang
mengering pada pemeriksaan sinar X, biji-bijian, gallstone, cacing usus terutama Oxyuris
vermicularis. Reaksi jaringan limfatik, baik lokal maupun generalisata, dapat disebabkan
oleh infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti
Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris.
Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enterik atau sistemik, seperti
measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Insidensi Appendicitis juga meningkat pada
pasien dengan cystic fibrosis. Hal tersebut terjadi karena perubahan pada kelenjar yang
mensekresi mukus. Obstruksi Appendix juga dapat terjadi akibat tumor carcinoid,
khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, corpus
alienum seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya
Appendicitis. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya Appendicitis adalah trauma,
stress psikologis, dan herediter.6
Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi.
Fecalith ditemukan pada 40% kasus Appendicitis acuta sederhana, sekitar 65% pada
kasus Appendicitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus Appendicitis acuta
gangrenosa dengan perforasi. 1,2,6,7
11
12
dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering
dijumpai pada bayi karena bayi tidak memiliki jaringan lemak omentum, sehingga tidak
ada jaringan yang melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi. Perforasi yang terjadi
pada anak yang lebih tua atau remaja, lebih memungkinkan untuk terjadi abscess.
Abscess tersebut dapat diketahui dari adanya massa pada palpasi abdomen pada saat
pemeriksaan fisik.6
Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering
dijumpai pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat iritasi
Ileum terminalis atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess
pelvis.6
2.4 MANIFESTASI KLINIS
2.4.1 Gejala Klinis
Gejala Appendicitis acuta umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan
nyeri perut yang didahului anoreksia.12,13 Gejala utama Appendicitis acuta adalah nyeri
perut. Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu menetap, kadang
disertai kram yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-12 jam, dengan rata-rata
4-6 jam. Nyeri yang menetap ini umumnya terlokalisasi di RLQ. Variasi dari lokasi
anatomi Appendix berpengaruh terhadap lokasi nyeri, sebagai contoh; Appendix yang
panjang dengan ujungnya yang inflamasi di LLQ menyebabkan nyeri di daerah tersebut,
Appendix di daerah pelvis menyebabkan nyeri suprapubis, retroileal Appendix dapat
menyebabkan nyeri testicular.
1,2,3,7,8
14
Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak
pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada beberapa
pasien terutama anak-anak. Diare dapat timbul setelah terjadinya perforasi Appendix. 2,3
Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya ditentukan
apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy, dilakukan pemeriksaan
PA terhadap jaringan Appendix dan hasil PA diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu
radang akut dan bukan radang akut.5
Tabel 2. Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis.2
Value
1
1
1
Tanda
2
1
1
Lab
2
1
Total poin
10
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan
Gejala
Gejala Klinik
Adanya migrasi nyeri
Anoreksia
Mual/muntah
Nyeri RLQ
Nyeri lepas
Febris
Leukositosis
Shift to the left
15
Rovsings sign
16
Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi
peritoneum. Sering positif pada Appendicitis namun tidak spesifik.
Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien dan
tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien digerakkan
dalam arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan kekakuan
musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal dari
peradangan Appendix. Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi rigiditas
abdomen.
Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki kanan
pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa memposisikan
sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam posisi endorotasi
kemudian eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di hipogastrium saat
eksorotasi. Nyeri pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi Appendix, abscess
lokal, iritasi M. Obturatorius oleh Appendicitis letak retrocaecal, atau adanya hernia
obturatoria.
17
Wahls sign
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan
perkusi di RLQ, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga Scherren pada
auskultasi.
Baldwins test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat tungkai
kanannya ditekuk.
Defence musculare
Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendix.
18
Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral
diukur dalam diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif bila tanpa kompresi
ukuran anterior-posterior Appendix 6 mm atau lebih. Ditemukannya appendicolith akan
mendukung diagnosis. Gambaran USG dari Appendix normal, yang dengan tekanan
ringan merupakan struktur akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan
menyingkirkan diagnosis Appendicitis acuta. Penilaian dikatakan negatif bila Appendix
tidak terlihat dan tidak tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis
Appendicitis acuta tersingkir dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam
rongga abdomen harus dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita usia
reproduktif, organ-organ panggul harus dilihat baik dengan pemeriksaan transabdominal
maupun endovagina agar dapat menyingkirkan penyakit ginekologi yang mungkin
menyebabkan nyeri akut abdomen. Diagnosis Appendicitis acuta dengan USG telah
dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-96% dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG
sama efektifnya pada anak-anak dan wanita hamil, walaupun penerapannya terbatas pada
kehamilan lanjut.
USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada pemakai.
Penilaian positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya periappendicitis dari
peradangan sekitarnya, dilatasi Tuba fallopi, benda asing (inspissated stool) yang dapat
menyerupai appendicolith, dan pasien obesitas Appendix mungkin tidak tertekan karena
proses inflamasi Appendix yang akut melainkan karena terlalu banyak lemak. USG
negatif palsu dapat terjadi bila Appendicitis terbatas hanya pada ujung Appendix, letak
retrocaecal, Appendix dinilai membesar dan dikelirukan oleh usus kecil, atau bila
Appendix mengalami perforasi oleh karena tekanan.
20
21
CT Scan Appendix
Sensitivitas
85%
90-100%
Spesifitas
92%
95-97%
Penggunaan
Keuntungan
Kerugian
Aman
Relatif murah
Dapat menyingkirkan
penyakit pelvis pada
wanita
Lebih baik pada anak-anak
Tergantung operator
Secara teknik tidak
adekuat dalam menilai gas
Nyeri
Lebih akurat
Lebih baik dalam
mengidentifikasi Appendix
normal, phlegmon dan
abscess
Mahal
Radiasi ionisasi
Kontras
24
2.7.3.1. Patofisiologi
Bila semua proses patofisiologi Appendicitis berjalan lambat, omentum dan usus
yang berdekatan akan bergerak kearah Appendix hingga timbul suatu massa lokal yang
disebut Appendicularis infiltrat. Peradangan Appendix tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang.17
Appendicularis infiltrat merupakan tahap patologi Appendicitis yang dimulai
dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding Appendix dalam waktu 24-48 jam
pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan
menutup Appendix dengan omentum, usus halus, atau Adnexa sehingga terbentuk massa
periappendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat
mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abscess, Appendicitis akan sembuh dan massa
periappendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara
lambat. 7
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan Appendix lebih panjang, dinding
Appendix lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah
terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.7
Kecepatan terjadinya peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme,
daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding Appendix, omentum, usus yang lain, peritoneum
parietale dan juga organ lain seperti Vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan
melokalisir proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah
terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai
tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum
abdominalis, oleh karena itu penderita harus benar-benar istirahat (bedrest).8
Appendix yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya.
Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu
ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut. 8
25
menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada
Appendicitis pelvika. 8
Pada Appendicitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis
adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak tidak
dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih
ditujukan untuk mengetahui letak Appendix.8
2.7.3.4. Diagnosis
Riwayat klasik Appendicitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di
region iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abscess
Appendikuler. Penegakan diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik maupun
penunjang. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dengan karsinoma Caecum, penyakit
Crohn, amuboma dan Lymphoma maligna intra abdomen. Perlu juga disingkirkan
kemungkinan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan kelainan ginekolog
seperti Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Adnexitis dan Kista Ovarium terpuntir .
Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang khas.7
Tumor Caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan umum jelek,
anemia dan turunnya berat badan. Hal ini perlu dipastikan dengan colon in loop dan
benzidin test. Pada anak-anak tumor Caecum yang sering adalah sarcoma dari kelenjar
mesenterium. Pada Appendicitis tuberkulosa, klinisnya antara lain keluhan nyeri yang
tidak begitu hebat disebelah kanan perut, dengan atau tanpa muntah dan waktu serangan
dapat timbul panas badan, leukositosis sedang, biasanya terdapat nyeri tekan dan rigiditas
pada kuadran lateral bawah kanan, kadang-kadang teraba massa.7
Massa Appendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:
1.
keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;
2.
3.
27
1.
keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi
lagi;
2.
3.
2.7.3.5. Penatalaksanaan
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat Appendix menjadi dilindungi oleh
omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang terbentuk
tersusun atas campuran bangunan-bangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya dapat
segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada Appendix tidak dapat mengatasi
rintangan-rintangan sehingga penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi
menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abscess yang
jelas batasnya.7
Urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini adalah
bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi untuk
membuang Appendix yang mungkin gangrene, dari dalam massa perlekatan ringan yang
longgar dan sangat berbahaya, dan karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi,
sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan abscess yang
dapat mudah didrainase.7
Massa Appendix terjadi bila terjadi Appendicitis gangrenosa atau mikroperforasi
ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa
periappendikular yang pendindingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus
keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Pada
anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa
periappendikular yang terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk
dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta
luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan
leukosit normal, penderita boleh pulang dan Appendectomy elektif dapat dikerjakan 2-3
bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila
terjadi perforasi, akan terbentuk abscess Appendix. Hal ini ditandai dengan kenaikan
28
suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta
bertambahnya angka leukosit. 7
Tatalaksana Appendicular infiltrat pada anak-anak sampai sekarang masih
kontroversial. Dari hasil penelitian kasus terapi Appendicular infiltrat pada anak-anak,
kebanyakan adalah konservatif yaitu dengan observasi ketat dan antibiotik, dengan cairan
intravena, dan pemasangan NGT bila diperlukan. Konservatif berlangsung selama 6
hari di rumah sakit, lalu direncanakan untuk dilakukan Appendectomy elektif setelah 4-6
minggu kemudian untuk mencegah kemungkinan risiko rekurensi dan perforasi yang
lebih luas. Dari hasil penelitian komplikasi setelah operasi dengan penanganan
konservatif terlebih dahulu lebih sedikit bila dibandingkan dengan terapi pembedahan
segera seperti cedera pada ileum (Ileal injury), abses intrabdominal, infeksi karena luka
saat operasi. Sehingga terapi non-operatif pada appendicular infiltrat yang diikuti dengan
Appendectomy elektif merupakan metode yang aman dan efektif. Terapi tersebut sama
dengan pada orang dewasa yaitu dengan konservatif terlebih dahulu yang diikuti dengan
appendectomy elektif. Hal ini dikarenakan untuk mencegah komplikasi post operasi dan
risiko dari prosedur pembedahan yang besar (extensive).2
Pada anak-anak, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi
abscess, dianjurkan untuk operasi secepatnya. Pada penderita dewasa, appendectomy
direncanakan pada Appendicular infiltrat tanpa pus yang telah ditenangkan. Sebelumnya
pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob.
Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan
Appendectomy.2
Akhir-akhir ini terdapat manajement terapi yang terbaru yaitu dengan PLD (Primary
Laparoscopic Drainage) yang dapat diikuti dengan LA (Laparoscopic Appendectomy).
PLD ini rata-rata memakan waktu operasi sekitar 80-100 menit, makanan oral dapat
diberikan 2-3 hari setelah PLD, penurunan panas badan pasien menjadi afebril pada 4-7
hari setelah PLD, antibiotik intravena dapat dilepas 4-5 hari setelahnya, perawatan di
rumah sakit antara 7-15 hari. PLD ini tidak terbukti terdapat komplikasi selama intra
maupun post operasi, sedangkan bila dilanjutkan dengan LA, komplikasi yang dapat
terjadi adalah adhesi obstruksi usus.2
29
Bila sudah terjadi abscess, dianjurkan untuk drainase saja dan Appendectomy dikerjakan
setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ditemukan keluhan atau gejala apapun,
dan pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses,
dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.2
2.8 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien Appendicitis acuta yaitu 1,2,3,6,7
1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis
dehidrasi atau septikemia.
2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral
3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah.
4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.
5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur dan
didapatkan beta-hCG positif secara kualitatif.
Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi; antibiotika profilaksis
harus diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan single dose dipilih
antibiotika yang bisa melawan bakteri anaerob.
Teknik operasi Appendectomy 1,2,6,:
a. Open Appendectomy
1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.
2. Dibuat sayatan kulit:
Horizontal
Oblique
30
sayatan
M.rectus abd.
M.rectus abd.
ditarik ke medial
2 lapis
Keterangan gambar:
Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi kedua
mengenai jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus abdominis
externus.
2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke lateral
bawah.
31
Keterangan gambar:
Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diincisi searah
dengan seratnya ke arah lateral.
3) Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.
Keterangan gambar:
Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar tak
terjadi trauma jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N. iliohipogastricus
dan pembuluh yang memperdarahinya terletak di sebelah lateral di antara
M. obliquus externus dan internus. Tarikan yang terlalu keras akan
merobek pembuluh dan membahayakan saraf.
4. Peritoneum dibuka.
32
Keterangan gambar:
Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar.
Peritoneum sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di
bawahnya. Secuil peritoneum angkat dengan pinset. Yang nampak di sini ialah
pinset jaringan De Bakey. Asisten juga mengangkat dengan cara yang sama pada
sisi di sebelah dokter bedah. Dokter bedah melepaskan pinset, memasang lagi
sampai dia yakin bahwa hanya peritoneum yang diangkat.
5. Caecum dicari kemudian dikeluarkan kemudian taenia libera ditelusuri untuk
mencari Appendix. Setelah Appendix ditemukan, Appendix diklem dengan klem
Babcock dengan arah selalu ke atas (untuk mencegah kontaminasi ke jaringan
sekitarnya).
Appendix dibebaskan dari mesoappendix dengan cara:
Mesoappenddix ditembus dengan sonde kocher dan pada kedua sisinya, diklem,
kemudian dipotong di antara 2 ikatan.
Keterangan gambar:
Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem
Babcock melingkari appenddix dan satu klem dimasukkan lewat mesenterium
seperti pada gambar. Cara lainnya ialah dengan mengklem ujung bebas
mesenterium di bawah ujung appenddix. Appendix tak boleh terlalu banyak
diraba dan dipegang agar tidak menyebarkan kontaminasi.
6. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi lebih
kuat karena mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah Caecum). Klem
33
dipindahkan sedikit ke distal, lalu bekas klem yang pertama diikat dengan benang
yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga tidak terbentuk rongga dan bila
terbentuk pus akan masuk ke dalam Caecum).
34
9. Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru dilepaskan
dan mesenteriolumnya (retrograde).
10. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
b. Laparoscopic Appendectomy
Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien
dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopy sangat berguna
untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Dengan
menggunakan laparoscope akan mudah membedakan penyakit akut ginekologi dari
Appendicitis acuta.1
36
BAB III
KESIMPULAN
Appendicitis adalah peradangan pada Appendix vermicularis. Appendix merupakan
derivat bagian dari midgut, yang lokasi anatomisnya dapat berbeda tiap individu.
Appendicitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan.
Faktor-faktor yang menjadi etiologi dan predisposisi terjadinya Appendicitis meliputi
faktor obstruksi, bakteriologi, dan diet. Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada
Appendicitis acuta.
Gejala klinis Appendicitis meliputi nyeri perut, anorexia, mual, muntah, nyeri
berpindah,
dan
gejala
sisa
klasik
berupa
nyeri
periumbilikal
kemudian
penunjang
dalam
diagnosis
Appendicitis
adalah
pemeriksaan
37
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery. 17th
edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Philadelphia:
Elsevier Saunders. 2004: 1381-93
2. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartzs Principles of Surgery Volume 2.
8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG,
Pollock RE. New York: McGraw Hill Companies Inc. 2005:1119-34
3. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition.
Ed:Way LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72
4. Human Anatomy 205. Retrieved at October 20th 2011 From: http://www
.talkorigins.org/faqs/vestiges/vermiform_Appendix.jpg
5. http://www.med.unifi.it/didonline/annoV/clinchirI/Casiclinici/Caso10/Appendicitis1x.jpg
6. Ellis H, Nathanson LK. Appendix and Appendectomy. In : Maingots Abdominal
Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis H, Ashley SW,
McFadden DW. Singapore: McGraw Hill Co. 2001: 1191-222
7
Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1. Ed:
Norton JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI, Thompson
RW. New York: Springer Verlag Inc. 2000: 647-62
39