You are on page 1of 29

1

PERCOBAAN 6
TOKSISITAS AMFETAMIN DAN SIANIDA

1.1 Tujuan Percobaan
Mengetahui dan memahami mekanisme kerja yang mendasari
manifestasi efek dan toksisitas amfetamin.
Melihat pengaruh lingkungan terhadap toksisitas amfetamin.
Memahami bahaya penggunaan amfetamin dan obat sejenis.
Mengetahui dan memahami mekanisme terjadinya manifestasi
keracunan sianida dan gejala-gejala keracunan sianida.
Mengerti mekanisme kerja antidotum untuk sianida.
Agar mahasiswa terampil menangani kasus CN dengan memilihkan
antidote yang tepat.

1.2 Tinjauan Pustaka
Toksisitas

Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang racun. Pengertian lain
yaitu semua subtansi yang digunakan, dibuat, atau hasil dari suatu formulasi dan
produk sampingan yang masuk ke lingkungan dan punya kemampuan untuk
menimbulkan pengaruh negative bagi manusia. Keracunan dapat ditimbulkan oleh
zat kimia ( zat industri, obat, kosmetik, BTM), insektisida, tumbuhan ( jamur),
dan hewan (bisa ular/lebah).

Bentuk toksisitas :
a. Toksisitas fisika : dermatitis, kulit kering, kulit pecah, iritasi, demam dll.
Yang disebabkan oleh radiasi.
b. Toksisitas kimia : disebabkan oleh asam kuat, logam merkuri, dll.
2

c. Toksisitas fisiologis : yang mempengaruhi ensim dalam metabolisme.

Semua zat adalah racun yang tegantung dari dosis dan lama kontak. Zat
bersifat racun yang berada dalam tubuh belum tentu bersifat racun karena sangat
tergantung dari kadar zat tersebut dalam tubuh. Konsentrasi zat yang kontak
dalam waktu lamam dan tidak menimbulkan efek toksik disebut ambang batas.

Keracunan :
a. Keracunan akut : terjadi segera disebabkan logam, insektisida, obat dll.
b. Keracunan kronis : terjadi dalam waktu lama dan terjadi penimbunan dalam
tubuh. Keracunan kronis dapat menyebabkan kanker,mutagenic, kerusakan
organ, dll.
Toksisitas Amfetamin

Amfetamin adalah kelompok obat psikoaktif sintetis yang disebut sistem
saraf pusat (SSP) stimulan. Amfetamin merupakan satu jenis narkoba yang dibuat
secara sintetis dan kini terkenal di wilayah Asia Tenggara. Amfetamin dapat
berupa bubuk putih, kuning, maupun coklat, atau bubuk putih kristal kecil.

Senyawa ini memiliki nama kimia methylphenethylamine merupakan
suatu senyawa yang telah digunakan secara terapetik untuk mengatasi obesitas,
attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan narkolepsi. Amfetamin
meningkatkan pelepasan katekolamin yang mengakibatkan jumlah
neurotransmiter golongan monoamine (dopamin, norepinefrin, dan serotonin) dari
saraf pra-sinapsis meningkat. Amfetamin memiliki banyak efek stimulan
diantaranya meningkatkan aktivitas dan gairah hidup, menurunkan rasa lelah,
meningkatkan mood, meningkatkan konsentrasi, menekan nafsu makan, dan
menurunkan keinginan untuk tidur. Akan tetapi, dalam keadaan overdosis, efek-
efek tersebut menjadi berlebihan.

3

Amfetamin bisa disalah gunakan selama bertahun-tahun atau digunakan
sewaktu-waktu. Bisa terjadi ketergantungan fisik maupun ketergantungan psikis.
Dulu ketergantungan terhadap amfetaamin timbul jika obat ini diresepkan untuk
menurunkan berat badan, tetapi sekarang penyalahgunaan amfetamin terjadi
karena penyaluran obat yang ilegal. Beberapa amfetamin tidak digunakan untuk
keperluan medis dan beberapa lainnya dibuat dan digunakan secara ilegal.

Di AS, yang paling banyak disalahgunakan adalah metamfetamin.
Penyalahgunaan MDMA sebelumnya tersebar luas di Eropa, dan sekarang telah
mencapai AS. Setelah menelan obat ini, pemakai seringkali pergi ke disko untuk
triping. MDMA mempengaruhi penyerapan ulang serotonin (salah satu
penghantar saraf tubuh) di otak dan diduga menjadi racun bagi sistim saraf

Efek Amfetamin

Secara klinis, efek amfetamin sangat mirip dengan kokain, tetapi amfetamin
memiliki waktu paruh lebih panjang dibandingkan dengan kokain (waktu paruh
amfetamin 10 15 jam) dan durasi yang memberikan efek euforianya 4 8 kali
lebih lama dibandingkan kokain. Hal ini disebabkan oleh stimulator-stimulator
tersebut mengaktivasi reserve powers yang ada di dalam tubuh manusia dan
ketika efek yang ditimbulkan oleh amfetamin melemah, tubuh memberikan
signal bahwa tubuh membutuhkan senyawa-senyawa itu lagi. Berdasarkan ICD-
10 (The International Statistical Classification of Diseases and Related Health
Problems), kelainan mental dan tingkah laku yang disebabkan oleh amfetamin
diklasifikasikan ke dalam golongan F15 (Amfetamin yang menyebabkan
ketergantungan psikologis).

Efek yang ditimbulkan Amphetamine tipikal digunakan untuk
meningkatkan daya kerja dan untuk menginduksi perasaan euforik. Pelajar yang
belajar untuk ujian, pengendara truk jarak jauh, pekerja yang sering dituntut
4

bekerja mengejar deadline, dan atlet. Amphetamine merupakan zat yang adiktif.
Jenis obatobatan yang tergolong kelompok amphetamine adalah :
dextroamphetamine (Dexedrin), methamphetamine dan methylphenidate (Ritalin).
Obat tersebut beredar dengan nama jalanan : crack, ecstasy, ice, crystal meth,
speed, shabu shabu.

Gejala Intoksikasi (keracunan), Sindroma intoksikasi amfetamin serupa
dengan intoksikasi kokain, yaitu Takikardia Dilatasi pupil Peninggian atau
penurunan tekanan darah Berkeringat atau menggigil Mual dan muntah
Penurunan berat badan Agitasi atau retardasi psikomotor Kelemahan otot, depresi
pernapasan, nyeri dada, aritmia jantung Konfusi, kejang, diskinesia, distonia,
koma Gejala Putus Obat Kecemasan Gemetar Mood disforik Letargi Fatigue
Mimpi yang menakutkan Nyeri kepala Berkeringat banyak Kram otot dan
lambung Rasa lapar yang tidak pernah kenyang HALUSINOGEN Halusinogen
disebut sebagai psikodelik atau psikotomimetik karena disamping menyebabkan
halusinasi juga menyebabkan hilangnya kontak dengan realitas dan suatu
perluasan serta peninggian kesadaran.

Gejala Amfetamin

Amfetamin meningkatkan kesiagaan (mengurangi kelelahan), menambah
daya konsentrasi, menurunkan nafsu makan dan memperkuat penampilan fisik.
Obat ini menimbulkan perasaan nyaman atau euforia (perasaan senang yang
berlebihan). Beberapa pecandu amfetamin adalah penderita depresi dan mereka
menggunakan efek peningkat-suasana hati dari amfetamin untuk mengurangi
depresinya sementara waktu. Pada atlet pelari, amfetamin bisa memperbaiki
penampilan fisik, perbedaan sepersekian detik bisa menentukan siapa yang
menjadi juara. Para pengemudi truk jarak jauh menggunakan amfetamin supaya
mereka tetap terjaga.

5

Selain merangsang otak, amfetamin juga meningkatkan tekanan darah dan
denyut jantung. Pernah terjadi serangan jantung yang berakibat fatal, bahkan pada
atlet muda yang sehat. Tekanan darah bisa sedemikian tinggi sehingga pembuluh
darah di otak bisa pecah, menyebabkan stroke dan kemungkinan menyebabkan
kelumpuhan dan kematian. Kematian lebih mungkin terjadi jika: - MDMA
digunakan dalam ruangan hangat dengan ventilasi yang kurang - pemakai sangat
aktif secara fisik (misalnya menari dengan cepat) - pemakai berkeringat banyak
dan tidak minum sejumlah cairan yang cukup untuk menggantikan hilangnya
cairan.

Orang yang memiliki kebiasaan menggunakan amfetamin beberapa kali
sehari, dengan segera akan mengalami toleransi Jumlah yang digunakan pada
akhirnya akan meningkat sampai beberapa ratus kali dosis awal. Pada dosis
tertentu, hampir semua pecandu menjadi psikostik, karena amfetamin dapat
menyebabkan kecemasan hebat, paranoia dan gangguan pengertian terhadap
kenyataan hidup.

Reaksi psikotik meliputi halusinasi dengar dan lihat (melihat dan
mendengar benda yang sebenarnya tidak ada) dan merasa sangat berkuasa. Efek
tersebut bisa terjadi pada siapa saja, tetapi yang lebih rentan adalah pengguna
dengan kelainan psikiatrik (misalnya skizofrenia).

Gejala yang berlawanan dengan efek amfetamin terjadi jika amfetamin
secara tiba-tiba pengguna akan menjadi lelah atau mengantuk, yang bisa
berlangsung selama 2-3 hari setelah penggunaan obat dihentikan. Beberapa
pengguna sangat cemas dan gelisah. Pengguna yang juga menderita depresi bisa
menjadi lebih depresi jika obat ini berhenti digunakan.

Mereka menjadi cenderung ingin bunuh diri, tetapi selama beberapa hari
mereka mengalami kekurangan tenaga untuk melakukan usaha bunuh diri. Karena
itu pengguna menahun perlu dirawat di rumah sakit selama timbulnya gejala putus
6

obat. Pada pengguna yang mengalami delusi dan halusinasi bisa diberikan obat
anti-psikosa (misalnya klorpromazin), yang akan memberikan efek menenangkan
dan mengurangi ketegangan. Tetapi obat anti-psikosa bisa sangat menurunkan
tekanan darah. Biasanya lingkungan yang tenang dan mendukung bisa membantu
pemulihan pengguna amfetamin.

Cara yang paling umum dalam menggunakan amfetamin adalah dihirup
melalui tabung. Zat tersebut mempunyai mempunyai beberapa nama lain: ATS,
SS, ubas, ice, Shabu, Speed, Glass, Quartz, Hirropon dan lain sebagainya.
Amfetamin terdiri dari dua senyawa yang berbeda: dextroamphetamine murni and
pure levoamphetamine.dan levoamphetamine murni. Since dextroamphetamine is
more potent than levoamphetamine, pure Karena dextroamphetamine lebih kuat
daripada levoamphetamine, dextroamphetamine juga lebih kuat daripada
campuran amfetamin.
Amfetamin dapat membuat seseorang merasa energik. Efek amfetamin
termasuk rasa kesejahteraan, dan membuat seseorang merasa lebih percaya diri.
Perasaan ini bisa bertahan sampai 12 jam.
Obat-obat yang termasuk ke dalam golongan amfetamin adalah :
Amfetamin
Metamfetamin
Metilendioksimetamfetamin (MDMA, ecstasy atau Adam)

Toksisitas Sianida

Sianida merupakan racun yang bekerja cepat, berbentuk gas tak berbau dan
tak berwarna, yaitu hidrogen sianida (HCN) atau sianogen khlorida (CNCl) atau
berbentuk kristal seperti sodium sianida (NaCN) atau potasium sianida (KCN).
Hidrogen sianida merupakan gas yang mudah dihasilkan dengan mencampur
asam dengan garam sianida dan sering digunakan dalam pembakaran plastik,
wool, dan produk natural dan sintetik lainnya. Keracunan hidrogen sianida dapat
7

menyebabkan kematian, dan pemaparan secara sengaja dari sianida (termasuk
garam sianida) dapat menjadi alat untuk melakukan pembunuhan ataupun bunuh
diri.

Akibat racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan cara masuk tubuh,
lewat pernapasan atau pencernaan. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan
oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak. Paparan
dalam jumlah kecil mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah, sakit
kepala, mual dan muntah serta detak jantung meningkat. Paparan dalam jumlah
besar menyebabkan kejang, tekanan darah rendah, detak jantung melambat,
kehilangan kesadaran, gangguan paru serta gagal napas hingga korban meninggal.

Dosis lethal (LD 50) dari komponen ini adalah sekitar 2 mg/kg, dengan
menelan 50-75 mg dari garam cyanida ini dapat menyebabkan sulit bernafas
dalam waktu beberapa menit. Hallogen cyanida adalah gas yang mengiritasi dan
dapat menyebabkan oedema paru-paru, air mata kelur terus dan hipersalivasi.

Kebanyakan plastik dan serat acrylic dapat mengeluarkan gas cyanida bila
dibakar. Gas tersebut dapat terhisap melalui pernfasan terabsorpsi melalui kulit
dan dapat menyebabkan terjadinya kematian. Sumber lain dari keracunan cyanida
ialah dengan memakan/termakan cyanogenik glycosida yang terdapat dalam biji
dari buaha-buahan tertentu. Amygdalin, adalah salah satu senyawa cyanogenik
glykosida yang terdapat dalam biji buah apel, peach, plum, apricot, cherry dan biji
almond, dimana amygdalin di hidrolisa menjadi hidrogen cyanida.


Mekanisme toksisitas sianida

Sianida menjadi toksik bila berikatan dengan trivalen ferric (Fe+++). Tubuh
yang mempunyai lebih dari 40 sistem enzim dilaporkan menjadi inaktif oleh
cyanida. Yang paling nyata dari hal tersebut ialah non aktif dari dari sistem enzim
8

cytochrom oksidase yang terdiri dari cytochrom a-a3 komplek dan sistem
transport elektron. Bilamana cyanida mengikat enzim komplek tersebut, transport
elektron akan terhambat yaitu transport elektron dari cytochrom a3 ke molekul
oksigen di blok. Sebagai akibatnya akan menurunkan penggunaan oksigen oleh
sel dan mengikut racun PO2.
Sianida dapat menimbulkan gangguan fisiologik yang sama dengan
kekurangan oksigen dari semua kofaktor dalam cytochrom dalam siklus respirasi.
Sebagai akibat tidak terbentuknya kembali ATP selama proses itu masih
bergantung pada cytochrom oksidase yang merupakan tahap akhir dari proses
phoporilasi oksidatif.
Selama siklus metabolisme masih bergantung pada sistem transport
elektron, sel tidak mampu menggunakan oksigen sehingga menyebabkan
penurunan respirasi serobik dari sel. Hal tersebut menyebabkan histotoksik seluler
hipoksia. Bila hal ini terjadi jumlah oksigen yang mencapai jaringan normal tetapi
sel tidak mampu menggunakannya. Hal ini berbeda dengan keracunan CO dimana
terjadinya jarinngan hipoksia karena kekurangan jumlah oksigen yang masuk. Jadi
kesimpulannya adalah penderita keracunan cyanida disebabkan oleh ketidak
mampuan jaringan menggunakan oksigen tersebut.

Gejala Klinis

Sianida menyebabkan keracunan yang sangat cepat dan dapat menyebabkan
kematian dalam waktu beberapa menit. Terjadinya gejala keracunan cyanida
bergantung pada jenis cyanidanya. Gas hidrogen cyanida adalah paling beracun
dan gejalanya timbul dalam beberapa detik dan kematian terjadi dalam beberapa
menit. Bila garam cyanida termakan, gejalanya tidak cepat terlihat, karena bahan
kimia tersebut diabsorpsi secara lambat. Derajat keparahan bergantung pada
jumlah/dosis yang masuk kedalam tubuh. Gejala yang terlihat pada keracunan
9

sedang adalah sebatas pada kelemahan penderita, sakit kepala, mual dan muntah.
Gejala tersebut terjadi dengan cepat dan terlihat tidak spesifik.
Pada umumnya hipoksia seluler yang disebabkan oleh keracunan cyanida
dapat menyebabkan kematian sel, tetapi kekurangan oksigen pada sel tertentu
pada aortik dan karotik adalah penyebab utama dari kematian sel tersebut. Hal ini
menyebabkan gejala piperpnea, yang diikuti dengan dyspnea. Terjadinya nausea
dan vomitus mungkin disebabkan karena iritasi pada mukosa gastro-intestinal
oleh garan cyanida tersebut.
Begitu konsentrasi cyanida dalam darah meningkat, laju respirasi menjadi
lambat (menurun) dan terjadi sesak nafas, tetapi cyanosis biasanya tidak
ditemukan. Konsentrasi cyanida dalam darah meningkat, kekurangan oksigen
pada otak terjadi dan timbul kejang-kejang hipoksia dan kemudian diikuti dengan
kematian karena nafas terhenti

Pengobatan

Pada kejadian keracunan akut sulit dapat ditolong. Pengobatan terutama
ditujukan untuk menurunkan jumlah cyanida yang terikat dalam jaringan.
Antidotum yang dapat digunakan yaitu :

Natrium Tiosulfat
Berupa hablur besar, tidak berwarna, atau serbuk hablur kasar. Mengkilap
dalam udara lembab dan mekar dalam udara kering pada suhu lebih dari 33C.
Larutannya netral atau basa lemah terhadap lakmus. Sangat mudah larut dalam air
dan tidak larut dalam etanol.
Sodium tiosulfat merupakan donor sulfur yang mengkonversi sianida
menjadi bentuk yang lebih nontoksik, tiosianat, dengan enzyme sulfurtransferase,
yaitu rhodanase. Tidak seperti nitrit, tiosianat merupakan senyawa nontoksik, dan
dapat diberikan secara empiris pada keracunan sianida. Penelitian dengan hewan
10

uji menunjukkan kemampuan sebagai antidot yang lebih baik bila dikombinasikan
dengan hidroksokobalamin.
Rute utama detoksifikasi sianida dalam tubuh adalah mengubahnya menjadi
tiosianat oleh rhodanase, walaupun sulfurtransferase yang lain, seperti 37 beta-
merkaptopiruvat sulfurtransferase, dapat juga digunakan. Reaksi ini memerlukan
sumber sulfan sulfur, tetapi penyedia substansi ini tebatas. Keracunan sianida
merupakan proses mitokondrial dan penyaluran intravena sulfur hanya akan
masuk ka mitokondria secara perlahan. Natrium tiosulfat mungkin muncul sendiri
pada kasus keparahan ringan sampai sedang, sebaiknya diberikan bersama antidot
lain dalam kasus keracunan parah. Ini juga merupakan pilihan antidot saat
diagnosis intoksikasi sianida tidak terjadi, misalnya pada kasus penghirupan asap
rokok. Natrium tiosulfat diasumsikan secara intrinsic nontoksik tetapi produk
detoksifikasi yang dibentuk dari sianida, tiosianat dapat menyebabkan toksisitas
pada pasien dengan kerusakan ginjal. Pemberian natrium tiosulfat 12.5 g i.v.
biasanya diberikan secara empirik jika diagnosis tidak jelas.
Natrium tiosulfat merupakan komponen kedua dari antidot sianida. Antidot
ini diberikan sebanyak 50 ml dalam 25 % larutan. Tidak ada efek samping yang
ditimbulkan oleh tiosulfat, namun tiosianat memberikan efek samping seperti
gagal ginjal, nyeri perut, mual, kemerahan dan disfungsi pada SSP. Dosis untuk
anak-anak didasarkan pada berat badan.
Natrium Nitrit
Nitrit menyebabkan methemoglobin dengan sianida membentuk substansi
nontoksik sianmethemoglobin. Methemoglobin tidak mempunyai afinitas lebih
tinggi pada sianida daripada sitokrom oksidase, tetapi lebih potensial
menyebabkan methemoglobin daripada sitokrom oksidase. Efek samping dari
penggunaan nitrit meliputi pembentukan formasi methemoglobin, vasodilatasi,
hipotensi, dan takikardi. Mencegah pembentukkan formasi yang cepat, monitoring
tekanan darah, dan pemberian dosis yang tepat akan mengurangi terjadinya efek
samping. Ketika dilakukan terapi dengan nitrit, lihat konsentrasi hemoglobin.
11

Tetapi jangan menunda terapi ketika menunggu hasil pengukuran kadar
hemoglobin.
Sodium nitrit injeksi dan amil nitrit dalam bentuk ampul untuk inhalasi
merupakan komponen dari antidot sianida. Kegunaan nitrit sebagai antidot sianida
bekerja dalam dua cara, yaitu : nitrit mengoksidasi hemoglobin, yang kemudian
akan mengikat sianida bebas, dan cara yang kedua yaitu meningkatkan
detoksifikasi sianida endothelial dengan menghasilkan vasodilasi. Inhalasi dari
satu ampul amil nitrit menghasilkan tingkat methemoglobin sekitar 5%.
Pemberian dosis tunggal nitrit secara intravena dapat menghasilkan
tingkatmethemoglobin sekitar 20-30%.


1.3 Alat dan Bahan
a. Alat
Jarum suntik
Stopwatch
Timbangan hewan
Meja
Kandang hewan tunggal

b. Bahan
Mencit
Tikus
NaCl fisiologis
Amfetamin
NaCN
Na
2
S
2
O
3

NaNO
2



12

1.4 Prosedur Kerja
a. Toksisitas Amfetamin
1) Timbang dan tandai hewan untuk tiap kelompok
2) Hitung VAO untuk masing-masing hewan dan berikan obat secara
ip, untuk kelompok 1,2, dan 3 menggunakan amfetamin dengan
dosis 10 mg/kg BB. Untuk kelompok 1 juga diberi mencit control
dengan pemberian Nacl fisiologis. Kelompok 3, 4, dan 5
menggunakan amfetamin dengan dosis 20 mg/kg BB. Consentrasi
dari obat amfetamin ini adalah 1 mg/mL
3) Setelah dsuntikkan, letakkan diatas meja. Untuk kelompok 1
tersendiri. Untuk kelompok 2 dan 3 digabung dalam satu meja.
Untuk kelompok 4, 5, dan 6 digabung dalam satu meja.
4) Amati dan catat waktu terjadinya manifestasi efek amfetamin pada
hewan percobaan.
5) Bahas hasil percobaan dan ambil suatu kesimpulan.

b. Toksisitas Sianida

1) Timbang dan tandai hewan untuk tiap kelompok
2) Hitung VAO untuk masing-masing hewan.
3) Selanjutnya lakukan hal seperti tercantum pada table
4) Amati gejala yang timbul berdasarkan parameter yang telah
ditentukan,catat waktu timbulnya gejala tersebut
5) Tabelkan hasil percobaan
6) Bahas hasil percobaan dan ambil suatu kesimpulan
7)

13

1.5 Hasil dan Pembahasan
Perhitungan :
Perhitungan dosis amfetamin :
Dosis : 10 mg/kgBB
Konsentrasi : 1 mg/ml
BB : 29 g (0,029 kg)

VAO =
() ()
()

=



= 0,29 ml

Perhitungan dosis NaNO
2
, NaCN, dan Na
2
S
2
O
3
Dosis : 20 mg/kgBB
Konsentrasi : 20% = 0,2 g/100 ml (2 mg/ml)
BB : 21 g (0,021 kg)

VAO =
() ()
()

=



= 0,21 ml









14

a. Hasil

Tabel hasil pengamatan amfetamin :
















Parameter I II III IV V VI
Tremor
Konvulsi
Mati
5'10"
5'12"
9'10"
-
8'15"
-
-
Aktivitas motorik
Laju pernapasan
Grooming
Bertengkar
Rangsangan thd bunyi
-
1'4"
1'26"
10'46"
27'30"
3'31"
-
-
-
8'45"
-
1'2"
2'5"
16'1"
17'52"
5'24"
42'40"
-
-
1'13"
4'25"
12'49"
27'55"
18'1"
-
-
-
3'30"
8'14"
1'51"
33'6"
21'2"
1'29"
-
-
3'
7'
22'
29'
19'
-
15

Tabel hasil pengamatan sianida :



Parameter I II III IV V VI
1' 1'45" -
6'20" 2'51" 2'
6'40" 45" -
- 54" 3'45"
- 2'52" 3'
- 11' -
7'58" 5'57" -
- 11' 7'25"
- - -
2' 30'40" 12'
36' 6'02" -
3' 30" -
30'' - 20'36"
3' - -
3' 5" -
- 25' 2'
- 56" -
- 26'35" 5'30"
- 3'40" -
36'20" 2'03" -
9'4" 4'42" -
- 5' 5"
24'45" 39'52" 10'42"
1' - -
13'12" 56" -
19' 31'56" 5'20"
- - -
- - -
- 5'52"- -
17'30" - -
- - -
- - -
- - -
23'20" - -
2' - 14'20" -
- 41'36" 15'18"
Telinga menempel
Respon sakit berkurang
Urinasi
Kejang
-
52"
Tenang
Nafas sesak
Mencacah perut
Mata redup, ekor pucat
Geliat
Hiperaktif
Mengusap muka
Diam di tempat
Tremor
Perut & dada
Letih nafas & perut
Menggaruk mulut
Gemetaran
Biru, mulut kering
1'
-
10'12"
-
-
-
-
2'
-
7'25"
17'58"
9'52"
-
-
26'50"
-
-
-
1'
3'
8'
24'30"
-
-
-
15'20"
-
29'40"
-
-
9'38"
52"
-
52" -
-
-
-
-
52"
9'47"
52"
19'11"
52"
52"
13'56"
13'37"
15'43"
52"
-
52"
16

b. Pembahasan

Pada percobaan ini mencit dibagi menjadi beberapa kelompok. Salah satu
senyawa obat yang saat ini menjadi lebih tren karena penggunaan yang disalah
gunakan adalah amfetamin. Obat ini termasuk yang paling banyak dipakai untuk
mendapatkan efek halusinasi. Tentunya dengan pemakain diatas dosis maksimal.
Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung kelompok siano CN. Efek dari
sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu
beberapa menit.

Pada praktikum kali ini menguji toksisitas dua obat sekaligus yakni
toksisitas amfetamin dan juga toksisitas sianida. Dimana pada toksisitas kami
menggunakan 1 ekor mencit dan 1 ekor mencit . Untuk toksisitas amfetamin kami
menggunakan mencit sebagai uji perlakuan, sedangkan untuk toksisitas sianida
kami menggunakan 1 ekor mencit sekaligus sebagai uji perlakuan.

Pertama-tama mencit ditimbang bobot badannya, hal ini dilakukan untuk
perhitungan dosis obat yang nantinya akan diberikan kepada masing-masing
mencit. Kelompok pertama adalah mencit yang hanya diberikan NaCl fisiologis
karena sebagai kelompok kontrol pada praktikum kali ini.

Kelompok yang kedua dan ketiga kelompok mencit yang diberikan obat
amfetamin secara intraperitoneal. Kelompok kedua diberikan obat amfetamin
dosisnya sebanyak 10 mg/kgBB, sedangkan untuk kelompok ketiga diberikan
amfetamin yakni dosisnya sebanyak 10 mg/kgBB juga.

Pada kelompok 4, 5 dan 6 dengan dosis 20 mg/kgBB. Untuk kelompok 2, 3,
5, dan 6 tempatkan hewan percobaan masing-masing dalam satu kandang
sedangkan untuk kelompok 1 dan 4 tempatkan dalam kandang terpisah yang
masing-masingnya berisi satu hewan. Amati dan catat waktu terjadinya
manifestasi efek amfetamin pada percobaan.
17

Amfetamin bekerja dengan merangsang susunan saraf pusat melepaskan
katekolamin (epineprin, norepineprin, dan dopamin) dalam sinaps pusat dan
menghambat dengan meningkatkan rilis neurotransmiter entecholamin, termasuk
dopamin. Sehingga neurotransmiter tetap berada dalam sinaps dengan konsentrasi
lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama dari biasanya. Semua sistem
saraf akan berpengaruh terhadap perangsangan yang diberikan.

Efek yang ditimbulkan dari amfetamin ini adalah dimana pada susunan saraf
pusat : penyebab utama efek amfetamin barangkali karena pelepasan dopamin
bukan norepinefrin. Amfetamin memacu sumbu serebrospinalis keseluruhan,
korteks, batang otak (sambungan otak) dan medula. Ini meningkatkan kesiagaan,
berkurangnya keletihan, menekan nafsu makan dan insomnia. Pada dosis tinggi
dapat terjadi kejang. Karena efek stimulan pada SSP, amfetamin dan derivatnya
digunakan dalam terapi depresi, hiperaktivitas pada anak, narkolepsi dan pengatur
nafsu makan. Sedangkan pada susunan saraf simpatik : selain kerjanya pada SSP,
amfetamin mempengaruhi sistem adrenergik, memacu reseptor secara tidak
langsung melalui pelepasan norepinefrin.

Amfetamin diabsorbsi sempurna dalam saluran pencernaan, dimetabolisme
hati dan dikeluarkan dalam urine. Penyalahgunaan amfetamin sering
menggunakan obat dengan suntikan intravena atau merokok.

Dan untuk percobaan toksisitas sianida kami masing-masing menggunakan
satu ekor mencit dalam percobaan. Kecuali untuk kelompok 1 dan 4, kelompok
mereka menggunakan 2 mencit. Pada kelompok kami mendapatkan obat NaCN
0,2 % yang dosisnya sebesar 20 mg/kgBB secara oral, dan obat NaNO
2
0,2 %
yang dosisnya sebesar 20 mg/kgBB juga secara subkutan, dan Na
2
S
2
O
3
secara
intraperitoneal.

Setelah diberikan obat pada masing-masing hewan uji diamati parameter
tiap menit apa yang terjadi. Maka didapatlah hasil parameter yang berbeda-beda.
18

Karena respon yang terjadi tiap mencit berbeda. Yakni karena pemberian obat
yang berbeda secara oral dan subkutan pada tikus.

Maka didapatlah parameter-parameter yang berbeda tiap mencit kelompok,
parameter yang diamati diantaranya : aktivitas motoric meningkat, laju pernafasan
meningkat, grooming, bertengkar, rangsangan terhadap bunyi, tremor, konvulsi,
nafas sesak, mencacahkan perut, menggaruk mulut, mata redup dan ekor pucat.

Dalam praktikum ini kita harus teliti yang dalam mengamati tiap parameter
yang terjadi pada tikus percobaan, agar tidak salah dalam mengambil data hasil
percobaan, agar kita juga tau apa perbedaan efek dari masing-masing obat yang
digunakan sehingga bermanfaat buat kita semua.

Keracunan sianida berarti meningkatkan keberadaan zat beracun sianida di
sel sasaran, di mana terjadi translokasi sianida dari jalan masuk ke tempat
reseptornya. Hal ini menyebabkan perubahan sianida menjadi produk aktif yang
stabil, sehingga dapat menimbulkan gejala efek toksik mulai dari jantung
berdebar, hilang kesadaran, gagal nafas, kejang bahkan sampai mematikan.

Keadaan ini mengakibatkan gejala efek toksik yang dapat teramati mula
bisa diukur waktunya sejak mencit kehilangan kesadaran, gagal nafas, kejan
sampai saat kematian. Mekanisme yang memperantarai keracunan adalah sianida
bereaksi dengan sejumlah enzim yang mengandung logam, seperti feri sitokrom
oksidase. Karena metabolisme aerob tergantung pada sistem enzim ini, maka
jaringan tidak dapat lagi menggunakan oksigen dan jaringan itu mengalami
hipoksia. Sianida menyebabkan hipoksia seluler dengan menghambat sitokrom
oksidase pada bagian sitokrom a3 dari rantai transport elektron. Ion hidrogen yang
secara normal akan bergabung dengan oksigen pada ujung rantai tidak lagi
tergabung. Hasilnya, selain persediaan oksigen kurang, oksigen tidak bisa
digunakan, dan molekul ATP tidak lagi dibentuk, sehingga dapat terjadi gagal
nafas, kejang dan akhirnya mematikan.
19

Pemberian antidot untuk keracunan sianida dalam penelitian ini
menggunakan kombinasi natrium tiosulfat dan natrium nitrit. Sebagai antidotum,
natrium tiosulfat memiliki jarak ketoksikan dosis yang lebih lebar bila
dibandingkan dengan natrium nitrit (dosis yang besar sampai 1125 mg/KgBB
yang pernah dicobakan tidak memberikan efek kematian pada hewan uji). Dosis
yang dipilih berdasarkan dosis terapi antidotum yang akan digunakan dalam
penelitian penawaracunan sianida dengan jalur pemberian secara intraperitoneal.

Pada praktikum ini dosis natrium tiosulfat yang dipilih berdasarkan
orientasi, yaitu dosis yang tidak menyebabkan kematian pada subyek uji mencit
(20 mg/KgBB).




















20

1.6 Kesimpulan
Obat adalah suatu bahan yang berbentuk padat atau cair atau gas yang
menyebabkan pengaruh terjadinya perubahan fisik dan atau psykologik
pada tubuh.
Hampir semua obat berpengaruh terhadap sistem saraf pusat. Obat
tersebut bereaksi terhadap otak dan dapat mempengaruhi pikiran
seseorang yaitu perasaan atau tingkah laku, hal ini disebut obat
psykoaktif.
Obat yang berbahaya yang termasuk dalam kelompok obat yang
berpengaruh pada system saraf pusat(SSP/CNS) adalah obat yang dapat
menimbulkan ketagihan/adiksi(drug addict).
Amfetamin dan derivatnya yaitu MA (metamfetamin) dan MDMA
(methylene-dioxy-meth-amfetamine).
Amfetamin bekerja merangsang susunan saraf pusat melepaskan
katekolamin (epineprin, norepineprin, dan dopamin) dalam sinaps pusat
dan menghambat dengan meningkatkan rilis neurotransmiter
entecholamin, termasuk dopamin.
Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung kelompok siano CN.
Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian
dalam jangka waktu beberapa menit.
Sianida dapat terbentuk secara alami maupun dengan buatan manusia.
Contohnya adalah HCN (Hidrogen Sianida) dan KCN.
Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan yang
timbul secara progresif.
Gejala dan tanda fisik yang ditemukan sangat tergantung dari :
Dosis sianida
Banyaknya paparan
Jenis paparan
Tipe komponen dari sianida
21

Strategi pertama yang dilakukan saat terdapat gejala keracunan sianida
adalah :
Segera menjauh dari tempat atau sumber paparan. Jika korban
berada di dalam ruangan maka segera keluar dari ruangan.
Jika tempat yang menjadi sumber, maka sebaiknya tetap berada di
dalam ruangan.

























22

1.7 Jawaban Pertanyaan

1) Jelaskan mekanisme kerja yang mendasari efek farmakologi amfetamin
Jawaban :
Sistem saraf utama yang dipengaruhi oleh amfetamin sebagian besar terlibat
dalam sirkuit otak. Selain itu, neurotransmiter yang terlibat dalam jalur
berbagai hal penting di otak tampaknya menjadi target utama dari
amfetamin. Salah satu neurotransmiter tersebut adalah dopamin , sebuah
pembawa pesan kimia sangat aktif dalam mesolimbic dan mesocortical jalur
imbalan. Tidak mengherankan, anatomi komponen jalur tersebut-termasuk
striatum , yang nucleus accumbens , dan ventral striatum -telah ditemukan
untuk menjadi situs utama dari tindakan amfetamin.
Fakta bahwa amfetamin mempengaruhi aktivitas neurotransmitter khusus di
daerah terlibat dalam memberikan wawasan tentang konsekuensi perilaku
obat, seperti timbulnya stereotip euforia .Amphetamine telah ditemukan
memiliki beberapa analog endogen, yaitu molekul struktur serupa yang
ditemukan secara alami di otak. l- Fenilalanin dan - phenethylamine adalah
dua contoh, yang terbentuk dalam sistem saraf perifer serta dalam otak itu
sendiri. Molekul-molekul ini berpikir untuk memodulasi tingkat
kegembiraan dan kewaspadaan, antara lain negara afektif terkait.


2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi toksisitas amfetamin
Jawaban :
a. Konsentrasi Obat: Umumnya kecepatan biotransformasi obat
bertambah bila konsentrasi obat meninggi. Hal ini berlaku sampai titik
dimana konsentrasi menjadi sedemikian tinggi sehingga seluruh
molekul enzim yang melakukan metabolisme berikatan terus menerus
dengan obat dan tercapai kecepatan biotransformasi yang konstan.
23

b. Fungsi Hati: Pada gangguan fungsi hati, metabolsime dapat
berlangsung lebih cepat atau lebih lambat, sehingga efek obat menjadi
lebih lemah atau lebih kuat dari yang diharapkan
c. Usia: Pada bayi baru lahir (neonatus) belum semua enzim hati
terbentuk, maka reaksi metabolisme obat lebih lambat (terutama
pembentukan glukoronida antara lain untuk reaksi konjugasi dengan
kloramfenikol, sulfonamida, diazepam, barbital, asetosal, petidin).
Untuk menghindari keracunan maka pemakaian obat-obat ini untuk
bayi sebaiknya dihindari, atau dikurangi dosisnya.Pada orang usia
lanjut banyak proses fisiologis telah mengalami kemunduran antara
lain fungsi ginjal, enzim-enzim hati, jumlah albumin serum berkurang.
Hal ini menyebabkan terhambatnya biotrnasformasi obat yang
seringkali berakibat akumulasi atau keracunan
d. Genetik: Ada orang orang yang tidak memiliki faktor genetika tertentu
misalnya enzim untuk asetilasi sulfonamida atau INH, akibatnya
metabolisme obat-obat ini lambat sekali.
e. Pemakaian Obat lain: Banyak obat, terutama yang bersifat lipofil
(larut lemak) dapat menstimulir pembentukan dan aktivitas enzim-
enzim hati. Hal ini disebut induksi enzim. Sebaliknya dikenal pula
obat yang menghambat atau menginaktifkan enzim hati disebut
inhibisi enzim.


3) Jelaskan efek apa yang terlihat pada mencit setelah pemberian amfetamin
dan bagaimana gejala keracunan pada amfetamin
Jawaban :
Meningkatkan suhu tubuh, Kerusakan sistem kardiovaskular, Paranoia,
Meningkatkan denyut jantung, Meningkatkan tekanan darah, Menjadi
hiperaktif, Mengurangi rasa kantuk, Tremor, Menurunkan nafsu makan,
Euforia, Mulut kering, Dilatasi pupil, Mual, Sakit kepala, Perubahan
perilaku seksual .
24


4) Bila terjadi keracunan, obat apa yang daapat digunakan untuk
mengatasinya? Jelaskan
Jawaban :
Antidotum yaitu zat yang memiliki daya kerja bertentangan dengan
racun, dapat mengubah sifat kimia racun, atau mencegah absorbsi racun.
Jenis antidotum yang digunakan pada keracunan :

a. Keracunan insektisida (alkali fosfat), asetilkolin, muskarin : atropine,
reaktivator kolinesteras (pralidoksin, obidoksin).
b. Keracunan sianida : 4 dimetilaminofenol HCl (4-DMAP) dan natrium
tiosulfat.
c. Keracunan methanol dengan etanol.
d. Keracunan methenoglobin : tionin.
e. Keracunan besi : deferoksamin
f. Keracunan As,Au, Bi, Hg, Ni, Sb : dimerkaprol(BAL =british anti
lewisit).
g. Keracunan glikosida jantung : antitoksin digitalis.
h. Keracunan Au,Cd,Mn,Pb,Zn : kalsium trinatrium pentetat.


5) Jelaskan mekanisme kerja mengapa dengan jalan memperbanyak
ekskresi gejala racun amfetamin dapat dihilangkan !
Jawaban :
Ginjal merupakan organ yang penting untuk ekskresi obat. Obat
diekskresikan dalam struktur tidak berubah atau sebbagai metabolit
melalui ginjal dala urine. Obat yang diekskresikan bersama feses berasal
dari :
25

a. Obat yang tidak diabsorbsi dari penggunaan obat melalui oral.
b. Obat yang diekskresikan melalui empedu dan tidak direabsorbsi dari
usus.

Obat dapat diekskresikan melalui paru paru, air ludah, keringat atau
dalam air susu. Obat dalam badan akan mengalami metabolisme dan
ekskresi. Maka dalam penggunaan obat pada pasien perlu diperhatikan
keadaan pasien yang fungsi hati atau ginjalnya tidak normal. Perlu
diketahui apakah obat yang diberikan dapat dimetabolismekan atau tidak,
rute ekskresinya dan sebagainya.Pengeluaran obat dari tubuh melalui
organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam
bentuk asalnya. Ekskresi suatu obat dan atau metabolitnya menyebabkan
penurunan konsentrasi zat berkhasiat dalam tubuh. Ekskresi dapat terjadi
bergantung pada sifat fisikokimia (bobot molekul, harga pKa, kelarutan,
tekanan gas) senyawa yang diekskresi, melalui :
ginjal (dengan urin)
empedu dan usus (dengan feses) atau
paru-paru (dengan udara ekspirasi)

Ekskresi melalui kulit dan turunannya tidak begitu penting. Sebaliknya
pada ibu yang menyusui, eliminasi obat dan metabolitnya dalam ASI
dapat menyebabkan intoksikasi yang membahayakan bayi.

6) Obat apa yang digunakan untuk mengendalikan gejala-gejala
kardiovaskular yang disebabkan amfetamin

7) Apakah semua obat-obat lain yang segolongan dengan asetanilida secara
kimia dan farmakologi mempunyai toksisitas sama dengan asetanilida
dalam dosis yang setara


26

8) Mekanisme CN !
Jawaban :
Sianida menjadi toksik bila berikatan dengan trivalen ferric (Fe+++).
Tubuh yang mempunyai lebih dari 40 sistem enzim dilaporkan menjadi
inaktif oleh cyanida. Yang paling nyata dari hal tersebut ialah non aktif
dari dari sistem enzim cytochrom oksidase yang terdiri dari cytochrom a-
a3 komplek dan sistem transport elektron. Bilamana cyanida mengikat
enzim komplek tersebut, transport elektron akan terhambat yaitu
transport elektron dari cytochrom a3 ke molekul oksigen di blok. Sebagai
akibatnya akan menurunkan penggunaan oksigen oleh sel dan mengikut
racun PO2.Sianida dapat menimbulkan gangguan fisiologik yang sama
dengan kekurangan oksigen dari semua kofaktor dalam cytochrom dalam
siklus respirasi. Sebagai akibat tidak terbentuknya kembali ATP selama
proses itu masih bergantung pada cytochrom oksidase yang merupakan
tahap akhir dari proses phoporilasi oksidatif.Selama siklus metabolisme
masih bergantung pada sistem transport elektron, sel tidak mampu
menggunakan oksigen sehingga menyebabkan penurunan respirasi
serobik dari sel. Hal tersebut menyebabkan histotoksik seluler hipoksia.
Bila hal ini terjadi jumlah oksigen yang mencapai jaringan normal tetapi
sel tidak mampu menggunakannya. Hal ini berbeda dengan keracunan
CO dimana terjadinya jarinngan hipoksia karena kekurangan jumlah
oksigen yang masuk. Jadi kesimpulannya adalah penderita keracunan
cyanida disebabkan oleh ketidak mampuan jaringan menggunakan
oksigen tersebut.


9) Apakah perbedaan rute pemberina racun dan obat berpengaruh pada efek
toksin CN yang diamati? Jelaskan !
Jawaban: Intravena (IV) :
Suntikan intravena adalah cara pemberian obat parenteral yan sering
dilakukan. Untuk obat yang tidak diabsorbsi secara oral, sering tidak ada
27

pilihan. Dengan pemberian IV, obat menghindari saluran cerna dan oleh
karena itu menghindari metabolisme first pass oleh hati. Rute ini
memberikan suatu efek yang cepat dan kontrol yang baik sekali atas
kadar obat dalam sirkulasi. Namun, berbeda dari obat yang terdapat
dalam saluran cerna, obat-obat yang disuntukkan tidak dapat diambil
kembali seperti emesis atau pengikatan dengan activated charcoal.
Suntikan intravena beberapa obat dapat memasukkan bakteri melalui
kontaminasi, menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan karena
pemberian terlalu cepat obat konsentrasi tinggi ke dalam plasma dan
jaringan-jaringan. Oleh karena it, kecepatan infus harus dikontrol dengan
hati-hati. Perhatiab yang sama juga harus berlaku untuk obat-obat yang
disuntikkan secara intra-arteri.


10) Sebutkan sumber-sumber racun sianida dalam kehidupan sehari-hari
Jawaban :
Sumber racun sianida berasal dari Ketela Pohon Bagian dalam umbinya
berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan
simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan
ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam
sianida yang bersifat meracun bagi manusia.Umbi ketela pohon
merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin
protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong
karena mengandung asam amino metionina.

11) Dalam praktek apakah ada pendekatan untuk mencegah keracunan
seperti yang saudara kerjakan. Jelaskan
Jawaban :
Antidot adalah sebuah substansi yang dapat melawan reaksi
peracunan, atau dengan kata lain antidotum ialah penawar racun.
Dalam arti sempit, antidotum adalah senyawa yang mengurangi atau
28

menghilangkan toksisitas senyawa yang diabsorpsi.Sementara
keracunan adalah masuknya zat yang berlaku sebagai racun, yang
memberikan gejala sesuai dengan macam, dosis, dan cara
pemberiannya



























29

DAFTAR PUSTAKA

Donatus, A.Imono.2001. Toksikologi Dasar .Yogjakarta:Universitas Gajah Mada

Lu, Frank .1995.Toksikologi Dasar: asas, organ sasaran, dan penilaian risiko.
Penerjem hE-di Nugroho. Jakarta: UI-Press.

Donatus,I.A.1997.Makalah Penanganan dan Pertolongan Pertama Keracunan
BahanBerbahaya, Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas
Farmasi. UniversitasGadjah Mada: Yogyakarta

http://id.wikipedia.org/wiki/Diuretik, di akses pada tanggal 26 mei 2014
http://medicastore.com/apotik_online/obat_jantung/obat_diuretik.htm, di akses
pada tanggal 26 mei 2014

Loomis, I.A., 1978, Essentiale of Toxycologi, diterjemahkan oleh Imono Argo

Donatus,Toksikologi Dasar, Edisi III, IKIP Semarang Press, Semarang

Lu, F.C., 1995.Toksikologi Dasar : Asas, Organ Sasaran dan Penilaian
Resiko.diterjemahkan oleh Edi Nugroho, Edisi II. UI Press: JakartaUtama

You might also like