You are on page 1of 13

1

BAB I
LAPORAN KASUS
ANAMNESA Tanggal: 7 desember 2011
Nama : Arman Ardiansyah
Umur : 16 tahun
Alamat : Rt. 02 No. 24 sarang burung-Jambi
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SMA
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Keluhan Utama Mata sebelah kiri terasa kabur
Keluhan Tambahan Mata mudah lelah, berbayang, sakit kepala
Riwayat Perjalanan
Penyakit
Sejak 1 tahun yang lalu os sering mengeluh mata
cepat lelah dan untuk melihat jauh terasa kabur
tetapi untuk melihat dekat lebih baik. Terkadang os
mengeluh pandangannya seperti berbayang dan
membuat matanya perih. Dari anamnesis
didapatkan bahwa penderita memiliki kebiasaan
membaca dalam posisi berbaring, menonton
televisi pada jarak dekat dan sering menggunakan
komputer. Di sekolah, os selalu duduk di barisan
paling depan karena keluhan penglihatan kedua
matanya kabur. Tak ada riwayat memakai
kacamata sebelumnya. Penderita harus
mengecilkan celah kelopak mata jika ingin
melihat. Tak ada riwayat mata merah. Tak ada
riwayat trauma sebelumnya.

2


Riwayat Penyakit Dahulu Tidak ada riwayat memakai kacamata. Tidak ada
riwayat alergi terhadap makanan dan obat-
obatan.
Riwayat Penyakit Keluarga Ibu os menggunakan kacamata lensa minus dan
silinder
Riwayat Gizi Baik
Keadaan Sosial Ekonomi Baik
Riwayat Penyakit sistemik Hipertensi dan DM tidak ada

STATUS OPHTALMOLOGIS
OD OS
Visus Dasar
Pemeriksaan Refraksi
6/6

6/12
S-0
75
C- 0
75

Axis 180
0
6/6
Kedudukan bola mata Ortoforia Ortoforia
Pergerakan bola mata Duksi: baik
Versi : baik
Duksi : baik
Versi : baik

PEMERIKSAAN EKSTERNAL
OD OS
Palpebra superior
Palpebra inferior
Hiperemis (-), edema (-),
nyeri tekan (-)
Hiperemis (-), edema (-),
nyeri tekan (-)
Cilia Distikiasis (-), Trikiasis (-) Distikiasis (-), Trikiasis (-)
Konjungtiva tarsal sup.
Konjungtiva tarsal inf.
Konjungtiva bulbi
Papil (-), folikel (-)
hiperemis (-), injeksi (-)
Papil (-), folikel (-)
hiperemis (-), injeksi (-)
Kornea Jernih, edema (-), infiltrat
(-), ulkus (-)
Jernih, edema (-), infiltrat
(-), ulkus (-)
3

COA
Bilik mata depan
Jernih
Sedang, hipopion(-),
hifema (-)
jernih
Sedang, hipopion(-),
hifema (-)

Iris Normal, sinekia (-),
atropi (-)
Normal, sinekia (-),
atropi (-)
Pupil
- Diameter
- Reflek cahaya
direct
indirect
- PD
Isokor
3 mm
Baik
Baik
Baik
67
Isokor
3 mm
Baik
Baik
Baik
Lensa Jernih Jernih
PEMERIKSAAN UMUM
- Tekanan darah : 110/80
- Suhu : afebris
- Pernafasan : 20x/menit
DIAGNOSA
Astigmatisma Miopi simpleks OS
ANJURAN PEMERIKSAAN
Keratometer
PENGOBATAN
Koreksi dengan kacamata lensa sferis (-) dan silindris (-)






4


spher cylinder axis Spher cylinder Axis Jarak
pupil
Jauh plano plano -0
75
- 0
75
180 67
Dekat 65


EDUKASI
- Kacamata selalu digunakan, bukan hanya disaat melihat jauh saja.
- Memeriksakan mata setiap 6 bulan sekali atau apabila mata bertambah
kabur walaupun telah memakai kacamata.
- Menjaga kesehatan badan dan mata.
PROGNOSA
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam











5


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Astigmatisme pertama kali dideskripsi dengan tepat oleh Thomas Young
pada tahun 1801. George Biddle Airy pada tahun 1829 merupakan orang
pertama untuk mengkoreksi astigmatisme dengan menggunakan lensa
sferosilinder. Pada tahun 1866, Dr. John Green menghasilkan chart jarak
jauh pertama untuk menilai astigmatisme. Pada tahun yang sama, H. Knapp
telah memperkenalkan metode untuk menentukan lokasi aksis pada astigmatisme
yang digunakan hingga sekarang.
II. 1 Definisi
Terminologi astigmatisme berasal dari Bahasa Yunani yang bermaksud tanpa satu
titik. Astigmatisme merupakan kondisi dimana sinar cahaya tidak
direfraksikan dengan sama pada semua meridian. Jika mata astigmatism melihat
gambaran palang, garis vertikal dan horizontalnya akan tampak terfokus tajam
pada dua jarak pandang yang berbeda. Mata astigmatisme bisa dianggap
berbentuk seperti bola sepak yang tidak memfokuskan sinar pada satu titik tapi
banyak titik. Astigmatisma miopikus simplek yaitu dimana satu meridian utama
jatuh tepat diretina (emetropia) dan yang lainnya jatuh di depan retina (miopia).
II. 2 Epidemiologi
Astigmatisme merupakan kelainan refraksi yang sering terjadi. 5% dari pasien
yang memakai kaca mata mempunyai kelainan astigmatisme. Sebanyak 3%
dari populasi mempunyai kelainan astigmatisme yang melebihi 3.00 D. Di
Indonesia, diperkirakan sebanyak 40 juta populasinya mempunyai kelainan
astigmatisme. Tidak ada perbedaan frekuensi terjadinya astigmatisme pada
lelaki dan perempuan. Prevalensi astigmatisme meningkat dengan usia.

6


II. 3 Etiologi
Mata mempunyai 2 bagian untuk memfokuskan bayangan kornea dan lensa.
Pada mata yang bentuknya sempurna, setiap elemen untuk memfokus
mempunyai kurvatura yang rata seperti permukaan bola karet. Kornea atau
lensa dengan permukaan demikian merefraksikan semua sinar yang masuk
dengan cara yang sama dan menghasilkan bayangan yang tajam terfokus pada
retina. Jika permukaan kornea atau lensa tidak rata, sinar tidak direfraksikan
dengan cara yang sama dan menghasilkan bayangan-bayangan kabur yang tidak
terfokus pada retina. Astigmatisme bisa terjadi dengan kombinasi kelainan
refraksi yang lain, termasuk:
1. Miopia: Ini terjadi bila kurvatura kornea terlalu melengkung atau jika
aksis mata lebih panjang dari normal. Bayangan terfokus di
depan retina dan menyebabkan objek dari jauh terlihat kabur.
2. Hiperopia: Ini terjadi jika kurvatura kornea terlalu sedikit atau aksis mata lebih
pendek dari normal. Bayangan terfokus di belakang retina dan
menyebabkan objek dekat terlihat kabur.
Biasanya astigmatisme terjadi sejak lahir. Astigmatisme dipercayai
diturunkan dengan cara autosomal dominan. Astigmatisme juga bisa terjadi
setelah trauma atau jaringan parut pada kornea, penyakit mata yang
termasuk tumor pada kelopak mata, insisi pada kornea atau karena faktor
perkembangan. Astigmatisme tidak menjadi lebih parah dengan membaca di
tempat yang kurang pencahayaan, duduk terlalu dekat dengan layar televisi atau
menjadi juling.
Jika distorsi terjadi pada kornea, disebut astigmatisme kornea, sedangkan
jika distorsi terjadi pada lensa, disebut astigmatisme lentikular. Astigmatisme
juga bisa terjadi karena traksi pada bola mata oleh otot-otot mata eksternal
yang merubah bentuk sklera menjadi bentuk astigma, perubahan indeks
refraksi pada vitreous, dan permukaan yang tidak rata pada retina.
7


II. 4 Klasifikasi
Ada banyak tipe astigmatisme, tergantung dari kondisi optik.
1. Simple hyperopic astigmatism Satu meridian prinsipal adalah
emmetropik; yang satu lagi hiperopik.
2. Simple miopic astigmatism Satu meridian prinsipal adalah emmetropik; yang
satu lagi miopik.
3. Compound hyperopic astigmatism Kedua meridian prinsipal hiperopik pada
derajat yang berbeda.
4. Compound miopic astigmatism Kedua meridian prinsipal miopik pada
derajat yang berbeda.
5. Mixed astigmatism Satu meridian prinsipal adalah hiperopik, yang satu lagi
miopik.



Terdapat beberapa bentuk dari astigmatisme.
1. Regular Meridian-meridian prinsipal bersudut tegak antara satu dengan yang
lainnya. Kondisi ini bisa dikoreksi dengan lensa silinder.
8

2. Irregular Meridian-meridian prinsipal tidak bersudut tegak antara satu
dengan yang lainnya, biasanya disebabkan oleh ketidakrataan kurvatura
kornea. Tidak bisa dikoreksi dengan sempurna dengan lensa silinder.
3. Oblique Meridian-meridian prinsipal berada antara sudut 30
o
hingga 60
o
atau
antara sudut 150
o
hingga 180
o
.
4. Symmetrical Meridian-meridian prinsipal setiap mata berada pada
posisi simetris dari deviasi garis median. Jika aksis dari setiap mata dikoreksi
dengan lensa silinder dengan tanda yang sama dan jumlah sudutnya
180
o
, astigmatisme itu simetris. Variasi maksimum yang bisa ditoleransi
sebesar 15
o
. Contoh symmetrical astigmatism: O.D. : -cx. 60
0
, O.S. : -cx.
120
o
.
5. Asymmetrical Tidak ada hubungan simetris dari meridian-meridian prinsipal
dari garis median. Kepala yang dimiringkan seringkali disebabkan oleh
asymmetrical astigmatism ataupun oblique. Ini adalah salah satu jenis
tortikolis tipe okular, yang akan hilang jika astigmatismenya dikoreksi dengan
benar. Asymmetrical lebih jarang dibandingkan dengan symmetrical.
Contoh asymmetrical astigmatism: O.D. : -cx. 120
o
, O.S. : -cx. 180
o
.
6. With-the-rule astigmatism Meridian vertikal dari mata mempunyai kurvatura
yang terbesar antara sudut 60
o
hingga 120
o
. Kondisi ini dikoreksi dengan cx.
180
o
atau +cx. 90
o

7. Against-the-rule astigmatism Meridian horizontal dari mata mempunyai
kurvatura yang terbesar antara sudut 0
o
hingga 30
o
dan 150
o
hingga 180
o
.
Kondisi ini dikoreksi dengan cx. 90
o
atau dengan +cx. 180
o
. Ini lebih jarang
dibandingkan dengan with-the-rule astigmatism.

II. 5 Gejala-gejala dan Tanda-tanda
1. Distorsi dari bagian-bagian lapang pandang
2. Tampak garis-garis vertikal, horizontal atau miring yang kabur
9

3. Memegang bahan bacaan dekat dengan mata
4. Sakit kepala
5. Mata berair
6. Kelelahan mata
7. Memiringkan kepala untuk melihat dengan lebih jelas

II. 6 Diagnosis Astigmatisme
1. Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda astigmatisme.
2. Pemeriksaan Oftalmologi:
a. Visus tergantung usia dan proses akomodasi dengan menggunakan
Snellen Chart.
b. Refraksi Periksa mata satu per satu, mulai dengan mata kanan. Pasien
diminta untuk memperhatikan kartu tes astigmatisme dan menentukan garis
yang mana yang tampak lebih gelap dari yang lain. Contohnya, pasien
yang miopia pada meridian vertikal dan emmetropia pada meridian
horizontal akan melihat garis-garis vertikal tampak distorsi, sedangkan
garis-garis horizontal tetap tajam dan tidak berubah. Sebelum
pemeriksaan subjektif ini, disarankan menjadikan penglihatan pasien
miopia untuk menghindari bayangan difokuskan lebih jauh ke belakang
retina. Selain itu, untuk pemeriksaan objektif, bisa digunakan keratometer,
keratoskop, dan videokeratoskop.
c. Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi termasuk
pemeriksaan duksi dan versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg,
amplitud dan fasilitas akomodasi, dan steoreopsis.
d. Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umumuntuk
mendiagnosa penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan astigmatisme.
10

Pemeriksaan ini termasuk reflek cahaya pupil, tes konfrontasi, penglihatan
warna, tekanan intraokular, dan pemeriksaan menyeluruh tentang kesehatan
segmen anterior dan posterior dari mata dan adnexanya. Biasanya
pemeriksaan dengan ophthalmoskopi indirect diperlukan untuk mengevaluasi
segmen media dan posterior.

II. 7 Penatalaksanaan Astigmatisme
1. Astigmatisme bisa dikoreksi dengan menggunakan lensa silinder tergantung
gejala dan jumlah astigmatismenya.
2. Untuk astigmatisme yang kecil, tidak perlu dikoreksi dengan silinder.
3. Untuk astigmatisme yang gejalanya timbul, pemakaian lensa silender
bertujuan untuk mengurangkan gejalanya walaupun kadang-kadang tidak
memperbaiki tajam penglihatan.
4. Aturan koreksi dengan lensa silinder adalah dengan meletakkannya pada
aksis 90
o
dari garis tergelap yang dilihat pasien pada kartu tes
astigmatisme. Untuk astigmatisme miopia, digunakan silinder negatif, untuk
astigmatisme hiperopia, digunakan silinder positif.
5. Untuk astigmatisme irregular, lensa kontak bisa digunakan untuk
meneutralisasi permukaan kornea yang tidak rata.
6. Selain itu, astigmatisme juga bisa dikoreksi dengan pembedahan LASIK,
keratektomi fotorefraktif dan LASEK.
Meski kelainan refraktif paling umum dikoreksi dengan kacamata atau
lensa kontak, koreksi bedah laser sekarang makin populer. Laser excimer
dengan tepat menghilangkan bagian jaringan stroma superfisial dari kornea
untuk memodifikasi bentuknya. Miopi dikoreksi dengan meratakan korneanya
dan hipermetropi melandaikannya. Pada keratektomi fotorekraktif, laser
ditujukan pada permukaan kornea. Pada LASIK, pertama dibuat flap stroma
kornea dengan ketebalan parsial dengan pisau otomatis yang bergerak dengan
11

cepat. Flap ini diangkat dab laser ditujukan kejaringan stroma. Radial
keratotomi adalah suatu tehnik operasi untuk menaggulangi miopia dan
astigmatisma. Indikasi operasi radial keratotomi yaitu kacamata terlalu tebal
atau terlalu berat, tidak cocok dengan lensa kontak, anisometropia. Biasanya
diatas 18 tahun, tidak menderita penyakit yang dapat mengganggu kesembuhan
kornea, seperti diabetes mellitus, glaukoma, penyakit kornea, dan lain-lain.
Penyulit yang mungkin timbul yaitu perforasi kornea, bila insisi terlalu
dalam dengan berbagai akibatnya (endoftalmitis, iritis, katarak, dan lain-lain),
infeksi, dan silau (glare) yang terutama disebabkan oleh garis-garis bekas
jaringan parut yang berada pada daerah zona optik dengan luas 3-5 mm, sedang
pupil dapat melebar sampai 5-7mm.














12


BAB III
ANALISA KASUS

Pada laporan kasus ini pasien didiagnosa Astigmatisma Miopi Simplek
ODS, berdasarkan dari anamnesa, pemeriksaan visus, dan koreksi refraksi yang
diperoleh oleh pemeriksa pada hari rabu, 7 desember 2011.
Pasien bernama Arman Ardiansyah, l6 tahun, dengan keluhan utama mata
sebelah kiri terasa kabur, disertai keluhan tambahan mata lelah, berbayang, sakit
kepala, riwayat perjalanan penyakit Sejak 1 tahun yang lalu os sering mengeluh
mata cepat lelah dan untuk melihat jauh terasa kabur tetapi untuk melihat dekat
lebih baik. Terkadang os mengeluh pandangannya seperti berbayang dan
membuat matanya perih. Dari anamnesis didapatkan bahwa penderita memiliki
kebiasaan membaca dalam posisi berbaring, menonton televisi pada jarak dekat
dan sering menggunakan komputer. Di sekolah, os selalu duduk di barisan paling
depan karena keluhan penglihatan kedua matanya kabur. Tak ada riwayat
memakai kacamata sebelumnya. Penderita harus mengecilkan celah kelopak mata
jika ingin melihat. Tak ada riwayat mata merah. Tak ada riwayat trauma
sebelumnya.
Pemeriksaan visus dengan kartu snellen yang dilakukan pemeriksa didapat
visus 6/6 OD dan 6/12 OS. Kemudian dikoreksi dengan trial dan didapat OS S-0
75

C- 0
75
Axis 180
0
6/6. Distansia pupil 67mm. Dari hasil pemeriksaan visus dan
koreksi yang telah dilakukan maka os dianjurkan menggunakan kacamata lensa
biasa sferis (-) dan lensa silindris (-).



13


DAFTAR PUSTAKA

1. Widjana Nana. Refraksi. Dalam : Widjana Nana, editor. Ilmu penyakit
mata. Cetakan ke-6; Hal 245-275.
2. American Academy Of Ophtalmology, clinical optics, in Basic Clinical
Science Course Section 3, 2005-2006, pp 3-88.
3. Ilyas sidarta. Penuntun ilmu penyakit mata. Jakarta. Balai penerbit fakultas
kedokteran universitas indonesia. 2005. Hal 10-17.
4. Riordan-Eva P, White OW. Optik dan Refraksi. Dalam : Vaughn DG,
Asbury T, Riordan-Eva P. Editor.Oftalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta : Penerbit Widya Medika;2000.p.402-406.
5. Kalloniatis M, Luu C. Psychophysics of Vision-Visual Acuity. In :
Kolb H, Fernandez E, Nelson R. editors. Webvision The Organization
of the Retina and Visual System. University of Utah. 2005. Available
at : http://webvision.med.utah.edu/KallSpatial.html
6. Ilyas S. Kelainan Refraksi dan Kacamata. Jakarta : Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005.
7. Ilyas S. Daasar teknik pemeriksaan dalam ilmu penyakit mata. Jakarta.
Balai penerbit fakultas kedokteran universitas indonesia: hal 40-47.
8. Visual Acuity. Wikipedia, The Free Encyclopedia. Available at
<http://en.wikipedia.org/wiki/Visual_acuity>

You might also like