You are on page 1of 15

1

GASTRITIS PADA ANAK


(Andi Batari)
I. PENDAHULUAN
Gastritis merupakan inflamasi atau infeksi pada mukosa
lambung yang dapat disebabkan oleh ketidakteraturan diet, infeksi
bakteri atau virus, reaksi dari kafein, alkohol atau obat-obatan.
1

Gastritis dapat dibedakan menjadi gastritis akut dan gatritis kronik.
Kebanyakan anak-anak dengan gastritis kronik mengalami inflamasi
sekunder atau ulkus mukosa.
Dewasa ini, infeksi Helicobacter pylori diketahui menjadi
penyebab tersering dari gastritis kronik (gastritis antrum) atau ulkus
duodenum. H. Pylori dapat menyebabkan gastritis pada anak yang
terinfeksi dengan manifestasi klinis yang tidak spesifik.
2
Di negara
berkembang, prevalensi infeksi H.pylori pada anak-anak berusia di
bawah 10 tahun besarnya sekitar 80% sedangkan di negara maju
sekitar 10%.
3


II. DEFINISI
Gastritis merupakan proses inflamasi pada mukosa dan
submukosa lambung, yang secara histopatologi dapat dibuktikan
dengan adanya infiltrat sel-sel radang pada daerah tersebut.
4,5
Gastritis
dapat dibedakan menjadi gastritis akut dan gatritis kronik. Gastritis
akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut
dengan kerusakan erosi pada bagian superficial. Gastritis kronik adalah
suatu peradangan mukosa lambung yang bersifat menahun, yang
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu gastritis infeksius, dan gastritis
non-infeksius.
5


III. EPIDEMIOLOGI
Suatu penelitian di Kanada menunjukkan data kasus gastritis
pada anak tercatat 1 dari 2500 pasien anak yang masuk ke rumah
2

sakit.
6
Pada penelitian yang dilakukan pada rumah sakit San Jose
ditemukan bahwa H. pylori merupakan penyebab tersering gastritis
kronik pada anak. Prevalensi infeksi H. pylori di kalangan anak-anak
tercatat 60-90% bergantung status sosial ekonomi dan kesehatan.
4

Di negara berkembang, prevalensi infeksi H.pylori pada anak-
anak berusia dibawah 10 tahun besarnya sekitar 80%, sedangkan di
negara maju prevalensi infeksi H.pylori pada anak-anak prasekolah
dan sekolah dasar besarnya sekitar 10%.
3,7
Di Jakarta, prevalensi
infeksi H. pylori berdasarkan pemeriksaan serologi pada 150 murid
Sekolah Dasar didapatkan angka sebesar 27% dan 90% dari mereka
yang mempunyai seropositif ditemukan H. pylori pada lambungnya.
2
Faktor risiko infeksi H. Pylori di antaranya lahir di negara
berkembang, status ekonomi lemah, lingkungan yang padat dan
sanitasinya kurang bersih, hidup dalam keluarga besar, serta mereka
yang sering terpajan dengan isi lambung orang yang terinfeksi H.
Pylori (misalnya perawat, ahli endoskopi). Terdapat 3 kemungkinan
cara penularan penyakit ini, yaitu transmisi feka-oral, oral-oral, dan
kemungkinan terakhir adalah iatrogenik.
7,8

IV. ETIOLOGI
Gastritis Akut
Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut, seperti
merokok, jenis obat (seperti Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid/OAINS),
bakteri (seperti H. pylori (paling sering), H. heilmanii, Streptococci,
Staphylococci, Protecus species, Clostridium species, E.coli,
Tuberculosis, dan secondary syphilis), virus (Sitomegalovirus dan
herpes), jamur (seperti Candidiasis, Histoplasmosis, dan
Phycomycosis), stres akut, radiasi, alergi atau intoksitasi dari bahan
makanan dan minuman, garam empedu, iskemia dan trauma
langsung.
1,5

3

Gastritis kronik
Penyebab pasti dari penyakit gastritsi kronik belum diketahui,
tetapi ada dua predisposisi penting yang bisa meningkatkan kejadian
gastritis kronik, yaitu: infeksi dan non infeksi.
5
1) Gastritis infeksi
a) H. pylori. Beberapa peneliti menyebutkan bakteri ini merupakan
penyebab utama dari gastritis kronik.
4,5,7

Helicobacter pylori adalah bakteri gram negatif berbentuk
batang atau kokoid (beberapa kepustakaan menyebutnya spiral atau
seperti huruf S), mempunyai flagel yang memungkinkan bakteri
ini memiliki daya motilitas tinggi, dan bersifat mikroaerofilik.
Tempat yang sesuai di dalam tubuh manusia adalah
antrum.H.pylori dapat berkonversi dari bentuk batang ke bentuk
kokoid. Secara biokimiawi, H.pylori memproduksi enzim urease.
Enzim ini mengkatalisis proses hidrolisis urea yang terdapat pada
mukosa lambung menjadi amonia dan CO2. Amonia diduga
berperan sebagai mekanisme pertahanan hidup H.pylori dalam
lingkungan asam.
3,7

Gambar 1. Bakteri Helicobacter pylori
b) Helycobacter heilmannii, Mycobacteriosis, dan Syphilis
c) Infeksi parasit.
d) Infeksi virus (sitomegalovirus dan herpes).
2) Gastritis non-infeksi
5

a) Gastropati akibat kimia, dihubungkan dengan kondisi refluk
garam empedu kronis dan kontak dengan OAINS atau Aspirin.
4

b) Gastropati uremik, terjadi pada gagal ginjal kronis yang
menyebabkan ureum terlalu banyak beredar pada mukosa lambung
dan gastritis sekunder dari terapi obat-obatan.
c) Gastritis granuloma non-infeksi kronis yang berhubungan
dengan berbagai penyakit, meliputi penyakit Crohn, Sarkoidosis,
Wegener granulomatus, penggunaan kokain, Isolated
granulomatous gastritis, penyakit granulomatus kronik pada masa
anak-anak, Eosinophilic granuloma, Allergic granulomatosis dan
vasculitis, Plasma cell granulomas, Rheumatoid nodules, Tumor
amyloidosis, dan granulomas yang berhubungan dengan kanker
lambung.
d) Gastritis limfositik, sering disebut dengan collagenous gastritis
dan injuri radiasi pada lambung

V. PATOGENESIS
Mukosa barier lambung umumnya melindungi lambung dari
pencernaan terhadap lambung itu sendiri, yang disebut proses
autodigesti acid, prostaglandin yang memberikan perlindungan ini.
Ketika mukosa barier ini rusak maka timbul gastritis. Setelah barier ini
rusak terjadilah perlukaan mukosa dan diperburuk oleh histamin dan
stimulasi saraf colinergic. Kemudian HCL dapat berdifusi balik
kedalam mucus dan menyebabkan luka pada pembuluh yang kecil,
yang mengakibatkan tercadinya bengkak, perdarahan, dan erosi pada
lambung.
6

Mukosa gaster sebenarnya sangat terlindungi dari infeksi
bakteri. Tetapi kumah H. pylori sangat pandai melakukan adaptasi
terhadap hal ini, dengan caranya yang unik dapat masuk ke dalam
lapisan mukus, kemudian melakukan perlekatan dengan sel epitel,
evasi respon imun dan akhirnya terjadi kolonisasi dan transmisi
persisten.
3

5

Setelah masuk gaster, bakteri ini harus melawan aktivitas asam
untuk masuk ke lapisan mukus. Langkah awal penting pada proses
infeksi ini adalah motilitas bakteri dan produksi ensim urease yang
dapat mengkatalisis proses hodrolisis urea yang terdapat pada mukosa
lambung menjadi amonia dan karbondioksida. Amonia ini berperan
sebagai mekanisme pertahanan hidup H. pylori dalam lingkungan
asam.
3,7

Gambar 2. Proses masuknya H. pylori ke lapisan mukus lambung
H. pylori dapat terikat erat pada sel epitel dengan adanya
beberapa komponen yang berada pada permukaan bakteri. Setelah
melekat, sebagian besar strain H. pylori dapat memproduksi
vacuolating cytotoxin (VacA, suatu eksotoksin). Toksin ini masuk ke
dalam membran sel epitel dan menyebabkan keluarnya bikarbonat dan
anion organik yang diperlukan untuk nutrisi bakteri. Selain itu, VacA
ini juga mempunyai target pada membran mitokondria yang
menyebabkan terjadinya apoptosis.
7
Sebagian besar strain H. pylori mempunyai cag pathogenicity
island (cag-PAI), suatu urutan DNA sepanjang 40 kB yang di
dalamnya mengandung 40 gen, salah satu di antaranya adalah
cytotoxin-associated gen A (cagA).
9
Suatu penelitian memperlihat
bahwa cagA ini terlibat pada proses induksi kemokin pro-inflamasi
yang dilepaskan oleh sel. Setelah melekat pada sel epitel, cagA ini
terfosforilasi dan menyebabkan terjadinya respon seluler dan produksi
sitokin oleh sel epitel gaster. H. pylori menyebabkan continous gastric
6

inflammation pada setiap individu yang terinfeksi. Respon inflamatori
ini terdiri dari rekrutmen netrofil yang kemudian diikiuti oleh sel
limfosit B dan T, sel plasma, makrofag, dan kemudian terjadi rusaknya
sel epitel. Sel epitel gaster yang terinfeksi oleh H. pylori terdapat
peningkatan sitokin interleukin-1B, interleukin-2, interleukin-6,
interleukin-8, dan tumor necrosis factor. Interleukin-8 merupakan
kemokin yang poten untuk aktivasi neutrofil. Infeksi H. pylori ini
dapat menyebabkan pula terjadinya respon humoral sistemik dan
mukosa. Produksi antibodi ini tidak mengakibatkan eradikasi bakteri
tetapi menyebabkan kerusakan jaringan. Sebagian penderita dengan H.
pylori mempunyai autoantibodi terhadap H
+
/K
+
-ATP-ase sehingga
menyebabkan atrofi corpus gaster. Pada saat terjadi inflamasi ini
apabila respon Th1 yang lebih dominan akan menyebabkan
peningkatan produksi interleukin-8, dan ditambah dengan apoptosi
akan mengakibatkan infeksi persisten H. pylori.
7,10

Gambar 3. Patogenesis infeksi H. pylori

VI. MANIFESTASI KLINIS
Anak-anak yang menderita gastritis dapat menunjukkan gejala
seperti mual, muntah, nyeri dan kram perut, nafsu makan hilang,
7

demam, lemah, nyeri dada yang tajam dan mengganggu, rasa asam di
mulut dan kembung.
1

Secara klinis, sulit membedakan gastritis yang terinfeksi H.
pylori dengan yang tidak terinfeksi H. pylori. Sebagian besar kasus
infeksi H. pylori pada anak bersifat asimtomatis. Berbagai manifestasi
klinis akibat infeksi H. pylori pernah dilaporkan oleh beberapa peneliti
seperti sakit perut berulang di daerah epigastrium, mual, dan muntah.
Gejala seperti sakit perut, muntah-muntah, hematemesis dapat
dikaitkan dengan infeksi H. pylori. Beberapa gejala klinis di luar
saluran cerna yang pernah dilaporkan pada anak terinfeksi H. pylori
adalah anemia defisiensi besi, pusing, dan alergi makanan. Infeksi H.
pylori dihubungkan pula dengan gangguan tumbuh kembang anak dan
kejadian limfoma (mucosa associated lymphoid tissue/MALT) di
kemudian hari.
3,7

VII. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis gastritis utamanya gastritis akibat infeksi
H. pylori terdiri atas anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang terdiri atas pemeriksaan noninvasif dan invasif.
Anamnesis
Dari anamnesis dapat ditemukan gejala seperti mual, muntah,
nyeri dan kram perut, nafsu makan hilang, demam, lemah, nyeri dada
yang tajam dan mengganggu, rasa asam di mulut dan kembung.
Sementara kecurigaan adanya infeksi H. pylori apabila dari anamnesis
ditemukan adanya gejala seperti sakit perut berulang di daerah
epigastrium, hematemesis serta beberapa gejala klinis di luar saluran
cerna seperti anemia defisiensi besi, pusing, dan alergi makanan.
1,3

Pemeriksaan Fisik
Dari penampakan klinis, pasien dengan gastritis akan terlihat
pucat, lemah, keringat dingin dan apabila dalam keadaan berat, pasien
dapat saja mengalami penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan tanda
8

vital dapat ditemukan takikardi, takipnea, dan peningkatan suhu
tubuh. Nyeri tekan pada regio epigastrik merupakan temuan klinis
khas pada pemeriksaan fisik pasien dengan gastritis.
1,3

Metode Non I nvasif
Tes serologi merupakan teknik non-invasif pertama yang
dipakai untuk mendeteksi anti H. pylori IgG pada serum penderita.
Pemeriksaan serologi IgG H. pylori murah dan nyaman, serta
memiliki sensitivitas 85% dan spesifisitas 79%. Adanya infeksi
mukosa lambung karena H. pylori menyebabkan terjadinya
peningkatan kadar IgG dan IgA dalam serum dan peningkatan kadar
sekretori IgA dan IgM dalam perut. Pemeriksaan ELISA merupakan
metode yang mudah dilakukan dan cukup sensitif. Pemeriksaan ini
baik digunakan sebagai uji saring dan studi epidemiologi. Respon IgG
terhadap infeksi H.pylori dapat tetap positif sampai 6 bulan setelah
eradikasi. Oleh karena itu, cara ini tidak dianjurkan sebagai pemantau
hasil eradikasi.
3,7,11

Uji C-urea nafas didasarkan pada kenyataan bahwa kuman H.
pylori memproduksi urease. Urease adalah enzym yang memecah urea
menjadi amonia dan CO2. Pemeriksaan uji urease pernafasan
menggunakan 13C & 14C labeled urea meal. Bahan tersebut ditelan
oleh pasien. Urea akan dihidrolisis menjadi amonia dan bikarbonat
yang terlabel. Bikarbonat yang terlabel akan dibawa ke paru dan
diekskresi dalam udara napas sebagai CO2 yang dapat diukur. Uji ini
bersifat semikuantitatif. Uji C-urea nafas merupakan uji diagnostik
yang realibel dan merupakan pilihan pertama dan dapat digunakan
sebagai evaluasi terapi. Pemeriksaan UBT untuk mengetahui
keberhasilan eradikasi sebaiknya dilakukan minimal 4 minggu setelah
eradikasi untuk menghindari hasil negatif palsuUji ini memilki nilai
sensitivitas sebesar 95-98% dan spesifisitas 98-100%.
3,7,8,11
9


Gambar 4. Uji C-urea Nafas
Stool Antigen Test (SAT) adalah pemeriksaan enzimatik
(ELISA) yang dapat mengidentifikasi antigen H. pylori pada feses.
SAT terdiri atas metode poliklonal dan monoklonal untuk mendeteksi
infeksi juga untuk monitoring pasca terapi H. pylori. Pemeriksaan
SAT untuk mengetahui keberhasilan eradikasi dilakukan minimal 4
minggu setelah eradikasi tersebut. Keuntungan pemeriksaan SAT
adalah membedakan infeksi aktif H. pylori dengan paparan,
pemeriksaan non-invasif, penderita lebih nyaman, lebih murah
daripada metode lain, mendeteksi antigen secara langsung, dapat
digunakan sebagai alat untuk monitoring sebelum dan sesudah terapi
dan akurasi lebih dari 95%.
7,11
Metode I nvasif
Pemeriksaan endoskopi direkomendasikan untuk dikerjakan
pada kasus dengan gejala saluran cerna atas yang dicurigai suatu
kelainan organik dan bila ditemukan H. pylori pada pemeriksaan
endoskopi, maka pasien harus segera mendapat terapi. Endoskopi
merupakan tindakan penting untuk mendapatkan jaringan untuk
pemeriksaan histologi, biakan, atau uji urease. Endoskopi UGI dengan
biposi masih merupakan baku emas diagnosis H. pylori.
2,7


Pemeriksaan invasif untuk menemukan adanya infeksi H. pylori
dapat dilakukan dengan 3 cara yakni melalui rapid urease test,
pemeriksaan histopatologi dan kultur.
11

10

Gastric Biopsi Test didasarkan pada aktivitas enzim urease yang
memecah reagen urea tes untuk membentuk amonia. Uji urease dapat
mendeteksi infeksi H. pylori dengan cepat. Uji ini mempunyai nilai
spesifisitas yang tinggi, tetapi sangat tergantung pada ketepatan
pengambilan sampel jaringan.
2,7,11
Pemeriksaan histopatologi selain dapat menilai derajat inflamasi
juga dapat mengenali morfologi H. pylori. Sensitifitas histologi
secara umum 90-95%. Jika biopsi dilakukan pada posisi kurang lebih
2-3 cm dari kurvatura lambung akan menunjukkan hasil positif lebih
dari 90%.
2,7,11
Biakan organisme merupakan cara yang terbaik untuk
menegakkan diagnosis setiap infeksi bakteri termasuk H. pylori.
Bakteri ini dapat dibiak dari jaringan biopsi lambung dan duodenum.
Walaupun demikian, biakan masih dianggap sebagai jenis
pemeriksaan yang tidak praktis. Teknik biakan sulit, karena
memerlukan suasana media yang mikroaerofilik (5% oksigen dengan
5-10% CO2) dan memerlukan waktu yang cukup lama. Hal ini yang
menjadi hambatan bila digunakan sebagai prosedur rutin. Cara ini
umumnya digunakan untuk kepentingan penelitian. Biakan
mempunyai dua keuntungan yaitu kegunaan utama biakan adalah
menentukan jenis antibiotik yang digunakan, sedangkan kegunaan lain
adalah mengisolasi bahan dengan menggunakan kultur. Pemeriksaan
ini tidak diperlukan pada saat awal terapi, tetapi mungkin diperlukan
bila terdapat kegagalan eradikasi sebanyak 2 kali.
2,7,11

VIII. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari gastritis adalah sebagai berikut:
4,8
Gastroentritis, biasanya terjadi akibat infeksi virus pada usus.
Gejalanya meliputi diare, kram perut, dan mual atau muntah,
juga ketidaksanggupan untuk mencerna.
11

Heart burn, rasa sakit seperti terbakar yang terasa di belakang
tulang dada yang biasanya terjadi setelah makan. Hal ini terjadi
karena asam lambung naik dan masuk ke dalam esofagus.
Heart burn juga dapat menyebabkan rasa asam pada mulut dan
terasa sensasi makanan yang sebagian sudah dicerna kembali
ke mulut.
Ulkus peptikum, rasa perih dan panas dalam perut terjadi terus-
menerus dan parah, maka hal itu kemungkinan disebabkan
karena adanya luka terbuka dalam lambung. Gejala yang paling
umum adalah rasa sakit yang menjadi semakin parah ketika
malam hari atau lambung sedang kosong.

IX. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan awal pada gastritis akut tanpa infeksi H.pylori pada
anak adalah dengan pemberian antasida, istirahat yang cukup hingga
gejala membaik, minum sesering mungkin utamanya susu dan air,
hindari makanan yang pedas, asam dan makanan lain yang dapat
memperberat gejala.
1
Tata Laksana Infeksi H. pylori
Sampai sejauh ini belum terpapar kesepakatan dari para ahli
gastroenterologi tentang pengobatan infeksi H.pylori pada anak.
Beberapa kelompok ahli merekomendasi pengobatan eradikasi H.
pylori pada anak dengan dispepsia fungsional dengan uji tapis positif,
sedangkan kelompok lain merekomendasi hanya pada anak dengan
ulkus. Berbagai jenis obat yang pernah digunakan adalah bismut,
ranitidin bismut sitrat, H2 antagonis, PPI, dan beberapa antibiotik.
Terapi yang diberikan sebaiknya sederhana, dapat ditoleransi dengan
baik, dan memiliki tingkat eradikasi lebih dari 80%. Selain untuk
mencegah terjadinya resistensi, penggunaan berbagai jenis obat akan
memberikan hasil yang lebih efektif, karena terdapat mekanisme
sinergis dari obat-obat tersebut. Dilaporkan tingkat eradikasi yang
12

dicapai dengan menggunakan kombinasi 3 jenis obat (PPI,
klaritromisin dan amoksisilin) sebesar 87-92%, sedangkan bila hanya
menggunakan 2 jenis obat (PPI dan amoksisilin) sebesar 70%.
Kombinasi amoksisilin, bismut, dan metronidazol juga memberikan
tingkat eradikasi yang tinggi, yaitu sebesar 96%.33 Oleh karena itu,
kombinasi 3 jenis obat yang menggunakan PPI atau bismut
direkomendasikan sebagai obat pilihan pertama. Akan tetapi dalam
penggunaannya , PPI lebih mudah diteloransi oleh anak dibanding
dengan bismut. Bismut-salisilat tidak dianjurkan penggunaannya pada
anak berumur di bawah 16 tahun karena ditakutkan terjadinya sindrom
Reye. Kombinasi obat yang menggunakan PPI ternyata
memperlihatkan penyembuhan ulkus yang lebih cepat.
2
North American Society for Pediatric Gastroenterology,
Hepatology, Nutrition (2000) mencoba merekomendasikan terapi
untuk infeksi H. pylori yang digunakan selama 14 hari.
7

Regimen lini pertama, masing-masing diberikan dua kali sehari
selama 10-14 hari:
7
Proton pump inhibitor (1-2 mg/kg/hari) + amoxicillin (50
mg/kg/hari) + clarithromycin (15 mg/kg/hari)
Proton pump inhibitor (1-2 mg/kg/hari) + amoxicillin (50
mg/kg/hari) + metronidazole (20 mg/kg/hari)
Proton pump inhibitor (1-2 mg/kg/hari) + metronidazole (20
mg/kg/hari) + clarithromycin (15 mg/kg/hari)
Di negara Belanda dan Belgia digunakan kombinasi omeprazole
0.6 mg/kg dua kali sehari, amoksisilin 30 mg/kg dua kali sehari, dan
klaritromisin 15 mg/kg dua kali sehari, selama 7 hari. Pedoman terapi
yang dilaksanakan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM
mengacu kepada terapi yang diberikan oleh kedua negara tersebut.
2
Kejadian resistensi terhadap amoksisilin rendah, sedangkan
kejadian resistensi terhadap golongan makrolid (klaritromisin) dan
metronidazol cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya
13

penggunaan obat-obat tersebut. Pada daerah yang memiliki angka
kejadian resistensi terhadap metronidazol lebih dari 30%, dianjurkan
untuk langsung memberikan amoksisilin. Data terakhir
memperlihatkan penggunaan lanzoprazol sebagai PPI. Kombinasi
lanzoprazol, amoksisilin/metronidazol, dan klaritromisin memberikan
tingkat eradikasi yang cukup baik (87%), tetapi penggunaannya pada
anak belum dilaporkan secara luas.
2
Eradikasi dikatakan berhasil apabila ditemukan gambaran
histologi yang normal, atau hasil biakan jaringan biopsi dan uji urea
napas negatif. Uji diagnostik yang bersifat non invasif lebih
dianjurkan. Sebagai uji baku digunakan uji urea napas. Evaluasi hasil
eradikasi sebaiknya tidak dilakukan sebelum 4 minggu karena dapat
memberikan hasil negatif palsu. Pemeriksaan serologi yang
memperlihatkan penurunan kadar antibodi sebesar 50% sebagai
petanda keberhasilan eliminasi bakteri harus dilakukan pada 6 bulan
setelah eradikasi. Apabila eradikasi yang diberikan tidak memberikan
hasil optimal, biakan dan uji resistensi diperlukan untuk menentukan
jenis antibiotik selanjutnya.
2

X. PENCEGAHAN
Hanya sekitar 1% penderita yang mengalami infeksi H.pylori
akan berkembang menjadi kanker lambung. Untuk itu tidak dapat
dibenarkan untuk melakukan penyaringan dan pengobatan secara luas
untuk individu yang menderita infeksi H.pylori. Strategi lain untuk
mencegah terjadinya infeksi H.pylori adalah pemberian vaksinasi.
Vaksinasi yang potensial untuk mencegah infeksi H.pylori masih
dalam taraf penyelidikan. Namun belum terbukti vaksinasi dapat
mencegah infeksi pada manusia. Di samping itu, mengingat kecilnya
prevalensi kanker lambung pada individu yang terinfeksi dapat
mengakibatkan tingginya harga vaksin.
3
14

Pencegahan lebih ditujukan untuk menurunkan risiko terjadinya
infeksi H.pylori. Perbaikan status sosioekonomi, gizi dan lingkungan
seperti penyediaan air bersih terbukti mampu menurunkan prevalensi
infeksi H.pylori pada anak. Monitoring kecenderungan kolonisasi dan
penyakit gastrointerstinal bagian atas pada berbagai populasi dapat
memberikan gambaran kecenderungan terjadinya infeksi H.pylori.
3

XI. KOMPLIKASI
Komplikasi gastritis dibagi menjadi dua yaitu gastritis akut dan
gastritis kronik.
5

a. Gastristis akut komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna
bagian atas berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir syok
hemoragik.
b. Gastritis kronik komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna
bagian atas, ulkus, perforasi dan anemia.
Komplikasi dari infeksi H.pylori adalah gastritis nodular, ulkus
peptikum, kanker lambung, dan limfoma MALT.
8

Gambar 5. Komplikasi gastritis dengan infeksi H. pylori



15

XII. PROGNOSIS
Kebanyakan penderita gastritis dapat sembuh. Tergantung dari
banyaknya faktor yang mempengaruhi, gejala gastritis dapat kambuh
sewaktu-waktu. Pada umumnya, gastritis dengan gejala minimal dapat
berespon baik denga terapi yang diberikan.
12
Pada beberapa kasus, gastritis dapat menjadi kasus yang serius
bahkan dapat menjadi kasus darurat yang mengancam jiwa. Adanya
gejala yang berkelanjutan dan perdarahan terus-menerus dapat menjadi
tanda bagi praktisi kesehatan untuk mencari penyebab dasar dari kasus
tersebut.
12

You might also like