You are on page 1of 19

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tetralogy of fallot (ToF) merupakan jenis penyakit jantung bawaan tersering.
ToF adalah kelainan jantung sianotik paling banyak yang tejadi pada 5 dari
10.000 kelahiran hidup dan merupakan kelainan jantung bawaan nomor 2 yang
paling sering terjadi (Akhyar, 2010). Sekitar 3-5% bayi yang lahir dengan
penyakit jantung bawaan menderita jenis ToF (Habriel, dkk., 2013). Di AS, 10%
kasus penyakit jantung kongenital adalah ToF, sedikit lebih banyak pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Seiring dengan meningkatnya angka kelahiran di
Indonesia, jumlah bayi yang lahir dengan penyakit jantung juga meningkat. Dua
per tiga kasus penyakit jantung bawaan di Indonesia memperlihatkan gejala pada
masa neonatus. Sebanyak 25-30% penderita penyakit jantung bawaan yang
memperlihatkan gejala pada masa neonatus meninggal pada bulan pertama
usianya jika tanpa penanganan yang baik. Sekitar 25% pasien ToF yang tidak
diterapi akan meninggal dalam 1 tahun pertama kehidupan, 40% meninggal
sampai usia 4 tahun, 70% meninggal sampai usia 10 tahun, dan 95% meninggal
sampai usia 40 tahun (Apitz, dkk., 2009).
Diagnosis dini ToF dapat menentukan langkah selanjutnya harus diambil.
Penetapan langkah yang tepat setelah deteksi dini penyakit jantung bawaan ToF
pada anak dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas. Dengan penegakan
diagnosis yang tepat dan cepat, komplikasi penyakit jantung bawaan ToF dapat
diminimalkan.

B. Tujuan
Untuk mengetahui etiologi, klinis, serta deteksi dini agar meminimalkan
komplikasi sehingga berkurangnya mortalitas dan morbiditas.



1

2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Tetralogy of fallot (ToF) merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang
terdiri dari empat kelainan khas, yaitu :










Gambar 1. Jantung normal dan jantung TOF
1. Defek septum ventrikel (VSD)
2. Stenosis pulmonal
3. Hipertrofi ventrikel kanan
4. Overriding aorta
(Nair, dkk., 2008)

B. Etiologi
Penyebab ToF belum diketahui secara pasti, diduga karena adanya faktor
endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen :
Berbagai penyakit genetik : kelainan kromosom
Anak yang sebelumnya menderita penyakit jantung bawaaan
Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus,
hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan
2

3

Faktor eksogen :
Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau
suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter (thalidmide,
dextroamphetamin, aminopterin, jamu)
Usia ibu diatas 40 tahun
Ibu menderita penyakit infeksi : rubella
Pajanan terhadap sinar-X
(Akhyar, 2010)

C. Patofisiologi
Sirkulasi darah penderita ToF berbeda dibanding pada anak normal. Kelainan
yang memegang peranan penting adalah stenosis pulmonal dan VSD. Tekanan
antara ventrikel kiri dan kanan pada pasien ToF adalah sama akibat adanya VSD.
Hal ini menyebabkan darah bebas mengalir bolak-balik melalui celah ini. Tingkat
keparahan hambatan pada jalan keluar darah di ventrikel kanan akan menentukan
arah aliran darah pasien ToF. Aliran darah ke paru akan menurun akibat adanya
hambatan pada jalan aliran darah dari ventrikel kanan; hambatan yang tinggi di
sini akan menyebabkan makin banyak darah bergerak dari ventrikel kanan ke kiri.
Hal ini berarti makin banyak darah miskin oksigen yang akan ikut masuk ke
dalam aorta sehingga akan menurunkan saturasi oksigen darah yang beredar ke
seluruh tubuh, dapat menyebabkan sianosis. Jika terjadi hambatan parah, tubuh
akan bergantung pada duktus arteriosus dan cabang-cabang arteri pulmonalis
untuk mendapatkan suplai darah yang mengandung oksigen. Onset gejala, tingkat
keparahan sianosis yang terjadi sangat bergantung pada tingkat keparahan
hambatan yang terjadi pada jalan keluar aliran darah di ventrikel kanan (Apitz,
dkk., 2009 ; Kliegman, dkk., 2007).
4



D. Klasifikasi
TOF dibagi dalam 4 derajat :
1. Derajat I : tak sianosis, kemampuan kerja normal
2. Derajat II : sianosis waktu kerja, kemampuan kerja kurang
3. Derajat III : sianosis waktu istirahat. kuku gelas arloji, waktu kerja
sianosis bertambah, ada dispneu.
4. Derjat IV : sianosis dan dispneu istirahat, ada jari tabuh.
(Akhyar, 2010)
5

E. Manifestasi Klinis
1. Derajat stenosis pulmonal berpengaruh langsung pada berbagai macam
manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada pasien ToF. Seorang
pasien dengan stenosis pulmonal ringan mungkin tidak memiliki gejala
apa pun sampai akhir masa kanak-kanak, sementara pasien dengan
stenosis pulmonal berat memiliki kemungkinan lebih tinggi muncul
gejala klinis dalam bulan pertama kehidupan. Bayi tidak menunjukkan
sianosis pada saat lahir, gejala mulai berkembang antara umur 2-6 bulan.
2. Saturasi oksigen arteri bayi ToF bisa tiba-tiba menurun dengan nyata.
Fenomena ini disebut hypercyanotic spell, biasanya merupakan hasil
penyempitan secara mendadak aliran darah ke paru. Serangan dapat
terjadi setiap waktu antara usia 1 bulan dan 12 tahun, terutama terjadi
antara bulan ke-2 dan ke-3. Paling sering terlihat setelah bangun tidur,
menangis, buang air besar, dan makan. Serangan ditandai dengan
meningkatnya kecepatan dan kedalaman pernapasan (hiperpnea) dengan
sianosis yang bertambah parah
3. Anak ToF menjadi iritatif dalam keadaan kadar oksigen berkurang, atau
memerlukan asupan oksigen yang lebih banyak, anak dapat menjadi
mudah lelah, mengantuk, atau bahkan tidak merespons ketika dipanggil,
menyusu yang terputus-putus.
4. Anak dengan hypercyanotic spell akan melakukan gerakan jongkok
(squating), agar aliran darah ke paru menjadi bertambah, dan serangan
sianosis dan sesak menjadi berkurang.
5. Pada anak ToF, biasanya dijumpai keterlambatan pertumbuhan, tinggi
dan berat badan dan ukuran tubuh kurus yang tidak sesuai dengan usia
anak.
(Kosim, dkk., 2008)

F. Diagnosis
ToF dapat didiagnosis sebelum bayi lahir saat gambaran anatomi jantung
mulai terlihat jelas pada fetal echocardiography, biasanya pada usia gestasi 12
6

minggu. Segera setelah ToF didiagnosis, disarankan pengamatan antenatal serial
dengan interval 6 minggu untuk mengikuti pertumbuhan arteri pulmonalis, untuk
menilai kembali arah arteri paru utama dan aliran duktal dan untuk mengevaluasi,
jika ada, kelainan di luar jantung (Fernandez, 2010).
1. Anamnesis
Pada pasien ToF biasanya terdapat keluhan utama sianosis, pernafasan
cepat.
Selanjutnya perlu ditanyakan kepada orang tua atau pengasuh pasien,
kapan pertama kali munculnya sianosis, apakah sianosis ditemukan
sejak lahir, tempat sianosis muncul, misalnya pada mukosa membran
bibir dan mulut, jari tangan atau kaki, apakah munculnya tanda-tanda
sianosis didahului oleh faktor pencetus, salah satunya aktivitas
berlebihan atau menangis.
Riwayat serangan sianotik (hypercyanotic spell) juga harus ditanyakan
kepada orang tua pasien atau pengasuh pasien.
Jika anak sudah dapat berjalan apakah sering jongkok (squating)
setelah berjalan beberapa langkah sebelum melanjutkan kembali
berjalan.
Penting juga ditanyakan faktor risiko yang mungkin mendukung
diagnosis ToF yaitu seperti faktor genetik, riwayat keluarga yang
mempunyai penyakit jantung bawaan.
Riwayat tumbuh kembang anak juga perlu ditanyakan, pemeriksaan
tumbuh kembang dapat digunakan juga untuk mengetahui apakah
terjadi gagal tumbuh kembang akibat perjalanan penyakit ToF.
(Kliegman, dkk., 2007)
2. Pemeriksaan Fisik
Sianosis sentral dapat diamati pada sebagian besar kasus ToF.
desaturasi arteri ringan mungkin tidak menimbulkan sianosis klinis.
Clubbing fingers dapat diamati pada beberapa bulan pertama kehidupan.
Tanda-tanda gagal jantung kongestif juga jarang ditemukan, kecuali pada
7

kasus regurgitasi pulmonal berat atau ToF yang dibarengi dengan tidak
adanya katup pulmonal (Fernandez, 2010).
Impuls ventrikel kanan yang lebih kuat mungkin didapatkan pada
palpasi. Systolic thrill bisa didapatkan di perbatasan sternal kiri bawah.
Murmur sistolik grade III dan IV disebabkan oleh aliran darah dari
ventrikel kanan ke saluran paru. Selama serangan hypercyanotic spell
muncul, murmur menghilang atau menjadi sangat lembut. Sama halnya
pada ToF dengan atresia paru, tidak akan terdengar murmur karena tidak
ada aliran darah balik ke ventrikel kanan. Aliran darah yang menuju atau
melewati celah antar ventrikel tidak menimbulkan turbulensi, sehingga
biasanya tidak terdengar kelainan auskultasi (Fernandez, 2010). Murmur
ejeksi sistolik tergantung dari derajat obstruksi aliran darah di ventrikel
kanan. Makin sianosis berarti memiliki obstruksi lebih hebat dan murmur
lebih halus. Pasien asianotik dengan ToF (pink tet) memiliki murmur
sistolik yang panjang dan keras dengan thrill sepanjang aliran darah
ventrikel kanan. Selain itu bisa ditemukan klik ejeksi aorta, S2 tunggal
(penutupan katup pulmonal tidak terdengar). Sering pula pasien ToF
mengalami skoliosis dan retinal engorgement (Habriel, dkk.,2013).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah
Dapat dijumpai peningkatan jumlah eritrosit dan hematokrit
(polisitemia vera) yang sesuai dengan desaturasi dan stenosis
(Kliegman, dkk., 2007).
Oksimetri dan analisis gas darah
Didapatkan saturasi oksigen yang bervariasi, tetapi pH dan pCO2
normal kecuali pada kondisi tet spell. Oksimetri berguna pada pasien
kulit hitam atau pasien anemia yang tingkat sianotiknya tidak jelas.
Sianosis tidak akan tampak kecuali bila hemoglobin tereduksi
mencapai 5 mg/dL. Penurunan resistensi vaskular sistemik selama
aktivitas, mandi, maupun demam akan mencetuskan pirau kanan ke
kiri dan menyebabkan hipoksemia (Habriel, dkk.,2013).
8

Pemeriksaan elektrokardiogram
Ditemukan deviasi aksis ke kanan (+120 - +150), hipertrofi
ventrikel kanan atau kedua ventrikel, maupun hipertrofi atrium kanan.
Kekuatan ventrikel kanan yang menonjol terlihat dengan gelombang R
besar di sadapan prekordial anterior dan gelombang S besar di
sadapan prekordial lateralis (Kosim, dkk., 2008).
Pemeriksaan foto rontgen thorax
Dapat ditemukan gambaran jantung berbentuk sepatu (boot-shaped
heart/ couer-en-sabot) dan penurunan vaskularisasi paru karena
berkurangnya aliran darah yang menuju ke paru akibat penyempitan
katup pulmonal paru (stenosis pulmonal) (Kosim, dkk., 2008).

Gambar 2. Gambaran foto rontgen thorax pada pasien ToF

MRI
Dapat mengukur volume ventrikel kanan dan kiri, menilai jalur aliran
darah ventrikel kanan, arteri pulmonal, aorta, defek septum ventrikel.
MRI juga dapat menilai stenosis cabang arteri pulmonal yang
berkontribusi dalam menyebabkan insufisiensi pulmonal dan kolateral
aortopulmonal yang dapat menyebabkan overload volume ventrikel
kiri. Hal ini sering dijumpai pada pasien yang disertai atresia
pulmonal (Fox, dkk., 2010).


9

Ekokardiogram
Sangat membantu mengonfirmasi diagnosis dan mengevaluasi
beberapa masalah yang terkait dengan ToF. Pembesaran ventrikel
kanan, defek septum ventrikel, overriding aorta, dan obstruksi saluran
ventrikel kanan dapat ditampilkan secara jelas; dapat ditunjukkan
shunting yang melewati VSD dan peningkatan kecepatan aliran
Doppler yang melewati ventrikel kanan. Ukuran cabang utama arteri
pulmonalis dan proksimal serta setiap aliran darah tambahan lain
menuju ke paru dapat dievaluasi, tetapi arteri pulmonalis bagian distal
tidak dapat dengan mudah dilihat oleh ekokardiogram (Fernandez,
2010).

Gambar 3. Echocardiogram pada pasien dengan tetralogi Fallot
Kateterisasi
Bukan pemeriksaan yang rutin. Dapat dilakukan jika data yang
diperlukan untuk pengambilan keputusan koreksi bedah tidak dapat
diperoleh dengan pemeriksaan penunjang lainnya. Penting untuk
mendapatkan data saturasi oksigen arteri sistemik dan desaturasi
berhubungan dengan stenosis saluran keluar ventrikel kanan. Tujuan
kateterisasi jantung adalah untuk menilai ukuran anulus pulmonal dan
arteri pulmonal, menilai keparahan obstruksi aliran darah ventrikel
kanan, lokasi dan ukuran defek septum ventrikel, serta menyingkirkan
kemungkinan anomali arteri koroner (Habriel, dkk.,2013).

10

Angiografi
Merupakan bagian integral dari kateterisasi jantung. Angiografi paru
juga harus dilakukan untuk mengetahui ukuran arteri pulmonalis
utama dan cabang serta untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
stenosis cabang arteri pulmonal. Angiografi aorta juga diperlukan
untuk memvisualisasikan anatomi arteri koroner, terutama untuk
menyingkirkan adanya arteri koroner melintasi infundibulum ventrikel
kanan (Fernandez, 2010).

Gambar 4 Stenosis Pulmonal pada ToF (arteriogram pulmonal)
Keterangan: RV Ventrikel kanan, A - aorta, I infundibulum

G. Tatalaksana
Penderita baru dengan kemungkinan tetralogi Fallot dapat dirawat jalan
bilamana termasuk derajat I, II, atau III tanpa sianosis maupun dispneu berat.
Penderita perlu dirawat inap, bila termasuk derajat IV dengan sianosis atau
dispneu berat (Akhyar, 2010).

Tatalaksana penderita rawat inap
1. Mengatasi kegawatan yang ada.
2. Oksigenasi yang cukup.
3. Tindakan konservatif.
4. Tindakan bedah (rujukan) :
Operasi paliatif : modified BT shunt sebelum dilakukan koreksi total :
11

dilakukan pada anak BB < 10 kg dengan keluhan yang jelas. (derajat III
dan IV)
5. Koreksi total: untuk anak dengan BB > 10 kg : tutup VSD + reseksi
infundibulum.
6. Tatalaksana gagal jantung kalau ada.
7. Tatalaksana radang paru kalau ada.
8. Pemeliharaan kesehatan gigi dan THT, pencegahan endokarditis.
(Akhyar, 2010).
Tatalaksana rawat jalan
1. Derajat I
Medikametosa : tidak perlu
Operasi (rujukan ) perlu dimotivasi, operasi total dapat dikerjakan
kalau BB > 10 kg. Kalau sangat sianosis/ada komplikasi abses otak,
perlu dilakukan operasi paliatif.
Kontrol : tiap bulan.
2. Derajat II dan III
Medikamentosa ; Propanolol
Operasi (rujukan) perlu motivasi, operasi koreksi total dapat
dikerjakan kalau BB > 10 kg. Kalau sangat sianosis/ada komplikasi
abses otak, perlu dilakukan operasi paliatif.
Kontrol : tiap bulan
Penderita dinyatakan sembuh bila : telah dikoreki dengan baik.
(Akhyar, 2010).

Pengobatan bayi pada serangan sianosis
1. Usahakan meningkatkan saturasi oksigen arteriil dengan cara : membuat
posisi knee chest dan ventilasi yang adekuat.
2. Menghambat pusat nafas denga Morfin sulfat 0,1-0,2 mg/kg im atau
subkutan.
3. Bila serangan hebat bisa langsung diberikan Na Bic 1 meq/kg iv untuk
mencegah asidosis metabolik.
12

4. Bila Hb < 15 gr/dl berikan transfusi darah segar 5 ml/kg pelan sampai Hb
15-17 gr/dl.
5. Propanolol 0,1 mg/kg iv terutama untuk prolonged spell diteruskan dosis
rumatan 1-2 mg/kg oral.
(Akhyar, 2010).
Tata laksana ToF tergantung dari beratnya gejala dan dari tingkat hambatan
pulmoner. Operasi merupakan satu-satunya terapi kelainan ini, bertujuan
meningkatkan sirkulasi arteri pulmonal. Prostaglandin (0,2 g/kg/menit) dapat
diberikan untuk mempertahankan duktus arteriosus sambil menunggu operasi.
Dapat dilakukan dua jenis operasi yakni operasi paliatif dan operasi korektif.
Operasi paliatif adalah dengan membuat sambungan antara aorta dengan arteri
pulmonal. Metode yang paling dikenal ialah Blalock-Taussig shunt, yaitu a.
Subklavia ditranseksi dan dianastomosis end-to-side ke a. pulmonal ipsilateral.
Tingkat mortalitas metode ini dilaporkan kurang dari 1% (Fox, dkk., 2010).

Gambar 5 Blalock Taussig shunt
Keterangan : Kiri normal,
Kanan pasca-Blalock Taussig shunt, RSC a. subklavia kanan, A
- aorta, RPA a. Pulmonal kanan

Dikenal pula modified Blalock-Taussig shunt menggunakan Goretex graft
untuk menghubungkan a. subklavia dengan a.pulmonal. Potts shunt yaitu
anastomosis side-to-side antara aorta desenden dengan a.pulmonal. Waterston-
Cooley shunt, mirip dengan Potts shunt yaitu anastomosis side-toside antara aorta
asenden dengan a. pulmonal.
13


Gambar 6 Modified Blalock Taussig shunt
Keterangan : G - Graft, RSC a. subklavia kanan, A - aorta, RPA a. pulmonal
kanan

Gambar 7 Potts shunt
Keterangan : P - Potts shunt, A - aorta, PA a. pulmonal



Gambar 8 Waterston-Cooley shunt
Keterangan: W: Waterston-Cooley shunt, A - aorta, PA a. Pulmonal

Bedah koreksi menjadi pilihan tata laksana ToF ideal yang bertujuan menutup
defek septum ventrikel, reseksi area stenosis infundibulum, dan menghilangkan
14

obstruksi aliran darah ventrikel kanan. Kebanyakan pusat kesehatan hanya akan
melakukan operasi korektif pada usia tiga sampai enam bulan. Jika operasi harus
dilakukan sebelumnya, maka operasi paliatif menjadi pilihan utama. Umumnya
koreksi primer dilaksanakan pada usia kurang lebih 1 tahun dengan perkiraan
berat badan sudah mencapai sekurangnya 8 kg. Namun jika syaratnya belum
terpenuhi, dapat dilakukan tindakan paliatif (Apitz, dkk., 2009 ; Kliegman, dkk.,
2007; Akhyar, 2010).

H. Komplikasi
1. Abses serebri
ToF yang tidak dioperasi merupakan faktor predisposisi penting abses
serebri. Kejadian abses serebri berkisar antara 5-18,7% pada penderita
ToF, sering pada anak di atas usia 2 tahun.8 Beberapa patogen
penyebabnya antara lain Streptococcus milleri,Staphylococcus, dan
Haemophilus.9 ToF bisa menyebabkan abses serebri karena hipoksia,
polisitemia, dan hiperviskositas. Dampaknya adalah terganggunya
mikrosirkulasi dan menyebabkan terbentuk mikrotrombus,
ensefalomalasia fokal, serta terganggunya permeabilitas sawar darah otak.
Meningitis terjadi pada 20% anak ToF dan septikemia terjadi pada 23%
anak ToF. Umumnya abses hanya tunggal, bisa ditemukan abses multipel
walaupun jarang. Lokasi tersering di regio parietal (55%), lokasi lain yang
sering adalah regio frontal dan temporal. Abses multipel terutama
ditemukan pada anak luluh imun (immunocompromised) dan endokarditis
(Acob, dkk., 2010 ; Nova, 2010 ; Habriel, dkk.,2013).
Pada abses serebri terjadi peningkatan tekanan intrakranial yang tidak
spesifik, seperti nyeri kepala, letargi, dan perubahan tingkat kesadaran.
Demam jarang ditemukan. Sering muncul muntah dan kejang pada saat
awal terjadinya abses serebri. Makin banyak terbentuk abses, nyeri kepala
dan letargi akan makin menonjol. Defisit neurologis fokal seperti
hemiparesis, kejang fokal, dan gangguan penglihatan juga dapat muncul.
Tanda lain defi sit neurologis adalah papiledema, kelumpuhan nervus III
15

dan VI menyebabkan diplopia, ptosis, hemiparesis. Perubahan tanda vital
yang dapat terjadi adalah hipertensi, bradikardi, dan kesulitan bernapas.
Ruptur abses dapat terjadi, ditandai dengan perburukan semua gejala.
Pemeriksaan penunjang pemeriksaan darah tepi menemukan leukositosis
dan LED meningkat. Untuk menegakkan diagnosis diperlukan CT-scan
kepala atau MRI (Nova, 2010).
2. Gagal Jantung
Tabel 1 Kriteria Ross untuk Klasifi kasi Gagal Jantung pada Anak
Kriteria Ross untuk Klasifi kasi Gagal Jantung pada Anak
Kelas I Asimtomatik
Kelas II Takipnea ringan atau diaforesis selama menyusui/makan;
dyspnea saat kegiatan ringan pada anak yang lebih tua
Kelas III Takipnea yang bermakna atau diaforesis selama
menyusui/makan; waktu menyusui yang lebih panjang dan
gagal pertumbuhan; dyspnea yang bermakna pada anak yang
lebih tua saat kegiatan ringan
Kelas IV Gejala muncul : takipnea, grunting, retraksi, dan diaforesis saat
istirahat
(Pearson, dkk., 2009)
Gagal jantung sering ditemukan pada penderita ToF yang tidak
menjalani terapi bedah. Umumnya terjadi pada penderita ToF usia dewasa,
juga sering ditemukan pada usia remaja. Penyebab gagal jantung
multifaktorial, biasanya bergantung pada besarnya pirau antara aorta dan
arteri pulmonalis. Gagal jantung juga dapat disebabkan oleh terapi bedah
yang tidak tuntas atau kurang tepat. Beberapa hal yang sering
menyebabkan gagal jantung akibat terapi bedah adalah kerusakan septum
ventrikal yang masih tersisa, kerusakan pirau antara aorta dan arteri
pulmonalis, tidak berfungsinya ventrikel kanan, gangguan otot septum
ventrikel, regurgitasi katup pulmonal dan trikuspid, hipertensi arteri
pulmonalis, kerusakan ventrikel kiri karena terganggunya aliran darah
koroner, heart block, dan regurgitasi katup aorta. Gagal jantung pada
penderita ToF berkaitan erat dengan disfungsi miokard. Miokard yang
terkena tidak hanya di ventrikel kanan, namun dapat pula di ventrikel kiri
akibat hipoksia yang berlangsung lama (Habriel, dkk.,2013; Nova, 2010).
16

Selain itu gagal jantung bisa akibat polisitemia berat menyebabkan
trombo-emboli, oklusi koroner, berakibat iskemi atau infark miokard yang
dapat mencetuskan gagal jantung. Hipoksia berat menyebabkan disfungsi
miokard berat. Kondisi yang sering menyertai terjadinya gagal jantung
adalah anemia dan endokarditis bakterial. Pada kondisi anemia yang berat,
gejala gagal jantung semakin terlihat (Habriel, dkk.,2013).
3. Endokarditis
Kejadian endokarditis paling sering ditemukan pada ToF di antara
semua penyakit jantung bawaan sianotik. Penyebab tersering adalah
streptokokus. Beberapa hal dapat berkaitan dengan terjadinya endokarditis
pada ToF. Faktor pertama yang penting adalah struktur abnormal jantung
atau pembuluh darah dengan perbedaan tekanan atau turbulensi bermakna
yang menyebabkan kerusakan endotel, yaitu mikrolesi pada endokardium,
dan pembentukan platelet, fibrin, trombus. Faktor kedua adalah
bakteremia. Bakteremia dapat terjadi karena mikroorganisme di dalam
darah menempel pada mikrolesi sehingga menimbulkan proses peradangan
selaput endokardium. Gejala klinis endokarditis bervariasi. Demam pada
endokarditis biasanya tidak terlalu tinggi dan lebih dari satu minggu.
Anoreksia, malaise, artralgia, nyeri dada, gagal jantung, splenomegali,
petekie, nodul Osler, Roth spot, lesi Janeway, dan splinter hemorrhage
dapat dijumpai. Diagnosis pasti ditegakkan dengan kultur darah yang
positif atau terdapat vegetasi pada ekokardiografi (Nova, 2010).
4. Polisitemia dan Sindrom Hiperviskositas
Polisitemia pada ToF terjadi akibat hipoksemi kronik karena pirau
kanan ke kiri. Hal ini merupakan respons fisiologis tubuh untuk
meningkatkan kemampuan membawa oksigen dengan cara menstimulasi
sumsum tulang melalui pelepasan eritropoetin ginjal guna meningkatkan
produksi jumlah sel darah merah (eritrositosis). Awalnya, polisitemia
menguntungkan penderita ToF, namun bila hematokrit makin tinggi,
viskositas darah akan meningkat yang dapat mengakibatkan perfusi
oksigen berkurang sehingga pengangkutan total oksigen pun berkurang,
17

akibatnya dapat meningkatkan risiko venooklusi. Gejala hiperviskositas
akan muncul jika kadar hematokrit 65% berupa nyeri kepala, nyeri sendi,
nyeri dada, iritabel, anoreksia, dan dispnea (Nova, 2010).

I. Prognosis
Umumnya prognosis buruk tanpa operasi. Pasien tetralogi derjat sedang dapat
bertahan sampai umur 15 tahun dan hanya sebagian kecil yang bertahan sampai
dekade ketiga.
(Akhyar, 2010)























18


BAB III
KESIMPULAN

ToF merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang terdiri dari empat
kelainan anatomi yaitu VSD, stenosis pulmonal, hipertrofi ventrikel kanan, dan
overriding aorta. Empat kelainan ini menyebabkan perbedaan sirkulasi darah
penderita ToF.
Deteksi dini ToF dapat dilakukan sejak usia dini. Anamnesis atau
alloanamnesis, pemeriksaan fi sik, dan pemeriksaan penunjang yang tepat mampu
menegakkan diagnosis ToF. Penegakan diagnosis yang tepat memudahkan
penanganan. Tata laksana yang baik bagi penderita ToF adalah dengan melakukan
bedah kuratif. Selain itu, komplikasi pada penderita ToF juga perlu diantisipasi.
Komplikasi yang perlu diwaspadai adalah abses serebri, gagal jantung,
endokarditis, dan polisitemia. Penderita ToF dengan komplikasi perlu diberi tata
laksana yang sesuai.















18

19

DAFTAR PUSTAKA

Akhyar, Y.I., 2010. Tetralogy of Fallot. (Februari 2014). Tersedia dari :
http://www.Files-of-DrsMed.tk

Apitz, C., Webb, G.D., Redington, A.N., 2009. Tetralogy of Fallot. Lancet.
374(9699): 146271.

Acob, G., Mathews, C., 2010. Unrepaired Tetralogy of Fallot Presenting of Brain
Abscess. Calicut Medical Journal. 8(3):e5.

Fernandez, M.M.G., 2010. Tetralogy of Fallot : From Fetus to Adult. Portugal:
Faculdade de Midicina Universidade do Porto.

Fox, D., Devendra, G.P., Hart, S.A., Krasuski, R.A., 2010. When blue babies
grow up: What you need to know about tetralogy of Fallot. Cleve Clin J
Med. 77(11):821-8.

Habriel, R.R., Darmadi., 2013. Diagnosis dan Tatalaksana Tetralogy of Fallot.
CDK. Vol 40 (3) : 176-181.

Kliegman, R.M., Behrman, R.E., Jenson, H.B., Stanton, B.F., 2007. Nelson
Textbook of Pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Saunders-Elsevier.

Kosim, M.S., Yunanto, A., Dewi, R., Sarosa, G.I., Usman, A., 2008. Buku Ajar
Neonatalogi. Jakarta: IDAI.

Pearson, G.D., Hsu, D.T., 2009. Heart Failure in Children: Part I: History,
Etiology, and Pathophysiology. Circ Heart Fail. 2(1):63-70.

Nair P, Tadmouri GO, Ibrahim E, Al-Arrayed S., 2008. Tetralogy of Fallot.
[Februari 2014]. Tersedia dari : http://www.cags.org.ae

Nova, R., 2010. Penyulit pada Penyakit Jantung Bawaan Sianotik. Palembang:
subbagian Kardiologi IKA FK Unsri.




19

You might also like