You are on page 1of 8

INDIKASI MEDIS DAN PARAMETER LABORATORIUM SEBAGAI

INDIKATOR KEBERHASILAN HEMODIALISIS



Dialisis merupakan proses untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah
dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan fungsinya dengan baik
(terjadi kerusakan pada ginjal). Selain itu, dialisis juga merupakan suatu proses
pembuatan zat terlarut dan cairan dari darah melewati membrane semi permeable.
Hal Ini berdasarkan pada prinsip difusi, osmosis dan ultra filtrasi. Hemodialisa
merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut
dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa
minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal (ESRD; end-stage
renal disease) yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen.
Bagi penderita GGK (Gagal Ginjal Kronik), hemodialisis akan mencegah
kematian tetapi tidak dapat menyembuhkan atau memulihkan fungsi ginjal secara
keseluruhan. Pasien yang menderita gagal ginjal harus menjalani terapi dialysis
sepanjang hidupnya (biasanya 3 kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam
tiap kali terapi) atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan
ginjal. Pasien memerlukan terapi dialysis yang kronis apabila terapi ini diperlukan
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mengendalikan gejala
uremia.
Adapun tujuan dari hemodialisis adalah untuk mempertahankan kehidupan
dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal pulih kembali. Proses hemodialisis
ini dapat dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus segera dikeluarkan
untuk mencegah kerusakan permanen atau menyebabkan kematian.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan terkait dengan proses
hemodialisis ini, yaitu adanya indikasi medis dan indikator keberhasilan proses
hemodialisa.

Indikasi Medis Hemodialisis
Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien yang mengalami
GGK (Gagal Ginjal Kronis) dan GGA (Gagal Ginjal Akut) untuk sementara
sampai fungsi ginjalnya kembali pulih. GGA merupakan keadaan dimana fungsi
ginjal menurun secara akut dan terjadi dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan.
GGA ditandai dengan berkurangnya volume urin dalam 24 jam dan terjadi
peningkatan nilai ureum dan kreatin serta terjadi penurunan kreatinin. Pada pasien
GGA, dokter akan berusaha memperbaiki aliran darah ke ginjal, menghentikan
penggunaan obat-obatan yang merusak ginjal atau mengangkat sumbatan pada
saluran kencing pasien. Pada stadium ini fungsi ginjal masih dapat dikembalikan
seperti semula.
Sedangkan GGK merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). GGK terjadi setelah
berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan
penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
Baik penderita GGA atau GGK memerlukan terapi hemodialisa. Tetapi
terapi hemodialisa akan dilakukan jika penderita GGA atau GGK mengalami
beberapa indikasi seperti dibawah ini.
1. Hiperkalemia ( K > 6 mEq/l)
Hyperkalemia (kadar kalium darah yang tinggi) adalah suatu keadaan
dimana konsentrasi kalium darah lebih dari 6 mEq/L. Selain itu,
Hyperkalemia adalah suatu kondisi di mana terlalu banyak kalium dalam
darah. Sebagian besar kalium dalam tubuh (98%) ditemukan dalam sel dan
organ. Hanya jumlah kecil beredar dalam aliran darah. Kalium membantu
sel-sel saraf dan otot, termasuk fungsi, jantung. Ginjal biasanya
mempertahankan tingkat kalium dalam darah, namun jika memiliki penyakit
ginjal merupakan penyebab paling umum dari hiperkalemia.
2. Asidosis
Dalam keadaan normal, ginjal menyerap asam sisa metabolisme
dari darah dan membuangnya ke dalam urin. Pada penderita penyakit ini,
bagian dari ginjal yang bernama tubulus renalis tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya, sehingga hanya sedikit asam yang dibuang ke dalam
urin. Akibatnya terjadi penimbunan asam dalam darah, yang mengakibatkan
terjadinya asidosis, yakni tingkat keasamannya menjadi di atas ambang
normal.
3. Kegagalan terapi konservatif

4. Kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah
Peningkatan kadar urea disebut uremia. Azotemia mengacu pada
peningkatan semua senyawa nitrogen berberat molekul rendah (urea,
kreatinin, asam urat) pada gagal ginjal. Penyebab uremia dibagi menjadi
tiga, yaitu penyebab prarenal, renal, dan pascarenal. Uremia prarenalterjadi
karena gagalnya mekanisme yang bekerja sebelum filtrasi oleh glomerulus.
Mekanisme tersebut meliputi : 1) penurunan aliran darah ke ginjal seperti
pada syok, kehilangan darah, dan dehidrasi; 2) peningkatan katabolisme
protein seperti pada perdarahan gastrointestinal disertai pencernaan
hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein dalam makanan, perdarahan
ke dalam jaringan lunak atau rongga tubuh, hemolisis, leukemia (pelepasan
protein leukosit), cedera fisik berat, luka bakar, demam.
Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang
menyebabkan gangguan ekskresi urea. Gagal ginjal akut dapat disebabkan
oleh glomerulonefritis, hipertensi maligna, obat atau logam nefrotoksik,
nekrosis korteks ginjal. Gagal ginjal kronis disebabkan oleh
glomerulonefritis, pielonefritis, diabetes mellitus, arteriosklerosis,
amiloidosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit kolagen-vaskular.
5. Perikarditis dan konfusi yang berat.
Perikarditis adalah peradangan lapisan paling luar jantung baik pada parietal
maupun viseral. Sedangkan konfusi adalah suatu keadaan ketika individu
mengalami atau beresiko mengalami gangguan kognisi, perhatian, memori
dan orientasi dengan sumber yang tidak diketahui.
6. Hiperkalsemia dan Hipertensi.
Hiperkalsemia (kadar kalsium darah yang tinggi) adalah penyakit dimana
penderitanya mengalami keadaan kadar kalsium darahnya melebihi takaran
normal ilmu kesehatan. Penyebab penyakit ini karena meningkatnay
penyerapan pada saluran pencernaan atau juga dikarenakan asupan kalsium
yang berlebihan. Seain itu juga mengkonsumsi vitamin D secara berlebihan
juga dapat mempengaruijumlah kalsium darah dalam tubuh.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan gangguan pada sistem
peredaran darah yang dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas
nilai normal, yaitu melebihi 140 / 90 mmHg.
Selain beberapa indikasi medis diatas, terdapat kontra indikasi untuk
pasien yang akan melakukan hemodialisa, antara lain :
1. Malignansi stadium lanjut (kecuali multiple myeloma)
Terkait tumor, cenderung mengarahan ke keadaan buruk
2. Penyakit Alzheimers
Penyakit Alzheimer adalah suatu kondisi di mana sel-sel saraf di otak mati,
sehingga sinyal-sinyal otak sulit ditransmisikan dengan baik.
3. Multi-infarct dementia

4. Sindrom Hepatorenal
Sindrom Hepatorenal adalah suatu sindrom klinis yang terjadi pada pasien
penyakit hati kronik dan kegagalan hati lanjut serta hipertensi portal yang
ditandai oleh penurunan fungsi ginjal dan abnormalitas yang nyata dari
sirkulasi arteri dan aktifitas sistem vasoactive endogen. SHR bersifat
fungsional dan progresif. SHR merupakan suatu gangguan fungsi ginjal pre
renal, yaitu disebabkan adanya hipoperfusi ginjal. Pada ginjal terdapat
vasokonstriksi yang menyebabkan laju filtrasi glomerulus rendah, dimana
sirkulasi di luar ginjal terdapat vasodilatasi arteriol yang luas yang
menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sistemik total dan hipotensi.
5. Sirkosis hati tingkat lanjut dengan enselopati
Sirkosis adalah perusakan jaringan hati normal yang meninggalkan jaringan
parut yang tidak berfungsi di sekeliling jaringan hati yang masih berfungsi.
6. Hipotensi
Hipotensi (tekanan darah rendah) adalah suatu keadaan dimana tekanan
darah lebih rendah dari 90/60 mmHg atau tekanan darah cukup rendah
sehingga menyebabkan gejala-gejala seperti pusing dan pingsan.
7. Penyakit terminal
Penyakit terminal adaah penyakit pada stadium lanjut, penyakit utama yang
tidak dapat disembuhkan bersifat progresif, pengobatan hanya bersifat
paliatif (mengurangi gejala dan keluhan, memperbaiki kualitas hidup).
8. Organic brain syndrome
Organic Brain Syndrom adalah ketidaknormalan kelainan mental akibat
gangguan struktur atau fungsi otak.

Pasien-pasien yang memiliki kelainan diatas akan disarankan untuk tidak
melakukan terapi hemodialisa karena ditakutkan terapi yang dilakukan justru
berakibat pada kegagalan (kematian).

Indikator Keberhasilan Hemodialisis
Proses hemodialisa akan dikatakan berhasil jika zat-zat racun yang ada
dalam darah dapat dieliminasi. Namun dalam kenyataannya, mesin hemodialisa
tidak dapat benar-benar menyaring darah dari zat-zat racun secara sempurna.
Diperlukan beberapa indikator dalam menentukan keberhasilan proses
hemodialisa. Untuk menentukan indikator keberhasilan hemodialisa yaitu dengan
beberapa cara berikut ini.
1. Pengambilan sampel darah
Pengambilan sampel darah ini bertujuan untuk memeriksa kadar BUN
(Blood Urea Nitrogen) dalam darah dan dilakukan sebelum dan sesudah
proses dialisa. BUN mengukur tingkat nitrogen dalam darah. Tingginya
kadar BUN pada darah merupakan indikasi terjadinya peningkatan kadar
buangan nitrogen akibat menurunnya fungsi ginjal yang berakibat pada
peningkatan plasma urin, level creatinine, dan buangan racun pada air
kencing.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ini juga dilakukan sebelum dan sesudah proses
dialisa. Pemeriksaan ini dilakukan untuk membandingkan kadar zat-zat
racun dalam darah sehingga dapat ditentukan bahwa proses dialisa berhasil.
Pemeriksaan laboratorium meliputi :
Sebelum dialis
Urea-Nitrogen plasma. Diukur setiap bulan sebelum tindakan dialisis
pada minggu pertama atau minggu pertengahan, kadar 110 mg/dl atau 60
mg/dl berhubungan dengan peningkatan risiko mortalitas. Urea-nitrogen
plasma sebelum dialisis dapat menunjukan katabolisme protein rata-rata
pada penderita dengan pemasukan protein yang stabil. Beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi urea-nitrogen plasma sebelum dialisa antara
lain :
Hasil urea-nitrogen plasma lebih tinggi dari yang diharapkan.
a. Peningkatan masukan protein.
b. Hiperkatabolisme (infeksi).
c. Perdarahan gastrointestinal.
d. Fungsi renal residual menurun.
e. Efisiensi hemodialisis menurun.
Resirkulasi.
Kehilangan klearensi pada pemakaian ulang dialiser
Hasil urea-nitrogen plasma lebih rendah dari yang diharapkan.
a. Penurunan pemasukan protein
Kelelahan.
Ekonomi.
Disengaja.
2. Fungsi ginjal residu meningkat.
3. Efisiensi hemodialisis meningkat.
4. Penyakit hati
Sesudah dialisa
Kandungan zat dibawah ini perlu diperiksa setelah proses dialisa.
Pemeriksaan ini berkaitan dengan ada tidaknya kemungkinan komplikasi
yang terjadi setelah dialisa.
1. Urea-Nitrogen plasma. Konsentrasi urea-nitrogen setelah dialisis
harus diukur setiap bulan, dan rasio urea-nitrogen plasma
setelah/sebelum dialisis dipakai untuk menghitung Kt/V yang akan
diberikan.
2. Albumin. Merupakan indikator penting keadaan nutrisi, albumin
rendah merupakan prediktor morbiditas dan mortalitas yang sangat
kuat. Albumin 3,0 gr/dl risiko morbiditas dan mortalitas meningkat.
Dianjurkan albumin 4,0gr/dl dan diperiksa setiap 3 bulan.
3. Kreatinin. Diperiksa sebelum dialisis setiap bulan. Kadar rata-rata
yang biasa pada pasien HD 12-15 mg/dl (rentang 8-20 mg/dl). Pada
penderita HD risiko morbiditas menurun apabila kadar kreatinin
tinggi. Kreatinin plasma merupakan indikator massa otot dan status
nutrisi. Kreatinin plasma dan urea-nitrogen harus diperiksa
sekaligus. Jika perubahan pararel keduanya terjadi, maka perubahan
dalam resep dialisis dan tingkat fungsi renal residual harus
dipertimbangkan. Jika tingkat kreatinin plasma tetap konstan tetapi
perubahan yang mencolok terjadi pada nilai urea-nitrogen plasma,
perubahan pada yang terakhir paling mungking karena perubahan
pemasukan protein diet atau katabolisme protein endogen.
4. Kolesterol. Kolesterol adalah indikator status gizi. Mortalitas
menurun apabila sebelum dialisis kadar kolesterol 200-250 mg/dl,
tetapi kolesterol yang rendah (<150 mg/dl) akan meningkatkan
mortalitas.
5. Kalium. Sebelum dialisis kadar K 5,0-5,5 mEq/liter dapat
menurunkan resiko mortalitas, peningkatan resiko mortalitas terjadi
pada kadar K>6,5 dan K<3,5 mEq/liter.
6. Posfor. Diperiksa setiap bulan, mortalitas menurun kadar posfor 5-7
mg/dl, dan meningkat pada kadar posfor <3,0 mg/dl atau posfor >9,0
mg/dl.
7. Kalsium. Diperiksa setiap bulan, dan lebih sering diperiksa apabila
mengubah dosis vitamin D. Mortalitas menurun pada kadar 9-12
mg/dl dan mortalitas meningkat pada kadarnya 12 mg/dl dan 7
mg/dl.
8. Alkalin fosfatase. Diperiksa setiap 3 bulan, kadar yang tinggi
merupakan tanda hiperparatirodisme atau penyakit hati. Mortalitas
menurun pada kadar alkali fosfatase <100 u/liter, dan meningkat
berlipat pada kadar alkali fosfatase >150 U/liter. Dianjurkan kadar
alkalin fosfatase 30-115 U/liter.
9. Bikarbonat. Diperiksa setiap bulan. Mortalitas menurun pada kadar
bikarbonat 20-22,5 mEq/liter, meningkat pada kadar yang lebih
rendah dan lebih tinggi. Peningkatan mortalitas sangat tinggi kadar
15 mEq/liter sebelum dialisis. Asidosis sebelum dialisis bisa
dikoreksi dengan pemberian alkali pada saat dialisis.
10. Hematokrit. Sebelum dialisis hematokrit idea 30-40%, Ht 30%
meningkatkan risiko mortalitas. Peningkatan hematokrit secara
spontan (tanpa terapi eritropoetin) dapat merupakan tanda penyakit
ginjal polikistik, penyakit kista renal yang diperoleh, hidronefrosis
ataupun karsinoma ginjal.
11. Fosfat. Salah satu dari resiko mortalitas yang kuat adalah
hiperfostatemia. Setengah dari penderita HD reguler akan
mengalami hiperfostaemia terutama disebabkan oleh hiperparatiroid
sekunder. Keadaan ini menyebabkan gangguan hemodinamik seperti
hipertensi, kalsifikasi koroner, hipertropi ventrikel jantung kanan
yang berhubungan dengan meningkatnya insiden kematian
mendadak.
12. Pemeriksaan laboratorium lainnya. Aminotransferase plasm
diperiksa setiap bulan, kadar yang meningkat dapat disebabkan
penyakit hati yang tersembunyi. Pemeriksaan penyaring untuk
mengetahui adanya antigen hepatitis B dan C. Kadar ferritin, besi
serum, dan TIBC serta indeks eritrosit harus diperiksa setiap 3 bulan.
Kadar hormon parathyroid dan kadar aluminium dapat diukur
apabila dicurigai adanya hiperparatiroid ataupun intoksikasi
aluminium.

You might also like