You are on page 1of 15

Fistula Perianal

Pendahuluan
Fistula perinanal fistula ani atau sering juga disebut fistula in ano merupakan
sebuah hubungan yang abnormal antara epitel dari kanalis anal dan epidermis dari kulit
perianal. Hubungan ini berupa sebuah traktus yang terbentuk oleh jaringan granulasi.
Bukaan primernya terletak pada kanalis anal dan bukaan sekundernya terletak pada
kulit perianalis. Bukaan sekundernya dapat multipel yang berasal dari satu bukaan primer
saja.
1,2
Apabila tidak ditutup secara permanen dengan tindakan bedah, fistula akan
tetap terbuka sehingga dapat terinfeksi ulang dari anal atau rektum yang berakibat
terbentuknya pus terus menerus. raktus yang terbentuk oleh abses, dapat juga tidak
berhubungan dengan anal atau rektum dan secara definisi disebut sebagai sinus, bukan
fistula.
Fistula ani adalah bentuk kronik dari abses anorektal yang tidak sembuh
sehingga membentuk traktus akibat inflamasi. Akibat dari keterkaitan ini dikatakanlah
bah!a abses anorektal dan fistula ani menggambarkan stadium yang berbeda dari
suatu keadaan patologis yang berkelanjutan. Abses menggambarkan fase inflamasi akut
dan fistula proses kronik.
Fistula ani suatu kondisi yang telah tergambarkan sebelum mulainya sejarah
kedokteran. Pada sekitar tahun "#$ sebelum masehi, Hipokrates mengemukakan bah!a
fistula ini disebabkan akibat kontusi dari seringnya berkuda atau mendayung. %ia juga
orang pertama yang menyarankan penggunaan seton untuk penatalaksanaannya. &saha
mencari penanganan yang tepat telah tercatat dalam buku'buku selama lebih dari 2$$$
tahun. Bahkan rumah sakit (t.)ark di *ondon, dibangun khusus untuk menangani
pasien'pasien dengan fistula ani dan kondisi rektal lainnya.
+pidemiologi
Angka pre,alensi penyakit ini adalah -,. kasus tiap 1$$.$$$ populasi. Pre,alensi
pada pria adalah 12,# tiap 1$$.$$$ populasi. Pada !anita, berkisar /,. kasus tiap
1$$.$$$ populasi. 0asio antara pria dan !anita adalah 1,-11, yang menggambarkan lebih
seringnya penyakit ini pada pria. &mur rata'rata dari penderita fistel ani adalah #- tahun.
1
Anatomi
2analis anal merupakan bagian akhir dari usus besar dan rektum, yang bera!al dari
diafragma pel,is yang mele!ati otot le,ator ani dan berakhir pada pinggiran anal.
2analis ini mempunyai panjang sekitar " cm. %inding otot dari kanalis anal
merupakan kelanjutan dari lapisan otot sirkuler re ktum yang kemudian menebal dan
membentuk sfingter internal.
(ecara anatomis kanalis anal memanjang dari pinggiran anal sampai ke linea dentata.
Akan tetapi untuk alasan praktis, ahli bedah terkadang mendefinisikan kanalis anal
memanjang dari pinggiran anal sampai ke cincin anorektal. 3incin anorektal sendiri
teraba saat pemeriksaan rektal sekitar 1'1,/ cm di atas linea dentata.
1
Gambar 1. Anatomi kanalis anal
Pinggiran anal adalah pertemuan antara anoderm dan kulit perianal. Anoderm
merupakan epitel tersendiri yang kaya akan saraf tapi kurang dalam hal perangkat kulit
4folikel rambut, kelenjar sebasea, atau kelenjar keringat5. *inea dentata atau linea
pectinata yang merupakan pertemuan mukokutaneus sebenarnya, terletak 1-1,/ di
atas pinggiran anal. erdapat 6ona transisional atau cloacogenik sebesar .-12 mm di atas
linea dentata, yang merupakan peralihan epitel skuamosa anoderm menjadi kuboidal
dan kemudian epitel kolumnar.
2analis anal dikelilingi oleh sebuah sfingter eksternal dan internal, yang keduanya
menjalankan mekanisme sfingter anal. (fingter internal merupakan kelanjutan dari
bagian dalam otot polos sirkuler rektum. 7uga merupakan otot in,olunter dan
normalnya berkontraksi saat istirahat. Bidang intersfingterik menggambarkan kelanjutan
fibrosa dari lapisan otot polos longitudinal rektum.
(fingter eksternal merupakan otot ,olunter berlurik, yang terbagi menjadi tiga putaran
bentuk & 4subkutaneus, superfisial, dan profunda5 namun bekerja sebagai satu
kesatuan. (fingter eksternal merupakan kelanjutan dari otot'otot le,ator dari dasar
pubis, khususnya otot puborectalis. Putaran paling atas terbentuk oleh otot
puborektalis, yang berasal dari pubis. Putaran di tengah terbentuk oleh otot sfingter
eksternal superfisial, yang berasal dari ujung coccy8 atau ligamentum anococcygeal.
Putaran yang paling ba!ah tersusun oleh lapisan subkutaneus dari otot sfingter
eksternal. 9tot puborektalis berasal dari pubis dan menyatu pada posterior dari
2
rektum. :ormalnya sfingter be rkontraksi menghasilkan penyudutan -$; dari sudut
pertemuan anorektal.
%ari area setinggi cincin anorectal ke arah distal dan antara otot sfingter internal dan
eksternal, lapisan otot longitudinal rektum menyatu dengan serat dari le,ator ani dan
otot puborektalis yang kemudian membentuk otot longitudinal conjoined. (erat'serat
otot ini, yang dapat memotong bagian ba!ah dari sfingter eksternal untuk kemudian
masuk ke dalam kulit perianal dan mengerutkan pinggiran anal, disebut sebagai
corrugator cutis ani.
2olumna )orgagni terdiri dari - 1" lipatan mukosa longitudinal yang terletak tepat di
atas linea dentata dan membentuk kripta analis pada ujung distalnya. 2elenjar'kelenjar
rudimenter kecil membuka pada kripta'kripta ini. (aluran dari kelenjar'kelenjar ini
menembus sfingter internal dan badan dari kelenjar ini terletak pada bagian intersfingterik.
+tiologi
1,2,#
Fistula ani hampir selalu disebabkan oleh abses anorektal yang mendahului.
2elenjar anal yang terletak pada linea dentata menyediakan jalan bagi organisme
patogen untuk mencapai ruang intersfingterik.
:amun penyebab lainnya dapat berupa trauma, penyakit 3rohn, fisura anal,
kanker, terapi radiasi, infeksi actinomycoses, tuberkulosis, dan chlamydial.
Patofisiologi
1,2,#,"
Hipotesis yang paling jelas adalah kriptoglandular, yang menjelaskan bah!a
fistula'in'ano merupakan abses anorektal tahap akhir yang telah terdrainase dan
membentuk traktus. 2analis anal mempunyai .'1" kelenjar kecil yang terproyeksi
melalui sfingter internal dan mengalir menuju kripta pada linea dentata. 2elenjar
dapat terinfeksi dan menyebabkan pe nyumbatan. Bersamaan dengan penyumbatan itu,
terperangkap juga feces dan bakteri dalam kelenjar. Penyumbatan ini juga dapat terjadi
setelah trauma, pengeluaran feces yang keras, atau proses inflamasi. Apabila kripta tidak
kembali membuka ke kanalis anal, maka akan terbentuk abses di dalam rongga
intersfingterik. Abses lama kelamaan akan menghasilkan jalan keluar dengan meninggalkan
fistula.
2lasifikasi
1,2,#
Pada kasus'kasus mudah, aturan <oodsall dapat membantu untuk mengantisipasi
keadaan anatomi dari fistula ani. Aturan ini menyatakan bah!a fistula dengan bukaan
eksternal yang terletak anterior dari garis trans,ersal tengah anus akan mengikuti garis
radial lurus menuju linea dentata. Fistulae dengan bukaan posterior dari garis trans,ersal
akan mengikuti garis membelok menuju garis tengah posterior. Pengecualian untuk aturan
ini bila bukaan eksternal berjarak lebih dari tiga sentimeter dari pinggiran anus.
<ambaran yang terakhir ini hampir selalu berasal dari traktus primer atau sekunder dari
garis tengah posterior yang konsisten dengan abses tapal kuda sebelumnya.
3
Gambar 2. Goodsalls Rule
2lasifikasi yang paling membantu namun tetap rumit dikemukakan oleh Parks et al.
+mpat bentuk dasar dari fistula in ano digambarkan dalam klasifikasi ini, yang
berdasarkan pada hubungan antara fistula dan otot'otot sfingter.
15 Fistula intersfingterik
Fistula jenis ini diakibatkan oleh abses perianal. raktus berjalan di dalam
ruang intersfingterik. 7enis juga merupakan tipe yang paling sering dengan kisaran =$>
dari semua fistula in ano. Pada fistula intersfingterik juga dapat didapatkan sebuah
traktus buntu yang tinggi dengan arah ke atas dari ruang intersfingterik menuju ruang
suprale,ator. Bukaan eksternalnya biasanya pada kulit perianal yang dekat dengan
pinggiran anal.
25 Fistula ranssfingterik
)erupakan fistula kedua yang tersering, mencakup 2#> dari semua fistula yang
didapatkan. &mumnya hasil dari abses ischiorektal. raktus fistula berjalan dari ruang
intersfingterik mele!ati sfingter eksternal, menuju ke dalam fossa ischiorektal, dan
kemudian berakhir pada kulit. 2etinggian traktus mele!ati sfingter eksternal agak
ber,ariasi. Fistula transsfingterik dapat melibatkan hampir seluruh sfingter eksternal atau
hanya bagian superfisialnya saja. Fistula jenis ini juga dapat mempunyai traktus buntu
yang tinggi dan dapat mencapai apeks dari fossa ischiorectal atau dapat memanjang
melalui otot le,ator ani dan ke dalam pel,is.
4
Gambar 3. (kiri-kanan) fistula intersfinterik, fistula transsfingterik,
dan fistula transsfingterik yang memangjang keatas
#5 Fistula (uprasfingterik
Fistula jenis ini diakibatkan oleh abses suprale,ator dan mencakup /> dari semua
jenis fistula. raktus berjalan di atas dari puborektalis setelah naik seperti abses
intersfingterik. raktus kemudian berbelok ke arah ba!ah lateral menuju sfingter eksternal
dalam ruang ischioanal dan kulit pe rianal. raktus buntu dapat juga timbul pada jenis
ini dan mengakibatkan pemanjangan bentuk tapal kuda.
"5 Fistel +kstrasfingterik
)erupakan jenis yang paling jarang dan hanya 2> dari semua fistula. Pada jenis
ini traktus terdapat di luar dari kompleks sfingter. raktus berjalan dari rektum di atas dari
le,ator ani dan mele!atinya untuk menuju ke kulit perianal ,ia ruang ischioanal.
Fistul ini dapat terjadi akibat penetrasi benda asing pada rektum disertai drainase
melalui le,ator, akibat cedera penetrasi pada perineum, akibat penyakit 3rohn, atau
kanker serta penatalaksanaannya. Akan tetapi, penyebab yang paling sering mungkin
akibat iatrogenik sekunder setelah pemeriksaan yang terlalu berlebih saat operasi fistula.
5
Gambar . (kiri-kanan) !istula su"rasfingterik, fistula ekstrasfingterik, dan fistula ta"al kuda
)anifestasi 2linis
1,2,#,"
&mumnya, gejala utama yang tersering adalah keluarnya pus seropuruluen yang
mengiritasi kulit di sekitarnya dan menyebabkan perasaan tidak enak. erkadang
anamnesis mengatakan gejala ini sudah menahun. Abses perianal yang rekurens
menyarankan adanya fistula ani. (elama bukaannya cukup besar untuk pus keluar,
maka nyeri belum menjadi gejala. api bila bukaan tersumbat maka nyeri akan timbul
meningkat hingga pus dapat keluar. Biasanya bukaan hanya soliter, terletak #,/'" cm
dari anus, memberi gambaran ele,asi kecil dengan jaringan granulasi !arna merah
pada mulut lubang. Bila ele,asi ditekan akan keluar pus. Pada fistula sederhana atau
superfisial, traktus dapat teraba sebagai jalinan yang keras.
erkadang terjadi penyembuhan superfisial yang kemudian menyebabkan pus
terakumulasi dan abses terbentuk kembali. Abses kemudian akan pecah lagi melalui
lubang yang sama atau lubang baru. 9leh sebab ini terkadang ditemukan dua atau
lebih bukaan eksternal, yang biasanya terkelompok bersama pada sisi kiri atau kanan
dari garis tengah pantat. api bila kedua fossa ischiorektal terkait maka bukaan akan
terlihat pada kedua sisi.
%iagnosis
%engan keluhan yang beragam dan hampir serupa dengan beberapa penyakit
lain. )aka penegakan diagnosis fistula ani membutuhkan anamnesis yang terperinci,
pemeriksaan fisik yang mendetail, serta dengan bantuan pemeriksaan penunjang.
%ari anamnesis pasien dengan fistula ani, keluhan'keluhan yang sering adalah
pengeluaran pus dari lubang pantat, nyeri pada daerah pantat, bengkak, perdarahan,
diare , ekskoriasi kulit pantat, dan lubang yang terlihat di daerah dekat lubang pantat.
Pada ri!ayat penyakit terdahulu dapat ditemukan hal'hal penting seperti ri!ayat
inflammatory bo!el disease, di,erticulitis, radiasi untuk kanker prostat atau rektal, terapi
steroid, infeksi H?@. Perlu juga ditanyakan mengenai ada tidaknya nyeri perut, kehilangan
berat badan yang berarti, serta perubahan dari pola defekasi.
Pemeriksaan fisik yang mendetail merupakan cara diagnosis yang paling penting dan
tepat pada fistula ani. Pemeriksa harus memeriksa keseluruhan perineum untuk mencari
bukaan eksternal yang akan tampak seperti sinus terbuka atau ele,asi jaringan
granulasi. Pada rectal touche dapat ditemukan traktus fibrosa atau uliran di ba!ah kulit.
Pengeluaran pus secara spontan dapat terlihat atau terjadi saat penekanan dengan jari
tangan.
Anoskopi harus dilakukan untuk mengidentifikasi bukaan internalnya. Pemeriksa
harus menentukan hubungan antara cincin anorektal dan posisi dari traktus sebelum pasien
direlaksasi dengan anestesi. Proctoskopi atau sigmoidoskopi fleksibel dilakukan untuk
menyingkarkan lesi lainnya atau inflammatory bo!el disease. Probe fistula dimasukkan ke
dalam traktus fistula untuk menentukan arah dan bukaan internalnya. :amun tidak
selalu probe dapat tembus keluar dari bukaan internalnya.
6
%iagnosis Banding
1,2,#
1. Hidradenitis suppurati,a 4H(5 adalah proses kronis, inflamasi berulang
melibatkan kelenjar apokrin aksila, lipat paha, perineum, dan perianal
daerah. )eskipun etiologi masih belum jelas, bukti menunjukkan bah!a proses utama
melibatkan oklusi baik apokrin atau saluran folikel, diikuti oleh sekunder infeksi
sistem apokrin, dengan ekstensi ke sekitarnya jaringan subkutan sebagai traktat sinus.
%efinisi
<angguan inflamasi dan infeksi akut atau kronis dari 4keringat5 kelenjar apokrin. Hal
ini sering terjadi di, daerah perianal inguinal, atau genital.
+pidemiologi
2ondisi ini paling sering terjadi pada orang muda, antara usia 1.'"/ tahun. Hal ini
lebih umum pada perempuan. :amun, keterlibatan perineum yang membutuhkan
pembedahan tampaknya lebih umum pada laki'laki.
Pasien beresiko
2ondisi ini terkait erat dengan penyakit 3rohn. Hal ini lebih sering terjadi pada orang
kulit hitam dibandingkan kulit putih. 2ondisi predisposisi termasuk diabetes mellitus,
seborrhea, dan obesitas.
Patofisiologi
Proses ini dimulai ketika sebuah saluran apokrin menjadi terhalang oleh sekresi
keratinou. Hal ini menyebabkan perluasan kelenjar keringat dan infeksi sekunder dari
flora kulit dan bakteri kolon. Pecahnya kelenjar mengarah ke keterlibatan daerah
sekitarnya dan penyebaran infeksi 4lihat <ambar 15. %aerah yang paling umum
terkena adalah aksila. %aerah yang paling sering terlibat berikutnya adalah daerah
perianal dan genital. 2ulit kebersihan yang buruk dan ri!ayat jera!at mungkin
predisposisi perkembangan kondisi.
<ejala
Pasien mengembangkan pruritus, nyeri, dan kebocoran dari daerah yang terkena.
%iagnosa
Pemeriksaan fisik menunjukkan beberapa luka di lokasi yang terkena. *esi
eritematosa dan lembut untuk palpasi. (ebuah debit purulen dapat hadir. (inus
pembentukan abses teraba luas dengan dan distribusi seperti sarang lebah dari lesi
dapat dilihat di daerah anus, alat kelamin, gluteus, dan paha.
7
Gambar #. $idradenitis su""urati%a. (A) A&ara "ertama adala' "enyumbatan dari saluran
a"okrin ole' keratin.(() (akteri ter"erangka" di ba)a' steker biak untuk membentuk abses,
dengan "e&a' ke dalam jaringan yang berdekatan.(*) +elanjutnya, abses berulang, sinus
"engeringan, dan kulit terluka mengeras dan jaringan subkutan terbentuk.
2. (inus Pilonidal
(inus simtomatik pilonidal umumnya berkembang antara usia 2$ dan #$ tahun. iga'
perempat dari kasus terlihat pada laki'laki. Beberapa teory menyatakan bah!a trauma
pada kulit yang melapisi daerah sacrococcygeal 4seperti akti,itas berat dan duduk
dalam kendaraan di lingkungan kasar seperti yang terlihat pada personel militer5 dapat
meningkatkan kemungkinan perkembangan kondisi.
<ejala
7ika abses hadir, nyeri dapat menjadi gejala dominan. 7ika tidak, pasien akan melihat
bengkak, drainase, dan kelembutan dari daerah yang terkena.
Patofisiologi
(inus Pilonidal berkembang di celah intergluteal dan di thesacrum kulit di atasnya dan
tulang coccygeal 4lihat<ambar diba!ah5.
8
Gambar 6. Pilonidal sinus. Pada pemeriksaan, lubang atau bukaan
eksternal dalam interglutealcleft yang terlihat. Bukaan sering
berkomunikasi satu sama lain, seperti yang ditunjukkan di sebelah kanan
2ondisi ini berkembang ketika bentuk sinustract menyusul episode folikulitis dan
pembentukan abses. ?nitiatingfactor mungkin plug keratin yang berkembang dalam
folikel rambut. Poros rambut memasuki sinus sebelumnya dikembangkan juga dapat
memulai kondisi. 0ecurrentabscesses, infeksi, dan saluran sinus beberapa dapat
dilihat.
diagnosa
Pemeriksaan fisik menunjukkan area peradangan, kelembutan eritema, dan di lipatan
glutealis, biasanya /'= cm dari lubang anus. Folikel rambut sering akan dicatat di
lokasi lesi dan sering ada lebih dari satu pembukaan sinus. 2ehadiran folikel rambut
dan kurangnya membuka dari dalam anorectalregion membedakan kista pilonidal dari
fistula anus dan rektum.
Pengobatan
7ika abses hadir, insisi dan drainase adalah pengobatan pilihan, diikuti dengan eksisi
lengkap bila proses akut teratasi. )encukur rambut dari intergluteal sumbing secara
mingguan mengurangi kemungkinan kekambuhan.
klinis mutiara
0ekurensi berikut eksisi sinus pilonidal perlu eksisi tambahan. %alam kasus refrakter,
pembedahan eksisi yang lebih luas mungkin diperlukan
P+)+0?2(AA: P+:&:7A:<
*aboratorium
idak diperlukan pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk penyakit ini. Aang
biasa dilakukan hanya pemeriksaan preoperatif sesuai umur dan komorbiditas.
0adiologi
Pemeriksaan radiologi bukanlah pemeriksaan rutin untuk e,aluasi fistula.
Pemeriksaan dilakukan untuk membantu saat dari bukaan primerBinternal sulit
diidentifikasi atau pada kasus fistulae rekuren atau fistulae multipel untuk
mengidentifikasi traktus sekunder atau bukaan primer yang terle!atkan.
Fistulografi dapat dilakukan dengan menginjeksi 6at kontras melalui bukaan
internal yang kemudian diikuti dengan 8'ray anteroposterior, lateral, dan oblik untuk
melihat jalannya traktus fistula. Prosedur ini mempunyai tingkat akurasi 1.'"- > dan
membutuhkan kemampuan untuk mem,isualisasi bukaan internal.
7aringan granulosa dan materi purulen di dalam traktus fistula seringkali
mengobstruksi aliran kontras menuju perpanjangan fistula sehingga dapat memberikan
9
gambaran yang salah. Aang lebih menambah kesulitan adalah tidak adanya patokan
anatomis dalam melihat fistula pada pemeriksaan ini.
3'scan yang dilakuan dengan kontras intra,ena dan rektal merupkan metode
nonin,asif untuk melihat ruang perirektal. Pemeriksaan ini sangat berguna untuk
mengidentifikasi abses'abses anorektal dengan letak dalam, tapi jarang digunakan
sebagai e,aluasi preoperatif fistula ani. 3'scan mempunyai resolusi yang kurang baik
dalam memberi gambaran jaringan lunak sehingga sulit memberikan gambaran fistula
berkaitan dengan otot otot le,ator dan sfingter khususnya pada potongan aksial.
&(< endoanal dilakukan untuk menentukan hubungan antara traktus primer dengan
sfingter anal, untuk menentukan apakah fistula sederhana atau kompleks dengan
perpanjangan, dan untuk menentukan lokasi bukaan primer. ransduser dimasukkan ke
dalam kanalis analis kemudian hidroge n peroksida dapat dimasukkan melalui bukaan
eksternal. &(< endo anal memberikan gambaran yang baik dari daerah anal dan sangat
akurat dalam mengidentifikasi pengumpulan cairan dan traktus fistula. Akan tetapi
identifikasi dari bukaan internal masih sukar. Bahkan dengan penggunaan hidrogen
peroksida yang masih sering terasa agak sulit. Pada beberapa penelitian, pemeriksaan
ini /$> lebih baik dalam menemukan bukaan internal yang sulit daripada
pemeriksaan fisik saja.
)0? mempunyai resolusi jaringan yang bagus dan kapabilitas multiplanar
sehingga sangat akurat dalam mengidentifikasi bukaan internal dan traktus fistula.
Beberapa penelitian menunjukkan bah!a hasil )0? -$'C$> mendekati penemuan saat
operasi. Hal ini membuat )0? menjadi pilihan utama dalam mengidentifikasi fistulae
yang kompleks. Dalaupun terlihat lebih baik daripada &(< dalam menge,aluasi
fistula ani, namun &(< lebih murah dan dapat digunakan saat operasi sedang
berlangsung dalam kamar operasi.
Penatalaksanaan
Prinsip umum dalam penanganan bedah fistula ani adalah untuk menghilangkan
fistula, mencegah rekurens, dan untuk memelihara fungsi sfingter. 2eberhasilan
biasanya ditentukan oleh identifikasi bukaan primer dan memotong otot dengan jumlah
yang paling minimal.
Beberapa metode telah diperkenalkan untuk mengidentifikasi bukaan saat berada
di kamar operasi1
1. )emasukkan probe melalui bukaan eksternal sampai ke bukaan internal, atau
sebaliknya.
2. )enginjeksi cairan !arna seperti methylene blue, susu, atau hidrogen peroksida,
dan memperhatikan titik keluarnya di linea dentata. Dalaupun methylene blue dapat
me!arnai jaringan sekitarnya, namun mencairkannya dengan saline atau hidrogen
peroksida akan mengatasi masalah ini.
#. )engikuti jaringan granulasi pada traktus fistula.
". )emperhatikan lipatan kripta anal saat traksi dilakukan pada traktus. Hal ini dapat
berguna pada fistula sederhana namun kurang berhasil pada ,arian yang kompleks.
10
2esulitan dari penanganan fistula ani terlihat dari banyaknya teknik berbeda
yang berkembang. eknik lay'open dengan pembelahan semua jaringan yang distal dari
traktus primer, merupakan cara yang paling efektif untuk menghilangkan fistula.
:amun efektifitasnya harus diseimbangkan dengan risiko inkontinensia ani
yang mengganggu. eknik ini yang disebut juga sebagai fistulotomi ini mengandung risiko
yang sebanding dengan jumlah otot sfingter yang terkait dengan fistula. )aka kriteria
tunggal yang sangat penting dalam pemilihan penanganan bedah adalah hubungan
antara traktus fistula dan kompleks sfingter.
Pada prosedurnya pasien dibaringkan dengan posisi jackknife prone setelah
diinduksi dengan anestesi regional. (etelah insersi spekulum anal, anestesi lokal
lidokain dengan epinefrin diinjeksi sepanjang traktus fistula untuk hemostasis. Probe
dimasukkan sepanjang fistula, kemudiang jaringan kulit, subkutaneus, otot sfingter di
atas probe diinsisi dengan pisau bedah atau kauter listrik dan jaringan granulasi
dikuretase serta dikirim untuk e,aluasi patologis. Probe yang lembut dimasukkan
untuk mengidentifikasi adanya traktus buntu yang tersembunyi atau adanya
pemanjangan. Bila ada, dilanjutkan dengan insisi untuk membuka.
Pada daerah yang rendah di anus, sfingter internal dan subkutaneus sfingter
eksternal dapat dibe lah pada sudut yang tepat dari jaringan di atas tanpa mengganggu
kontinensia. api hal ini tidak berlaku apabila fistulotomi dilakukan anterior pada
pasien !anita. Apabila lajur traktus terletak tinggi dari mekanisme sfingter, maka
pemasangan seton harus dilakukan.
(eton dapat berupa benda asing apapun yang dapat dimasukkan ke dalam
fistula untuk mengelilingi otot sfingter. )ateri yang sering digunakan adalah sutera atau
bahan lain yang tidak terserap, karet, kateter silastik. (eton dapat digunakan secara
tunggal, dikombinasikan dengan fistulotomi, atau digunakan secara bertahap.
Penggunaannya sangat berguna pada pasien dengan kondisi'kondisi berikut1
' Fistulae yang kompleks 4transsfingterik tinggi, suprasfingterik, e8trasfingterik atau
multipel fistulae
' Fistulae rekuren setelah fistulotomi
11
' Fistulae anterior pada pasien !anita
' ekanan sfingter yang buruk pada pre operatif
' Pasien dengan penyakit 3rohn atau dengan imunosupresi
Penggunaan seton mempunyai dua tujuan selain memberikan identifikasi ,isual
terhadap banyaknya otot sfingter yang terlibat. Aang pertama untuk mengalirkan dan
memajukan fibrosis dan kedua untuk memotong fistula. Penggunaannya dapat satu tahap
atau dua tahap.
Penggunaan satu tahap 4cutting seton5 dilakukan dengan memasukkan seton ke
dalam traktus fistula sekitar sfingter eksternal yang dalam setelah membelah kulit,
jaringan subkutaneus, otot sfingter interna, dan subkutaneus otot sfingter eksterna. (eton
kemudian diikat dan diamankan dengan ikatan sutera yang berbeda. %engan berjalannya
!aktu, fibrosis akan muncul di atas dari seton seiring dengan pemotongan otot sfingter
oleh seton yang akhirnya mengeluarkan traktus tersebut. (eton diperkuat tiap kunjungan
poliklinik sampai dilepas yaitu E . - minggu kemudian. 3utting seton dapat juga
digunakan tanpa berbarengan dengan fistulotomi.
Penggunaan dua tahap 4drainingBfibrosing5 dilakukan dilakukan dengan
memasukkan seton ke dalam traktus fistula sekitar sfingter eksternal yang dalam
setelah membelah kulit, jaringan subkutaneus, otot sfingter interna, dan subkutaneus
otot sfingter eksterna. idak seperti cutting seton, seton dibiarkan lepas untuk
mengosongkan ruang intersfingterik dan memajukan fibrosi pada otot sfingter yang
dalam. 2etika luka superfisial telah sembuh sempurna 4E 2'# bulan kemudian5, otot
sfingter yang masih dilingkari seton dibelah.
(aat fistulotomi tidak tepat, sebagai contoh pada pasien !anita dengan fistula
anterior, pasien dengan inflammatory bo!el disease, pada pasien de ngan fistula
transfingterik dan suprasfingterik, begitu juga dengan pasien yang telah menjalani
12
operasi sfingter sebelumnya, dan fistula kompleks, maka penggunaan anorectal
ad,ancement flap disarankan. 2euntungan dari teknik ini termasuk reduksi dari !aktu
penyembuhan, reduksi dari rasa tidak nyaman, kurangnya deformitas dari kanalis anal,
dan kurangnya kerusakan tambahan pada otot sfingter karena tidak ada otot yang dibelah.
(etelah identifikasi, bukaan internal dieksisi. 2emudian bukaan eksterna diperbesar
untuk memudahkan drainase . *ipatan tebal dari mukosa rektal, submukosa, dan sebagian
sfingter interna diangkat. Bukaan internal yang tersisa ditutup dengan jahitan mudah
serap. *ipatan kemudian ditarik sampai 1 cm di ba!ah bukaan internal. &jung bukaan
yang mengandung jaringan fistula dieksisi dan lipatan dijahit dengan jahitan mudah serap
sambil menjaga garis jahitan otot dan mukosa tidak bertumpang tindih. %asar dari
lipatan harus dua kali lebar bagian atas untuk menjaga aliran darah yang baik.
2eberhasilan dilaporkan pada C$> pasien.
(aat ini penggunaan lem fibrin sebagai penatalaksanaan tunggal maupun
kombinasi dengan ad,ancement flap telah digemari. Penggunaannya menarik karena
pendekatan nonin,asif yang tidak berisiko inkontinensia. Apabila gagal, dapat diulang
beberapa kali tanpa mengganggu kontinensia. (erupa dengan fistulotomi, jalur fistula
diidentifikasi dengan bukaan interna dan eksternanya dikuret. 2emudian lem fibrin
diinjeksikan ke dalam traktus fistula melalui konektor'A hingga seluruh traktus terisi dan
lem dapat terlihat keluar pada bukaan interna. (ecara pelan, kateter injeksi ditarik
sehingga seluruh traktus terisi. *em fibrin sedang dipertimbangkan untuk menjadi terapi lini
pertama untuk fistula ani kompleks.
(etelah operasi pilihan dilakukan, pasien diberikan diet normal, obat pengumpul
feces, dan analgesik non codein. Pasien diberi instruksi sit bath secara rutin untuk
menjaga higienitas perianal. Pasien die,aluasi dengan inter,al 2 minggu untuk
menjaga penyembuhan terjadi dari dalam traktus. 7aringan granulasi dapat dikauterisasi
dengan nitrat perak dan batang kapas digunakan untuk memeriksa kedalaman agar
penyembuhan yang secukupnya tetap jalan. Pada operasi ad,ancement flap, kateter
foley dilepas sehari setelah operasi. %an disarankan untuk menjaga pasien dengan
terapi intra,ena dan tanpa nutrisi oral untuk menginjinkan penyembuhan yang adekuat
dari flap.
2omplikasi dapat terjadi langsung setelah operasi atau tertunda. 2omplikasi
yang dapat langsung terjadi antara lain1
' Perdarahan
' ?mpaksi fecal
' Hemorrhoid
2omplikasi yang tertunda antara lain adalah1
' ?nkontinensia
)unculnya inkontinensia berkaitan dengan banyaknya otot sfingter yang
terpotong, khususnya pada pasien dengan fistula kompleks seperti letak tinggi dan
letak posterior. %rainase dari pemanjangan secara tidak sengaja dapat merusak saraf'
saraf kecil dan menimbulkan jaringan parut lebih banyak. Apabila pinggiran
fistulotomi tidak tepat, maka anus dapat tidak rapat menutup, yang mengakibatkan
bocornya gas dan feces. 0isiko ini juga meningkat seiring menua dan pada !anita.
13
' 0ekurens
erjadi akibat kegagalan dalam mengidentifikasi bukaan primer atau
mengidentifikasi pemanjangan fistula ke atas atau ke samping. +pitelisasi dari bukaan
interna dan eksterna lebih dipertimbangkan sebagai penyebab persistennya fistula.
0isiko ini juga meningkat seiring penuaan dan pada !anita.
F
' (tenosis analis
Proses penyembuhan menyebabkan fibrosis pada kanalis anal.
' Penyembuhan luka yang lambat
Penyembuhan luka membutuhkan !aktus E 12 minggu, kecuali ada penyakit lain
yang menyertai 4seperti penyakit 3rohn5.
P09<:9(?(
Pada pasien yang telah menjalani fistulotomi standar, dilaporkan angka
rekurensnya berkisar antara $'1-> dan angka inkontinensia antara #'=>. Pasien yang
menjalani penggunaan seton, angka rekurensnya $'1=> dan angka inkontinensia antara
$'1=>. (edangkan yang menjalani ad,ancement flap, angka rekurensnya berkisar antara
1'1$> dan angka inkontinensia antara .'->.
%aftar Pustaka
1. Zagrodnik DF Fistula-in-ano 2009 Diakses !ada 20 agustus 2011
Diundu" dari # "tt!#$$e%edi&ine%eds&a!e&o%$arti&le$190234-
o'er'ie()s"o(all
. De *os + Fistula-in-!no, !bscess, Pilonidal "yst and #idradenitis
$uppurati%a 2000 Diakses !ada 20 agustus 2011 Diundu" dari
"tt!#$$(((,as&rsorg$!"ysi&ians$edu&ation$&ore-sub.e&ts$2000$/stula-in-a
no$
&. 0.a%su"ida.at, De 1ong + 2uku 3.ar 4l%u 2eda" 5disi 2 1akarta 567 #
2005 8al 677-678
'. 2runi&ardi, 3nderson, 2iliar, Dunn, 8unter, 9ollo&k $ch(art)*s principles
of surgery. 8
t"
edition :&gra( "ill %edi&al !ublis"ing di'ision ;03 2005
+. <anigan :D Pilonidal "yst and $inus. 2009 Diakses !ada 22 agustus
2011 Diundu" dari "tt!#$$e%edi&ine%eds&a!e&o%$arti&le$788127-
o'er'ie()a0104
14
15

You might also like