You are on page 1of 33

1

BAB I
PENDAHULUAN

Appendicitis merupakan penyakit yang sering dijumpai sehingga
harus dicurigai sebagai keadaan yang paling mungkin menjadi penyebab
nyeri akut abdomen. Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak dan
dewasa muda. Insidensi pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan.
Insidensi tertinggi pada laki-laki pada usia 10-14 tahun, sedangkan pada
perempuan pada usia 15-19 tahun. Penyakit ini jarang ditemukan pada anak-
anak usia di bawah 2 tahun.
(1)

Diagnosis appendicitis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Ketepatan diagnosis dan
penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada
data-data tersebut. Tak jarang kasus-kasus appendicitis yang lolos dari
diagnosis bahkan ada yang salah didiagnosis. Kadang-kadang untuk
menegakkan diagnosis appendicitis sulit karena letak appendix di abdomen
sangat bervariasi.
(2,3)

Penatalaksanaan appendicitis dilakukan dengan appendectomi, yaitu
suatu tindakan bedah dengan mengangkat appendix. Keputusan untuk
melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan
akan menimbulkan penyulit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas, seperti dapat menyebabkan terjadinya perforasi atau ruptur pada
appendix.
(1)







2

BAB II
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 22 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Dusun Butuh RT 01 RW 12, Bateh, Candimulyo,
Magelang
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : Sudah Kawin
Tanggal pemeriksaan : 05 Juni 2013

2. PEMERIKSAAN
2.1 Anamnesis
Tanggal 05 juni 2013
Keluhan Utama :
Nyeri perut

Keluhan Tambahan :
Demam, mual dan muntah

Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak kemarin
sore kurang lebih pukul 16.00, nyeri perut dirasakan hilang timbul
karena pasien mengkonsumsi obat pereda nyeri untuk meredakan
nyerinya, awalnya nyeri perut dirasakan di daerah ulu hati dan di
sekitar pusar, lalu nyeri menjalar ke perut kanan bawah dan pinggang
kanan, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Selain itu pasien juga
mengeluhkan adanya demam yang timbul hampir bersamaan dengan
rasa nyeri tersebut, mual dan muntah sebanyak 3 kali berisi makanan.
3

Pasien mengaku tidak ada masalah dala buang air kecil, tetapi pasien
mengeluh tidak bisa kentut dan belum buang air besar sejak kemarin
sore, nafsu makan pasien menurun karena pasien merasa mual,
minum baik. Pasien mengakut tidak ada riwayat keputihan dan
gangguan dalam menstruasi.

Riwayat penyakit dahulu :
Hipertensi : Disangkal
Diabetes Melitus : Disangkal
Jantung : Disangkal
Asma : Disangkal
Alergi : Disangkal
Operasi : Disangkal

Riwayat penyakit keluarga :
Hipertensi : Disangkal
Diabetes Melitus : Disangkal
Jantung : Disangkal
Asma : Disangkal
Alergi : Disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi :
Keadaan sosio-ekonomi pasien sedang. Pasien dirawat di bangsal
seruni dengan jaminan JAMKESMAS.

2.2 Pemeriksaan Fisik
KU : tampak kesakitan
Kesadaran/GCS : compos mentis/15
Dari pemeriksaan fisik didapatkan :
Vital Sign
o Tekanan darah : 90/60 mmHg
o Nadi : 86x/ menit
4

o Suhu : 37,4 C
o Pernafasan : 22 x/ menit
Kepala : CA -/- , SI -/-
Pupil isokor : 3 milimeter
Kepala : normocephal
Thorax :
o Cor : SI dan SII normal regular, murmur (-)
o Pulmo : vesicular +/+, ronkhi -/- , wheezing -/-
Abdomen
o Inspeksi:
Dinding abdomen datar, tidak tampak adanya benjolan
dan jejas, striae (-)
o Auskultasi:
Bising usus (+)
o Palpasi:
Nyeri tekan di region kanan bawah abdomen
Tidak teraba adanya massa
Mc burney sign (+)
Rovsing Sign (+)
Obturator sign (+)
Psoas sign (+)
Defans muscular (-)
o Perkusi:
Timpani di seluruh lapang abdomen
Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral dingin (-/-) (-/-)
Akral sianosis (-/-) (-/-)
Oedem (+/-) (-/-)
Capillary Refill < 2 < 2


5

2.3 Assessment
Abdominal Pain ec susp. Appendicitis
2.4 Planning Diagnostik
Lab darah lengkap
USG abdomen
Apendikogram

o Hasil Pemeriksaan Lab. Darah
Parameter Hasil Nilai rujukan
Hemoglobin (gr/dl) 12.2 11.7 15.5
Leukosit (ul) 11900 3500 10000
Trombosit (ul) 215000 150000 500000
Hematokrit (%) 38.3 35.0 48.0
Eritrosit (ul) 4.12 3.8 5.2
MCV (fl) 83.0 78 102
MCH (pg) 27.4 25 35
MCHC (gr/dl) 33.6 31 36
Clotting time 4
Bleeding time 2

2.5 Planning Terapi
Inf. RL 16 tpm
Inj. Pycin 2 x 750 mg
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
Rencana Apendektomi

2.6 Planning Monitoring
Keadaan umum
Tanda vital
6

Gejala klinis

2.7 Planning Edukasi
Pasien dipuasakan
Istirahat cukup
Minum obat teratur

2.8 Instruksi Post Operasi
Monitor keadaan umum dan tanda vital
Diet nasi
Infus RL 20 tpm
Inj. Pycin 750 mg
Inj. Ketorolac 1 amp

Laporan Operasi :
1. Pasien supine dengan Spinal Anastesi
2. Desinfeksi pada daerah operasi
3. Insisi lapis demi lapis di titik Mc Burney
4. Tampak appendiks yang meradang berwrna kuning kemerahan
5. Dilakukan insisi dan pengangkatan pada appendiks
6. Jahitan lapis demi lapis
7. Disinfeksi dan penutupan luka dengan kassa + hypafix
8. Operasi selesai

3. RIWAYAT RAWAT INAP

06 Juni 2013
o Keluhan: Nyeri pada bekas luka jahitan,nyeri perut kiri bawah, demam (+),
mual (+), muntah (+) pusing (-), makan (+), minum (+), BAB dan BAK (+)
o KU : tampak kesakitan
o Kesadaran/GCS : compos mentis/15
o Tanda vital :
7

o Tekanan darah : 100/70 mmHg
o Nadi : 88x/menit
o Laju nafas : 18x/menit
o Suhu : 36,8 C
o Kepala : CA -/- , SI -/-
o Pupil isokor : 3 milimeter
o Kepala : normocephal
o Thorax :
- Cor : SI dan SII normal regular, murmur (-)
- Pulmo : vesicular +/+, ronkhi -/- , wheezing -/-
o Abdomen
o Inspeksi:
Dinding abdomen datar, bekas luka jahitan tampak tertutup kassa +
hypafix, tidak ada rembesan darah
o Auskultasi:
Bising usus (+)
o Palpasi:
Nyeri tekan di regio kanan dan kiri bawah abdomen
Tidak teraba adanya massa
Defans muscular (-)
o Perkusi:
Timpani di seluruh lapang abdomen

o Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral dingin (-/-) (-/-)
Akral sianosis (-/-) (-/-)
Oedem (+/-) (-/-)
Capillary Refill < 2 < 2

o Assessment:
Post OP Appendektomi H1
8

o Planning:
- Diagnostik:
o USG abdomen
- Terapi:
o Infus RL 16 tpm
o Inj. Ketorolac 3 x 1 amp
o Inj. Pycin 3 x 750 mg
- Monitoring
o Keadaan Umum
o Tanda Vital
o Gejala Klinis
- Edukasi
o Diet tinggi protein, vitamin dan mineral
o Jaga kebersihan luka jahitan
o Minum obat teratur

07 Mei 2013 (Post Operasi hari II):
Keluhan:
Nyeri pada bekas luka jahitan, demam (-), mual (-), muntah (-), pusing (-), makan
dan minum (+), BAB dan BAK (+)

Pemeriksaan:
KU : sedang
Kesadaran/GCS : compos mentis/15
Dari pemeriksaan fisik didapatkan :
Vital Sign
o Tekanan darah : 90/60 mmHg
o Nadi : 84 x/ menit
o Suhu : 36,6 C
o Pernafasan : 22 x/ menit
Kepala : CA -/- , SI -/-
9

Pupil isokor : 3 milimiter
Kepala : mesocephale
Thorax :
o Cor : SI dan SII normal regular, murmur (-)
o Pulmo : vesicular +/+, ronkhi -/- , wheezing -/-
Abdomen :
o Inspeksi:
Dinding abdomen datar, bekas luka jahitan tampak tertutup kassa
+ hypafix, tidak ada rembesan darah
o Auskultasi:
Bising usus (+)
o Palpasi:
Nyeri tekan di regio kanan dan kiri bawah abdomen
Tidak teraba adanya massa
Defans muscular (-)
o Perkusi:
Timpani di seluruh lapang abdomen

Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral dingin (-/-) (-/-)
Akral sianosis (-/-) (-/-)
Oedem (+/-) (-/-)
Capillary Refill < 2 < 2

Assessment:
Post OP Appendektomi H 2

Planning :
- Diagnostik:
o USG abdomen
10

- Terapi:
o Infus RL 16 tpm
o Inj. Ketorolac 3 x 1 amp
o Inj. Pycin 3 x 750 mg
- Monitoring
o Keadaan Umum
o Tanda Vital
o Gejala Klinis
- Edukasi
o Diet tinggi protein, vitamin dan mineral
o Jaga kebersihan luka jahitan
o Minum obat teratur

08 Mei 2013 (Post Operasi hari III)
Keluhan :
Bekas luka jahitan tidak terasa nyeri, demam (-), mual (-), muntah (-), pusing (-),
makan dan minum (+), BAB dan BAK (+).

Pemeriksaan:
o KU : Baik
o Kesadaran/GCS : compos mentis/15
o Tanda vital :
o Tekanan darah : 90/60 mmHg
o Nadi : 82 x/menit
o Laju nafas : 18x/menit
o Suhu : 36,6C.
o Kepala : CA -/- , SI -/-
o Pupil isokor : 3 milimiter
o Kepala : mesocephale
o Thorax :
- Cor : SI dan SII normal regular, murmur (-)
- Pulmo : vesicular +/+, ronkhi -/- , wheezing -/-
11

o Abdomen :
o Inspeksi:
Dinding abdomen datar, bekas luka jahitan tampak tertutup kassa +
hypafix, tidak ada rembesan darah
o Auskultasi:
Bising usus (+)
o Palpasi:
Tidak ada nyeri tekan abdomen
Tidak teraba adanya massa
Defans muscular (-)
o Perkusi:
Timpani di seluruh lapang abdomen

o Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral dingin (-/-) (-/-)
Akral sianosis (-/-) (-/-)
Oedem (+/-) (-/-)
Capillary Refill < 2 < 2

Assessment:
Post OP Appendektomi H 3

Planning :
o Diagnostik: (-)
o Terapi:
- Infus RL 16 tpm
- Inj. Ketorolac 3 x 1 amp
- Inj. Pycin 3 x 750 mg
o Monitoring
- Keadaan Umum
12

- Tanda Vital
- Gejala Klinis
o Edukasi
- Diet tinggi protein, vitamin dan mineral
- Jaga kebersihan luka jahitan
- Minum obat teratur
- Kontrol ke poli bedah






















13

BAB III
PEMBAHASAN


III.1. ALVARADO SCORE

Manifestasi Skor Pasien
Gejala Adanya migrasi nyeri 1

Anoreksia 1

Mual/muntah 1
Tanda Nyeri RLQ 2

Nyeri lepas 1

Febris 1
Laboratorium Leukositosis 2

Shift to the left 1
Total poin

10 10

Berdasarkan hasil scoring menurut Alvarado Score didapatkan nilai 10
yang artinya pasien hampir pasti menderita appendicitis, dengan nilai lebih dari 5-
6 maka pasien memerlukan terapi dengan tindakan pembedahan yaitu
appendektomi.

III.2. MEDIKAMETOSA
a. Pycin
Pycin merupakan obat yang mengandung Ampisilin natrium dan
Sulbaktam natrium. Pycin diindikasikan untuk Infeksi saluran pernafasan bagian
atas (sinusitis, otitis media), Infeksi saluran pernafasan bagian bawah (pneumonia,
bronchitis), Infeksi saluran kemih, infeksi intra-abdominal (peritonitis,
endometritis, kolesistitis), dan profilaksis infeksi pembedahan.
14

b. Ketorolac
Obat ini merupakan obat anti-inflamasi nonsteroid yang menunjukkan
aktivitas antipiretik yang lemah dan anti-inflamasi. Ketorolac tromethamine
menghambat sintesis prostaglandin dan dapat dianggap sebagai analgesik yang
bekerja perifer karena tidak mempunyai efek terhadap reseptor opiat.
Ketorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap
nyeri akut sedangsampai berat setelah prosedur bedah. Durasi total Ketorolac
tidak boleh lebih dari lima hari.Ketorolac secara parenteral dianjurkan diberikan
segera setelah operasi. Harus diganti keanalgesik alternatif sesegera mungkin,
asalkan terapi Ketorolac tidak melebihi 5 hari.

c. Ranitidin
Ranitidine menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible.
Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi asam lambung, sehingga pada
pemberian ranitidine sekresi asam lambung dihambat. Pengaruh fisiologik
ranitidine terhadap reseptor H2 lainnya, tidak begitu penting. Walaupun tidak
sebaik penekanan sekresi asam lambung pada keadaan basal, ranitidine dapat
dapat menghambat sekresi asam lambung akibat perangsangan obat muskarinik,
stimulasi vagus atau gastrin. Ranitin juga mengganggu volume dan kadar pepsin
cairan lambung.











15

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Apendisitis adalah suatu peradangan pada appendix. Peradangan ini
pada umumnya disebabkan oleh infeksi yang akan menyumbat appendix.
(3,4)


B. Anatomi
Appendix adalah suatu pipa tertutup yang sempit yang melekat pada
secum (bagian awal dari colon). Bentuknya seperti cacing putih.Secara
anatomi appendix sering disebut juga dengan appendix vermiformis atau
umbai cacing.
(3)

Appendix terletak di bagian kanan bawah dari abdomen. Tepatnya di
ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli.Muara appendix
berada di sebelah postero-medial secum.Dari topografi anatomi, letak pangkal
appendix berada pada titik Mc.Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus
dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.
(4,5)

Seperti halnya pada bagian usus yang lain, appendix juga mempunyai
mesenterium. Mesenterium ini berupa selapis membran yang melekatkan
appendix pada struktur lain pada abdomen. Kedudukan ini memungkinkan
appendix dapat bergerak. Selanjutnya ukuran appendix dapat lebih panjang
daripada normal. Gabungan dari luasnya mesenterium dengan appendix yang
panjang menyebabkan appendix bergerak masuk ke pelvis (antara organ-
organ pelvis pada wanita). Hal ini juga dapat menyebabkan appendix
bergerak ke belakang colon yang disebut appendix retrocolic.
(3)

Appendix dipersarafi oleh saraf parasimpatis dan simpatis. Persarafan
parasimpatis berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti a. mesenterica
superior dan a. appendicularis. Sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.
thoracalis X. Karena itu nyeri viseral pada appendicitis bermula disekitar
16

umbilicus.Vaskularisasinya berasal dari a.appendicularis cabang dari
a.ileocolica, cabang dari a. mesenterica superior.
(2)

Gambar 1. Appendiks

Gambar 2. Variasi Posisi Appendiks

Pangkal apendiks terletak pada titik McBurney:
- Garis Monroe: garis antara umbilicus dengan sias dextra.
- Titik Mc Burney: sepertiga bagian dari sias dextra pada garis Monroe
- Titik Lanz: seperenam baign dari sias dextra pada garis antara sias
`dextra hingga sias sisnistra
17

- Titik Munro: pertemuan antara garis Monroe dengan garis parasagital
dari pertengahan sias dextra dengan simfisis.

Gambar 3. Titik Mc Burney

C. Fisiologi
Fungsi appendix pada manusia belum diketahui secara pasti. Diduga
berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh. Lapisan dalam appendix
menghasilkan lendir. Lendir ini secara normal dialirkan ke appendix dan
secum. Hambatan aliran lendir di muara appendix berperan pada patogenesis
appendicitis.
(1,3,5)

Dinding appendix terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian
dari sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang
dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yaitu Ig A.
Immunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
(2,3)

D. Epidemiologi
Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika
Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun.
Appendicitis lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan
dengan perbandingan 3:2. Bangsa Caucasia lebih sering terkena
dibandingkan dengan kelompok ras lainnya. Appendicitis akut lebih sering
terjadi selama musim panas.
1

18

Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak
kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok
umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidensi pada laki-
laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun,
insidensi lelaki lebih tinggi
1
.

E. Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen appendiks merupakan faktor
yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan limf,
fekalit, tumor appendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah
erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. hystolitica.

Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob
Escherichia coli
Viridans streptococci
Pseudomonas aeruginosa
Enterococcus
Bacteroides fragilis
Peptostreptococcus micros
Bilophila species
Lactobacillus species

E. Patofisiologi
Appendicitis pada umumnya disebabkan oleh obstruksi dan infeksi
pada appendix. Beberapa keadaan yang dapat berperan sebagai faktor
pencetus antara lain sumbatan lumen appendix oleh mukus yang terbentuk
terus menerus atau akibat feses yang masuk ke appendix yang berasal dari
secum. Feses ini mengeras seperti batu dan disebut fecalith.
(3)

Adanya obstruksi berakibat mukus yang diproduksi tidak dapat keluar
dan tertimbun di dalam lumen appendix. Obstruksi lumen appendix
19

disebabkan oleh penyempitan lumen akibat hiperplasia jaringan limfoid
submukosa. Proses selanjutnya invasi kuman ke dinding appendix sehingga
terjadi proses infeksi. Tubuh melakukan perlawanan dengan meningkatkan
pertahanan tubuh terhadap kuman-kuman tersebut. Proses ini dinamakan
inflamasi. Jika proses infeksi dan inflamasi ini menyebar sampai dinding
appendix, appendix dapat ruptur. Dengan ruptur, infeksi kuman tersebut akan
menyebar mengenai abdomen, sehingga akan terjadi peritonitis. Pada wanita
bila invasi kuman sampai ke organ pelvis, maka tuba fallopi dan ovarium
dapat ikut terinfeksi dan mengakibatkan obstruksi pada salurannya sehingga
dapat terjadi infertilitas. Bila terjadi invasi kuman, tubuh akan membatasi
proses tersebut dengan menutup appendix dengan omentum, usus halus atau
adnexsa, sehingga terbentuk massa peri-appendicular. Di dalamnya dapat
terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi.
Appendix yang ruptur juga dapat menyebabkan bakteri masuk ke aliran
darah sehingga terjadi septicemia.
(1,3,6,7)

Appendix yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan ini menimbulkan keluhan berulang di perut
kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang lagi dan disebut
mengalami eksaserbasi akut
(2)
.


Gambar 4. Apendiks yang Meradang
20

F. Gejala Klinis
Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara
lain
(4,5,6,7)
:
1. Nyeri abdominal.
Nyeri ini merupakan gejala klasik appendicitis. Mula-mula nyeri
dirasakan samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di
daerah epigastrium atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri
berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc. Burney).
Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga berupa nyeri
somatik setempat. Bila terjadi perangsangan peritoneum biasanya
penderita akan mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk.
2. Mual-muntah biasanya pada fase awal.
3. Nafsu makan menurun.
4. Obstipasi dan diare pada anak-anak.
5. Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi
biasanya tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,7-38,3 C.
Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya
terlindung oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan
tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kea rah perut sisi
kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi m. psoas mayor
yang menegang dari dorsal.
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rectum sehingga
peristaltis meningkat, pengosongan rectum menjadi lebih cepat dan berulang-
ulang. Jika apendiks menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan
frekuensi kencing karena rangsangan dindingnya.
Gejala appendicitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya
sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan
rasa nyerinya. Karena gejala yang tidak spesifik ini sering diagnosis
appendicitis diketahui setelah terjadi perforasi
(1,2)
.

21

Gejala Appendicitis Akut Frekuensi (%)
Nyeri perut 100
Anorexia 100
Mual 90
Muntah 75
Nyeri berpindah 50
Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian
anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke
RLQ kemudian demam yang tidak terlalu tinggi)
50
*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam


G. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk
dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut
tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada
penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah
bisa dilihat pada massa atau abses appendiculer
(2,6)
.
2. Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-
tanda peritonitis lokal yaitu:
- Nyeri tekan di Mc. Burney.
- Nyeri lepas.
- Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietal
(2,5,6)
.
Pada appendix letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada,
yang ada nyeri pinggang
(2,5,6)
.
22

3. Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena
ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendicitis perforata
(2)
.
Pemeriksaan Colok Dubur
Akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam 9-12. Pada
appendicitis pelvika akan didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok
dubur
(5)
.

Tanda-Tanda Khusus:
Rovsings sign
Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada kuadran kiri bawah dan
timbul nyeri pada sisi kanan.

Psoas sign atau Obraztsovas sign
Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian dilakukan ekstensi dari panggul
kanan. Positif jika timbul nyeri pada kanan bawah.

Obturator sign
Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan rotasi internal pada
panggul. Positif jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.

Dunphys sign
Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah dengan batuk

Ten Horn sign
Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut pada korda spermatic kanan

Kocher (Kosher)s sign
Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau sekitar pusat, kemudian
berpindah ke kuadran kanan bawah.
23

Sitkovskiy (Rosenstein)s sign
Nyeri yang semakin bertambah pada perut kuadran kanan bawah saat pasien
dibaringkan pada sisi kiri

Bartomier-Michelsons sign
Nyeri yang semakin bertambah pada kuadran kanan bawah pada pasien
dibaringkan pada sisi kiri dibandingkan dengan posisi terlentang

Aure-Rozanovas sign
Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit triangle kanan (akan positif
Shchetkin-Bloombergs sign)

Blumberg sign
Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kanan bawah
kemudian dilepaskan tiba-tiba

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan
kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi.
Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat
(4,7)
.
- Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan
bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam
menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau
batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan
appendicitis
(4)
.

2. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendicitis.
Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak
(4)
.

24

3. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan
USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti
kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya
(4)
.

4. Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon
melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-
komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk
menyingkirkan diagnosis banding.
(4)

5. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat
menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
(4,5)

6. Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang
dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara
langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila
pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix
maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan
appendix.
(4)

Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor
Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6 dan >6.
Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan
PA terhadap jaringan Appendix dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2
kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang akut
1
.

25


Manifestasi Skor
Gejala Adanya migrasi nyeri 1

Anoreksia 1

Mual/muntah 1
Tanda Nyeri RLQ 2

Nyeri lepas 1

Febris 1
Laboratorium Leukositosis 2

Shift to the left 1
Total poin

10
Keterangan:
0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil
5-6 : bukan diagnosis Appendicitis
7-8 : kemungkinan besar Appendicitis
9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6
maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan
1
.

Kelainan patologi Keluhan dan tanda
Peradangan awal

Appendicitis Mukosa

Radang di seluruh ketebalan dinding
-Kurang enak ulu hati/ daerah pusat,
mungkin kolik
-nyeri tekan kanan bawah

-nyeri sentral pindah ke kanan
bawah,mual dan muntah
26


Appendicitis komplit, radang peritoneum
parietal apendiks

Radang alat/jaringan yang menempel
pada apendiks

Appendicitis gangrenosa

Perforasi

Pembungkusan
- Tidak berhasil

- Berhasil

- Abses

-rangsangan peritoneum lokal (somatik),
nyeri pada gerak aktif dan pasif

-genitalia interna, ureter, muskulus
psoas mayor, kantung kemih, rektum

-Demam sedang, takikardi, mulai toksik,
leukositosis

-Nyeri dan defans muskuler seluruh
perut

-s.d.a + demam tinggi, dehidrasi, syok,
toksik
-masa perut kanan bawah, keadaan
umum berangsur membaik
-demam remiten, keadaan umum toksik,
keluhan dan tanda setempat

I. Diagnosis Banding
1. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit
perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering
27

ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan
dengan appendicitis.
(2)

2. Limfadenitis mesenterica
Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan
nyeri perut yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan disertai
dengan perasaan mual dan muntah.
(2)

3. Demam Dengue
Demam dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini
didapatkan hasil ruple leed positif, trombositopenia dan peningkatan
hematokrit.

4. Peradangan pelvis
Tuba Fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendix. Radang kedua
oergan ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau
adnecitis.Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat
kontak sexsual. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dannyeri
perut bagian bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada
colok vaginal jika uterus diayunkan maka akan terasa nyeri.
(2,3)

5. Kehamilan Ektopik
Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak menentu.
Jika terjadi ruptur tuba atau abortus diluar rahim dengan perdarahan akan
timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan
terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vaginal didapatkan
nyeri dan penonjolan kavum Douglas, dan pada kuldosentesis akan
didapatkan darah.
(2)
6. Diverticulitis
Meskipun diverticulitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi
kadang-kadang dapat juga terjadi disebelah kanan. Jika terjadi peradangan
28

dan ruptur pada diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan
gejala-gejala appendicitis.
(3)

7. Batu Ureter atau Batu Ginjal
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan
merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos
abdomen atau urografi intravena dapat memestikan penyakit tersebut.
(2)

8. Kelainan Ovulasi
Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut
kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri
yang sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang dan nyeri
biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu
selama dua hari.

9. Endometrosis Eksterna
Endometrium di luar rahim akan memberikan nyeri di tempat
endometrosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena
tidak ada jalan keluar.

J. Komplikasi
1. Appendicular infiltrat:
Infiltrat / massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari
Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus
halus atau usus besar.

2. Appendicular abscess:
Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix
yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus, atau
usus besar.


29

3. Perforasi
4. Peritonitis
5. Syok septik
6. Mesenterial pyemia dengan Abscess Hepar
7. Gangguan peristaltik
8. Ileus

K. Penatalaksanaan
Untuk pasien yang dicurigai Appendicitis :
Puasakan
Berikan analgetik dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan
menyamarkan gejala saat pemeriksaan fisik.
Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia reproduksi.
Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang
membutuhkan Laparotomy
Perawatan appendicitis tanpa operasi
Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk
Appendicitis acuta bagi mereka yang sulit mendapat intervensi operasi
(misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memilki resiko
tinggi untuk dilakukan operasi
Rujuk ke dokter spesialis bedah.
Antibiotika preoperative
Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan terjadinya
infeksi post opersi.
Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram negative dan
anaerob
Antibiotika preoperative diberikan dengan order dari ahli bedah.
Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya
digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau
30

Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri
yang terlibat, termasuk Escherichia coli,Pseudomonas aeruginosa,
Enterococcus, Streptococcus viridans,Klebsiella, dan Bacteroides.

Pilihan penatalaksanaan apendisitis:
- Appendektomi cito (pada apendisitis akut, abses, dan perforasi)
- Appendektomi elektif (pada apendisitis kronik)
- Konservatif kemudian operasi elektif (pada apendisitis infiltrate).
Terapi konservatif:
- Bed rest dengan posisi Fowler (posisi terlentang, kepala ditinggikan 18-20
inci, kaki diberi bantal, dan lutut ditekuk).
- Diet cair, kompres dingin di daerah Mc Burney
- Antibiotika yang massif: metronidazol
- Monitor: infiltra, tanda-tanda peritonitis (perforasi), suhu tiap 6 jam, LED,
angka leukosit.
Jika hasil baik, mobilisasi secara bertahap, kamudian boleh pulang. Setelah
pasien tenang (4-6 minggu), baru dilaukan appendektomi. Tujuaya supaya dalam
waktu tersebut perlekatan sudah berhenti (jika banyak perlengketan, operasi sulit
menemukan, dan memotong apendiks). Appendektomi demikian disebut
apendektomi afroid. Jika langsung appendektomi radikali disebut achaul.

Jenis apendektomi
2,5
:
i. Open Appendectomy
Merupakan suat tindakan pembedahan pengambilan apendiks vermiformis.
Indikasi operasi yakni apendisitis akut, periapendikular infiltrat, serta apendisitis
perforata. Tidak ada kontraindikasi pada pembedahan ini. Komplikasi operasi
dapat berupa durante operasi (perdarahan intraperitoneal, dinding perut, robekan
sekum atau usus lain), pasca bedah dini (perdarahan, infeksi, hematom, paralitik
ileus, peritonitis, fistel usus, abses intraperitoneal), dan pasca bedah lanjut
(streng illeus dan hernia sikatriks).
31

Mortalitas dapat terjadi sebesar 0.1% (jika tidak terjadi perforasi), 15%
jika telah terjadi perforasi. Kematian tersering oleh karena sepsis, emboli paru,
atau aspirasi. Dilakukan pemantauan kondisi luka, kondisi abdomen, serta
kondisi klinis penderita secara keseluruhan.

Gambar . Apendektomi terbuka

ii. Laparoscopic appendectomy
Pertama kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopic dapat dipakai
sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen dan
suspek Appendicitis acuta. Laparoscopic kemungkinan sangat berguna untuk
pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Membedakan
penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acuta sangat mudah dengan
menggunakan laparoskop
2,5
.
Diindikasikan untuk apendisitis akut dan apendisitis kronik.
Kontraindikasi relatif yakni wanita dengankehamilan trimester kedua dan
ketiga serta terdapat penyulit radang pelvis dan endometriosis. Mortalitas pasca
apendektomi laparoskopik sebesar 0.06%. pasca bedah, penderita dirawat di
ruangan selama 3-4 hari, diobservasi komplikasi seperti nyeri pasca operasi
dan gangguan mortalitas usus. Setelah pasase usus baik, penderita bisa mulai
diet per oral. Pasca operasiperlu diperiksa adanya infeksi luka operasi.

32





Gambar . Laparoscopic appendectomy

L. Prognosis
Dengan diagnosis dan pembedahan yang akurat, angka morbiditas dan
mortalitas sangat kecil. Diagnosis yang tertunda meningkatkan angka morbiditas
dan mortalitas. Serangan berulang dapat terjadi jika apendiks tidak diangkat.






33

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Appendectomy, Medicine Net. Com.
Anonim, Appendicitis, Medicine Net. Com.
Anonim, Appendicitis, The Merck Manual Sec 3, htm.
Anonim, Appendicitis, The Merck Manual, Sec 9, htm.
Helwick, CA, Appendicitis, Gale Encytopedia of medicine. htm.
Hamami, AH, dkk, Usus Halus Appendiks, Kolon, dan Anorektum, dalam
Sjamsuhidajat, R, De jong. W, Buku Ajar Ilmu bedah, Edisi Revisi, EGC,
Jakarta, 1997, hal 865-75
Mansjoer,Arif , dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. 2000. Jakarta: Media
Aesculapius
Moore, Keith L. Anatomi Klinis Dasar. 2002. Jakarta: Hipokrates
Orourke. R, Acute Appendicitis, The Iowaclinic. Com.
R. Sjamsulhidajat, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2004. Jakarta : EGC
Sari, Dina K, dkk. 2005. Chirurgica (re-package + edititon). Yogyakarta,
Indonesia. Tosca Enterprise
Tanu, Ian. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. 2007. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Indonesia

You might also like