You are on page 1of 34

PROPOSAL K3

STUDI PELAKSANAAN DAN PENERAPAN


KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA
LABORATORIUM POLTEKKES JURUSAN
KEPERAWATAN





Oleh Kelompok 6
I Dewa Ayu Megarani (P07134012003)
A. A. I. N. Gayatri Agung (P07134012011)
Gusti Agung Ayu Krisma D. D (P07134012023)
Ni Komang Mira Yanti (P07134012031)
I Gusti Nyoman Triadi (P07134012036)
Dwi Karunia Wulandari (P07134012049)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
DIII JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2013
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku
tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu
prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa
antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa
Indonesia. Pembangunan nasional bangsa Indonesia adalah pembangunan disegala
bidang kehidupan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan,
termasuk bidang kesehatan dan keselamatan kerja. Pembangunan kesehatan
bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Hal ini
dituangkan dalam visi pembangunan kesehatan dengan motto Indonesia Sehat
2010 yang mempunyai misi yaitu: menggerakkan pembangunan nasional
berwawasan kesehatan, mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat,
memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat yang bermutu, merata dan
terjangkau serta memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan
masyarakat (Depkes RI,2003:4). Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat
merupakan bagian pokok dalam usaha dibidang kesehatan seperti dijelaskan
dalam UU No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan pasal 22 ayat 1 yang berbunyi :
Bahwasanya kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal, dapat dilakukan antara lain melalui peningkatan sanitasi
lingkungan baik pada lingkungan tempatnya maupun bentuk atau wujud
substansinya yang berupa fisik, kimia, atau biologi termasuk perubahan prilaku,
sedangkan kualitas lingkungan yang sehat adalah keadaan lingkungan yang
bebas dari segala resiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup
manusia.
Untuk itu dituntut pelaksanaan dan penerapan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) di setiap tempat kerja termasuk di laboratorium, terutama di
laboratorium kesehatan seperti laboratorium praktek keperawatan. Oleh karena itu
kita perlu mengembangkan dan meningkatkan K3 dalam rangka menekan
serendah mungkin risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan
kerja, bahan-bahan berbahaya di lab, kondisi lingkungan serta meningkatkan
produktivitas dan efesiensi. Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari mahasiswa
di laboratorium, akan dibayangi dengan resiko bahaya di tempat kerjanya.
Penyebab Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
1. Penyebab Langsung ( Immediate Causes)
Penyebab langsung kecelakaan adalah suatu keadaan yang biasanya bisa
dilihat dan di rasakan langsung, yang di bagi 2 kelompok:
a. Tindakan-tindakan tidak aman (unsafe acts) yaitu perbuatan berbahaya dari
manusia yang dalam beberapa hal dapat dilatar belakangi antara lain:
1. Cacat tubuh yang tidak kentara (bodilly defect)
2. Keletihan dan kelesuan (fatigiue and boredom)
3. Sikap dan tingkak laku yang tidak aman
4. Pengetahuan.
b. Kondisi yang tidak aman (unsafe condition) yaitu keadaan yang akan
menyebababkan kecelakaan, terdiri dari:
1.Mesin, peralatan, bahan.
2.Lingkungan
3.Proses pekerjaan
4.Sifat pekerjaan
5.Cara kerja

2. Penyebab Dasar (Basic causes).
Penyebab Dasar (Basic Causes), terdiri dari 2 faktor yaitu
a. Faktor manusia/personal (personal factor)
Kurang kemampuan fisik, mental dan psikologi
Kurangnya /lemahnya pengetahuan dan skill.
Stres.
Motivasi yang tidak cukup/salah
b. Faktor kerja/lingkungan kerja (job work enviroment factor)
Factor fisik yaitu, kebisingan, radiasi, penerangan, iklim dll.
Factor kimia yaitu debu, uap logam, asap, gas dst
Factor biologi yaitu bakteri,virus, parasit, serangga.
Ergonomi dan psikososial.
Menurut Sumamur faktor penyebab kecelakaan disebabkan oleh faktor
tindakan-tindakan tidak aman (unsafe acts) 85 % dan kondisi yang tidak aman
(unsafe condition) 15 %.
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan
merupakan resultan dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja,
beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada
pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat
kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila
terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa
penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan
produktivitas kerja.
Oleh karena itu, dengan ditemukannya berbagai hal yang menyangkut
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada lingkungan kerja khususnya laboratorium,
perlu diberikan pemahaman yang lebih mengenai Keselamatan dan Kesehatan
Kerja itu sendiri. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik
mengangkat permasalahan tersebut untuk dilakukan penelitian dengan judul
Studi Pelaksanaan dan Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
pada Laboratorium Poltekkes Jurusan Keperawatan .

1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana kondisi Laboratorium Jurusan Keperawatan Politeknik
Kesehatan Denpasar ditinjau dari segi fisik?
1.2.2 Bagaimana tingkat kelelahan subjek sebelum dan sesudah melakukan
praktikum?
1.2.3 Bagaimana penerapan K3 di lingkungan Laboratorium Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar baik dari segi tata letak
sarana dan prasarana laboratorium serta pengolahan limbah laboratorium?

1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Mengetahui kondisi Laboratorium Jurusan Keperawatan Politeknik
Kesehatan Denpasar ditinjau dari segi fisik.
1.3.2 Mengetahui tingkat kelelahan subjek sebelum dan sesudah melakukan
praktikum.
1.3.3 Mengetahui penerapan K3 di lingkungan Laboratorium Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar baik dari segi tata letak
sarana dan prasarana laboratorium serta pengolahan limbah laboratorium.

1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi mahasiswa, dapat menjadi sumber pembanding dalam penerapan K3
yaitu antara laboratorium analis kesehatan dengan laboratorium
keperawatan.
1.4.2 Bagi umum, dapat mengetahui bagaimana penerapan K3 yang baik dan
benar, serta dapat menjadi referensi dalam menerapkan K3 yang baik dan
benar.


BAB II
MATERI DAN METODE

2.1 Materi
a. Lokasi
Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Poltekkes Jurusan
Keperawatan pada bulan Mei 2013.
b. Jumlah Titik Pengukuran
Pencahayaan
Local illumination : 4 titik pengukuran
General illumination :
Kebisingan
Kebisingan diukur pada 1 titik.
Kelembaban
Kelembaban diukur pada 1 titik
Kecepatan angin/udara dalam ruang
Kecepatan angin/udara dalam satu titik
Tingkat kelelahan sebelum dan sesudah praktikum
Melakukan wawancara terhadap 10 mahasiswa
c. Sampel / objek penelitian
Laboratorium Jurusan Keperawatan Poltekkes Denpasar
10 mahasiswa keperawatan
2.2 Metode
2.2.1 Pengukuran pencahayaan
Metode : Pengukuran
Alat : Lux Meter
2.2.2 Pengukuran Kelembaban
Metode : Pengukuran
Alat : Psikrometer , thermometer ruangan, stopwatch
2.2.3 Pengukuran Kecepatan Udara/Angin
Metode : Pengukuran
Alat : Thermometer Kata
2.2.4 Pengukuran Kebisingan
Metode : Pengukuran
Alat : Sound Level Meter
2.2.5 Pengukuran Beban Kerja
Metode : Wawancara
Alat : Quisioner



























BAB III
TINJAUAN TEORITIS
3.1 Pengertian K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang
memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari
bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang
wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan
menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak
boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus
dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang
berlimpah pada masa yang akan datang.
Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu
kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat
pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik,
atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap
penyakit-penyakit/gangguan gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-
faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.
Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
1. Sasarannya adalah manusia
2. Bersifat medis.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993).
Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut:
1. Sasarannya adalah lingkungan kerja
2. Bersifat teknik.
Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat
kerja. Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa
yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau
kerugian terhadap proses.
Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja sehingga
mencegah terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah
terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga mencegah
pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat sekitar tempat kerja.Norma
kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yang mampu menciptakan dan
memelihara derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya.
3.2 Tujuan Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai kejadian yang tidak
dapat diduga. Kecelakaan kerja dapat terjadi karena kondisi yang tidak membawa
keselamatan kerja, atau perbuatan yang tidak selamat. Kecelakaan kerja dapat
didefinisikan sebagai setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat
mengakibatkan kecelakaan. Berdasarkan definisi kecelakaan kerja maka lahirlah
keselamatan dan kesehatan kerja yang mengatakan bahwa cara menanggulangi
kecelakaan kerja adalah dengan meniadakan unsur penyebab kecelakaan dan atau
mengadakan pengawasan yang ketat. (Silalahi, 1995)
Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan
mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengungkapkan sebab-akibat suatu
kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian secara cermat dilakukan atau tidak.
Menurut Mangkunegara (2002, p.165) bahwa tujuan dari keselamatan dan
kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
1. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik
secara fisik, sosial, dan psikologis.
2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan dengan baik dan
selektif.
3. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi
pegawai.
5. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
6. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau
kondisi kerja.
7. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja

3.3 Ruang Lingkup K3
Ruang lingkup hiperkes dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di
dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan
usaha yang dikerjakan.
2. Aspek perlindungan dalam hiperkes meliputi :
A. Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian
B. Peralatan dan bahan yang dipergunakan
C. Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial.
D. Proses produksi
E. Karakteristik dan sifat pekerjaan
F. Teknologi dan metodologi kerja
G. Penerapan Hiperkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan hingga
perolehan hasil dari kegiatan industri barang maupun jasa.
H. Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/perusahaan ikut bertanggung
jawab atas keberhasilan usaha hiperkes.

3.4 Pencahayaan
Pencahayaan sangat mempengaruhi kemampuan manusia untuk melihat
obyek-obyek secara jelas, cepat tanpa menimbulkan kesalahan. Kebutuhan akan
pencahayaan yang baik, akan makin diperlukan apabila kita mengerjakan suatu
pekerjaan yang memerlukan ketelitian karena penglihatan. Kenyamanan di dalam
bangunan gedung dan tempat kerja dapat dilakukan seefektif mungkin. Tata cara
Perencanaa Sistem Pencahayaan Alami pada bangunan gedung bertujuan melengkapi
peraturan-peraturan kenyamanan dan konservasi energi yang telah ada dan
merupakan persyaratan minimum bagi bangunan gedung. Pembahasan Tata Cara
Perencanaan Sistem Pencahayaan Alami pada bangunan gedung meliputi : kriteria
perancangan, cara perancangan pencahayaan alami siang hari, pengujian dan
pemeliharaan.

Tingkat Pencahayaan Alami dalam Ruang
Tingkat pencahayaan alami di dalam ruangan ditentukan oleh tingkat
pencahayaan langit pada bidang datar di lapangan terbuka pada waktu yang sama.
Perbandingan tingkat pencahayaan alami di dalam ruangan dan pencahayaan alami
pada bidang datar di lapangan terbuka ditentukan oleh :
a) hubungan geometris antara titik ukur dan lubang cahaya.
b) ukuran dan posisi lubang cahaya.
c) distribusi terang langit.
d) bagian langit yang dapat dilihat dari titik ukur.

Faktor Pencahayaan Alami Siang Hari
Faktor pencahayaan alami siang hari adalah perbandingan tingkat pencahayaan
pada suatu titik dari suatu bidang tertentu di dalam suatu ruangan terhadap tingkat
pencahayaan bidang datar di lapangan terbuka yang merupakan ukuran kinerja
lubang cahaya ruangan tersebut:
a. Faktor pencahayaan alami siang hari terdiri dari 3 komponen meliputi :
1 ) Komponen langit (faktor langit) yakni komponen pencahayaan langsung dari
cahaya langit. Tiga Komponen cahaya langit yang sampai pada suatu titik di
bidang kerja.
2) Komponen refleksi luar (faktor refleksi luar) yakni komponen pencahayaan yang
berasal dari refleksi benda-benda yang berada di sekitar bangunan yang
bersangkutan.
3) Komponen refleksi dalam (faktor refleksi dalam) yakni komponen pencahayaan
yang berasal dari refleksi permukaan-permukaan dalam ruangan, dan cahaya
yang masuk ke dalam ruangan akibat refleksi benda-benda di luar ruangan.
Pencahayaan Alami clan Was Lubang Cahaya
a) Untuk memperoleh kualitas pencahayaan yang diinginkan maka di dalam
perancangan perlu diperhatikan hal-hal yang mempengaruhi kualitas
pencahayaan tersebut. Kualitas pencahayaan alami siang hari dalam ruangan
ditentukan oleh :
1) perbandingan luas lubang cahaya dan luas lantai.
2) bentuk dan letak lubang cahaya.
3) faktor refleksi cahaya dari permukaan di dalam ruangan.
b) Kedudukan Lubang Cahaya
Disamping ketiga faktor tersebut, perlu diperhatikan kedudukan lubang
cahaya terhadap bagian lain dari bangunan dan keadaan lingkungan sekitamya
yang dapat merupakan penghalang bagi masuknya cahaya kedalam ruangan.
Maka dari itu tata pencahayaan di tempat kerja sangatlah penting untuk
melakukan pekerjaan tersebut, pekerjaan di industri dapat menghemat listrik
dengan cara membuat lubang cahaya dari gedung supaya sinar matahari dapat
langsung masuk ke dalam. Kelebihan dari cahaya sinar matahari yaitu cahaya
yang terang benderang secara alami dan tidak dapat di buat oleh manusia
sekalipun. Kelebihan lainnya dari pencahayaan dari sinar matahari yaitu fentilasi
udara sangatlah besar sehingga para pekerja tidak akan kesulitan mendapatkan
udara segar dan tidak memerlukan AC.
Dimana sinar matahari pada siang hari selama kurang lebih 12 jam dapat
memberikan kebutuhan terhadap makhluk hidup. Sehubungan dengan itu, aktivitas
kita dalam bekerja bersumber dari cahaya matahari dan pencahayaan buatan, yaitu
listrik. Cahaya buatan adalah cahaya yang berasal dari hasil karya manusia berupa
lampu yang dapat menyinari ruangan sebagai pengganti jika sinar matahari tidak
ada. Cahaya buatan yang tidak baik tentunya akan mengganggu aktivitas
keseharian kita, misalnya ditempat kita bekerja. Bahkan, dengan cahaya buatan
yang baik dan disaring dari kesilauan akan bisa mempertinggi aktivitas kita
dalam bekerja jika dibandingkan jika beraktivitas pada cahaya siang alamiah.
Perkembangan cahaya buatan dimulai dari cahaya obor dari kayu cemara, lampu
minyak tanah, lilin, lampu gas sampai pada lampu listrik. Setelah listrik
ditemukan, mungkin lampu-lampu jenis lain ada yang sudah tidak dipergunakan
lagi.
Efek pencahayaan ini bisa terjadi melalui tiga cara, yaitu; direct
(langsung), dimana cahaya yang diterima langsung dari sumbernya, misalnya
lampu meja untuk membaca; indirect (tak langsung), dimana bila cahaya yang
diterima merupakan hasil pantulan dinding dan loteng, seperti halnya di ruang
tamu; semi direct (genural diffusing), apabila cahaya itu datang dan dipancarkan
kesegala jurusan, seperti halnya di kantor-kantor. Dalam menggunakan cahaya
buatan, haruslah memenuhi beberapa syarat agar tidak menimbulkan gangguan
pada kesehatan mata, yaitu;
Pertama, pencahayaan buatan tidak boleh menimbulkan pertambahan
udara (di tempat kerja, misalnya) yang berlebihan. Jika hal ini terjadi, diusahakan
supaya suhu tersebut turun, misalnya dengan mengusahakan pengaturan ventilasi,
AC, dan fan; Kedua, sumber haruslah bisa memberikan pencahayaan dengan
intensitas yang tetap, menyebar, merata, tidak berkedip-kedip, tidak menyilaukan,
dan tidak menimbulkan bayangan yang mengganggu. Ketiga, pencahayaan
haruslah cukup intensitasnya, sesuai dengan beban aktivitas (bekerja) yang
dilakukan oleh seseorang yang sedang melakukan suatu pekerjaan.

Perancangan Penerangan Buatan
Bila penerangan alami tidak dapat memenuhi persyaratan bagi penerangan
ruang (dalam bangunan), maka penerangan buatan sangat diperlukan, hal ini
disebabkan oleh :
Ruangan yang luas
Lubang cahaya yang tidak efektif
Cuaca diluar mendung / hujan
Waktu malam hari, dan sebagainya
Perancangan penerangan buatan sebaiknya dilakukan sejak awal
perancangan bangunan, untuk itu perlu diperhatikan :
Apakah penerangan buatan digunakan tersendiri atau sebagai
penunjang/pelengkap penerangan alami.
Berapa intensitas penerangan yang diperlukan.
Distribusi dan variasi fluks cahaya yang diperlukan
Arah cahaya yang diperlukan
Warna-warna cahaya yang digunakan dalam gedung dan efek warna yang
diinginkan
Derajat kesilauan brightness dari keseluruhan lingkungan visual
Intensitas penerangan yang direkomendasikan tidak boleh kurang dari
intensitas penerangan dalam tabel 3.4.1 yang diukur pada bidang kerja.









Secara rinci intensitas penerangan yang direkomendasikan untuk berbagai
jenis bangunan / peruntukan dapat dilihat pada tabel 3.4.1.


Ada 3 tipe sistem penerangan buatan, yaitu :
Sistem penerangan merata; Memberikan intensitas penerangan yang seragam
pada seluruh ruangan, penggunaannya pada ruang-ruang yang tidak
memerlukan tempat untuk mengerjakan pekerjaan visual khusus.
Sistem penerangan terarah; Cahaya diarahkan kejurusan tertentu dalam
ruangan, digunakan untuk menerangi suatu objek tertentu agar kelihatan
menonjol, misal pada penggung atau pada ruangan untuk pameran. Pada sistem
ini dapat menggunakan lampu dan reflektor yang diarahkan atau spotlight
dengan reflektor bersudut lebar.
Sistem penerangan setempat; Cahaya dikonsentrasikan pada tempat
mengerjakan pekerjaan visual khusus. Sistem ini digunakan untuk :
- pekerjaan visual yang presisi
- pengamatan bentuk / susunan benda dari arah tertentu.
- melengkapi penerangan umum yang mungkin terhalang.
- membantu menambah daya lihat.
- menunjang pekerjaan visual yang mungkin pada awalnya tidak terencana pada
suatu ruangan.
Perancangan penerangan buatan secara kuantitas dapat dilakukan
perhitungan dengan 2 metode yaitu :
a. Metode titik demi titik (point by point method)
b. Metode lumen.

Lux Meter
Alat ukur cahaya (lux meter) adalah alat yang digunakan untuk mengukur
besarnya intensitas cahaya di suatu tempat. Besarnya intensitas cahaya ini perlu
untuk diketahui karena pada dasarnya manusia juga memerlukan penerangan yang
cukup. Untuk mengetahui besarnya intensitas cahaya ini maka diperlukan sebuah
sensor yang cukup peka dan linier terhadap cahaya. Sehingga cahaya yang
diterima oleh sensor dapat diukur dan ditampilkan pada sebuah tampilan digital.
Lux meter digunakan untuk mengukur tingkat iluminasi. Hampir semua
lux meter terdiri dari rangka, sebuah sensor dengan sel foto, dan layer panel.
Sensor diletakkan pada sumber cahaya. Cahaya akan menyinari sel foto sebagai
energi yang diteruskan oleh sel foto menjadi arus listrik. Makin banyak cahaya
yang diserap oleh sel, arus yang dihasilkan lebih besar. Kunci untuk mengingat
tentang cahaya adalah cahaya selalu membuat beberapa jenis perbedaan warna
pada panjang gelombang yang berbeda. Oleh karena itu, pembacaan merupakan
kombinasi efek dari semua panjang gelombang.
Standar warna dapat dijadikan referensi sebagai suhu warna dan dinyatakan dalam
derajat Kelvin. Standar suhu warna untuk kalibrasi dari hampir semua jenis cahaya
adalah 2856 derajat Kelvin, yang lebih kuning dari pada warna putih. Berbagai
jenis dari cahaya lampu menyala pada suhu warna yang berbeda. Pembacaan lux
meter akan berbeda, tergantung variasi sumber cahaya yang berbeda dari intensitas
yang sama. Hal ini menjadikan, beberapa cahaya terlihat lebih tajam atau lebih
lembut dari pada yang lain.
3.5 Kebisingan
Sampai saat ini banyak definisi yang digunakan untuk istilah kebisingan.
Bising dapat diartikan sebagai suara yang timbul dari getaran-getaran yang tidak
teratur dan periodik. Adapula yang mengartikan bahwa kebisingan adalah suara yang
tidak mengandung kualitas musik
Terdapat beberapa pendapat mengenai definisi kebisingan antara lain (Wahyu, 2003) :
1. Menurut Dennis
Bising adalah suara yang timbul dari getaran-getaran yang tidak teratur.
2. Menurut Spooner
Bising adalah suara yang tidak mengandung kualitas musik
3. Menurut Sataloff
Bising adalah bunyi yang terdiri dari frekuensi yang acak dan tidak
berhubungan satu dengan yang lain.
4. Menurut Burn, Littre dan Wail
Bising adalah suara yang tidak dikehendaki kehadirannya oleh yang
mendengar dan mengganggu.
5. Menurut Sumamur
Bising adalah suara yang tidak dikeendaki (unwanted sound).
6. Menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No. 48/MENLH/11/1996
Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam
tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gengguan kesehatan
manusia dan kenyamanan lingkungan.

7. Menurut Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. PER.
13/MEN/X/2011
Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari
alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu
dapat menimbulkan gangguan pendengaran.
Jenis-Jenis Kebisingan
Kebisingan dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) bentuk dasar (Wahyu, 2003) :
1. I ntermitten Noise(Kebisingan Terputus-putus).
Intermittten Noise adalah kebisingan dimana suara timbul dan menghilang
secara perlahan-lahan. Termasuk dalam intermitten noise adalah
kebisingan yang ditimbulkan oleh suara kendaraan bermotor dan pesawat
terbang yang tinggal landas.
2. Steady State Noise(Kebisingan Kontinyu)
Dinyatakan dalam nilai ambang tekanan suara (sound pressure levels)
diukur dalam octave band dan perubahan-perubahan tidak melebihi
beberapa dB per detik, atau kebisingan dimana fluktuasi dari intensitas
suara tidak lebih 6dB, misalnya : suara kompressor, kipas angin, darur
pijar, gergaji sekuler, katub gas.
3. I mpact Noise.
Impact noise adalah kebisingan dimana waktu yang diperlukan untuk
mencapai puncak intensitasnya tidak lebih dari 35 detik, dan waktu yang
dibutuhkan untuk penurunan sampai 20 dB di bawah puncaknya tidak
lebih dari 500 detik. Atau bunyi yang mempunyai perubahan-perubahan
besar dalam octave band. Contoh : suara pukulan palu, suara tembakan
meriam/senapan dan ledakan bom.
Pengaruh Kebisingan Di Tempat Kerja
Pada umumnya kebisingan mengakibatkan pengaruh yang bersifat non auditori
atau pengaruh yang bukan terhadap pendengararan dan pengaruh auditori atau
pengaruh terhadap pendengaran yang dapat berlangsung menetap atau sementara.
1. Pengaruh Non Auditori akibat Bising
Pengaruh non auditori sering berupa keluhan tersamar dan tidak jelas berupa
penyakit (not ill defined). Pengaruh terhadap fisiologi tubuh berupa gangguan
faal pernapasan, kardiovaskuler, pencernaan, kelenjar dan saraf, yang
disebabkan oleh mekanisme stressor atau gangguan akibat bising.
2. Pengaruh Auditori Akibat Bising.
Gangguan yang dapat dialami oleh tenaga kerja apabila terpapar dengan
bising adalah (Wijaya, 2008) :
a. Trauma Akustik
Terjadi oleh paparan suara yang sangat keras dan dalam waktu yang sangat
singkat, misalnya ledakan. Kerusakan ini mudah didiagnosis terjadinya
dapat dengan tepat diketahui. Bagian yang terkena umumnya pada
gendang telinga (membran timpani pecah/lubang).
b. Ketulian sementara (Temporary Threshold Shift-TTS)
Terjadi apabila seseorang memasuki tempat bising, sehingga mengalami
kenaikan nilai ambang dengar yang sementara. Kenaikan ini akan pulih
kembali apabila keluar dari tempat bising. Untuk kembali secara sempurna
maka perlu istirahat (bebas bising) untuk pemaparan di atas 85 dB maka
recovery sempurna memerlukan waktu 3-7 hari. apabila recovery tidak
dapat sempurna maka dalam waktu lama akan menjadi Permanent
Threshold Shift (tuli bersifat menetap).
c. Permanent Threshold Shift (PTS)
Permanent threshold shift atau sering disebut Noise-Induced Hearing Loss
(NIHL) adalah kehilangan daya dengar secara perlahan-lahaan oleh karena
pemaparn bising keras (di atas 85 dB), dalam waktu yang lama dan
akhirnya bersifat irreversibel. PTS atau NIHL ini dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi
kepekaan individu, obat-obatan, darah (Hb, tekanan darah, kadar gula dan
lain-lain), penyakit telinga serta umur. Sedangkan faktor eksternel yang
berperan adalah intensitas kebisingan, lama pemaparan, spektrum suara,
jenis bising, hobi, dan bising lingkungan tempat kerja.
Pengukuran Kebisingan
Pengukuran kebisingan di tempat kerja diukur dengan sound level meter yaitu
alat digital yang dapat menunjukkan secara langsung hasil kebisingan di tempat
kerja .
Nilai Ambang Batas Kebisingan
Nilai Ambang Batas adalah faktor tempat kerja yang dpaat diterima tenaga
kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan
sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.
Menurut Permenakertrans No. PER. 13/MEN/X/2011 tentang nilai ambang batas
faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja NAB kebisingan yang ditetapkan di
Indonesia adalah sebesar 85 dBA. Akan tetapi NAB bukan merupakan jaminan
sepenuhnya bahwa tenaga kerja tidak akan terkena risiko akibat bising tetapi
hanya mengurangi risiko yang ada (Budiono, 2003 dalam Putra, 2011).

Tabel 1
Nilai Ambang Batas Kebisingan

Waktu Pemaparan Per Hari Intensitas Kebisingan (Dba)
8 Jam 85
4

88
2

91
1

94
30 Menit 97
15

100
7,5

103
3,75

106
1,88

109
0,94

112
28,12 Detik 115
14,06

118
7,03

121
3,52

124
1,76

127
0,88

130
0,44

133
0,22

136
0,11

139
Catatan : Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat.
Sumber : Permenakertrans No. PER. 13/MEN/X/2011

Tabel 2
Tingkatan pajanan kebisingan maksimal selama 1 hari
Pada ruangan proses

No.
Tingkat Kebisingan
(dBA)
Pemaparan
Harian
1 85 8 jam
2 88 4 jam
3 91 2 jam
4 94 1 jam
5 97 30 menit
6 100 15 menit
Sumber : Kepmenkes No. 1405/MENKES/SK/X/2002

Peraturan Menteri Kesehatan No. 718/Menkes/Per/Xi/1987 tentang kebisingan
yang berhubungan dengan kesehatan membagi daerah menjadi empat bagian
seperti dalam tabel berikut (Leksono, 2009) :




Tabel 3
Pembagian Zone dan Kebisingan yang diperbolehkan

No. Zona
Tingkat Kebisingan (Dba)
Maksimum Yang
Dianjurkan
Maksimum Yang
Diperbolehkan
1
Zona A adalah zona yang
diperuntukkan bagi
tempat-tempat penelitian,
rumah sakit, tempat
perawatan kesehatan,
atau sosal dan sejenisnya.
35 45
2
Zona B adalah zona yang
diperuntukkan bagi
perusahaan, tempat
pendidikan,, reksreasi
dan sejenisnya.
45 55
3
Zona C adalah zona yang
diperuntukkan bagi
perkantoran, pertokoan,
perdagangan, pasar, dan
sejenisnya.
50 50
4
Zona D adalah zona yang
diperuntukkan bagi
industri pabrik, stasiun
kereta, terminal bus dan
sejenisnya.
60 70
Sumber : Leksono, 2009.


3.6 Kelembaban
Kelembapan udara menyatakan banyaknya uap air dalam udara. jumlah uap
air dalam udara ini sebetulnya hanya merupakan sebagian kecilsaja dari seluruh
atmosfer, yaitu hanya kira-kira 2 % dari jumlah masa. Akan tetapi uap air ini
merupakan komponen udara yang sangat penting ditinjau dari segi cuaca dan iklim.
Uap air adalah suatu gas, yang tidak dapat dilihat, yang merupakan salah satu bagian
dari atmosfer. Kabut dan awan adalah titik air atau butir-butir air yang melayang-
layang di udara. Kabut melayang-layang dekat permukaan tanah, sedangkan awan
melayang-layang di angkasa. Banyaknya uap air yang di kandung oleh hawa
tergantung pada temperatur. Makin tingggi temperatur makin banyak uap air yang
dapat dikandung oleh hawa (Hardjodinomo, 1975).
Kelembaban udara disuatu tempat berbeda-beda, tergantung pada tempatnya.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya, diantaranya:
Jumlah radiasi yang dipancatkan matahari yang diterima bumi, pengaruh daratan atau
lautan, pengaruh ketinggian (altitude) dan pengaruh angin (Handoko, 1994).
Dalam kelembaban ini kita mengenal beberapa istilah yaitu kelembaban
mutlak, kelembaban specifik dan kelembaban relatif. Kelembaban mutlak adalah
massa uap air yang berada dalam satu satuan udara yang dinyatakkan dalam gram/ m,
kelembaban specifik merupakan perbandingan massa uap air di udara dengan satuan
massa udara yang dinyatakkan dalam gram/ kilogram, sedangkan kelembaban relatif
merupakan perbandingan jumlah uap air di udara dengan jumlah maksimum uap air
yang kandung panas dan temperatur tertentu yang dinyatakkan dalam persen ( % )
(Kartasapoetra, 1990). Beberapa prinsip yang umum digunakan dalam pengukuran
kelembaban udara yaitu metode pertambahan panjang dan berat pada benda-benda
higroskopis, serta metode termodinamika. Alat pengukur kelembaban udara secara
umum disebut hygrometer sedangkan yang menggunakan metode termodinamika
disebut psikrometer (Kartasapoetra, 1990).
Terdapat beberapa standar pengukuran suhu yang ditetapkan oleh beberapa
sumber yang diperoleh dari serangkaian penelitian yang telah teruji. Suhu yang
nyaman 22 28
o
C dan kelembaban 70-80% serta kecepatan gerak udara dalam
ruangan 0,2 m/detik (Manuaba, 1998). Menurut Depkes: suhu yang nyaman dalam
rumah 18 30 o C. kelembaban 40 70%.
3.7 Kecepatan Angin
Kecepatan angin adalah kecepatan udara yang bergerak secara horizontal pada
ketinggian dua meter diatas tanah. Perbedaan tekanan udara antara asal dan tujuan
angin merupakan faktor yang menentukan kecepatan angin. Kecepatan angin akan
berbeda pada permukaan yang tertutup oleh vegetasi dengan ketinggian tertentu.
Kecepatan angin adalah jarak yang ditempuh oleh angin dalam per satuan waktu.
Kecepatan angin dinyatakan dalam knot/ jam,km/jam dan m/dtk. Kecepatan angin
dalam klimatologi adalah kecepatan angin horizontal pada ketingian dua meter dari
permukaan tanah yang ditanami dengan rumput. Kecepatan angin pada dasarnya
ditentukan oleh perbedaan tekanan udara antara tempat asal dan tujuan angin (sebagai
faktor pendorong ) dan resistensi medan yang dilaluinya. Sedangkan untuk menentukan
arah angin digunakan bendera angin yang satuannya diukur dalam derajat ( skala 0
0
-
360
0
). Kecepatan angin akan terus meningkat sejalan meningkatnya ketinggian
suatu tempat. Apabila topografi suatu tempat itu tinggi maka tekanan udaranya akan
menurun, kita ketahui bahwa angin bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan yang
rendah sehingga pada dataran tinggi kecepatan angin akan semakin kencang atau
tinggi. Terdapat beberapa standar gerak udara dalam ruangan , dimana standar ini
telah diteliti oleh beberapa ahli, salah satunya Manuaba. Menurut Manuaba gerak
udara dalam ruangan 0,2 m/detik (Manuaba ,1998).
3.8 Limbah Medis
Limbah medis adalah hasil buangan dari suatu aktivitas medis. Menurut Depkes
Republik Indonesia limbah klinis berbagai jenis buangan yang dihasilkan rumah
sakit dan unit-unit pelayanan kesehatan yang mana dapat membahayakan dan
menimbulkan gangguan kesehataan bagi pengunjung , masyarakat terutama petugas
yang menanganinya disebut sebagai limbah klinis. Limbah klinis berasal dari
pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinary, farmasi atau yang sejenisnya serta
limbah yang dihasilkan rumah sakit pada saat dilakukan perawatan, pengobatan atau
penelitian. Berdasarkan potensi bahaya yang ditimbulkannya limbah klinis dapat
digolongkan dalam limbah benda tajam, infeksius, jaringan tubuh, citotoksik,
farmasi, kimia, radio aktif dan limbah plastik ( Depkes RI. 2002)
1. Limbah benda tajam Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang
memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong
atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet
pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi
bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-
benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh,
bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif (Wisaksono, 2001).
2. Limbah infeksius Limbah infeksius mencakup limbah yang berkaitan
dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan
intensif) dan limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan
mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan atau isolasi penyakit
menular.
3. Limbah jaringan tubuh Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota
badan, darah dan cairan tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan
atau otopsi.
4. Limbah sitotoksik Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi
atau mungkin terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan,
pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik.
5. Limbah farmasi Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat
kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi
spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat-obat yang dibuang oleh
pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan
oleh institusi yang bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi
obat-obatan.
6. Limbah kimia Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari
penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, laboratorium, proses
sterilisasi, dan riset.
7. Limbah radioaktif Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi
dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio
nukleida. Limbah ini berbentuk padat, cair atau gas yang berasal dari
tindakan kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan bakteriologis. (Hendro :
2012)
Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan
sampah non klinis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini
bisa berasal dari kantor atau administrasi (kertas), unit pelayanan (berupa karton,
kaleng, botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa
pembungkus, sisa makanan atau bahan makanan, sayur dan lain-lain). (Hendro :
2012)
Pengolahan
Limbah medis harus sesegera mungkin diolah setelah dihasilkan dan penyimpanan
menjadi pilihan terakhir jika limbah tidak dapat langsung diolah (Singh: 2007)
Faktor penting dalam penyimpanan limbah medis adalah melengkapi tempat
penyimpanan dengan penutup, menjaga areal penyimpanan limbah medis tidak
tercampur dengan limbah non-medis, membatasi akses lokasi, dan pemilihan tempat
yang tepat. (Wikipedia : 2013)
Pengelolaan sampah terdiri dari pengumpulan, pengangkutan, pemprosesan,
pendaur-ulangan, atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya
mengacu pada material sampah yang dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya
dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau
keindahan. Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya
alam. Pengelolaan sampah bisa melibatkan zat padat, cair, gas, atau radioaktif
dengan metoda dan keahlian khusus untuk masing-masing jenis zat.
Metode pengelolaan sampah berbeda beda tergantung banyak hal, diantaranya tipe
zat sampah, tanah yang digunakan untuk mengolah dan ketersediaan area.
Pengelolaan sampah medis akan memiliki penerapan pelaksanaan yang berbeda-
beda antar fasilitas-fasilitas kesehatan, yang umumnya terdiri dari penimbulan,
penampungan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan.
1. Penimbunan ( Pemisahan Dan Pengurangan )
Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang
kontinyu yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran
penanganan dan penampungan sampah, pengurangan volume dengan
perlakuan pemisahan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun seperti
baterai bekas, bekas toner, dan sebagainya), dan non B3 serta menghindari
penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas
dari berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.
2. Penampungan
Penampungan sampah ini merupakan wadah yang memiliki sifat kuat,
tidak mudah bocor atau berlumut, terhindar dari sobek atau pecah,
mempunyai tutup dan tidak overload. Penampungan dalam pengelolaan
sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi kantong dan kontainer
seperti dengan menggunakan kantong yang bermacam warna seperti telah
ditetapkan dalam Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana
kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard untuk sampah
infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol citotoksik untuk limbah
citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif untuk
limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan domestik.
3. Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan
eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke
tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam
pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong sebagai yang
sudah diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana
dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus.
4. Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat
pembuangan di luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan
prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang terlibat.
Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah
medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor.
5. Pengolahan dan Pembuangan
Metode yang digunakan untuk mengolah dan membuang sampah medis
tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang
berkaitan dengan peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang
berpengaruh terhadap masyarakat. Teknik pengolahan sampah medis
(medical waste) yang mungkin diterapkan adalah :
a. Incinerasi
b. Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh C)
c. bersuhu 121
d. Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau
formaldehyde)
e. Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan
kimia sebagai desinfektan)
f. Inaktivasi suhu tinggi
g. Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi)
h. Microwave treatment
i. Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran
sampah)
j. Pemampatan/ pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume
yang terbentuk
Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses uji laboratorium tidak bisa
diurai hanya dengan aerasi atau activated sludge. Bahan-bahan itu mengandung
logam berat dan inveksikus, sehingga harus disterilisasi atau dinormalkan sebelum
dilempar menjadi limbah tak berbahaya. Untuk foto rontgen misalnya, ada cairan
tertentu yang mengandung radioaktif yang cukup berbahaya. Setelah bahan ini
digunakan. limbahnya dibuang.
Banyak pihak yang menyadari tentang bahaya ini. Namun, lemahnya peraturan
pemerintah tentang pengelolaan limbah rumah sakit mengakibatkan hingga saat ini
hanya sedikit rumah sakit yang memiliki IPAL khusus pengolahan limbah cairnya.




DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010, Pengaruh Kecepatan Angin, Online,
http://carapedia.com/pengaruh_kecepatan_angin_info936.html, diakses pada 20
Maret 2013.
Firdaus, Eqi. 2008. Tata Pencahayaan di Tempat Kerja. Online, http://the-
eqi.blogspot.com/2008/10/tata-pencahayaan-di-tempat kerja.html, diakses pada 26
Maret 2013
Ginanjar, 2012. Proposal Skripsi: Studi Pelaksanaan K3. Online.
http://blog.um.ac.id/anakibuku/metodologi-penelitian/proposal-skripsi-studi-
pelaksanaan-k3/, diakses pada 20 Maret 2013
Nahrowy, 2013. Fungsi dan Tugas Perawat. Online.
http://nahrowy.wordpress.com/2013/01/31/makalah-kesehatan-dan-keselamatan-
kerja-k3-fungsi-dan-tugas-perawat-dalam-k3/, diakses pada 20 Maret 2013
Wardana.2012. Laporan Praktikum Pengukuran. Online, http://cai-
sl.blogspot.com/2012/07/laporan-praktikum-pengukuran.html, diakses pada 26
Maret 2013
Dewi Junita, 2012, Tekanan Udara dan Kecepatan Angin, Online, http://mimmusa-
pudica.blogspot.com/2012/02/laporan-paraktikum-tekanan-udara-dan.html, diakses
pada 20 Maret 2013.
Singh VP, et al. 2007. Biomedical Waste Management - An Emerging Concern in Indian
Hospitals. India : J Forensic Med Toxicol
Hendro. 13 September 2013. Sampah Medis dan Pengolahannya. Online.
http://analisbantul.blogspot.com/2012/09/sampah-medis-dan-pengolahannya.html.
24 April 2013.
Wikipedia. 7 April 2013. Limbah Medis. Online.
http://id.wikipedia.org/wiki/Limbah_medis. 24 April 2013.
Muluc, Mulki. 11 November 2012. Pengelolaan dan Penanggulangan Sampah Medis.
Online. http://susanblogs18.blogspot.com/2012/11/pengelolaan-dan-
penanggulangan-sampah.html#ixzz2RNN3oWbN. 24 April 2013.
3.9 Pengukuran Kelelahan
Kelelahan adalah keluhan yang sangat umum, dan biasanya disebabkan oleh gaya
hidup. Seseorang merasa lelah karena banyak hal: tidur malam terlalu pendek, stres,
bekerja keras, dll. Kelelahan juga disebabkan penyakit yang memerlukan diagnosis dan
perawatan lebih lanjut, misalnya, penyakit jantung, sleep apnea (gangguan bernafas saat
tidur), hipotiroidisme, anemia, diabetes atau bahkan kanker. Dalam kebanyakan kasus,
perawatan yang paling efektif untuk kelelahan adalah istirahat dan tidur yang cukup.
PENGUKURAN KELELAHAN SECARA UMUM
Kuisioner 30 items kelelahan secara umum yang dimodifikasi dengan 4
skala Likert:
1. Apakah saudara merasa berat di bagian kepala?
a. Tidak berat c. Berat
b. Agak Berat d. Sangat berat
2. Apakah saudara merasa lelah pada seluruh badan?
a. Tidak Lelah c. Lelah
b. Agak Lelah d. Sangat lelah
3. Apakah kaki saudara merasa berat?
a. Tidak berat c. Barat
b. Agak berat d. Sangat berat
4. Apakah saudara menguap?
a. Tidak pernah c. Sering
b. Jarang d. Hampir setiap saat
5. Apakah pikiran saudara terasa kacau?
a. Tidak kacau c. Kacau
b. Agak kacau d. Sangat kacau
6. Apakah saudara merasa mengantuk?
a. Tidak mengantuk c. Mengantuk
b. Agak mengantuk d. Rasa kantuk tak bisa ditahan
7. Apakah saudara merasa ada beban pada mata?
a. Tidak terasa c. Terasa
b. Agak terasa d. Sangat terasa
8. Apakah saudara merasa kaku atau canggung saat bergerak?
a. Tidak kaku c. Kaku
b. Agak kaku d. sangat kaku
9. Apakah saudara merasa sempoyongan saat berdiri?
a. Tidak sempoyongan c. Sempoyongan
b. Agak Sempoyongan d. Sangat sempoyongan
10. Apakah ada perasaan ingin berbaring?
a. Tidak ingin berbaring c. Ingin berbaring
b. Agak ingin berbaring d. Keinginan ingin berbaring tidak dapat
ditaha lagi
11. Apakah saudara merasa susah berpikir?
a. Tidak susah c. Susah
b. Agak susah d. Sangat susah
12. Apakah Saudara merasa lelah untuk berbicara?
a. Tidak lelah c. Lelah
b. Agak lelah d. Sangat lelah
13. Apakah perasaan saudara menjadi gugup?
a. Tidak gugup c. Gugup
b. Agak gugup d. Sangat gugup
14. Apakah saudara tidak bisa berkonsentrasi?
a. Bisa berkonsetrasi c. Tidak bisa berkonsentrasi
b. Agak Bisa Berkonsentrasi d. Sangat bisa berkonsentrasi
15. Apakah saudara tidak dapat memusatkan perhatian terhadap sesuatu?
a. Dapat memusatkan perhatian c. Tidak dapat memusatkan perhatian
b. Agak dapat memusatkan perhatian d. Perhatian sangat kacau
16. Apakah saudara punya kecenderungan untuk lupa?
a. Tidak ada kecenderungan lupa c. Cenderung lupa
b. Aga cenderung lupa d. Sangat cenderung untuk lupa
17. Apakah saudara merasa kurang percaya diri?
a. Tetap percaya diri c. Kurang Percaya diri
b. Agak kurang percaya diri d. Sangat kurang percaya diri
18. Apakah saudara merasa cemas terhadap sesuatu?
a. Tidak cemas c. Cemas
b. Agal cemas d. Sangat cemas
19. Apakah saudara tidak dapat mengontrol sikap?
a. Dapat mengontrol sikap c. Tidak dapat mengintrol sikap
b. Agak dapat mengontrol sikap d. Sikap sangat tidak terkontrol
20. Apakah saudara merasa tidak dapat tekun dalam pekerjaan?
a. Tekun c. Tidak tekun
b. Agak tekun d. Sangat tekun
21. Apakah saudara merasa sakit kepala?
a. Tidak sakit c. Sakit
b. Agak sakit d. Sangat sakit
22. Apakah saudara merasa kaku di bagian bahu?
a. Tidak kau c. Kaku
b. Agak kaku d. Sangat kaku
23. Apakah saudara merasa nyeri di punggung?
a. Tidak nyeri c. Nyeri
b. Agak nyeri d. Sangat nyeri
24. Apakah nafas saudara terasa tertekan?
a. Tikdak tertekan c. Tertekan
b. Agak tertekan d. Sangat tertekan
25. Apakah saudara merasa haus?
a. Tidak haus c. Haus
b. Agak haus d. Sangat haus
26. Apakah suara saudar terasa serak?
a. Tidak serak c. serak
b. Agak serak d. Sangat serak
27. Apakah saudara merasa pening?
a. Tidak pening c. Pening
b. Agak pening d. Sangat pening
28. Apakah kelopak mata saudara terasa kejang?
a. Tidak kejang c. Kejang
b. Agak kejang d. Sangat kejang
29. Apakah anggota badan saudara terasa bergetar (tremor)?
a. Tidak bergetar c. Bergetar
b. Agak bergetar d. Sangat bergetar
30. Apakah saudar merasa kurang sahat?
a. Tetap segar c. kurang sehat
b. Agak kurang sehat d. Sangat kurang sehat (sakit)

You might also like