You are on page 1of 18

1) Staf pengajar dan peneliti Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura.

E-mail: rudi.sugiono@gmail.com
15
PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK (PHA)
DALAM PEMILIHAN LOKASI UNTUK RELOKASI BANDARA RAHADI
OESMAN KETAPANG KALIMANTAN BARAT
Rudi S. Suyono
1)

Abstract
Kabupaten Ketapang has an airport that named the Rahadi Oesman Airport. This airport owning
location situation which less profit for the development of service activities of air transportation in
the future because its location residing in midst of Kabupaten Ketapang and also located reside in
the nearby resident settlement. This condition generates the serious problem like noise resulted
from aircraft sound whether in its takeoff or landing position that can endanger the resident near
the airport location. Therefore it is required to be conducted a study to chosen the other; dissimilar
location for the relocation of the airport. This study identify the criterion used in choosing the
optimal airport location pursuant to technical aspect, aspect of operational and safety operate for
the air transport environmental aspect and. In this study is selected three alternative locations that
planned the new airport location, the locations are Desa Tempurukan, Desa Suka Bangun, and
Desa Pesaguan. The survey conducted with the respondent amount as much 200 people. Analyze
for the decision making of to use the method Process The Analytic Hierarchy (PHA), that is an
model capable to coordinate entire problem of decision making to chosen one most optimal
location. This assessment done by comparing a number of combinations from element exists in
each hierarchy level. Assessment conducted by comparing component of pursuant to assessment
scale. From result analyst obtained by pursuant to obtained technical criterion of most optimal
alternative location is Desa Tempurukan with the percentage is equal to 35%, Desa Suka Bangun
equal to 34% and Desa Pesagunan equal to 30%. Pursuant to criterion of operational and safety
operate for the air transport obtained a most optimal alternative location is Desa Tempurukan with
the percentage equal to 42%, Desa Suka Bangun equal to 38% and Desa Pesaguan equal to 20%.
While pursuant to obtained environmental criterion of most optimal alternative location is Desa
Tempurukan with the percentage equal to 58%, Desa Pesaguan equal to 25% and Desa Suka
Bangun equal to 17%. So that the conclusion from the result got one most optimal new Ketapang
Airport location is Desa Tempurukan.

Keywords: AHP, airport location, multi criterion analysis

1. PENDAHULUAN
Kabupaten Ketapang saat ini memiliki
satu Bandar Udara yaitu Bandar Udara
Rahadi Oesman yang terletak di Kota
Ketapang. Kabupaten Ketapang merupa-
kan kabupaten yang daerahnya mulai ber-
kembang, ini dibuktikan bahwa pada saat
ini Kabupaten Ketapang telah dimekar-
kan menjadi dua Kabupaten yaitu Kabu-
paten Ketapang dan Kabupaten Kayong
Utara, sehingga keinginan setiap peme-
rintahan daerah untuk memajukan dae-
rahnya semakin besar. Seperti halnya
kebutuhan masyarakat akan transportasi
udara saat ini yang menyebabkan sema-
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 10 NOMOR 1 JUNI 2010

16
kin meningkatnya kebutuhan akan ang-
kutan udara setiap tahunnya maka Bandar
Udara Rahadi Oesman diharapkan harus
mampu melayani penumpang yang datang
maupun pergi di Kabupaten Ketapang,
dan juga lebih dapat meningkatan
kualitas, kuantitas dan kapasitas pesawat.
Keunggulan menggunakan pesawat
terbang adalah efisiensi waktu perjalanan
yang dapat dilakukan dalam waktu
singkat bila dibandingkan dengan
transportasi darat, transportasi laut dan
sungai. Untuk pelayanan jasa angkutan
udara melalui Bandar Udara Rahadi
Oesman yaitu dengan menggunakan
pesawat Cassa dan ATR-42 dengan 3 kali
penerbangan untuk rute penerbangan
Pontianak Ketapang memerlukan
waktu tempuh penerbangan 55 menit
sedangkan untuk rute penerbangan
Ketapang Pangkalan Bun
Semarang/Surabaya hanya memerlukan
waktu tempuh penerbangan 40 menit
(dari penerbangan Pangkalan Bun)
dengan pesawat Cassa setiap hari kecuali
hari minggu (1 kali penerbangan). Jika
dibandingkan dengan menggunakan
transportasi laut untuk rute Pontianak
Ketapang yang memerlukan waktu
tempuh selama 6 jam dengan
menggunakan kapal cepat (Exspress)
setiap hari, dan untuk rute Semarang
Ketapang memerlukan waktu selama
24 jam dengan menggunakan kapal Pelni
(KM. RORO) dua Minggu sekali.
Dengan adanya kondisi seperti ini,
tentunya efisien waktu lebih tinggi
diberikan oleh transportasi udara melalui
pesawat terbang dari pada melalui sarana
transportasi laut.
Lokasi Bandara Rahadi Oesman Keta-
pang memiliki letak lokasi yang kurang
menguntungkan untuk pengembangan
pelayanan jasa transportasi udara di masa
yang akan datang. Hal ini dikarenakan
lokasi Bandara Rahadi Oesman Ketapang
berada di tengah-tengah kawasan kota
Ketapang yang berada di dekat pemu-
kiman penduduk, sehingga suara yang
diakibatkan dari bunyi pesawat dapat
menimbulkan kebisingan bagi penduduk,
karena letaknya dekat dengan permu-
kiman penduduk maka bila terjadi
kesalahan pada saat take off maupun
landing dapat membahayakan penduduk
yang berada di sekitar bandara ini. Oleh
karena itu, perlu dilakukannya pemindah-
an lokasi Bandar Udara Rahadi Oesman
ke daerah yang lebih memungkinkan
Bandara untuk dikembangkan lagi,
sehingga Bandar Udara yang baru
mampu meningkatkan pelayanan
transportasi udara serta mampu melayani
kebutuhan akan angkutan udara di
Kabupaten Ketapang dan sekitarnya.
Maksud pelaksanaan studi ini adalah
melakukan kajian alternatif lokasi terpilih
sebagai Bandar Udara di Kabupaten
Ketapang. Sedangkan tujuan penelitian
ini adalah :
1 Mengidentifikasi kriteria-kriteria
yang dapat dipakai dalam memilih
lokasi bandar udara yang optimal
berdasarkan aspek teknis, aspek
operasional dan keselamatan operasi
penerbangan dan aspek lingkungan.
2 Untuk mendapatkan lokasi bandar
udara yang paling efektif dan efisien
Penggunaan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) dalam Pemilihan Lokasi untuk Relokasi Bandara
Rahadi Oesman Ketapang Kalimantan Barat
(Rudi S. Suyono)

17
sehingga bandar udara dapat
digunakan secara optimal.
Lokasi studi adalah tiga alternatif lokasi
rencana pembangunan bandar udara baru
di Kabupaten Ketapang, lokasi-lokasi
tersebut adalah Desa Tempurukan, Desa
Suka Bangun, dan Desa Pesaguan
Kabupaten Ketapang.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Hirarki Analitik (PHA)
Proses Hirarki Analitik adalah suatu
model yang luwes yang memberikan
kesempatan bagi perorangan atau
kelompok untuk membangun gagasan-
gagasan dan mendefinisikan persoalan
dengan cara membuat asumsi mereka
masing-masing dan memperoleh
pemecahan yang diinginkan darinya.
Kelebihan PHA ini adalah kemampuan-
nya jika dihadapkan pada situasi yang
kompleks atau berkerangka di mana data
informasi statistik dari masalah yang
dihadapi sedikit. Data yang ada hanya
bersifat kualitatif yang didasarkan pada
persepsi, pengalaman atau intuisi. Jadi,
masalah tersebut dapat dirasakan dan
diamati namun kelengkapan data
numerik tidak menunjang untuk
dimodelkan secara kuantitatif.
Ada tiga prinsip dasar dalam Proses
Hirarki Analitik, yaitu :
a. Menyusun hirarki ialah memecah
persoalan menjadi unsur yang
terpisah-pisah.
b. Penetapan Prioritas ialah menentukan
peringkat elemen-elemen menurut
relatif pentingnya.
c. Konsistensi Logis ialah menjamin
bahwa semua elemen dikelompokkan
secara logis dan diperingkatkan
secara konsistensi sesuai dengan
suatu kriteria yang logis.
2.2 Perbandingan Berpasangan
Tahap terpenting dari Proses Hirarki
Analitik adalah penilaian Perbandingan
Pasangan. Penilaian ini dilakukan dengan
membandingkan sejumlah kombinasi dari
elemen yang ada pada setiap tingkat
hirarki. Penialian dilakukan dengan
membandingkan komponen-komponen
berdasarkan skala penilaian (Saaty, 1993)
seperti pada Tabel 1.
Untuk perbandingan ini, matrik
merupakan bentuk yang disukai sebab
disamping sederhana dan biasa dipakai,
juga memberikan kerangka untuk
pengujian konsistensi dan memberikan
jalan untuk membuat segala
perbandingan yang mungkin. Contoh
bentuk matriks untuk perbandingan
berpasangan terlihat pada Tabel 2.
Dalam contoh diatas C adalah kriteria
yang akan digunakan sebagai dasar
perbandingan A
1
, A
2
, , A
n
adalah
elemen-elemen pada satu tingkat tepat
dibawah C. Dalam matrik ini elemen A1
pada kolom paling kiri dibandingkan
dengan elemen A
1
, A
2
, , P
n
pada baris
paling atas Selanjutnya hal yang sama
dilakukan terhadap A
2
, dan seterusnya.
Untuk membandingkan elemen-elemen
ini diajukan pertanyaan: seberapa kuat
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 10 NOMOR 1 JUNI 2010

18
elemen atau aktivitas memiliki,
mendominasi, mempengaruhi, memenuhi
atau menguntungkan sifat tersebut
dibandingkan. Untuk mengisi matrik
banding berpasangan, digunakan
bilangan untuk menggambarkan relative
pentingnya suatu elemen atas elemen
lainnya, berkenaan dengan suatu sifat
atau kriteria.
2.3 Konsistensi
Dalam persoalan pengambilan keputusan
penting untuk mengetahui betapa baiknya
konsistensi pengambil keputusan.
Semakin banyak faktor yang harus
Tabel 1. Perbandingan berpasangan antarvariabel
Tingkat
kepentingan
Definisi variabel Penjelasan
1 Kedua elemen sama pentingnya
Kedua elemen memberikan pengaruh
yang sama pentingnya
3
Elemen yang satu sedikit lebih
penting dibanding dengan elemen
lainnya
Pengalaman dan pertimbangan sedikit
memihak elemen satu dibanding yang
lainnya
5
Elemen yang satu lebih esensial
atau sangat penting dari elemen
lainnya
Pengalaman dan penilaian dengan kuat
memihak elemen satu dibanding yang
lainnya
7
Elemen yang satu lebih jelas
penting dibandingkan elemen
yang lainnya
Elemen yang satu dengan kuat disukai
dan didominasinya tampak nyata dalam
praktek
9
Satu elemen mutlak lebih penting
dibanding elemen yang lainnya
Bukti yang memihak elemen yang satu
atas yang lain berada pada tingkat
persetujuan tertinggi yang mungkin
2,4,6,8
Nilai-nilai tengah antara dua
penilaian yang berdekatan
Diperlukan kompromi antara dua
pertimbangan
Kebalikan
dari nilai
diatas
Jika untuk nilai aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan
aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i.
Tabel 2. Contoh matriks perbandingan
berpasangan
C A
1
A
2
A
n

A
1
1
A
2
1
1
A
n
1
Penggunaan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) dalam Pemilihan Lokasi untuk Relokasi Bandara
Rahadi Oesman Ketapang Kalimantan Barat
(Rudi S. Suyono)

19
dipertimbangkan, semakin sukar untuk
mempertahankan konsistensi, ditambah
lagi adanya intuisi dan faktor-faktor lain
yang membuat orang mungkin
menyimpang dari kekonsistensian.
Meskipun demikian sampai kadar
tertentu perlu diperoleh hasil-hasil yang
valid dalam dunia nyata. Saaty mengaju-
kan indeks konsistensi untuk mengukur
seberapa besar konsistensi pengambil
keputusan dalam membandingkan
elemen-elemen dalam matrik penilaian.
Selanjutnya indeks konsisten ditransfer
sesuai dengan orde atau ukuran matrik
menjadi suatu rasio konsistensi. Rasio
konsistensi harus 10%, jika tidak
pertimbangan yang telah dibuat mungkin
akan acak dan perlu diperbaiki.
2.3.1 Formula Matematis
Misalnya matrik banding berpasangan
Proses Hirarki Analitik dengan n baris
dan n kolom adalah :
(

n n
n
ai an
ai ai
.....
......
1

dengan a
ij
= 1/a
ij
dan semua a
ij
> 0.
Kemudian P
i
adalah prioritas untuk
faktor ke-i. Jumlah tiap kolom matriks
dan kalikan tiap jumlah dengan P
i
yang
bersesuaian. Jumlahkan n perkalian ini
dan nyatakan hasilnya dengan
maks
.
Rumus selengkapnya adalah :

= = =
+ + + =
n
i
n n
n
i
n
i
maks
ai P ai P ai P
1 1
2 2
1
1 1
.....
(1)
Jika matrik konsisten maka
maks
= n.
Indeks konsistensi (Consistenscy Indeks,
CI) adalah
1

=
n
n
CI
maks
(2)
Dari rumus ini berarti harus diperoleh

maks
n untuk matriks banding
berpasangan. Selanjutnya, CI
dibandingkan dengan indeks konsistensi
random (Random Index, RI) yang
bersesuaian dengan Tabel 3.
Random Indeks (RI) merupakan indeks
konsistensi matrik random dengan skala
penilaian 1 sampai 9 bersama entri-entri
kebalikannya. Perlu diperhatikan bahwa
matrik berorde 1 dan 2 adalah konistensi
sehingga rumus CI (RI) tidak berlaku.
Tabel 3. Indeks random untuk orde
matriks
Ukuran matriks Random indeks
1 0
2 0
3 0,58
4 0,9
5 1,12
6 1,24
7 1,32
8 1,41
9 1,45
10 1,49
11 1,51
12 1,54
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 10 NOMOR 1 JUNI 2010

20
Perbandingan antara CI dan RI untuk
suatu matriks didefinisikan sebagai Rasio
Konsistensi (CR).
CR = CI / RI (3)
Menurut Saaty hasil penilaian yang
diterima matrik yang mempunyai
perbandingan konsistensi 0,10 maka
hasil penilaian dapat diterima atau
dipertanggungjawabkan. Jika tidak maka
pengambilan keputusan harus meninjau
ulang masalah dan merevisi matriks
banding berpasangan.
2.3.2 Pengujian Konsistensi Hirarki
Setelah dilakukan perhitungan untuk
matriks, selanjutnya perlu diuji apakah
yang telah dibuat konsistensi. Total CI
dari suatu hirarki diperoleh dengan jalan
melakukan pembobotan tiap CI dengan
prioritas elemen yang berkaitan dengan
faktor-faktor yang sedang dibandingkan,
dan kemudian menjumlahkan seluruh
hasilnya. Dasar untuk menguji
konsistensi dari suatu level hirarki adalah
mengetahui hasil konsistensi indeks dan
vektor eigen dari suatu matriks banding
berpasangan pada tingkat hirarki tertentu.
Rumus lengkapnya adalah sebagai
berikut :
CH = CI
1
+ (EV
1
) (CI
2
) (4)
CH = RI
1
+ (EV
1
) (RI
2
) (5)
CRH = CH / CH (6)
di mana
CRH: rasio konsistensi hirarki
CH : konsistensi hirarki terhadap indeks
konsistensi dari matrik banding
berpasangan
CH : konsistensi hirarki terhadap indeks






































Gambar 1. Diagram alir analisis data

Mulai
Model Keputusan
Penilaian Elemen Model
Data Matriks Berbanding
Berpasangan
Perhitungan Bobot Parsial
Pengujian Konsistensi
Penilaian
s 0,1
Sintesis Model
Pengujian Konsistensi
Hirarki
s 0,1
Selesai
Ya
Ya
T
i
d
a
k

T
i
d
a
k

Penggunaan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) dalam Pemilihan Lokasi untuk Relokasi Bandara
Rahadi Oesman Ketapang Kalimantan Barat
(Rudi S. Suyono)

21
random dari matrik banding
berpasangan
CI
1
: indeks konsistensi dari matrik
banding berpsangan dari hirarki
level kedua, dalam bentuk vektor
kolom
CI
2
: indeks konsistensi dari matrik
banding berpasangan dari hirarki
level kedua, dalam bentuk vektor
kolom
EV
1
: vektor eigen dari matrik banding
berpasangan dari hirarki level
RI
1
: indeks random dari orde matrik
banding berpasangan pada level 1
RI
2
: indeks random dari orde matrik
banding berpasangan pada level 2
dalam bentuk vektor kolom.
3. METODOLOGI
3.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini pada dasarnya merupakan
perpaduan dua dasar, yaitu survey
kuisioner (questionaire survey) dan
survey wawancara (interview survey).
Dimana lembar kuisioner langsung
dibawa oleh tenaga survey (surveyor)
kepada setiap responden sehingga
diharapkan dapat lebih memperjelas
maksud yang dikandung dalam kuisioner
tersebut, selain itu surveyor juga
bertindak sebagai pewawancara.
Pelaksanaan survey di Kota Ketapang
dilakukan wawancara pada masyarakat
setempat dan juga pada instansi terkait
yaitu pada Kantor Bappeda Ketapang,
Dinas Perhubungan Ketapang dan
Departemen Perhubungan Bandar Udara
Rahadi Oesman. Para responden yang
menjadi target wawancara dalam
pelaksanaan survey ini terdiri dari
berbagai golongan masyarakat yaitu
pelajar, mahasiswa, pegawai negeri
maupun pegawai swasta, pedagang dan
masyarakat umum. Hal ini didasarkan
bahwa jika nantinya dibangun Bandar
Udara Ketapang para responden maupun
masyarakat Kabupaten Ketapang sendiri
adalah sebagai pengguna bandar udara
tersebut.
3.2 Jumlah Sampel
Jumlah sampel yang diperlukan untuk
penelitian ditentukan oleh tiga hal, yaitu
pertama seberapa besar tingkat
kepercayaan terhadap hasil yang akan
diperoleh (confidence level), kedua nilai
standar deviasi yang diperoleh melalui
penaksiran rataan sampel, dan ketiga
dipengaruhi oleh beberapa penyimpangan
(galat) yang diperkenankan, yaitu
kesalahan atau perbedaan antara rataan
yang diperoleh dari sampel dan rataan
sesungguhnya (populasi). Menurut
(Wapole, 1974), besarnya jumlah sampel
minimum dapat diperoleh dari
persamaan:
2
(

=
x
zs
n
di mana
n : jumlah sampel
z : standar kesalahan yang dapat
diterima (Acceptable Standard
Error)
s : standar devisiasi (deviation
standard)
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 10 NOMOR 1 JUNI 2010

22
x - : Acceptable Sampling Error = 0,05
nilai rata-rata sampel.
Untuk mengetahui jumlah sampel
minimum ini telah dilakukan survey
pendahuluan (pilot survey) dengan
jumlah sampel minimal sebanyak 30
buah sampel (responden). Rekapitulasi
hasil survey pendahuluan untuk mencari
jumlah sampel minimum terlihat pada
Tabel 4.
Selanjutnya perhitungan jumlah sampel
minimum adalah sebagai berikut:
X
rata-rata
=

Fi
Xi Fi.
=
30
000 . 500 . 36

= 1.216.666,667
s = ) ) ((
1
1
2
i rata rata i
F X X
n


= ) 670 , 666 . 666 . 416 . 685 . 4 (
1 30
1


= 401.952,848
Standar kesalahan yang dapat diterima
(acceptable standard error) atau z
dapat ditentukan dengan asumsi tingkat
kepercayaan (level of convidence)
sebesar 95% sehingga dengan mengguna-
kan tabel diperoleh nilai z = 1,96.
Standar kesalahan yang dapat diterima :
(x ) = 0,05 rata-rata
= 0,05 1.216.666,667
= 60.833,333.
Sehingga didapat jumlah sampel
minimum:
n =
2
(

x
zs

=
2
60.833,333
8 401.952,84 x 1,96
(

= 167,72.
Berdasarkan perhitungan diatas diperoleh
jumlah sampel minimum sebanyak 168
responden oleh karena itu dalam studi ini
akan menggunakan sampel sebanyak 200
responden.
Tabel 4. Rekapitulasi pendapatan per bulan responden hasil survey pendahuluan
Pendapatan per bulan X
i
F
i
F
i
X
i
(X
i
X
rata-rata
)
2
(X
i
X)
2
F
i

< 500.000 375.000 2 750.000 708.402.777.777,778 1.416.805.555.555,560
500.000 750.000 625.000 3 1.875.000 350.069.444.444,445 1.050.208.333.333,330
750.000 1.000.000 875.000 3 2.625.000 116.736.111.111,111 350.208.333.333,333
1.000.000 1.250.000 1.125.000 6 6.750.000 8.402.777.777,778 50.416.666.666,667
1.250.000 1.500.000 1.375.000 6 8.250.000 25.069.444.444,444 150.416.666.666,667
> 1.500.000 1.625.000 10 16.250.000 166.736.111.111,111 1.667.361.111.111,110
Jumlah 30 36.500.000 1.375.416.666.666,670 4.685.416.666.666,670
Penggunaan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) dalam Pemilihan Lokasi untuk Relokasi Bandara
Rahadi Oesman Ketapang Kalimantan Barat
(Rudi S. Suyono)

23
3.3 Variabel Kriteria dan Sub
Kriteria dalam PHA
Variabel yang digunakan dalam
penyusunan kuesioner pemilihan lokasi
bandara terbaik dengan metode PHA ini
menggunakan tiga kriteria yaitu kriteria
teknis, kriteria operasional dan kesela-
matan operasi penerbangan dan kriteria
lingkungan. Masing-masing kriteria ini
memiliki beberapa subkriteria. Kriteria
teknis memiliki subkriteria (a) kondisi
topografi, struktur tanah, hidrologi dan
geologi, (b) jarak bandar udara dengan
pusat kota, (c) Aksesibilitas dari dan ke
bandar udara, (d) tersedianya infrastruk-
tur penunjang ke bandar udara, (e)
ketersediaan lahan untuk pengembangan
bandar udara, (f) kesesuaian dengan
RTRW. Kriteria operasional dan kesela-
matan operasi penerbangan memiliki
subkriteria (a) jarak dengan bandara ter-
dekat, (b) kawasan keselamatan operasi
penerbangan, (c) kondisi meteorologi.
Kriteria lingkungan memiliki subkriteria
(a) kondisi tingkat perubahan alam yang
akan terjadi, (b) kawasan perairan di se-
kitar bandar udara, (c) kawasan pariwisata
di sekitar lokasi bandar udara, (d) dam-
pak terhadap penduduk sekitar lokasi.
4. PAPARAN DATA HASIL
SURVEY
4.1 Rekapitulasi Karakteristik
Responden
Dari rekapitulasi hasil survey terhadap
responden berdasarkan jenis pekerjaan
diperoleh hasil persentase terbesar adalah
pegawai negeri sipil dan urutan kedua
adalah swasta. Tabel 5 adalah hasil
lengkap rekapitulasi responden berdasar-
kan jenis perkerjaan.
Rekapitulasi hasil survey terhadap
responden berdasarkan tingkat
pendapatan diperoleh hasil persentase
terbesar adalah responden yang memiliki
pendapatan lebih besar dari Rp.
1.500.000,-. Tabel 6 adalah hasil lengkap
rekapitulasi responden berdasarkan
tingkat pendapatan.
Tabel 5. Rekapitulasi responden
berdasarkan jenis pekerjaan
Jenis
Pekerjaan
Jumlah
(Orang)
Presentase
(%)
PNS 106 53
Swasta 56 28
ABRI 4 2
Pelajar/
mahasiswa
6 3
Pedagang 18 9
Lain-lain 10 5
Jumlah 200 100
Tabel 6. Rekapitulasi responden berda-
sarkan tingkat pendapatan
Penghasilan/ bulan
Jumlah
(Orang)
Presen-
tase (%)
< Rp. 500.000 16 8
< Rp 500.000 Rp 750.000 4 2
< Rp750.000Rp1.000.000 14 7
< Rp1.000.000Rp1.250.000 14 7
< Rp1.250.000Rp1.500.000 18 9
< Rp 1.500.000 134 67
Jumlah 200 100
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 10 NOMOR 1 JUNI 2010

24
Berdasarkan hasil survey terhadap letak
lokasi badara baru, Desa Tempurukan
memperoleh persentase terbesar diikuti
oleh Desa Sukabangun dan Desa
Pesaguan. Hasil lengkap rekapitulasi
responden terhadap lokasi bandara baru
dapat dilihat pada Tabel 7.
4.2 Alternatif Lokasi Bandara Baru
Adapun alternatif lokasi bandara baru
adalah Kecamatan Muara Pawan Desa
Tempurukan, Kecamatan Delta Pawan
Desa Suka Bangun, dan Kecamatan
Matan Hilir Selatan Desa Pesaguan.
Alternatif-alternatif lokasi ini diperoleh
dengan memperhatikan aspek teknis,
aspek operasional dan keselamatan
operasi penerbangan, aspek lingkungan
dan dengan mempertimbangkan bahwa
kecamatan-kecamatan tersebut merupa-
kan daerah yang berdekatan dan memiliki
aksesibilitas yang baik dengan Kota
Ketapang. Adapun lokasi ketiga alternatif
tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
4.2.1 Lokasi Alternatif I
Lokasi alternatif I (Gambar 3) ini adalah
Kecamatan Muara Pawan Desa
Tempurukan. Dipilihnya Kecamatan
Muara Pawan sebagai salah satu
alternatif lokasi pengembangan bandar
udara di Kabupaten Ketapang antara lain
dikarenakan:
1. Kecamatan Muara Pawan merupakan
daerah yang dekat dengan pusat kota
sehingga memiliki akses yang cukup
baik dari dan ke Kota Ketapang.
2. Kecamatan Muara Pawan sangat
strategis karena memiliki akses yang
menghubungkan kabupaten lainnya
yaitu Kabupaten Kayong Utara.
3. Ditinjau dari ketersediaan lahan untuk
pengembangan bandar udara, daerah
Tabel 7. Rekapitulasi responden terhadap lokasi bandara baru
Letak Lokasi Bandara Jumlah (Orang) Presentase (%)
Kecamatan Muara Pawan (Desa Tempurukan) 134 67
Kecamatan Delta Pawan (Desa Suka Bangun) 46 23
Kecamatan Matan Hilir Selatan (Desa Pesaguan) 20 10
Jumlah 200 100




Gambar 2. Alternatif lokasi bandar
udara baru
Penggunaan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) dalam Pemilihan Lokasi untuk Relokasi Bandara
Rahadi Oesman Ketapang Kalimantan Barat
(Rudi S. Suyono)

25
Muara Pawan memungkinkan untuk
berkembang, dimana lokasi bandar
udara tersebut tidak berdekatan
dengan pemukiman penduduk
sehingga terjadinya pengembangan
bandar udara tidak mengganggu
pemukiman penduduk.
4. Kondisi struktur tanah tergolong baik
dan layak untuk digunakan sebagai
lokasi bandar udara.
5. Aksesibilitas jalan akses untuk keluar
masuk ke daerah tersebut juga
tersedia.
6. Ketebalan kabut didaerah ini
tergolong rendah sehingga sangat
logis untuk pembangunan suatu
bandar udara di Ketapang.
Kecamatan Muara Pawan memiliki luas
daerah 61.060 Ha atau sekitar 1,93% dari
luas Kabupaten Ketapang sehingga
sangat memungkinkan adanya lahan
pembangunan serta lahan pengembangan
bandar udara. Kecamatan Muara Pawan
terletak 25 Km dari kota Ketapang.
Jalan utama ruas Ketapang Muara
Pawan berupa jalan Kabupaten dengan
fungsi arteri primer dan memiliki kondisi
jalan sedang sampai baik dengan
perkerasan aspal. Kondisi topografi pada
Kecamatan Muara Pawan adalah relatif
datar sampai berbukit-bukit. Luas
wilayah datar sebesar 49.850 Ha
sedangkan luas wilayah berbukitnya
hanya sebesar 2.800 Ha. Struktur tanah
Kecamatan Muara Pawan mempunyai
daya dukung tanah dasar (nilai CBR)
lapangan rata-rata adalah 3,45% sehingga
dapat dikatakan kondisi struktur tanah
adalah tanah keras dan layak untuk
dibangun bandar udara.
4.2.2 Lokasi Alternatif II
Lokasi alternatif II (Gambar 4) ini berada
pada wilayah Kecamatan Delta Pawan
Desa Suka Bangun. Secara fungsional,
identifikasi alternatif lokasi bandara
nantinya tidak saja akan memberikan
dampak terhadap wilayah desa tersebut
tetapi juga akan mempengaruhi sistem
pergerakan kota secara umum. Kecamat-
an Delta Pawan memiliki struktur tanah













Gambar 3. Lokasi Alternatif I : Kecamatan Muara Pawan (Desa Tempurukan)
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 10 NOMOR 1 JUNI 2010

26
yang baik dan cukup layak untuk dipilih
sebagai salah satu alternatif lokasi bandar
udara di Ketapang. Disamping itu aksesi-
bilitas keluar masuk daerah ini juga terse-
dia berikut infrastrukturnya. Kendala yang
ada di Kecamatan Delta Pawan yaitu
daerah pemukiman yang cukup besar,
karena dilihat dari kawasan keselamatan
operasi penerbangan daerah pemukiman
merupakan termasuk obstacle.
Kecamatan Delta Pawan dengan luas
daerah 7.400 Ha atau persentasenya
terhadap Luas Kabupaten Ketapang
sebesar 0,23%. Kecamatan Delta Pawan
sendiri terletak 7,1 Km dari Kota
Ketapang. Kondisi topografi pada Keca-
matan Delta Pawan yaitu mempunyai
struktur tanah dengan nilai CBR
lapangan rata-rata adalah 7,76%. Hal ini
berarti struktur tanah di Kecamatan Delta
Pawan termasuk tanah keras.
4.2.3 Lokasi Alternatif III
Lokasi alternatif III (Gambar 5) berada
pada Kecamatan Matan Hilir Selatan
Desa Pesaguan. Dengan melihat pola
aliran barang dari atau menuju
Kecamatan Matan Hilir Selatan, dapat
dipahami bahwa pengembangan kegiatan
ekonomi tidak terlepas dari adanya
keterkaitan dengan potensi dan
kepentingan pengembangan wilayah
yang lebih luas termasuk pedesaan
sekitar kota, oleh karena itu kemajuan
dan perkembangan daerah ini perlu
ditingkatkan. Salah satu cara untuk
menunjang kemajuan perkembangan
daerah adalah adanya sarana transportasi
seperti dibangunnya bandar udara. Bila
ditinjau dari ketersediaan lahan, lokasi ini
memungkinkan untuk berkembang
karena memiliki lahan yang relatif luas
untuk dibangunnya sebagai suatu bandar
udara. Dari segi struktur tanah, kondisi
tanahnya baik dan layak untuk dibangun
suatu bandar udara.
Kecamatan Matan Hilir Selatan dengan
luas daerah 1.813 km
2
atau sebesar
5,74% dari keseluruhan luas Kabupaten
Ketapang dan terletak 30 km dari kota
Ketapang. Kecamatan Matan Hilir













Gambar 4. Lokasi Alternatif II : Kecamatan Delta Pawan (Desa Suka Bangun)
Penggunaan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) dalam Pemilihan Lokasi untuk Relokasi Bandara
Rahadi Oesman Ketapang Kalimantan Barat
(Rudi S. Suyono)

27
Selatan mempunyai nilai CBR lapangan
rata-rata adalah 9,05%, yang berarti
kondisi struktur tanah merupakan tanah
keras.
5. ANALISIS DATA
Analisis metode PHA dilakukan terhadap
hasil jawaban responden dari kuesioner
yang telah diberikan, pembahasan terha-
dap hasil analisis dapat dilihat berikut ini.
5.1 Analisis Bobot terhadap
Subkriteria
Hasil analisa bobot untuk untuk masing-
masing sub kriteria pada kriteria Teknis,
kriteria Operasional dan Keselamatan
Operasi Penerbangan dan kriteria Ling-
kungan dengan metode Proses Hirarki
Analitik (PHA) dapat dilihat pada Tabel 8.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan
metode PHA untuk kriteria teknis, untuk
kondisi topografi, struktur tanah,
hidrologi dan geologi mendapat
persentase yang paling besar yaitu
sebesar 41%. Untuk jarak bandar udara
dengan pusat kota yaitu sebesar 18%.
Untuk aksesibilitas dari dan ke bandar
udara persentasenya sebesar 21%.
Kemudian tersedianya infrastruktur
penunjang bandar udara persentasenya
sebesar 7%. Serta ketersedian lahan
untuk pengembangan bandar udara
memiliki persentase sebesar 10%.
Sedangkan untuk kesesuaian dengan
RTRW persentasenya sebesar 4%. Hal
ini berarti kondisi topografi, struktur
tanah, hidrologi dan geologi merupakan
aspek yang paling penting dalam
pemilihan lokasi bandar udara karena
kriteria ini sangat berpengaruh dalam
pembangunan kontruksi bandar udara
serta keselamatan penerbangan.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan
metode PHA untuk kriteria operasional
dan keselamatan operasi penerbangan,
didapat jarak dengan bandara terdekat
hanya berpersentase 10%. Kemudian
kawasan keselamatan operasi penerbang-














Gambar 5. Lokasi Alternatif III: Kecamatan Matan Hilir Selatan (Desa Pesaguan)
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 10 NOMOR 1 JUNI 2010

28
an memiliki persentase terbesar yaitu
51%, sedangkan kondisi meteorologi
mendapat persentase sebesar 39%. Dengan
demikian kriteria kawasan keselamatan
operasi penerbangan merupakan aspek
terpenting, hal ini dikarenakan kriteria ini
sangat menyangkut tentang keamanan
maupun kelancaran operasi penerbangan
pada bandar udara.
Hasil perhitungan dengan metode PHA
untuk kriteria lingkungan adalah untuk
tingkat perubahan alam yang terjadi
persentasenya sebesar 26%, untuk kondisi
perairan di sekitar kawasan bandar udara
berpersentase sebesar 12%. Kriteria yang
lainnya yaitu kawasan pariwisata di
sekitar lokasi bandar udara memiliki
persentase sebesar 7%. Sedangkan
persentase terbesar didapat pada dampak
terhadap penduduk sekitar lokasi bandara
yaitu sebesar 56%. Dengan demikian
dalam pemilihan lokasi bandar udara
sangat penting untuk memperhatikan
kriteria ini, karena suatu lokasi bandar
udara harus mempunyai dampak yang
sangat kecil atau bahkan tidak
mempunyai dampak terhadap penduduk
sekitarnya terutama dampak negatif.
Dampak yang sering terjadi adalah
kebisingan serta polusi lingkungan.
5.2 Analisis Bobot terhadap
Alternatif Lokasi
Hasil analisis bobot untuk masing-masing
alternatif lokasi bandara terhadap subkri-
teria dapat dijelaskan pada Tabel 9-11.
Tabel 8. Hasil analisis bobot untuk setiap kriteria
No Kriteria Subkriteria Bobot
1 Teknis
Kondisi Topografi, Struktur Tanah, Hidrologi dan Geologi 0,41
Jarak Bandar Udara dengan Pusat Kota 0,18
Aksesibilitas dari dan ke Bandar Udara 0,21
Tersedianya Infrastruktur Penunjang ke Bandar Udara 0,07
Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Bandar Udara 0,10
Kesesuaian dengan RTRW 0,04
2
Operasional dan
Keselamatan
Operasi
Penerbangan
Jarak dengan Bandara Terdekat 0,10
Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan 0,51
Kondisi Meteorologi 0,39
3 Lingkungan
Kondisi Tingkat Perubahan Alam yang Terjadi 0,26
Kondisi Perairan di Sekitar Kawasan Bandar Udara 0,12
Kawasan Pariwisata di Sekitar Lokasi Bandar Udara 0,07
Dampak Terhadap Penduduk Sekitar Lokasi 0,56
Penggunaan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) dalam Pemilihan Lokasi untuk Relokasi Bandara
Rahadi Oesman Ketapang Kalimantan Barat
(Rudi S. Suyono)

29
5.3 Nilai Pembobotan Masing-
Masing Alternatif Lokasi Bandar
Udara
Untuk mendapatkan lokasi optimal
bandar udara dari ketiga alternatif lokasi
bandar udara, maka perlu dicari
persentase rata-rata dari ketiga alternatif
lokasi tersebut dengan cara
menjumlahkan bobot setiap kriteria pada
masing-masing alternatif lokasi
kemudian dirata-ratakan.
Sebagai contoh perhitungan untuk
subkriteria teknis lokasi Tempurukan
adalah sebagai berikut:
1. Kondisi Topografi, struktur tanah,
hidologi dan geologi = 0,09.
2. Jarak bandar udara dengan pusat kota
= 0,39.
3. Aksesibilitas dari dan ke bandar udara
= 0,44.
4. Tersedianya infrastruktur penunjang ke
bandar udara = 0,26.
Tabel 9. Hasil analisis bobot pada subkriteria teknis
No Subkriteria Alternatif lokasi Bobot
1
Kondisi Topografi, Struktur Tanah,
Hidrologi dan Geologi
Tempurukan 0,09
Suka Bangun 0,24
Pesaguan 0,67
2 Jarak Bandar Udara dengan Pusat Kota
Tempurukan 0,39
Suka Bangun 0,51
Pesaguan 0,10
3 Aksesibilitas dari dan ke Bandar Udara
Tempurukan 0,44
Suka Bangun 0,49
Pesaguan 0,08
4
Tersedianya Infrastruktur Penunjang ke
Bandar Udara
Tempurukan 0,26
Suka Bangun 0,63
Pesaguan 0,11
5
Ketersediaan Lahan untuk
Pengembangan Bandar Udara
Tempurukan 0,48
Suka Bangun 0,11
Pesaguan 0,41
6 Kesesuaian dengan RTRW
Tempurukan 0,47
Suka Bangun 0,07
Pesaguan 0,47
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 10 NOMOR 1 JUNI 2010

30
5. Ketersediaan lahan untuk pengem-
bangan bandar udara = 0,48.
6. Kesesuaian dengan RTRW = 0,47
Jumlah =
0,09+0,39+0,44+0,26+0,48+0,47
= 2,13.
Rata-rata = 2,13 / 6 = 0,35.
Persentase = 0,35 100% = 35%.
Tabel 10. Hasil analisis bobot pada subkriteria operasional dan keselamatan operasi
penerbangan
No Subkriteria Alternatif Lokasi Bobot
1 Jarak dengan Bandara Terdekat
Tempurukan 0,27
Suka Bangun 0,67
Pesaguan 0,06
2 Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan
Tempurukan 0,49
Suka Bangun 0,08
Pesaguan 0,44
3 Kondisi Meteorologi
Tempurukan 0,51
Suka Bangun 0,39
Pesaguan 0,10


Tabel 11. Hasil analisis bobot pada subkriteria lingkungan
No Sub Kriteria Alternatif Lokasi Bobot
1
Kondisi Tingkat Perubahan Alam yang Akan
Terjadi
Tempurukan 0,66
Suka Bangun 0,19
Pesaguan 0,16
2 Kawasan Perairan di Sekitar Bandar Udara
Tempurukan 0,33
Suka Bangun 0,33
Pesaguan 0,33
3
Kawasan Pariwisata di Sekitar Lokasi Bandar
Udara
Tempurukan 0,67
Suka Bangun 0,09
Pesaguan 0,24
4 Dampak Terhadap Penduduk Sekitar Lokasi
Tempurukan 0,64
Suka Bangun 0,07
Pesaguan 0,28

Penggunaan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) dalam Pemilihan Lokasi untuk Relokasi Bandara
Rahadi Oesman Ketapang Kalimantan Barat
(Rudi S. Suyono)

31
Hasil selengkapnya dapat dilihat pada
Tabel 12. Berdasarkan hasil anlisis pada
tabel tersebut diperoleh bahwa alternatif
lokasi Desa Tempurukan memiliki bobot
tertinggi untuk setiap kriteria anlisis
yaitu dengan bobot 0,35 untuk kriteria
teknis, 0,42 untuk kriteria operasional
dan KKOP serta 0,58 untuk kriteria
lingkungan.
6. SIMPULAN
Dari hasil analisis yang telah dilakukan
diperoleh simpulan, bahwa:
a) Berdasarkan Kriteria Teknis diperoleh
alternatif lokasi yang paling optimal
adalah Desa Tempurkan dengan per-
sentase sebesar 35%. Kemudian Desa
Suka Bangun mendapat persentase
sebesar 34% dan Desa Pesaguan
persentasenya sebesar 30%.
b) Berdasarkan Kriteria Operasional dan
Keselamatan Operasi Penerbangan
diperoleh alternatif lokasi yang paling
optimal adalah Desa Tempurukan de-
ngan persentase sebesar 42%. Kemu-
dian Desa Suka Bangun mendapat
persentase sebesar 38% dan Desa Pe-
saguan persentasenya sebesar 20%.
c) Berdasarkan Kriteria Lingkungandi-
peroleh alternatif lokasi yang paling
optimal adalah Desa Tempurukan de-
ngan persentase sebesar 58%. Kemu-
dian Desa Pesaguan mendapat per-
sentase sebesar 25% dan Desa Suka
Bangun persentasenya sebesar 17%.
d) Berdasarkan nilai pembobotan dari
ketiga kriteria yang digunakan seba-
gai variabel dalam metode PHA untuk
menentukan lokasi bandara terbaik
diperoleh bahwa lokasi Desa Tempu-
rukan memiliki bobot/persentase
pemilihan yang tertinggi, sehingga
dapat dikatakan bahwa lokasi Desa
Tempurukan merupakan lokasi
terbaik dari ketiga alternatif lokasi
bandara baru yang dianalisa dalam
studi ini.
Tabel 12. Rekapitulasi pembobotan maing-masing alternatif lokasi bandar udara
No Kriteria Alternatif lokasi Bobot
1 Teknis
Tempurukan 0,35
Suka Bangun 0,34
Pesaguan 0,30
2 Operasional dan Keselamatan Operasi Penerbangan
Tempurukan 0,42
Suka Bangun 0,38
Pesaguan 0,20
3 Lingkungan
Tempurukan 0,58
Suka Bangun 0,17
Pesaguan 0,25
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 10 NOMOR 1 JUNI 2010

32
Daftar Pustaka
Badan Perencanaan dan Pengendalian
Pembangunan Daerah. 2005.
Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Ketapang
Tahun 2006-2016. Pemerintah
Kabupaten Ketapang.
Ben-Akiva, M. & Steven L. R. 1985.
Discrete Choice Analysis : Theory
and Application To Travel
Demand. Cambridge, MA: MIT
Press.
Saaty, Thomas L. 1993. Proses Hirarki
Analitik Untuk Pengambilan
Keputusan Dalam Situasi Yang
Kompleks. PT. Pustaka Binaman
Pressindo.
Saaty, Thomas L. 1994. Fundamentals
Of Decision Making and Priority
Theory With The Analytic
Hierarchy Process. Pittsburgh,
USA.

You might also like