You are on page 1of 32

1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI
Kelenjar tiroid berbentuk kupu-kupu, mengandung dua lobus simetris pada
setiap sisi, dihubungkan oleh band sempit jaringan tiroid yang disebut isthmus.
Lobus tiroid berdekatan dengan pembuluh darah besar leher lateral dan recurrent
laryngeal nerve yang melewati kelenjar. Kelenjar tiroid berlokasi di bawah laring
dan lobus terletak pada sisi trakea. Kelenjar ini memiliki kapsul jaringan
connective tebal, dengan dua pasang kelenjar paratiroid melekat pada bagian
belakang posterior kapsul.
Kelenjar tiroid/gondok memiliki dua bagian lobus yang dihubungkan oleh
ismus yang masing-masing berbetuk lonjong berukuran panjang 2,5-5 cm,
lebar1,5 cm, tebal 1-1,5 cm. Kelenjar tiroid sangat penting untuk mengatur
metabolisme dan bertanggung jawab atas normalnya kerja setiap sel tubuh.
Kelenjar ini memproduksi hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3)
dan menyalurkan hormon tersebut ke dalam aliran darah. Terdapat 4 atom yodium
disetiap molekul T4 dan 3 atom yodium pada setiap molekul T3. Hormon tersebut
dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid TSH (thyroid stimulating
hormone) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Yodium adalah
bahan dasar pembentukan hormon T3 dan T4 yang diperoleh dari makanan dan
minuman yang mengandung yodium.
2

Berat tiroid dewasa adalah 20 -25 gram dan terdiri atas dua lobus lateral
yang menyatu di sepanjang garis tengah ismus. Lobus piramidalis memiliki
ukuran bervariasi yang menuju ke atas dari ismus dan merupakan titik pertemuan
duktus tiroglosus. Pada kelenjar normal, lobus piramida tidak teraba. Tiroid
memiliki konsistensi keras, berwarna coklat kemerahan, dan halus. Kelenjar tiroid
dikelilingi kapsula fibrosa yang membentuk kombinasi dengan fascias ervikalis
dalam. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakhea
sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar
kearah kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah suatu
bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tyroid atau tidak.
Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari a. Tiroidea Superior (cabang dari
a. Karotis Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia). Setiap folikel
lymfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik,
sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular.
Nodus Lymfatikus tyroid berhubungan secara bebas dengan pleksus
trakhealis yang kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas
istmus, dan ke nl. Pretrakhealis dan nl. Paratrakhealis, sebagian lagi
bermuara ke nl. Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus
thoraksikus. Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran keganasan.

2.2 HISTOLOGI
Unit struktural daripada tiroid adalah folikel, yang tersusun rapat, berupa
3

ruangan bentuk bulat yang dilapisi oleh selapis sel epitel bentuk gepeng, kubus
sampai kolumnar. Konfigurasi dan besarnya sel-sel folikel tiroid ini dipengaruhi
oleh aktivitas fungsional daripada kelenjar tiroid itu sendiri. Bila kelenjar dalam
keadaan inaktif, sel-sel folikel menjadi gepeng dan akan menjadi kubus atau
kolumnar bila kelenjar dalam keadaan aktif. Pada keadaan hipertiroidism, sel-sel
folikel menjadi kolumnar dan sitoplasmanya terdiri dari vakuolavakuola yang
mengandung koloid.
Folikel-folikel tersebut mengandung koloid, suatu bahan homogen
eosinofilik. Variasi densiti dan warna daripada koloid ini juga memberikan
gambaran fungsional yang signifikan; koloid eosinofilik yang tipis berhubungan
dengan aktivitas fungsional, sedangkan koloid eosinofilik yang tebal dan banyak
dijumpai pada folikel dalam keadaan inaktif dan beberapa kasus keganasan. Pada
keadaan yang belum jelas diketahui penyebabnya, sel-sel folikel ini akan berubah
menjadi sel-sel yang besar dengan sitoplasma banyak dan eosinofilik, kadang-
kadang dengan inti hiperkromatik, yang dikenal sebagai oncocytes (bulky cells)
atau Hrthle cells.

2.3 FISIOLOGI
Kelenjar tiroid berperanan mempertahankan derajat metabolisme dalam
jaringan pada titik optimal. Hormon tiroid merangsang penggunaan O2 pada
kebanyakan sel tubuh, membantu mengatur metabolisme lemak dan hidrat arang,
dan sangat diperlukan untuk pertumbuhan serta maturasi normal. Apabila tidak
terdapat kelenjar tiroid, orang tidak akan tahan dingin, akan timbul kelambanan
4

mental dan fisik, dan pada anak-anak terjadi retardasi mental dan dwarfisme.
Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan meninbulkan penyusutan tubuh, gugup,
takikardi, tremor, dan terjadi produksi panas yang berlebihan.
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang
kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium
nonorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid.
Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas
yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. T3 dan T4 yang dihasilkan ini
kemudian akan disimpan dalam bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4
kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar
yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat
oleh protein yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau
prealbumin pengikat albumin (thyroxine binding prealbumine, TBPA). Hormon
stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH) memegang peranan
terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus
anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai negative feedbacksangat
penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi. Dengan demikian,
sekresi tiroid dapat mengadakan penyesuaian terhadap perubahan-perubahan di
dalam maupun di luar tubuh. Juga dijumpai adanya sel parafolikuler yang
menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolisme kalsium,
yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang.


5

2.4 GANGGUAN KELENJAR TIROID
Gangguan pada kelenjar tiroid secara garis besar dapat dibagi menjadi
empat kelompok yaitu gangguan perkembangan, penyakit autoimun, hyperplasia
(struma) dan gangguan metabolik, dan neoplasia.










2.5 GANGGUAN PERKEMBANGAN
Duktus tiroglossus adalah suatu struktur anatomi embriologis yang
membentuk suatu hubungan terbuka antara daerah asal perkembangan kelenjar
tiroid dan posisi akhirnya. Kelenjar tiroid mulai berkembang di orofaring saat
fetus dan turun ke posisi akhirnya melalui jalur lidah, tulang hyoid, dan otot-otot
leher. Hubungan antara posisi asal dengan posisi akhirnya disebut duktus
tiroglossus. Duktus ini normalnya atrofi dan menutup sebelum lahir, tetapi dapat
tetap tersisa pada beberapa orang.
6

Kista duktus tiroglosus merupakan kista kongenital paling sering yang
terdapat di leher. Kista ini merupakan dilatasi kistik pada sisa epitelial dari saluran
duktus tiroglosus, terbentuk selama perpindahan tiroid selama fase embriogenesis.
Mereka hadir sebagai massa leher midline pada level membran tirohyoid dan
dihubungkan dengan tulang hyoid karena jaraknya yang dekat. Kebanyakan
pasien adalah anak-anak, meskipun kemunculan pada segala usia memungkinkan.
Pria dan wanita sama-sama bisa terkena, dan kista biasanya asimtomatik namun
mereka dapat terinfeksi dan membentuk abses.
Kista ini merupakan 70% dari kasus kista yang ada di leher.
Penatalaksanaan kista duktus tiroglosus yang banyak dilakukan saat ini bertujuan
untuk memperkecil angka kekambuhan, yaitu dengan mengangkat kista beserta
duktusnya, bagian tengah korpus hiod, traktus yang menghubungkan kista dengan
foramen saekum serta mengangkat otot lidah di sekitarnya, atau lebih dikenal
dengan nama operasi sistrunk.

2.6 TIROIDITIS
Tiroiditis berasal dari kata tiroid yaitu kelenjar tiroid sedangkan itis
menandakan adanya proses peradangan (inflamasi) dengan beragam penyebab.
Tiroiditis yang paling sering ditemukan adalah tiroiditis Hashimoto yang
disebabkan oleh proses autoimun. Jika jaringan tiroid yang mengalami tiroiditis
diperiksa dibawah mikroskop maka akan tampak gambaran peradangan berupa
infiltrasi sel-sel limfosit.
7

Tiroiditis autoimun terutama mengenai wanita berusia antara 30 50
tahun dan dicirikan dengan adanya kelenjar tiroid yang keras, membesar difus, tak
nyeri. Pasien biasanya eutiroid atau hipotiroid dan jarang hipertiroid. Hipotiroid
terjadi jika hormon tiroid yang diproduksi tidak mencukupi kebutuhan tubuh.
Kelenjar tiroid juga bisa membesar membentuk goiter.
Penyakit tiroid autoimun (PTAI) adalah penyakit yang kompleks, dengan
faktor penyebab multifaktorial berupa interaksi antara gen yang suseptibel dengan
faktor pemicu lingkungan, yang mengawali respon autoimun terhadap antigen
tiroid.Walaupun etiologi pasti respon imun tersebut masih belum diketahui,
berdasarkan data epidemiologik diketahui bahwa faktor genetik sangat berperan
dalam patogenesis PTAI. Selanjutnya diketahui pula pada PTAI terjadi kerusakan
seluler dan perubahan fungsi tiroid melalui mekanisme imun humoral dan seluler
yang bekerja secara bersamaan. Kerusakan seluler terjadi karena limfosit T
tersensitisasi (sensitized T-lymphocyte) dan/atau antibodi antitiroid berikatan
dengan membran sel tiroid, mengakibatkan lisis sel dan reaksi inflamasi.
Sedangkan gangguan fungsi terjadi karena interaksi antara antibodi antitiroid yang
bersifat stimulator atau blocking dengan reseptor di membran sel tiroid yang
bertindak sebagai autoantigen.
Penyakit Hashimoto tidak memiliki tanda-tanda dan gejala selama
bertahun-tahun dan tidak terdiagnosis sampai ditemukannya pembesaran kelanjar
tiriod atau hasil pemeriksaan darah yang abnormal pada pemeriksaan kesehatan
rutin. Gejala yang berkembang berhubungan dengan efek tekanan lokal pada leher
yang disebabkan pembesaran kelenjar tiroid tersebut, atau akibat penurunan kadar
8

hormon tiroid dalam darah. Tanda pertama penyakit ini mungkin berupa bengkak
tidak nyeri pada leher depan bagian bawah. Efek tekanan lokal akibat pembesaran
kelenjar tiroid dapat menambah gejala seperti kesulitan menelan. Tanda-tanda dan
gejala hipotiroidisme sangat bervariasi, tergantung pada tingkat keparahan
kekurangan hormon. Gambaran klinis awalnya didahului dengan gejala-gejala
hipertiroid (kadar hormon tiroid meningkat) lalu normal (eutoroid) dan akhirnya
berubah menjadi hipotiroid (kadar hormon menurun) berkepanjangan. Pada
awalnya, mungkin gejala jarang terlihat, seperti kelelahan dan kelesuan, atau
tanda-tanda menua. Tetapi semakin lama penyakit berlangsung, gejala dan tanda
makin jelas. Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan secara histopatologis melalui
biopsi. Kelainan histopatologisnya dapat bermacam macam yaitu antara lain
infiltrasi limfosit yang difus, obliterasi folikel tiroid, dan fibrosis.
Jika penyakit Hashimoto dengan goiter tiroid, atau menyebabkan
kekurangan hormon tiroid, penderita memerlukan terapi penggantian hormon
tiroid yang bertujuan mengatasi defisiensi tiroid serta mengecilkan ukuran
Pengobatan dengan penggunaan sehari-hari dari hormon tiroid sintetis seperti
levotiroksin (levothroid, Levoxyl, Synthroid). Kadang tidak diperlukan
pengobatan karena strumanya kecil dan asimtomatik. Bila kelenjar tiroid sangat
besar mungkin diperlukan tindakan pengangkatan.




9

2.7 STRUMA
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh
karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa
gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.
Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan), Menurut American
society for Study of Goiter membagi menjadi Struma Non Toxic Diffusa, Struma
Non Toxic Nodusa, Struma Toxic Diffusa, dan Struma Toxic Nodusa.Istilah
Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi
fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid, sedangkan istilah
nodusa dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi.
Sebelum membahas struma lebih lanjut, pertama-tama kita harus
memahami konsep hipertiroid dan hipotiroid karena akan memengaruhi
tatalaksana struma lebih lanjut.
2.7.1 Hipertiroid
Tirotoksikosis adalah sindroma klinis yang terjadi bila jaringan terpajan
hormon tiroid beredar dalam kadar tinggi.Pada kebanyakan kasus, tiroksikosis
disebabkan hiperaktivitas kelenjar tiroid atau hipertiroidisme. Kadang-kadang,
tirotoksikosis bisa disebabkan sebab lain seperti menelan hormon tiroid
berlebihan.
Pada individu yang lebih muda manifestasi yang umum termasuk palpitasi,
kegelisahan, mudah capai, hiperkinesia dan diare, keringat banyak, tidak tahan
panas, dan senang dingin. Sering terjadi penurunan berat badan jelas, tanpa
penurunan nafsu makan. Pembesaran tiroid, tanda-tanda tirotoksik pada mata , dan
10

takikardia ringan pada umumnya terjadi. Kelemahan otot dan berkurangnya masa
otot dapat sangat berat sehingga pasien tidak dapat berdiri dari kursi tanpa
bantuan. Pada anak-anak terdapat pertumbuhan cepat dengan pematangan tulang
yang lebih cepat. Pada pasien-pasien di atas 60 tahun, manifestasi kardiovaskuler
dan miopati sering lebih menonjol; keluhan yang paling menonjol adalah
palpitasi, dispnea pada latihan, tremor, nervous,dan penurunan berat badan.
Gejala dan tanda apakah seseorang menderita hipertiroid atau tidak juga
dapat dilihat atau ditentukan dengan indeks wayne atau indeks newcastle yaitu
sebagai berikut


11


Diagnosis hipertiroid dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium
yang menunjukkan kadar hormone tiroid meningkat.

2.7.2 Hipotiroid
Hipotiroisme adalah suatu sindroma klinis akibat dari defisiensi hormon
tiroid, yang kemudian mengakibatkan perlambatan proses metabolik.
Hipotiroidisme pada bayi dan anak-anak berakibat pertambatan pertumbuhan dan
perkembangan jelas dengan akibat yang menetap yang parah seperti retardasi
mental. Hipotiroidisme dengan awitan pada usia dewasa menyebabkan
12

perlambatan umum organisme dengan deposisi glikoaminoglikan pada rongga
intraselular, terutama pada otot dan kulit, yang menimbulkan gambaran klinis
miksedema. Gejala hipotiroidisme pada orang dewasa kebanyakan reversibel
dengan terapi.
Hipotiroidisme dapat diklasifikasikan sebagai (1) primer (kegagalan
tiroid), (2) sekunder (terhadap kekurangan TSH hipofisis), atau (3) tersier
(berhubungan dengan defisiensi TRH hipotalamus)-atau mungkin karena (4)
resistensi perifer terhadap kerja hormon tiroid. Hipotiroidisme dapat
diklasifikasikan sebagai goiter dan non-goiter, tapi klasifikasi ini mungkin tidak
memuaskan, karena tiroiditis Hasimoto dapat menimbulkan hipotiroidisme
dengan atau tanpa goiter.
Pada orang dewasa, gambaran umum hipotiroidisme termasuk mudah
lelah, kedinginan, penambahan berat badan, konstipasi, menstruasi tidak teratur,
dan kram otot. Pemeriksaan fisik termasuk kulit yang dingin, kasar, kulit kering,
wajah dan tangan sembab, suara parau dan kasar, refleks lambat . Menurunkan
konversi karoten menjadi vitamin A dan peningkatan karoten dalam darah
sehingga memberikan warna kuning pada kulit.
1. Tanda kardiovaskular
Hipotiroidisme ditandai oleh adanya gangguan kontraksi otot, bradikardi, dan
penurunan curah jantung. Pembesaran jantung dapat terjadi; pembesaran ini
bisa disebabkan oleh edema interstisial, pembengkakan miofibril non-spesifik,
dan dilatasi ventrikel kiri tapi sering karena efusi perikardial .

13

2. Fungsi paru
Pada orang dewasa, hipotiroid ditandai dengan pernapasan dangkal dan lambat
dan gangguan respons ventilasi terhadap hiperkapnia atau hipoksia.
3. Peristaltik usus
Peristaltic jelas menurun, berakibat konstipasi kronis dan kadang ada sumbatan
feses berat atau ileus.
4. Fungsi ginjal
Fungsi ginjal terganggu, dengan penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan
kegagalan kemampuan untuk mengekskresikan beban cairan.
5. Anemia
Setidaknya ada empat mekanismeyang turut berperan dalam terjadinya anemia
pada pasien hipotiroidisme: (1) gangguan sintesis hemoglobin sebagai akibat
defisiensi hormontiroksin; (2) defisiensi zat besi dari peningkatan kehilangan
zat besi akibat menoragia, demikian juga karena kegagalan usus untuk
mengabsorbsi besi; (3) defisiensi asam folat akibat gangguan absorbsi asam
folat pada usus; dan (4) anemia pernisiosa, dengan anemia megaloblastik
defisiensi vitamin B12 .
6. Sistem neuromuskular
Banyak pasien mengeluh gejala-gejala yang menyangkut sistem
neuromuskular, seperti, kram otot parah,parestesia, dan kelemahan otot.
7. Gejala-gejala sistem saraf pusat dapat termasuk kelemahan kronis, letargi, dan
tidak mampu berkonsentrasi.
14

Hipotiroidisme mengakibatkan gangguan konversi metabolisme perifer dari
prekursor estrogen menjadi estrogen, berakibat perubahan sekresi FSH dan LH
dan siklus anovulatoar dan infertilitas. Hal ini dihubungkan dengan menoragia
berat.

Diagnosis hipotiroid dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
laboratorium.Kombinasi FT4 yang rendah dan TSH serum meningkat adalah
diagnostik adanya hipotiroidisme primer . Kadar T3 bervariasi dan dapat berada
dalam batas normal. Uji positif terhadap autoantibodi tiroid mengarah tiroiditis
Hashimoto yang mendasari. Pada pasien dengan miksedema hipofisis, FT4 akan
rendah tapi TSH serum tidak akan meningkat. Kemudian mungkin perlu
membedakan penyakit hipofisis dari hipotalamus, dan untuk hal ini uji TSH
paling membantu . Tidak adanya respons TSH terhadap TRH menunjukkan
adanya defisiensi hipofisis. Respon parsial atau"normal" menunjukkan bahwa
fungsi hipofisis intak tapi bahwa defek ada pada sekresi TRH hipotalamus.

2.7.3 STRUMA NODUSA NON TOXIC
Struma nodusa non toxic adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang
berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid. Istilah nodosa menunjukkan adanya
suatu proses, baik fisiologis maupun patologis yang menyebabkan pembesaran
asimetris dari kelenjar tiroid.
Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium,
dimana sering terjadi pada orang-orang yang tinggal di pegunungan. Selain itu
15

dapat juga disebabkan oleh penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti
substansi dalam kol,lobak, kacang kedelai).Penghambatan sintesa hormon oleh
obat-obatan (misalnya : thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).Dan dapat juga
disebabkan oleh Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid yang pada umumnya
ditemui pada masa pertumbuan, pubertas, infeksi dan stress lainnya dimana
menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan arseitektur yang dapat
bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah didaerah tersebut.
Pada penyakit struma nodosa nontoksik, tyroid membesar dengan lambat.
Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma
cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada
respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan.
Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau hipertirodisme.
Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya
kenyal.
Karena penyebab dari penyakit ini adalah defisiensi iodium maka dalam
pengobatannya diberikan pemberian kapsul minyak beriodium 10-15mg sehari
bagi penduduk di daerah endemic. Pada struma nodosa non toksik yang besar
dapat dilakukan tindakan operasi bila pengobatan tidak berhasil, terjadi
gangguan misalnya : penekanan pada organ sekitarnya, indikasi kosmetik, atau
indikasi keganasan.

2.7.4 STRUMA DIFUSA NON TOXIC
16

Struma difusa non toksik ditandai dengan membesarnya kelenjar tiroid
secara difus tanpa bukti adanya kelebihan atau kekurangan hormone tiroid.
Struma difusa non toksik biasanya disebabkan oleh kekurangan yodium yang
kronik.
Manifestasi klinis pada penyakit ini adalah terdapatnya tiroid yang
membesar dengan lambat secara difus tanpa batas yang jelas dengan permukaan
yang licin, penyakit ini mempunyai tendensi untuk menjadi noduler. Jika struma
cukup besar dapat menyebabkan gangguan mekanis; bila menekan trakea akan
terjadi kesulitan bernapas, bila menekan esophagus akan terjadi kesulitan
menelan.
Penatalaksanaan pada struma difusa non toksik sama dengan struma
nodosa non toksik yaitu dengan pemberian yodium dan tiroidektomi bila ada
indikasi seperti gangguan mekanis dan alasan estetika.

2.7.5 STRUMA NODUSA TOXIC
Struma nodular toksik adalah kelenjar tiroid yang mengandung nodul
tiroid yang mempunyai fungsi yang otonomik, yang menghasilkan suatu keadaan
hipertiroid. Struma nodular toksik (Plummers disease) pertama sekali
dideskripsikan oleh Henry Plummer pada tahun 1913. Struma nodular toksik
merupakan penyebab hepertiroid terbanyak kedua setelah Graves disease.
Struma nodular toksik menampilkan spectrum penyakit mulai dari nodul
hiperfungsi tunggal (toxic adenoma) sampai ke nodul hiperfungsi multipel
(multinodular thyroid). Riwayat dari multinodular struma melibatkan suatu
17

variasi pertumbuhan nodul dimana menuju ke perdarahan dan degenerasi, yang
diikuti oleh proses penyembuhan dan fibrosis. Proses kalsifikasi juga bisa terjadi
di area yang sebelumnya terjadi perdarahan. Beberapa nodul bisa berkembang
menjadi fungsi yang otonomik. Hiperaktifitas otonomik terjadi oleh karena
adanya mutasi somatik dari reseptor thyrotropin atau hormon TSH pada 20 80
% adenoma toksik dan beberapa nodul dari multinodular struma. Fungsi
otonomik bisa menjadi toksik pada 10 % pasien. Hipertiroidism terjadi ketika
nodul tunggal sebesar 2,5 cm atau lebih. Tanda dan symptom dari struma nodular
toksik sama dengan tipe hipertiroid lainnya.
Struma nodular toksik lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Pada
wanita dan pria berusia diatas 40 tahun, rata rata prevalensi nodul yang bisa
teraba adalah 5 7 % dan 1 2 %. Thyrotoksikosis sering terjadi pada pasien
dengan riwayat struma yang berkepanjangan. Toksisitas meningkat pada
dekade 6 dan 7 dari kehidupan khususnya orang dengan riwayat keluarga
mengalami struma nodular toksik.
Manifestasi Klinik dari penyakit ini dapat berupa Thyrotoxic symptoms.
Kebanyakan pasien dengan struma nodular toksik menunjukkan symptom
yangtipikal dengan hipertiroid seperti tidak tahan terhadap udara panas,
palpitasi, tremor, kehilangan berat badan, kelaparan dan peningkatan frekuensi
pergerakan saluran cerna. Struma yang membesar secara signifikan bisa
menyebabkan symptom yang berhubungan dengan obstruksi mekanik seperti :
Dysphagia, dyspnea ataupun stridor. Melibatkan saraf laryngeal superior
rekuren yang menimbulkan perubahan suara menjadi serak. Meskipun begitu
18

sebagian pasien tidak mengalami gejala sama sekali dan mengetahui mengalami
hipertiroidism ketika skrining rutin. Stigmata Grave disease seperti eksoftalmus,
pretibial myedema tidak dijumpai.
Obat antitiroid dan beta bloker digunakan untuk pengobatan jangka
pendek struma nodular toksik. Hal ini sangat penting pada untuk persiapan
melakukan radioiodine dan pembedahan. thiamide (PTU dan methimazole) adalah
terapi untuk mencapai euthiroidsm sebagai langkah awal dari terapi definitive
radioiodine dan pembedahan. Direkomendasikan untuk menghentikan obat
antitiroid sedikitnya 4 hari sebelum terapi radioiodine untuk memaksimalisasi
efek radioiodine. Obat antitiroid ini memiliki efek samping berupa gatal gatal,
demam, dan gangguan saluran cerna. PTU memiliki efek samping yang serius
yaitu kerusakan hati, maka dari itu PTU digunakan sebagai terapi garis kedua
kecuali pada pasien dengan alergi dan intoleransi pada metimazole.
Beta- adrenergic reseptor antagonis digunakan untuk mengatasi symptom
dari tirotoksikosis. Propanolol (non selective beta bloker) bisa menurunkan heart
rate mengkontrol tremor, menurunkan keringat berlebihan, dan mengatasi
kecemasan. Propanolol juga diketahui bisa menurunkan konversi T4 menjadi T3.
Pasien dengan asthma, beta 1 selektif antagonis seperti atenolol atau metoprolol
merupakan pilihan yang aman. Pada pasien dengan kontraindikasi beta bloker
menggunakan Ca channel blocker bisa membantu mengontrol heart rate.

2.7.6 STRUMA DIFUSA TOXIC
19

Contoh dari penyakit ini adalah Graves disease,
Penyakit Graves (goiter difusa toksika) yang merupakan suatu penyakit otoimun
adalah penyebab tersering hipertiroidisme, yang biasanya ditandai oleh produksi
otoantibodi yang memiliki kerja mirip TSH pada kelenjar tiroid. Penderita
penyakit Graves memiliki gejala-gejala khas dari hipertiroidisme dan gejala
tambahan khusus yaitu pembesaran kelenjar tiroid/struma difus, oftamopati
(eksoftalmus/ mata menonjol) dan kadang-kadang dengan dermopati.
Penyakit Graves merupakan salah satu penyakit otoimun, dimana
penyebabnya sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Penyakit ini
mempunyai predisposisi genetik yang kuat, dimana 15% penderita mempunyai
hubungan keluarga yang erat dengan penderita penyakit yang sama. Sekitar 50%
dari keluarga penderita penyakit Graves, ditemukan autoantibodi tiroid didalam
darahnya. Penyakit ini ditemukan 5 kali lebih banyak pada wanita dibandingkan
pria, dan dapat terjadi pada semua umur. Angka kejadian tertinggi terjadi pada
usia antara 20 tahun sampai 40 tahun.
Pada penyakit Graves, limfosit T mengalami perangsangan terhadap
antigen yang berada didalam kelenjar tiroid yang selanjutnya akan merangsang
limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen tersebut. Antibodi yang
disintesis akan bereaksi dengan reseptor TSH didalam membran sel tiroid
sehingga akan merangsang pertumbuhan dan fungsi sel tiroid, dikenal dengan
TSH-R antibody. Adanya antibodi didalam sirkulasi darah mempunyai korelasi
yang erat dengan aktivitas dan kekambuhan penyakit. Mekanisme otoimunitas
20

merupakan faktor penting dalam patogenesis terjadinya hipertiroidisme,
oftalmopati, dan dermopati pada penyakit Graves.
Sampai saat ini dikenal ada 3 otoantigen utama terhadap kelenjar tiroid
yaitu tiroglobulin (Tg), thyroidal peroxidase (TPO) dan reseptor TSH (TSH-R).
Disamping itu terdapat pula suatu protein dengan BM 64 kiloDalton pada
permukaan membran sel tiroid dan sel-sel orbita yang diduga berperan dalam
proses terjadinya perubahan kandungan orbita dan kelenjar tiroid penderita
penyakit Graves.
Sel-sel tiroid mempunyai kemampuan bereaksi dengan antigen diatas dan
bila terangsang oleh pengaruh sitokin (seperti interferon gamma) akan
mengekspresikan molekul-molekul permukaan sel kelas II (MHC kelas II, seperti
DR4) untuk mempresentasikan antigen pada limfosit T.
Faktor genetik berperan penting dalam proses otoimun, antara lain HLA-
B8 dan HLA-DR3 pada ras Kaukasus, HLA-Bw46 dan HLA-B5 pada ras Cina
dan HLA-B17 pada orang kulit hitam. Faktor lingkungan juga ikut berperan
dalam patogenesis penyakit tiroid otoimun seperti penyakit Graves. Virus yang
menginfeksi sel-sel tiroid manusia akan merangsang ekspresi DR4 pada
permukaan sel-sel folikel tiroid, diduga sebagai akibat pengaruh sitokin (terutama
interferon alfa). Infeksi basil gram negatif Yersinia enterocolitica, yang
menyebabkan enterocolitis kronis, diduga mempunyai reaksi silang dengan
otoantigen kelenjar tiroid. Antibodi terhadap Yersinia enterocolitica terbukti dapat
bereaksi silang dengan TSH-R antibody pada membran sel tiroid yang dapat
mencetuskan episode akut penyakit Graves. Asupan yodium yang tinggi dapat
21

meningkatkan kadar iodinated immunoglobulin yang bersifat lebih imunogenik
sehingga meningkatkan kecenderungan untuk terjadinya penyakit tiroid otoimun.
Dosis terapeutik dari lithium yang sering digunakan dalam pengobatan
psikosa manik depresif, dapat pula mempengaruhi fungsi sel limfosit T suppressor
sehingga dapat menimbulkan penyakit tiroid otoimun. Faktor stres juga diduga
dapat mencetuskan episode akut penyakit Graves, namun sampai saat ini belum
ada hipotesis yang memperkuat dugaan tersebut.
Terjadinya oftalmopati Graves melibatkan limfosit sitotoksik (killer cells)
dan antibodi sitotoksik lain yang terangsang akibat adanya antigen yang
berhubungan dengan tiroglobulin atau TSH-R pada fibroblast, otot-otot bola mata
dan jaringan tiroid. Sitokin yang terbentuk dari limfosit akan menyebabkan
inflamasi fibroblast dan miositis orbita, sehingga menyebabkan pembengkakan
otot-otot bola mata, proptosis dan diplopia.
Dermopati Graves (miksedema pretibial) juga terjadi akibat stimulasi
sitokin didalam jaringan fibroblast didaerah pretibial yang akan menyebabkan
terjadinya akumulasi glikosaminoglikans .
Berbagai gejala tirotoksikosis berhubungan dengan perangsangan
katekolamin, seperti takhikardi, tremor, dan keringat banyak. Adanya
hiperreaktivitas katekolamin, terutama epinefrin diduga disebabkan karena
terjadinya peningkatan reseptor katekolamin didalam otot jantung.
Pada penyakit graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu
tiroidal dan ekstratiroidal yang keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal
berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi
22

hormon tiroid yang berlebihan. Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi
hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah,
gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab,
berat badan menurun walaupun nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare
dan kelemahan sampai atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati
dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati
yang ditemukan pada 50% sampai 80% pasien ditandai dengan mata melotot,
fissura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata
dalam mengikuti gerakan mata) dan kegagalan konvergensi. Gambaran klinik
klasik dari penyakit graves antara lain adalah tri tunggal hipertitoidisme, goiter
difus dan eksoftalmus.
Pada penderita yang berusia lebih muda, manifestasi klinis yang umum
ditemukan antara lain palpitasi, nervous, mudah capek, hiperkinesia, diare,
berkeringat banyak, tidak tahan panas dan lebih senang cuaca dingin. Pada wanita
muda gejala utama penyakit graves dapat berupa amenore atau infertilitas.
Pada anak-anak, terjadi peningkatan pertumbuhan dan percepatan proses
pematangan tulang. Sedangkan pada penderita usia tua ( > 60 tahun ), manifestasi
klinis yang lebih mencolok terutama adalah manifestasi kardiovaskuler dan
miopati, ditandai dengan adanya palpitasi , dyspnea deffort, tremor, nervous dan
penurunan berat badan.
Walaupun mekanisme otoimun merupakan faktor utama yang berperan
dalam patogenesis terjadinya sindrom penyakit Graves, namun
penatalaksanaannya terutama ditujukan untuk mengontrol keadaan
23

hipertiroidisme. Sampai saat ini dikenal ada tiga jenis pengobatan terhadap
hipertiroidisme akibat penyakit Graves, yaitu : Obat anti tiroid, Pembedahan dan
Terapi Yodium Radioaktif.

2.8 KARSINOMA TIROID
Kanker tiroid adalah suatu keganasan pada tiroid yang timbul dari sel
folikel. Kanker jarang menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih sering
menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) di dalam kelenjar. Sebagian besar nodul
tiroid bersifat jinak dan biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan.
kanker tiroid seringkali membatasi kemampuan menyerap yodium dan membatasi
kemampuan menghasilkan hormon tiroid; tetapi kadang kanker menghasilkan
cukup banyak hormon tiroid sehingga terjadi hipertiroidisme.
Terdapat 4 jenis type karsinoma thyroid yang diketahui, yaitu :
1.Carcinoma Papiller.
Karsinoma papilar merupakan bentuk tersering kanker tiroid, individu
yang lebih mudah terserang adalah kisaran usia 15-35 tahun , karsinoma ini
mengenai wanita tiga kali lebih sering daripada pria. Kira kira 1/3 penderita
menunjukkan metastase lymphatic. Terutama metastasis ke lnn. Cervical dan
relative kurang ganas.
Karsinoma papilar adalah tumor nonfungsional sehingga umumnya
bermanifestasi sebagai massa tak-nyeridi leher,baik dalam tiroid maupun
sebagai metastasis ke kelenjar getah bening. Secara umum, karsinoma papilar
berkisar dari lesi mkroskopis hingga massa besar dengan diameter 10 cm. lesi
24

tersebut biasanya merupakan lesi inflitratif, tetapi sebagian kecil tampak nodul
terbatas. Secara mikroskopis, lesi ini ditandai dengan susunan sel-sel dalam
struktur papillar, inti jernih menyerupai mata tokoh kartun Orphan Annie,alur inti
yang menonjol, inklusi intranuklear yang disebabkan oleh invagnasi sitoplasma ke
dalam nukleus, dan badan psamomma bulat, berlapis, dan berkalsifikasi
Gambaran sitologi dari karsinoma papilar biasanya kaya akan sel, dapat
berupa sebaran, tersusun dalam beberapa struktur seperti anastomosing papillary
fragment, struktur folikular atau dalam monolayered sheet, umumnya tidak
dijumpai koloid. Calsified psammoma bodies dapat ditemukan. Harus diingat
bahwa struktur kalsifikasi yang menyerupai psammoma bodies juga terkadang
ditemukan pada tiroid normal, tiroiditis kronis dan terkadang pada beberapa tipe
tumor. Sel-sel tumor mirip dengan sel-sel folikular normal tetapi ukurannya lebih
besar. Sitoplasma basofilik dan opaque, biasanya ditemukan vakuola. Terdapat
makrofag dan debrissebagai bukti adanya kistik degenerasi. Multinucleated giant
celldari tipe foreign body sangat sering ditemukan di dalam smear karsinoma
papiler. Giant cellberdampingan dengan fragmen monolayeratau papiler sel-sel
tumor. Adanya sel epitel metaplastik dan variabel limfosit

2. Carcinoma Folikuler
Karsinoma folikuler merupakan bentuk tersering kedua kanker tiroid (15%
dari semua kasus). Tumor ini biasanya timbul pada usia yang lebih tua daripada
karsinoma papilar, dengan insidensi pada usia dewasa pertengahan. Insidensi
karsinoma folikular meningkat di daerah dengan defisiensi yodium, yang
25

mengisyaratkan bahwa, pada sebagian kasus, gondok nodular mungkin
merupakan predisposisi timbulnya neoplasma. Metastasis terutama dengan
hematogen melalui venulae.
Karsinoma folikular mungkin jelas tampak infiltrative atau berbatas tegas.
Pada pemeriksaan makroskopik, lesi yang lebih besar mungkin menginfiltrasi jauh
melebihi kapsul tiroid ke dalam jaringan lunak leher. Secara mikroskopis,
sebagian besar karsinoma folikular terdiri atas sel yang relative seragam dan
membentuk folikel kecil, mirip dengan tiroid normal.
Gambaran sitologi dari karsinoma folikular adalah terlihat selular,
biasanya smear banyak darah, banyak kelompokan sel-sel epitel berukuran sama
yang tersebar pada smear, agregat sel syncitial, nukleus banyak dan overlapping,
mikrofolikel dan rosette, dan terdapat sedikit atau tidak ada koloid.

3. Karsinoma Anaplastik
Karsinoma anaplastik tiroid merupakan salah satu neoplasma manusia
yang paling agresif. Tumor ini terutama timbul pada usia lanjut, terutama di
daerah endemik gondok. Secara umum, karsinoma anaplastik tampak sebagai lesi
infiltratif massif. Karsinoma ini keras, berpasir, dan berwarna putih keabuan serta
sering menunjukkan daerah nekrosis dan pendarahan. Secara mikroskopis,
karsinoma anaplastik terdiri atas sel-sel spindle atau sel-sel besar yang tampak
sangat ganas, menunjukkan pleomorfisme ekstrim dan seringnya gambaran
mitotic.
26

Karsinoma anaplastik tumbuh pesat walaupun diterapi. Metastasis ke
tempat jauh sering terjadi, dapat melalui limfogen maupun hematogen, tetapi
umumnya kematian terjadi dalam waktu kurang dari setahun akibat pertumbuhan
local yang agresif dan gangguan strukturvital di leher.
Gambaran sitology dari Karsinoma Anaplastik adalah pada smear aspirat
dari anaplastic giant cell carcinoma biasanya mengandung materi nekrotik, debris
selular, sel inflamasi terutama granulosit dan polimorf besar, sering dijumpai
multi nucleated cell dengan inti besar bizarre dan nukleoli yang sangat prominen.

4. Karsinoma Medular
Karsinoma medular tiroid adalah neoplasma neuroendokrin yang berasal
dari sel parafolikel, atau sel C, tiroid. Karsinoma medular muncul secara sporadic
pada sekitar 80 % kasus. Sisa 20 % adalah kasus familial yang timbul dalam
kaitannya dengan sindrom neoplasia endokrin multiple (MEN) tipe 2A atau 2B
atau karsinoma medular tiroid non-MEN familial. Kasus sporadik karsinoma
medular paling sering bermanifestasi sebagai massa di leher, kadang-kadang
menimbulkan efek penekanan seperti disfagia atau suara serak.
Secara umum, karsinoma medular membentuk massa infiltratif yang keras,
berwarna putih keabuan. Secara mikroskopis, karsinoma medular terdiri atas sel
berbentuk polygonal hingga genlendong yang mungkin membentuk sarang-
sarang, trabekula, dan bahkan folikel.
Gambaran sitologi pada karsinoma medular adalah Smear biasanya selular
dan sel-sel malignan tersebar. Mengandung sel-sel epitel besar dengan sitoplasma
27

ireguleryang banyak, tetapi sering kali berbentuk triangular dan besar,
hiperkromatik, nukleus eksentrik disertai dengan nukleoli yang prominen.
Terdapat juga sel-sel mirip dengan sel plasma (sel plasmasitoid) tetapi ukurannya
lebih besar. Smear juga mengandung sebaran giant cell dengan nukleus besar dan
hiperkromatik. Sitoplasma dari sel malignan bergranul pudar di dalam material
yang difiksasi, sedangkan di dalam air-dried May Grnwald Giemsaberwarna
merah terang. Substansi amorf (amiloid) merupakan komponen karakteristik
karsinoma medular tiroid.

PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anamnesis.
Anamnesis (keterangan riwayat penyakit) merupakan bagian penting dalam
menegakkan diagnosis. Pasien dengan nodul tiroid nontoksik baik jinak maupun
ganas, biasanya datang dengan keluhan kosmetik atau takut timbulnya keganasan.
Sebagian besar keganasan tiroid tidak menimbulkan keluhan, kecuali jenis
anaplastik yang sangat cepat membesar dalam beberapa minggu saja. Pasien
biasanya mengeluh adanya gejala penekanan pada jalan napas (sesak) atau pada
jalan makanan (sulit menelan). Pada nodul dengan adanya perdarahan atau disertai
infeksi, bisa menimbul keluhan nyeri. Keluhan lain pada keganasan tiroid yang
mungkin timbul adalah suara serak.

Pemeriksaanfisik.
Perlu dibedakan antara nodul tiroid jinak dan ganas. Yang jinak, dari riwayat
28

keluarga: nodul jinak, strumadifus, multinoduler. Pertumbuhannya relatif
besarnya tetap. Konsistensinya lunak, rata dan tidak terfiksir. Gejala penekanan
dan penyebarannya tidak ada. Sedangkan yang ganas, dari riwayat keluarga:
karsinoma medulare, nodul soliter, Usia kurang dari 20 tahun atau di atas 60
tahun. Pria berisiko dua kali daripada wanita dan riwayat terekspos radiasi leher.
Pertumbuhannya cepat membesar. Konsistensi, padat, keras, tidak rata dan
terfiksir. Gejala penekanan, ada gangguan menelan dan suara serak.
Penyebarannya terjadi pembesaran kelenjar limfe leher.

Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan penunjang diagnostik untuk mengevaluasi nodul tiroid dapat berupa
pemeriksaan laboratorium untuk penentuan status fungsi dengan memeriksa kadar
TSHs dan hormon tiroid, pemeriksaan Ultrasonografi, sidik tiroid, CT scan atau
MRI, serta biopsi aspirasi jarum halus dan terapi supresi Tiroksin untuk
diagnostik. Pemeriksaan laboratorium dimaksudkan untuk memperoleh hasil
pemeriksaan fungsi tiroid baik hipertiroid maupun hipotiroid tidak menyingkirkan
kemungkinan keganasan. Pemeriksaan TSH yang meningkat berguna untuk
tiroiditis. Pemeriksaan kadar antibodi antitiroid peroksidase dan antibodi
antitiroglobulin penting untuk diagnosis tiroiditis kronik Hashimoto yang sering
timbul nodul uni/bilateral. Sehingga masih mungkin terdapat keganasan.
Pemeriksaan calcitonin merupakan pertanda untuk kanker tiroid jenis medulare,

1.Pemeriksaan Ultrasonografi.
29

Pemeriksaan dengan menggunakan USG merupakan pemeriksaan noninvasif dan
ideal. Khususnya dengan menggunakan ''high frequency real-time'' (generasi baru
USG). Dengan alat ini akan diperoleh gambaran anatomik secara detail dari nodul
tiroid, baik volume (isi), perdarahan intra-noduler, serta membedakan nodul
solid/kistik/campuran solid-kistik. Gambaran yang mengarah keganasan seperti
massa solid yang hiperkoik, irregularitas, sementara gambaran neovaskularisasi
dapat dijumpai pada pemeriksaan dengan USG. Dari satu penelitian USG nodul
tiroid didapatkan 69% solid, 12% campuran dan 19% kista. Dari kista tersebut
hanya 7% yang ganas, sedangkan dari nodul yang solid atau campuran berkisar
20%.
2.Pemeriksaan dengan foto Rontgen
Pemeriksaan dengan foto rontgen berguna untuk melihat dorongan dan tekanan
pada trakhea serta klasifikasi didalam jaringan thiroid dan foto thorax dibuat
untuk melihat kemungkinan penyebaran ke mediastinum bagian atas atau paru
3.Pemeriksaan sidik tiroid.
Pemeriksaan tersebut dapat memberikan gambaran morfologi fugsional, berarti
hasil pencitraan merupakan refleksi dari fungsi jaringan tiroid. Bahan radioaktif
yang digunakan I-131 dan Tc-99m. Pada sidik tiroid 80-85% nodul tiroid
memberikan hasil dingin (cold), sedangkan 10-15% mempunyai risiko ganas.
Nodul panas (hot) dijumpai sekitar 5% dengan risiko ganas paling rendah, sedang
nodul hangat (warm) 10-15% dari seluruh nodul dengan risiko ganas kurang dari
10%.
4.Pemeriksaan CT scan dan MRI.
30

Pemeriksaan CT scan (Computed Tomographic scanning) dan MRI (Magnetic
Resonance Imaging) tidak direkomendasikan untuk evaluasi keganasan tiroid.
Karena disamping tidak memberikan keterangan berarti untuk diagnosis, juga
sangat mahal. CT scan atau MRI baru diperlukan bila ingin mengetahui adanya
perluasan struma substernal atau terdapat kompresi/penekanan pada jalan nafas.
5. Pemeriksaan Biopsi Aspirasi Jarum Halus.
Pemeriksaan ini dianggap sebagai metode yang efektif untuk membedakan nodul
jinak atau ganas pada nodul tiroid yang soliter maupun pada yang multinoduler.
Dilaporkan pemeriksaan biopsi aspirasi jarum halus ini mempunyai sensitivitas
sebesar 83% dan spesifisitas 92%. Angka negatif palsu sekitar 1-6% dan positif
palsu sekitar 1%. Ini bisa karena kesalahan pengambilan sampel (nodul kurang 1
cm atau lebih 4 cm). Hasil biopsi aspirasi jarum halus dapat digolongkan dalam 4
kategori, yakni jinak, mencurigakan, ganas dan tidak adekuat.
6. Terapi supresi Tiroksin (untuk diagnostik).
Rasionalisasi dari tindakan ini adalah bahwa TSH merupakan stimulator kuat
untuk fungsi kelenjar tiroid dan pertumbuhannya. Tes ini akan meminimalisasi
hasil negatif palsu pada biopsi aspirasi jarum halus. Dengan cara ini diharapkan
dapat memilah nodul yang memberi respon dan tidak. Kelompok terakhir ini lebih
besar kemungkinan ganasnya. Tetapi dengan adanya reseptor TSH di sel kanker
tiroid, terapi tersebut akan memberikan pengecilan nodul pada 13-15% kasus.

PENANGANAN KANKER THIROID.
31

Operasi.
Pada Kanker Tiroid yang masih berdeferensiasi baik, tindakan tiroidektomi
(operasi pengambilan tiroid) total merupakan pilihan untuk mengangkat sebanyak
mungkin jaringan tumor. Pertimbangan dari tindakan ini antara lain 60-85%
pasien dengan kanker jenis papilare ditemukan di kedua lobus. 5-10%
kekambuhan terjadi pada lobus kontralateral, sesudah operasi unilateral. Terapi
ablasi iodium radioaktif menjadi lebih efektif.

Terapi Ablasi Iodium Radioaktif.
Terapi ini diberikan pada pasien yang sudah menjalani tiroidektomi total dengan
maksud mematikan sisa sel kanker post operasi dan meningkatkan spesifisitas
sidik tiroid untuk deteksi kekambuhan atau penyebaran kanker. Terapi ablasi tidak
dianjurkan pada pasien dengan tumor soliter berdiameter kurang 1mm, kecuali
ditemukan adanya penyebaran.

Terapi Supresi L-Tiroksin
Supresi terhadap TSH pada kanker tiroid pascaoperasi dipertimbangkan. Karena
adanya reseptor TSH di sel kanker tiroid bila tidak ditekan akan merangsang
pertumbuhan sel-sel ganas yang tertinggal. Harus juga dipertimbangkan segi
untung ruginya dengan terapi ini. Karena pada jangka panjang (7-15 tahun) bisa
menyebabkan gangguan metabolisme tulang dan bisa meningkatkan risiko patah
tulang.

32

Evaluasi.
Keberhasilan terapi yang dilakukan memerlukan evaluasi secara berkala, agar
dapat segera diketahui adanya kekambuhan atau penyebaran. Monitor standar
untuk hal ini adalah sintigrafi seluruh tubuh dan pemeriksaan tiroglobulin serum.
Pemeriksaan USG dan pencitraan lain seperti CT scan, rontgen dada dan MRI
tidak secara rutin diindikasikan.
Skintigrafi seluruh tubuh dilakukan 6-12 bulan setelah terapi ablasi pertama. Bila
tidak ditemukan abnormalitas, angka bebas kekambuhan dalam 10 tahun sebesar
90%. Sensitifitas pemeriksaan tiroglobulin untuk mendeteksi kekambuhan atau
penyebaran sebesar 85-95%

You might also like