You are on page 1of 23

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Riwayat Hidup
Syeikh Hamzah al-Fansuri dilahirkan di Barus atau Fansur pada pertengahan abad ke-16
hingga awal abad ke-17, tetapi tarikh lahir secara tepat belum dapat ditentukan. Fansur
merupakan sebuah kampung yang terletak di antara Kota Singkel dengan Gosong Telaga (Aceh
Selatan). Semasa zaman Kerajaan Aceh Darussalam, Kampung Fansur itu terkenal sebagai pusat
pendidikan Islam di bagian Aceh Selatan. Perbedaan pendapat menyatakan bahwa beliau
dilahirkan di Syahrun Nawi atau Ayuthia di Siam dan berhijrah serta menetap di Barus.
Menurut Muhammad Naguib al-Attas, Hamzah Fansuri diperkirakan meninggal
menjelang tahun 1607, sedangkan L.F Brakel menyebutkan bahwa Hamzah Fansuri masih
sempat hidup hingga tahun 1620.
Kraemer (1921) mengemukakan bahwa Hamzah Fansuri hidup hingga tahun 1636.
Kemudian menurut Winstedt, Fansuri wafat 1630 M. Syed M. Naquib al-Attas dan Brakel
mengemukakan bahwa Hamzah Fansuri hidup setidak-tidaknya sampai awal abad ke-17.
Pendapat ini agak dapat diterima akal jika dicocokkan dengan beberapa fakta :
Muncul kitab al-Tuhfah pada awal abad-17 di Aceh dan cepatnya ajaran martabat tujuh
tersebar luas tidak berarti bahwa peranan Hamzah Fansuri dan pengaruh ajaran
tasawufnya berkurang, apalagi menambahkan dia sudah wafat.
Secara prinsipil tidak ada perbedaan yang berarti dan penting antara ajaran martabat
tujuh dengan martabat lima. Dua ajaran tasawuf ini dalam banyak aspek tetap setia pada
sumber asalnya, yakni ajaran Ibn Arabi, Sadr al-Din al-Qunawi, Fakh al-Din Iraqi, Abd Karim
al-JiIli, dan Abd al-Rahman Jami.
Pada zaman tersebar luasnya ajaran martabat tujuh di Sumatera dan Jawa, setidaknya
pada akhir abad ke-17, ada dua karya Hamzah Fansuri, yaitu al-Muntahi dan Syarah al-
Asyiqin diterjemahkan ke dalam bahsa Jawa dan Banten (Drewes dan Brakel 1986,226-
77)
2

Hamzah Fansuri sering menyebut nama kota Barus yang mungkin merupakan tempat dia
paling banyak menghabiskan sebagian besar hidupnya dan menjalankan kegiatan
kesufiannya
1

Dalam buku Hamzah Fansuri Penyair Aceh, Prof. A. Hasymi menyebut bahwa Syeikh
Hamzah Fansuri hidup dalam masa pemerintahan Sultan Alaidin Riayat Syah IV Saiyidil
Mukammil (997-1011 H-1589-1604 M) sampai ke permulaan pemerintahan Sultan Iskandar
Muda Darma Wangsa Mahkota Alam (1016-1045 H/1607-1636 M).
1.2 Latar Belakang Lingkungan (Internal)
Ayah Syeikh Hamzah al-Fansuri bernama Syeikh Ismail Aceh pernah menjadi gabenor di
Kota Sri Banoi. Beliau menggantikan Gabenor Wan Ismail yang berasal dari Patani, yang telah
melepaskan jawatan kerana usianya yang lanjut. Syeikh Ismail Aceh meninggal dunia dalam
pertempuran melawan orang Yuwun (Annam) di Phanrang.
Ibu bapak Hamzah telah meninggal dunia ketika beliau masih kecil. Suasana dan keadaan
ini mendorong beliau hidup terpencil dan berdagang atau mengembara dari sebuah negeri ke
sebuah negeri. Sewaktu mengembara dan berdagang itu, pelbagai sumber menyebut bahwa
Syeikh Hamzah al-Fansuri telah belajar berbagai-bagai ilmu dalam masa yang lama.
Hamzah Fasuri berasal dari keluarga terpandang dan cinta akan Ilmu Pengetahuan
sebagaimana budaya yang berkembang di Barus.
1.3 Latar Belakang Lingkungan (Eksternal)
Syeikh Hamzah Fansuri adalah seorang cendekiawan, ulama tasawuf, dan budayawan
terkemuka yang diperkirakan hidup antara pertengahan abad ke-16 sampai awal abad ke-17.
Nama gelar atau takhallus yang tercantum di belakang nama kecilnya memperlihatkan bahwa
pendekar puisi dan ilmu suluk ini berasal dari Fansur, sebutan orang-orang Arab terhadap Barus,
sekarang sebuah kota kecil di pantai barat Sumatra yang terletak antara kota Sibolga dan Singkel.
Sampai abad ke-16 kota ini merupakan pelabuhan dagang penting yang dikunjungi para saudagar
dan musafir dari negeri-negeri jauh. Sumber-sumber sejarah Yunani, misalnya dari Plotomeus

1
Abdul HAdi WM. 2001. Tasawuf yang tertindas; Kajian Hermeneutika terhdap karya-karya Hamzah FAnsuri.
Paramadina. Jakarta. Hal 115-120
3

abad ke-2SM, menyatakan bahwa kapal-kapal Athena telah singgah di kota ini pada abad-abad
terakhir sebelum tibanya tarikh masehi, begitu rombongan kapal Firaun dari Mesir telah berkali-
kali berabuh ke Barus antara lain untuk membeli kapur barus (kamper), bahan yang sangat
diperlukan untuk pembuatan mummi.
Dapat dipastikan bahwa di kota yang ramai dengan masyarakat kelas menengah seperti
Barus telah terdapat lembaga-lembaga pendidikan, khususnya sekolah-sekolah agama. Disana
orang dapat mempelajari berbagai bahasa asing, khususnya bahasa Arab dan Persia, dua bahasa
penting abad ke-16 yang sangat dikuasai oleh Syekh Hamzah Fansuri. Dikota kelahirannya inilah
syekh Hamzah Fansuri mula-mula mempelajari ilmu-ilmu agama, termasuk tasawuf dan
kesusastraan, dan pada saat itu pula telah berkembang kegiatan tarekat sufi yang sangat digemari
oleh lapisan luas masyarakat muslim timur, termasuk para saudagar dan keluarga raja-raja.
Barus mengalami perubahan yang menyedihkan pada permulaan abad ke-17. Pamor kota
ini mulai merosot dengan maraknya perkembangan kerajaan Aceh Darussalam yang ingin
menjadi penguasa mutlak diseluruh pesisir Sumatra. Dibawah pemerintahan Sultan Iskandar
Muda (1607-1636) Aceh berhasil menaklukan kerajaan Barus dan memasukkannya ke dalam
wilayah kesultanan Aceh. Iskandar Muda memperkecil peranan Barus sebagai kota perniagaan
maupun kebudayaan. Pada awal abad ke-18 kota tersebut telah berubah menjadi sebuah pekan
kecil yang sunyi dan hanya pantas dihuni oleh para nelayan kecil.
1.4 Pendidikan
Dari berbagai sumber disebutkan bahwa Syeikh Hamzah al-Fansuri telah belajar berbagai
ilmu yang memakan waktu lama. Selain belajar di Aceh sendiri beliau telah mengembara ke
berbagai tempat, di antaranya ke Banten (Jawa Barat), bahkan sumber yang lain menyebut
bahwa beliau pernah mengembara keseluruh tanah Jawa, Semenanjung Tanah Melayu, India,
Parsi dan Arab. Dikatakan bahwa Syeikh Hamzah al-Fansuri sangat mahir dalam ilmu-ilmu
fikih, tasawuf, falsafah, mantiq, ilmu kalam, sejarah, sastra dan lain-lain. Dalam bidang bahasa
pula beliau menguasai dengan kemas seluruh sektor ilmu Arabiyah, fasih dalam ucapan bahasa
itu, berkebolehan berbahasa Urdu, Parsi, Melayu dan Jawa.

4

1.5 Guru, Sahabat dan Murid
Sebagai seorang ahli tasawuf Syekh Hamzah Fansuri tidak pernah memperlihatkan
didalam karya-karyanya bahwa syekh mempunyai hubungan dengan tasawuf berkembang di
India pada abad ke-16 dan 17. Syekh Hamzah Fansuri langsung mengaitkan dirinya dengan
ajaran para sufi Arab dan Persia sebelum abad ke-16, terutama Bayazid Bisthami, Mansur Al-
Hallaj, Fariduddin Attar, Syekh Junaid Al-Baghdadi, Ahmad Ghazali, Ibn Arabi, Rumi,
Maghribi, Mahmud Shabistari, Iraqi dan Jami. Sementara Bayazid dan Al-Hallaj merupakan
tokoh idola Syekh Hamzah Fansuri didalam cinta (isyq) dan makrifat, di pihak lain Syekh sering
mengutip pernyataan dan syair-syair ibn-Arabi serta Iraqi untuk menopang pemikiran
kesufiannya. Dibagian lain lagi, khususnya didalam puisi-puisinya, syekh banyak mendapat
ilham dari karya Attar Mantiq Al-Thayr (Musyawarah Burung), karya Iraqi Lamaat dan karya
Jami Lawaih. Selain Ibn-Arabi pemikir sufi yang banyak member warna kepada pemikiran
wujudiyah Syekh ialah Fakhruddin Iraqi.
Iraqi (w.1289) adalah seorang sufi dari Kamajan, Persia yang pernah lama tinggal di
Multan (masuk wilayah Pekistan sekarang). Dia adalah murid Sadruddin Qunawi (w.1274),
seorang penafsir ulung ajaran Ibn-Arabi yang hidup sezaman dan satu kota dengan Jalaluddin
Rumi (w.1273) di Konya, Turki. Walaupun pemikir wujudiyah telah berakar lama didalam
pemikiran para sufi sebelum abad ke-13 seperti Hallaj, Imam Al-Ghazali dan Ibn-Arabi, namun
pemakaian istilah wardat al-wujud sebagaimana kita kenal sekarang ini bukan berasal dari Ibn-
Arabi. Istilah tersebut mula-mula dikemukakan oleh Qunawi setelah melakukan tafsir yang
mendalam atas karya-karya Ibn-Arabi.
Murid yang paling terkenal adalah Syeikh Syamsudin Sumatrani yang selain menguasai
ilmu agama juga menulis tentang sastra, Diantara karya sastra Samsudin adalah ulasan terhadap
karya Fansuri.
1.6 Karya Karya
Syair-syair Syeikh Hamzah Fansuri terkumpul dalam buku-buku yang terkenal, dalam
kesusasteraan Melayu / Indonesia tercatat buku-buku syairnya antara lain :
a. Syair burung pingai
5

b. Syair dagang
c. Syair pungguk
d. Syair sidang faqir
e. Syair ikan tongkol
f. Syair perahu
Karangan-karangan Syeikh Hamzah Fansuri yang berbentuk kitab ilmiah antara lain :
a. Asfarul arifin fi bayaani ilmis suluki wa tauhid
b. Syarbul asyiqiin
c. Al-Muhtadi
d. Rubai Hamzah al-Fansuri
Karya-karya Syeikh Hamzah Fansuri baik yang berbentuk syair maupun berbentuk prosa
banyak menarik perhatian para sarjana baik sarjana barat atau orientalis barat maupun sarjana
tanah air. Yang banyak membicarakan tentang Syeikh Hamzah Fansuri antara lain Prof. Syed
Muhammad Naquib dengan beberapa judul bukunya mengenai tokoh sufi ini, tidak ketinggalan
seumpama Prof. A. Teeuw juga r.O Winstedt yang diakuinya bahwa Syeikh Hamzah Fansuri
mempunyai semangat yang luar biasa yang tidak terdapat pada orang lainnya. Dua orang yaitu J.
Doorenbos dan Syed Muhammad Naquib al-Attas mempelajari biografi Syeikh Hamzah Fansuri
secara mendalam untuk mendapatkan Ph.D masing-masing di Universitas Leiden dan
Universitas London. Karya Prof. Muhammad Naquib tentang Syeikh Hamzah Fansuri antaranya:
1. The Misticim of Hamzah Fansuri (disertat 1966), Universitas of Malaya Press 1970
2. Raniri and The Wujudiyah, IMBRAS, 1966
3. New Light on Life of Hamzah Fansuri, IMBRAS, 1967
4. The Origin of Malay Shair, Dewan Bahasa dan Pustaka, 1968
Menurut beberapa pengamat sastra sufi, sajak-sajak Syaikh Hamzah al-Fansuri tergolong
dalam Syi'r al- Kasyaf wa al-Ilham, yaitu puisi yang berdasarkan ilham dan ketersingkapan
(kasyafi yang umumnya membicarakan masalah cinta Ilahi)
2


2
Samsul Munir Amin, Karamah Para Kiai, Pustaka Pesantren, Yogyakarta: 2008. Hlm. 317
6

Meskipun, pada tahun 1637, muncul pelarangan dan pemusnahan kitab-kitab karangan
wujudiyah atas perintah Sultan Iskanda Tsani (1937-1641) maupun fatwa Syekh Nuruddin Al-
Raniri, ulama Istana Aceh saat itu, yang mementingkan Syariah dan dianggap sebagai perintis
gerakan pembarahu Islam atau neo-sufisme, ia menyatakan bahwa ajaran Syekh Hamzah
Fansuri dan Syamsuddin Pasai termasuk ajaran Zindiq dan Panteis. Ribuan buku karangan
penulis wujudiyah ditumpuk dihadapan Masjid Raya Kutaraja untuk dibakar hingga musnah.
Hanya sedikit sekali kitab karangan penulis wujudiyah dapat diselamatkan.
















7

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pemikiran secara Global
Hamzah Fansuri bukan hanya seorang ulama tasawuf dan sastrawan terkemuka, tetapi
juga seorang perintis dan pelopor. Sumbangannya sangat besar bagi perkembangan
perkembangan kebudayaan Islam di rantau ini, khususnya dibidang keruhanian, keilmuan,
filsafat, bahasa dan sastra. Kritik-kritiknya yang tajam terhadap perilaku politik dan moral raja-
raja, para bangsawan dan orang-orang kaya menempatkannya sebagai seorang intelektual yang
berani pada zamannya. Salah satu akibatnya ialah baik Hikayat Aceh maupun Busthan Al-
Salatin, dua sumber penting sejarah Aceh yang ditulis atas perintah Sultan Aceh tidak sepetah
katapun menyebut namanya baik sebagai tokoh spiritual maupun sastra.
1. Di bidang keilmuan
Syeikh Hamzah Fansuri telah mempelajari penulisan risalah tasawuf atau keagamaan
yang demikian sistematis dan bersifat ilmiah. Sebelum karya-karya Syeikh muncul, masyarakat
muslim Melayu mempelajari masalah-masalah agama, tasawuf dan sastra melalui kitab-kitab
yang ditulis di dalam bahasa Arab atau Persia. Di bidang sastra Syeikh mempelopori pula
penulisan puisi-puisi filosofis dan mistis bercorak Islam, kedalaman kandungan puisi-puisinya
sukar ditandingi oleh penyair lan yang sezaman ataupun sesudahnya. Penulis-penulis Melayu
abad ke-17 dan 18 kebanyakan berada di bawah bayang-bayang kegeniusan dan kepiawaian
Syeikh Hamzah Fansuri.
2. Di bidang kesusastraan
Syeikh Hamzah Fansuri adalah orang pertama yang memperkenalkan syair, puisi empat
baris dengan skema sajak akhir a-a-a-a syair sebagai suatu bentuk pengucapan sastra seperti
halnya pantung sangat populer dan digemari oleh para penulis sampai pada abad ke-20. Dilihat
dari strukturnya syair yang diperkenalkan oleh Hamzah Fansuri merupakan perpaduan antara
rubaI Persia dan pantun Melayu. Disamping itu syekh telah berhasil meletakkan dasar-dasar
puitika dan estetika Melayu yang kokoh. Pengaruh estetika dan puitika ini di dalam kesusastraan
8

Indonesia dan Melayu masih terlihat hingga abad ke-20, khususnya didalam penyair Pujangga
Baru seperti Sanusi Pane dan Amir Hamzah.
3. Di bidang kebahasaan
Sumbangan Syeikh Hamzah Fansuri. Pertama, sebagai penulis pertama kitab keilmuan di
dalam bahasa Melayu, Syeikh Hamzah Fansuri telah berhasil mengangkat martabat bahasa
Melayu dari sekedar lingua franca menjadi suatu bahasa intelektual dan ekspresi keilmuan yang
canggih dan modern. Dengan demikian keduudkan bahasa Melayu di bidang penyebaran ilmu
dan persuratan menjadi sangat penting dan mengungguli bahasa-bahasa Nusantara yang lain,
termasuk bahasa Jawa yang sebelumnya telah jauh lebih berkembang. Kedua, jika kita membaca
syair-syair dan risalah-risalah tasawuf Syeikh Hamzah Fansuri, akan tampak betapa besarnya
jasa Syeikh Hamzah Fansuri dalam proses Islamisasi bahasa Melayu dan Islamisasi bahasa
adalah sama dengan Islamisasi pemikiran dan kebudayaan.
4. Di bidang filsafat,
Ilmu tafsir dan telaah sastra Syeikh Hamzah Fansuri telah pula mempelopori penerapan
metode takwil atau hermeneutika keruhanian, kepiawaian Syeikh Hamzah Fansuri di bidang
hermeneutika terlihat di dalam Asrar al-arifin (rahasia ahli makrifat), sebuah risalah tasawuf
klasik paling berbobot yang pernah dihasilkan oleh ahli tasawuf nusantara, disitu Syeikh Hamzah
Fansuri memberi tafsir dan takwil atas puisinya sendiri, dengan analisis yang tajam dan dengan
landasan pengetahuan yang luas mencakup metafisika, teologi, logika, epistemologi dan estetika.
Asrar bukan saja merupakan salah satu risalah tasawuf paling orisinal yang pernah ditulis di
dalam bahasa Melayu, tetapi juga merupakan kitab keagamaan klasik yang paling jernih dan
cemerlang bahasanya dengan memberi takwil terhadap syair-syairnya sendiri Syeikh Hamzah
Fansuri berhasil menyusun sebuah risalah tasawuf yang dalam isinya dan luas cakrawala
permasalahannya.
Simaklah syair Hamzah Fansuri yang ditulis beliau berjudul Sidang Ahli Suluk pada bagian I
di bait 1:
Sidang Faqir empunya kata,
Tuhanmu Zahir terlalu nyata.
9

Jika sungguh engkau bermata,
lihatlah dirimu rata-rata.
Bagi Syeikh Hamzah Fansuri, kehadiran Tuhan itu sangatlah Maha Nyata (Zahir). Karena
itu sang sufi, atau disebut sebagai Faqir, adalah orang yang telah meninggalkan keterikatannya
pada segala sesuatu di luar dirinya, dan memulai perjalanan ruhaninya dengan melihat atau
mengenali dirinya sendiri setiap saat.
Selanjutnya Syeikh Hamzah Fansuri menegaskan bahwa untuk mengenal Jati Diri,
seorang sufi harus memulai dengan suatu metode tafakur tertentu, suatu latihan tertentu. Suatu
metode atau latihan yang sebenarnya juga banyak digunakan oleh berbagai aliran mistik
keagamaan atau spiritual di berbagai belahan dunia, yang lebih dikenal dengan istilah meditasi.
Selama ini pengertian meditasi atau tafakur sering disalah tafsirkan hanya sebagai latihan
pernapasan, atau berzikir, atau merapal mantra.
Tetapi Syeikh Hamzah Fansuri menjelaskan dengan tepat esensi dari tafakur atau
meditasi atau latihan sufi di dalam syair berjudul Sidang Ahli Suluk pada bagian I di bait 9:
Hapuskan akal dan rasamu,
lenyapkan badan dan nyawamu.
Pejamkan hendak kedua matamu,
di sana kaulihat permai rupamu.
Syeikh Hamzah Fansuri dengan sangat jelas menyatakan bahwa setiap tafakur atau
metode latihan sufi apa pun harus dimulai dengan hapuskan akal dan rasamu, yang berarti
suatu cara untuk menuju kepada kondisi No-Mind, kondisi berada dalam Kesadaran Murni
atau Kesadaran Ilahi. Untuk mencapai kondisi No-Mind tersebut, maka seorang sufi harus
lenyapkan badan dan nyawamu, yang berarti melepaskan keterikatan terhadap tubuh dan
berbagai pemikiran atau nafsu (nyawa). Setelah itu, barulah sang sufi memejamkan kedua mata
inderawinya, untuk mengaktifkan mata-ruhaninya, guna melihat rupa dari Jati Dirinya yang
senantiasa berada dalam kondisi permai, kondisi bahagia yang abadi. Inilah sesungguhnya inti
dari tafakur atau meditasi menurut Syeikh Hamzah Fansuri.
10

Pada hakikatnya, menurut Hamzah, pemahaman akan Tuhan itu mudah, hanya memerlukan
kepasrahan dan keberanian karena Kekasih zahir terlalu terang/Pada kedua alam nyata
terbentang. Jadi, ciri khas pemahaman tasawuf Hamzah adalah hakikat Allah itu dekat dan
menyatu, hanya saja manusia tidak menyadarinya.
2.2 Pemikiran dan Ajaran Tasawuf Hamzah Fansuri
Hampir semua penulis sejarah Islam mencatat bahwa syeikh Hamzah Fansuri dengan
muridnya Syeikh Syamsuddin Sumatrani adalah termasuk tokoh sufi yang sefaham dengan Al-
Hallaj. Faham Hulul, ittihad, mahabbah dll adalah seirama. Ada orang yang menyangkanya
sebagai pengikut ajaran Syiah, ada juga yang mempercayai bahwa ia bermazhab Syafii di
bidang fiqh. Dalam tasawuf, ia mengikuti tarekat Qadiriyah yang dibangsakan kepada Syekh
Abdul Qadir Al-Jailani.
3

a. Ajaran Wujudiyah
Banyak orang mengira bahwa ajaran wujudiyah yang berkembang di Indonesia sampai
saat ini hampir semuanya adalah martabat tujuh. Hamzah Fansuri dan juga para wali dipulau
jawa abad ke-16 seperti sunan Bonang dan sunan Kalijaga, tidak pernah menjadi penganjur
ajaran martabat tujuh. Memang ajaran martabat tujuh termasuk ajaran wujudiyah, namun telah
menempuh perkembangan agak lain dan kedalamnya telah masuk pengaruh India, seperti praktik
yoga pranayama (pengaturan nafas) didalam amalan dzikirnya, suatu hal yang di kritik oleh
Syekh Hamzah Fansuri. Kritik ini disampaikannya melalui beberapa sajaknya seperti di Bali
seorang pengamal yoga pranayama didalam meditasinya memusatkan perhatiannya kepada
cahaya dipusat perut, yang disebut geni rahasya (api rahasia). Ketika meditasi dilakukan nafas
mula-mula ditarik dari tulang punggung menuju otak, dan setelah mencapai otak, cahaya akan
muncul di otak dari api rahasia. Dari cahaya itulah akan muncul bayangan Sang Paramestiguru
atau Siwa. Hamzah Fansuri dalam sajaknya :
Sidang talib pergi kehutan
Pergi uzlat berbulan-bulan
Dari muda datang beruban

3
Prof.Dr.M.Solihin dan Prof.Dr. Rosihon Anwar,2011,Ilmu Tasawuf,Bandung:Pustaka Setia,hal.246
11

Tiada bertemu dengan Tuhan

Oleh riayat tubuhnya rusak
Hendak melihat serupa budak
Menghela nafas ke dalam otak
Supaya minyaknya jangan orak
(Ms Jak. Mal. No.83)
Sebagai seorang ahli tasawuf Syekh Hamzah Fansuri tidak pernah memperlihatkan
didalam karya-karyanya bahwa syekh mempunyai hubungan dengan tasawuf berkembang di
India pada abad ke-16 dan 17. Syekh Hamzah Fansuri langsung mengaitkan dirinya dengan
ajaran para sufi Arab dan Persia sebelum abad ke-16, Bayazid dan Al-Hallaj merupakan tokoh
idola Syekh Hamzah Fansuri didalam cinta (isyq) dan makrifat, di pihak lain Syekh sering
mengutip pernyataan dan syair-syair ibn-Arabi serta Iraqi untuk menopang pemikiran
kesufiannya. Dibagian lain lagi, khususnya didalam puisi-puisinya, syekh banyak mendapat
ilham dari karya Attar Mantiq Al-Thayr (Musyawarah Burung), karya Iraqi Lamaat dan karya
Jami Lawaih. Selain Ibn-Arabi pemikir sufi yang banyak member warna kepada pemikiran
wujudiyah Syekh ialah Fakhruddin Iraqi.
Iraqi (w.1289) adalah seorang sufi dari Kamajan, Persia yang pernah lama tinggal di
Multan (masuk wilayah Pekistan sekarang). Dia adalah murid Sadruddin Qunawi (w.1274),
seorang penafsir ulung ajaran Ibn-Arabi yang hidup sezaman dan satu kota dengan Jalaluddin
Rumi (w.1273) di Konya, Turki. Walaupun pemikirjudiyah telah berakar lama didalam
pemikiran para sufi sebelum abad ke-13 seperti Hallaj, Imam Al-Ghazali dan Ibn-Arabi, namun
pemakaian istilah wardat al-wujud sebagaimana kita kenal sekarang ini bukan berasal dari Ibn-
Arabi. Istilah tersebut mula-mula dikemukakan oleh Qunawi setelah melakukan tafsir yang
mendalam atas karya-karya Ibn-Arabi. Istilah wardat al-wujud (darimana istilah wujudiyah
berasal) dikemukakan untuk menyatakan bahwa keesaan Tuhan (Tauhid) tidak bertentangan
dengan gagasan tentang penampakan pengetahuan-Nya yang berbagai bagai di Alam fenomena
(Alam al-khalq). Tuhan sebagai Dzat Mutlak satu-satunya didalam keesaan-Nya memang tanpa
sekutu dan bandingan, karenanya Tuhan adalah transenden (tanzih). Tetapi karena Dia
menampakkan wajah-Nya serta ayat-ayat-Nya diseluruh alam semesta dan didalam diri manusia,
12

maka dia memiliki kehadiran spiritual di alam kejadian. Kalau tidak demikian maka Dia bukan
yang Zahir dan yang Batin, sebagaimana Quran mengatakan, dan kehampiran-Nya kepada
manusia tidak akan lebih dekat dari urat leher manusia sendiri. Karena manifestasi pengetahuan-
Nya berbagai-bagai dan memiliki penampakan zahir dan batin, maka disamping transenden Dia
juga immanen (tashbih). Dasar-dasar wujudiyah semacam inilah yang dikembangkan Iraqi. Dia
memadukan ajaran Ibn Arabi yang diterima dari gurunya dengan ajaran Ahmad Al-Ghazali
(w.1126), adik kandung Imam Al-Ghazali, tentang Isyq (cinta). Menurut Iraqi asa penampakan
Tuhan melalui pengetahuan-Nya, yakni Wujud-Nya ialah dengan Cinta. Itulah sebabnya apabila
kaum wujudiyah seperti Iraqi dan Jami berbicara tentang cinta (Isyq) yang dimaksud adalah
Wujud Tuhan yang tidak lain adalah sifat-sifat-Nya. Para sufi menemukan dasar pandangannya,
selain didalam beberapa ayat Al-Quran juga didalam hadits Qudsi. Misalnya hadits yang
menyatakan, Aku pembendaharaan tersembunyi, Aku cinta untuk dikenal, maka Aku mencipta
dan dengan demikian Aku dikenal.
Ilmu tasawuf memperkenalkan satu pendekatan keagamaan yang dikenali sebagai
pencapaian ilmu melalui kasyf atau intuisi dengan melaksanakan amalan zikir dan cinta kepada
Tuhan. Mempertingkatkan pencapaian dalam kerohanian dengan melalui tahap-tahap tertentu,
yaitu terekat, maarif dan haqiqat. Wahdatul Wujud menekankan hakikat kewujudan manusia
atau makhluk sebenarnya bermula daripada Allah dan kebebasan manusia terletak pada mutlak
Allah. Allah adalah yang hakiki dan kekal untuk selama-lamanya.
Sebagai manusia biasa, adalah wajar bagi kita mematuhi, mentaati dan melaksanakan
kesemua suruhan-Nya dan meninggalkan serta menjauhi larangan-Nya. Dia-lah yang mencipta
manusia, Dia-lah Tuhan yang satu dan kita adalah bayangannya. Aliran ini menekankan aspek
kerohanian dalam islam, perasaan cinta kepada Tuhan, tumpuan beribadat, dan sentiasa berzikir
dengan penuh khusyuk kepada-Nya. Allah Tuhan yang satu hanya layak disembah dan sujud
patuh terhadap-Nya dan tiada sesiapa pun yang layak disembah selain-Nya.
Manakala, Nabi Muhammad itu adalah pesuruh-Nya. Hal ini dapat dilihat dan dibuktikan
melalui rukun islam yang pertama, yaitu mengucap dua kalimah syahadah dan sewaktu
menunaikan solat lima waktu ketika tahyat awal maupun tahyat akhir. Manusia adalah makhluk
istimewa pinjaman daripada Allah yang dicipta hanyalah bersifat sementara waktu sahaja, tidak
13

akan kekal selamanya. Diciptakan-Nya manusia bermula daripada tanah dan di situ jualah
manusia dikembalikan.
Roh makhluk adalah pancaran daripada Dzat Allah dan apabila masuk ke alam
kebendaan, maka ia menjadi kotor. Untuk membolehkan ia kembali ke asalnya, maka ia harus
dibersihkan daripada segala kekotoran. Proses pembersihan diri daripada segala kekotoran
dilakukan melalui amalan zikir, dan meninggalkan kehidupan kebendaan. Perasaan menginsafi
kelemahan dan kekurangan diri setiap insan perlu bagi memuhasabahkan diri kepada Allah.
Perlunya kita melengkapkan diri dengan keimanan, ketaatan, dan kepercayaan terhadap Tuhan
supaya selamat dihari kemudian. Tiga punca pahala seseorang itu berterusan selepas
kematiannya yaitu doa anak yang soleh dan solehah, sedekah jariah dan ilmu pengetahuan yang
bermanfaat. Pentingnya kita membuat amal kebaikan di dunia dan akhirnya mendapat nikmat
balasan yang besar di akhirat. Dengan mencintai Allah sepenuh hati, seseorang akan rela
mengorbankan apa sahaja dalam melaksanakan segala perntah-Nya. Jika Allah memahukan
sesuatu kejadian terjadi sebagaimana yang disebut dalam Al-Quran (surah yassin, ayat 82)
;artinya ; Bila ia (Allah) mengkehendaki sesuatu Ia berkata ; Jadilah! Maka ia terjadi.
Ditegaskan bahwa Allah Yang Maha Sempurna, dan Maha Berkuasa mencipta segalanya.
Menyedari hakikat aliran Wahdatul Wujud Bahwa segala makhluk itu yang pada asasnya Esa,
kerana wujud daripada zat Allah. Zat Allah adalah wujud pada keseluruhan alam yang
merupakan sifat, manakala Dia adalah zat. Tidak ada sifat jika tidak adanya zat, hancur dan
lenyaplah alam sekiranya tidak ada zat Allah Taala. Ia yang membangunkan alam, Ia yang
memberikan rupa kepada alam dan Ia yang menggerakkan alam. Zat Allah itu tidak dapat
digambarkan dan diucapkan bukan sahaja oleh kita manusia di bumi ini, juga oleh segala
penghuni alam atas. Ternyata zat Allah itu adalah bersama kita dan berpegang pada zat Allah
nescaya kukuh walaupun dugaan besar datang tanpa diduga kerana zat Allah umbi segala-
galanya.
b. Allah.
Allah adalah dzat yang mutlak dan qadim sebab Dia adalah yang pertama dan pencipta
alam semesta. Allah lebih dekat daripada leher manusia sendiri, dan bahwa Allah tidak
bertempat, sekalipun sering dikatakan bahwa Ia ada dimana-mana. Ketika menjelaskan ayat
14

fainama tuwallu fa tsamma wajhullah ia katakan bahwa kemungkinan untuk memandang
wajah Allah dimana-mana merupakan unio-mistica. Para sufi menafsirkan wajah Allah
sebagai sifat-sifat Tuhan seperti Pengasih, Penyayang, Jalal dan Jamal. Dalam salah satu
syairnya, fansuri berkata :
mahbubmu itu tiada berhail
Pada ayna ma tuwallu jangan kau ghafil
Fa tsamma wajhulla sempurna wasil
Inilah jalan orang yang kamil
Hamzah Fansuri menolak ajaran pranayama dalam agama Hindu yang membayangkan
Tuhan berada dibagian tertentu dari tubuh seperti ubun-ubun yang dipandang sebagai jiwa dan
dijadikan titik konsentrasi dalam usaha mencapai persatuan.
c. Manusia.
Walaupun manusia sebagai tingkat terakhir dari penjelmaan, ia adalah tingkat yang
paling penting dan merupakan penjelmaan yang paling penuh dan sempurna. Ia adalah aliran
atau pancaran langsung dari Dzat yang mutlak. Ini menunjukkan adanya semacam kesatuan
antara Allah dan manusia.
d. Kelepasan.
Manusia sebagai makhluk penjelmaan yang sempurna dan berpotensi untuk menjadi
insan kamil (manusia sempurna), tetapi karena ia lalai, pandangannya kabur dan tiada sadar
bahwa seluruh alam semesta ini adalah palsu dan bayangan.
4

e. Syariat, Tarekat, Hakekat, dan Makrifat.
Hamzah Fansuri menganggap pentingnya syariat dalam perjalanan tasawufnya. Sebagai
seorang Syaikh, ia memperingatkan pengikutnya yang menempuh jalan tarekat agar tidak
melecehkan syariat. Ia mengatakan barang siapa mengerjakan sembahyang fardhu, puasa
fardhu, makan halal, meninggalkan haram, tidak dengki, tidak ujub, tidak takabbur, dll, berarti ia
menggunakan syariat. Karena perbutan-perbuatan tersebut adalah perbuatan Rasulullah

4
Prof.Dr.M.Solihin dan Prof. Dr. Rosihon Anwar, 2011, Ilmu Tasawuf, Bandung : CV. Pustaka Setia, hal.247-249
15

seyogyanya kita masuk ke dalam tarekat, karena ia tidak lain daripada syariat. Perlu diketahui
bahwa tarekat merupakan hakikat, karena tarekat merupakan permualan hakikat sebagaimana
syariat permulaam taarekat. Selanjutnya ia juga mengatakan bahwa alan hakikat itu jalan Nabi
Muhammad Rasulullah, kesudahan jalannya. Barang siapa memakai ketiganya (syariat, tarekat,
hakikat) maka ia kamil mukammal.
Sementara pandangannya tentang makrifat, menurutnya, makrifat adalah rahasia Nabi. Tidak
sah sembahyang tanpa makrifah. Makrifat ialah mengenal Allah dengan sebenarnya, mengenal
bahwa ia tidak terhingga dan berkesudahan, esa, bukan dua, kekal, tidak fana, tidak putus, tidak
kekal, tidak mitsal dan sekutu, tidak bertempat, tidak bermasa dan tidak berakhir
5
















5
Azra, Azyumardi. 2008.Ensiklopodia tasawuf I. Jakarta. Amzah. Hal 443-444
16

BAB III
ANALISIS
3.1 Pandangan Ulama terhadap Hamzah Fansuri
Karya-karya Hamzah Fansuri telah dikaji oleh para sarjana Timur dan Barat yaitu
Kraemaer, Doorenbos, Al-Attas, Teeuw, Brakel, Sweeney, Braginsky dan Abdul Hadi. Kajian al-
Attas yang merupakan analisis semantik dianggap sebagai kajian yang paling menyeluruh dan
hebat terhadap pemikiran Hamzah Fansuri. Pada masa yang sama, kajian mereka ini telah
memberikan penjelasan yang amat penting mengenai sumbangan Hamzah terhadap sastera
Melayu.
Terjadi konflik horizontal atau sikap pro-kontra antara penganut dan pengecam, antara
yang mendukung dan yang menolak ajaran wujdiyah Hamzah Fansuri ini. Pada satu sisi,
perbedaan pendapat tersebut cenderung menunjukkan konflik yang terjadi antara ahli tasawuf
dan ahli fiqh, antara ahli tarekat dan ahli syariat, antara penganut ajaran esoterik (btin) dan
penganut ajaran eksoterik (zhir). Pada sisi lain sejauh dipahami para sarjana, perbedaan
pendapat tersebut bisa diartikan sebagai usaha mereduksi ajaran wujdiyah Hamzah Fansuri
kepada kategori-kategori zindq, mulhid, atau panteisme, adalah suatu kekeliruan, konflik politik,
dan konflik antara penganut teosofi dan penganut teologis dogmatis. Dalam pada itu, karena
syair-syair dan karya-karya prosa Hamzah Fansuri seringkali menonjolkan citra-citra simbolis,
maka pamahaman terhadap ajaran wujdiyah yang terkandung di dalamnya seyogianya
diinterpretasikan secara metaforis, dan dengan pendekatan hermeneutik.
Kecaman sesat, zindq, ataupun panteisme oleh sebagian sarjana terhadap ajaran
wujdiyah, ditolak oleh sebagian sarjana lain. Menurut kelompok ini ajaran wujdiyah tidak
hanya mengajarkan sisi tasybh (imanensi), tetapi tetap mempertahankan tanzh-Nya
(transendensi-Nya). Pandangan ini menurut hemat penulis adalah benar karena ia berbeda
dengan penafsiran kelompok pertama tadi memandang konsep wujdiyah sufi ini sebagaimana
17

yang digagaskan sebenarnya, yang tidak hanya menekankan sisi tasybh, tetapi juga
mempertahankan sisi tanzh-Nya.
6

Ulama yang berpendapat mengenai pemikiran Hamzah Fansuri, Nuruddin al-Raniri
beliau banyak menghasilkan tulisan. Di antara buku yang ditulisnya itu, ada tulisan yang khusus
untuk mengecam atau mengkafirkan penganut ajaran Syamsudin dan Hamzah Fansuri. Ini karena
kedua orang tersebut dikategorikan sebagai penganut pahamWahdat al-wujud. Pada masa itu
sedang panasnya polemik di masyarakat mengenai ajaran kedua sufi ini, bahkan ada yang
menganggap keduanya sesat. Ini ditolak dengan tegas oleh Nuruddin al-Raniri.
3.2 Analisis Pemikiran Hamzah Fansuri
Pemikiran dan pegangan Hamzah Fansuri terpancar dalam karya- karya beliau meliputi
karya prosa dan puisi. Hamzah adalah pengembang fahaman Wujudiyah. Gambaran tentang
ajaran Wujudiyah ini dapat dikutip daripada karangan beliau Asrar al-Arifin dan Sharab al-
Asyikin. Fahaman ini beranggapan bahwa segala makhluk itu pada asasnya esa, kerana wujud
daripada zat Allah. Dalam hujahnya menerusi kitab-kitab ini, terkesan bahwa Hamzah
terpengaruh dengan faham Ibn Arabi, ahli tasawuf yang masyhur pada akhir abad ke-12 dan awal
abad ke-13, yang di tularkan pada muridnya yakni Iraqi. Selain itu, Hamzah turut menyisipkan
dalam karangannya kutipan-kutipan ahli tasawuf Parsi seperti al-Junaid, Mansor Hallaj,
Jalaluddin Rumi, Abi Yazid Bistami, dan Shamsu Tabriz. Karangan-karangan prosa Hamzah
yang terpenting ialah Asrar al-Arifin (Rahsia Orang yang Bijaksana), Sharab al-Asyikin
(Minuman Segala Orang yang Berahi) dan Zinat al-Muwahidin (Perhiasan Sekalian Orang yang
Mengesakan).
Melalui hasil karangannya, dijelaskan mengapa orang harus mencari Tuhan dan juga
sebagai garis petunjuk untuk mencari Tuhan. Syair-syair Hamzah sarat dengan estetika, ilmu dan
falsafah diolah berdasarkan pengaruh pantun menampakkan bahawa Hamzah menguasai puisi
Parsi bersifat tasawuf dan memupuk rasa cinta akan Allah. Hamzahlah penyajak Melayu pertama
yang menggunakan syair dalam tulisan agama. Winstedt mengatakan cara pemikiran Hamzah
sesuai dengan pemikiran yang terdapat dalam karangan- karangan ahli-ahli falsafah, pujangga

6
Syarifuddin, MEMPERDEBAT WUJDIYAH SYEIKH HAMZAH FANSURI (Kajian Hermeneutik atas Karya Sastra
Hamzah Fansuri).pdf
18

dan pengarang-pengarang besar Barat seperti St. Augustino (354-430), John Lyly (1553-1606),
Francis Bacon (1561-1662), John Milton (1608-1674), Sydney Smith (1771-1845) dan lain-
lainnya. Pengiktirafan tersebut mewajarkan Hamzah Fansuri diangkat sebagai pelopor
kesusasteraan.


















19

BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Konsep Tasawuf Hamzah Fansuri
Ilmu tasawuf memperkenalkan satu pendekatan keagamaan yang dikenali sebagai
pencapaian ilmu melalui kasyf atau intuisi dengan melaksanakan amalan zikir dan cinta kepada
Tuhan. Mempertingkatkan pencapaian dalam kerohanian dengan melalui tahap-tahap tertentu,
yaitu terekat, maarif dan haqiqat. Wahdatul Wujud menekankan hakikat kewujudan manusia
atau makhluk sebenarnya bermula daripada Allah dan kebebasan manusia terletak pada mutlak
Allah. Allah adalah yang hakiki dan kekal untuk selama-lamanya.
Sebagai manusia biasa, adalah wajar bagi kita mematuhi, mentaati dan melaksanakan
kesemua suruhan-Nya dan meninggalkan serta menjauhi larangan-Nya. Dia-lah yang mencipta
manusia, Dia-lah Tuhan yang satu dan kita adalah bayangannya. Aliran ini menekankan aspek
kerohanian dalam islam, perasaan cinta kepada Tuhan, tumpuan beribadat, dan sentiasa berzikir
dengan penuh khusyuk kepada-Nya. Allah Tuhan yang satu hanya layak disembah dan sujud
patuh terhadap-Nya dan tiada sesiapa pun yang layak disembah selain-Nya.
Konsep tasawuf Hamzah Fansuri jika diterapkan pada masa sekarang ini sangat cocok,
dimana manusia sekarang sudah mulai luntur dengan etika keagamaan dan mengedepankan
nikmat dunia. Meskipun beliau bertasawuf dan menjadi seorang sufi, beliau tetap menunjukkan
kiprahnya di dunia yakni dengan mengkritik pemerintahan yang kotor, hingga ujungnya
pemikiran dan sumbangsih beliau tidak diakui dan tertulis dalam sejarah kesultanan Aceh.
Cintanya terhadap Tuhan membuatnya berani untuk menentang sesuatu yang salah.
4.2 Corak Tasawuf Hamzah Fansuri
Karena pemikiran Hamzah Fansuri banyak diwarnai dengan pembahasan mengenai ke-
Tuhanan maka dapat dikatakan bahwa corak tasawuf Hamzah Fansuri adalah Falsafi, namun
dalam pemikirannya pula beliau tidak pernah mengesampingkan Syariat sebagaimana para
tokoh ulama memperdebatkannya, justru tasawuf Hamzah Fansuri sangat mengedepankan
syariat. Diketahui pula bahwa Hamzah Fansuri adalah pengikut Tharikat Abdulqadir Jailani, ini
20

berarti tasawuf yang dikembangkan Syekh adalah tasawuf yang bersifat amali, karena dalam
pengamalannya diwarnai dengan gerakan-gerakan dzikir.
4.3 Kesimpulan
Syekh Hamzah Fansuri telah begitu banyak memberikan sumbangan terhadap peradaban
Islam Nusantara. Karya-karyanya, baik puisi maupun yang lainnya telah banyak memberikan
inspirasi bagi generasi-generasi sesudahnya. Melalui puisi-puisinya itu pula Syekh Hamzah
Fansuri menyebarkan dakwah islamiyah.
Meskipun paham sufinya mendapatkan pertentangan dari beberapa kalangan sehinga
menyebabkan buku-bukunya dibakar, tetapi namanya tidak lekang oleh zaman. Sejarah
pembakaran buku sebagaimana terjadi pada awal masuknya Islam tidak boleh terulang. Buku,
bagaimanapun kontroversialnya, tetap merupakan sebuah produk intelektual dan hasil
perenungan dari penulisnya. Pembakaran buku, pengekangan kebebasan berpikir, justru akan
membuat peradaban berjalan mundur.
4.4 Daftar Rujukan
Azra, Azyumardi. 2008. Ensiklopedi Tasawuf. Jilid I A-H, Bandung: Angkasa.
Hadi, Abdul. 1995. Hamzah Fansuri, Risalah Tasawuf dan Puisinya. Bandung : Mizan,cet.I.
Samsul Munir Amin.2008. Karamah Para Kiai. Yogyakarta : Pustaka Pesantren.
Solihin, M dan Rosihon Anwar. 2008. Ilmu Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.
Syarifuddin, Memperdebat Wujudiyah Syeikh Hamzah Fansuri (Kajian Hermeneutik atas Karya
Sastra Hamzah Fansuri).pdf
W.M, Abdul, Hadi. 2001. Tasawuf yang Tertindas (Kajian Hermenetika terhadap Karya-Karya
Hamzah Fansuri. Jakarta: Paramadina.






21

4.5 Glosarium
a. Daftar Kata Arab Dalam Puisi Hamzah Fansuri
1. Istilah
alam al-jabarut : alam kemahakuasaan
alam al-lahut : alam ketuhanan
alam al-malakut : alam ketuhanan
alam al-nasut : alam kemanusiaan
Afsanul lisan : sangat fasih
Ahlul alam : ahli dunia
Ahlul batin : ahli ketuhanan, mistis
Ahlul haqiqah : ahli hakikat, sufi
Ahlul marifah ; ahli makrifat
Ahlul suluk : sufi
Allah taala ; tuhan yang Maha tinggi
Anal- had : Aku adalah kebenaran kreatif
Al-aql al-kulli : akal universal
Al-bahr al-amiq : laut dalam
Al-bahr al-qadim : lautan abadi
Bah al-ulya ; lautan yang tinggi
Baynallah wa baynal amil : Siantar
Tuhan dan dia yang beramal
Baytul kanah : kabah
Baytul Quddus : rumah penyucian,
masjid al-aqsa
Bismillah al-hayy al-baqy : dengan nama
Tuhan yang maha hidup dan kekal
Bouraq al-miraj : Bouraq kendaraan
miraj
Dzatul bar : zat yang mencipta jiwa
Hayat al-fana : menuju kefanaan
Hadirat al-qahhar : kemahakuasaan yang
mulia
Hadirat al-rajiq : pemberi rezeki yang
mulia
Al-hayy al-baqi : Yang Maha Hidup,
yang Maha Kekal
Illah abad al-abad : terus-menerus
Illah wah al0baqi : kepada wajah yang
Kekal
La ilaha illalah : Tidak ada tuhan selain
Allah
La makna la-hu : tidak ada tempat
baginya
Al-nur al-awwal : cahaya yang awal
Nur Muhammad : cahaya Muhammad
Al-qalam al-ala : pena yang maha tinggi
Siri sirrihi : rahasia yang paling
tersembuyi
Sultan al-makhluqat : tuhannya makhluk
Syak al-islam : gelar yang diberikan
kepada alam fiqh
Al-thayr al-uryan : burung yang bebas
Wajhullahi : wajah Allah
Wujud wahmi : wujud nisbi
Adm al-syiyam, adm al-shaiim : hari
puasa


22

2. Kata-kata Arab
allamah : orang yang berilmu
arsy : singgasana
Baqa : kehidupan yang kekal
Daim : tetap
Daira : lingkaran
Dalil : kotor, keji
Fahmi : pemahaman
Faiq : terkemuka
Fasiq : pendosa
Fikr: pemikiran
Furqan : pembeda
Ghafil; : lalai
Gharib : asih
Ghariq : terbenam
Hail : rintangan
Haqiq : nyata
Haqiqah : hakikat, esensi
Haraqah : gerakan
Haj : hidup
Isyarah : isyarat
Itsbat : penegasan
isyq : cinta
iyan : pandangan
Jabar : yang maha kuasa
Jahil : bodoh
Jawadan : surga
Junun : kegilaan
Kunh : esensi
Kali : ketiadaan
Khaliq : pencipta
Labis : berpakaian
Laut : ketuhanan
Liqa : pertemuan, perjumpaan
Makhfi : tersembunyi
Maqsum : terbagi
Marghub : hasrat
Matlub : mencari
Nasut : kemanusiaan
Nathiq : berbicra
Azhar : penglihatan
Nur : cahaya
Qadim : tak berawal
Qahir : penaklukan
Qarib : dekat
Rabb : tuhan
Rikab : gunung
Riyadhah : latihan
Stabil : jalan
Salsabil : sumur di surga
Sami : mendengar
Tahqiq : pemastian
Tamsil : perbandingan
Thalib : murid
ulya : tempat yang mulia
Ala, ulat : ulat
Wahid : yang maha esa
Wah : khayalan, fantasi
Wasil : perantara
Zani : yang berzina
Zanjabil : sumur di surga


23

b. Daftar Kata Melayu dan Jawa dalam Puisi Hamzah Fansuri
Amang : takut
Angga : tubuh, ego, diri
Bangat (Jawa) : sangat, amat
Bisai : elok
Caping : koyak
Damping : ramping
Hempenak : kasih sayang
Jaluk (Jawa) : meminta
Jeling : kerling
Junun : berahi
Karma : perbuatan
Kasap : menyimpang
khandi : kantong
Kulus : kosong, hampa
Lali : lupa
Larang : tak boleh, haram
Mamang : bingung
Mutu : permata
Nyarak : memancar
Orak : terurai
Rahat : istirahat
Sagai : hamba
Sakin : kesentosaan
Awang : cakrawala
Sula : tiang gantung orang yang
dihukum mati

You might also like