You are on page 1of 35

PENDAHULUAN

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermikularis. Apendiks


merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang berada di perut
kanan bawah, organ ini mensekresikan IgA namun seringkali menimbulkan masalah bagi
kesehatan. Peradangan akut apendiks menyebabkan komplikasi yang berbahaya apabila
tidak segera dilakukan tindakan bedah.
Apendisitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan.
Apendisitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada anak
sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan apendisitis akut mengalami perforasi
setelah dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian resusitasi
cairan dan antibiotik yang lebih baik, apendisitis pada anak-anak, terutama pada anak
usia prasekolah masih tetap memiliki angka morbiditas yang signifikan. Diagnosis
apendisitis akut pada anak kadang-kadang sulit. Hanya 50-70% kasus yang bisa
didiagnosis dengan tepat pada saat penilaian awal. Angka apendiktomi negatif pada
pasien anak berkisar 10-50%. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik
merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis apendisitis.2
Semua kasus apendisitis memerlukan tindakan pengangkatan dari apendix yang
terinflamasi, baik dengan laparotomi maupun dengan laparoskopi. Apabila tidak
dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama disebabkan
karena peritonitis dan syok.3

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI & FISIOLOGI APPENDIX

Apendiks merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum
dan Kolon asendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan apendiks terlihat
pada minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya apendiks
berada pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial dekat
dengan Plica ileocaecalis. Dalam proses perkembangannya, usus mengalami rotasi.
Caecum berakhir pada kuadran kanan bawah perut. Apendiks selalu berhubungan dengan
Taenia caecalis. Oleh karena itu, lokasi akhir Apendiks ditentukan oleh lokasi
Caecum.1,2,3

Gambar 1. Appendix vermicularis4)

Vaskularisasi apendiks berasal dari percabangan A. ileocolica. Gambaran histologis


Apendiks menunjukkan adanya sejumlah folikel limfoid pada submukosanya. Pada usia
15 tahun didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul limfoid. Lumen apendiks biasanya
mengalami obliterasi pada orang dewasa. 1,3

Gambar 2. Potongan transversa apendiks 5

Panjang apendiks pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-rata
panjang 6-9 cm. Meskipun dasar apendiks berhubungan dengan Taenia caecalis pada
dasar Caecum, ujung apendiks memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada gambar
di bawah ini. Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut yang terjadi
apabila apendiks mengalami peradangan. 1,2

Gambar 3. Variasi lokasi apendiks vermikularis1


3

Awalnya, apendiks dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini,


apendiks dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan
Imunoglobulin terutama

Imunoglobulin A (IgA). Walaupun apendiks merupakan

komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT), fungsinya tidak
penting dan apendiktomi tidak akan menjadi suatu predisposisi sepsis atau penyakit
imunodefisiensi lainnya.2

INSIDENSI
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun jarang pada anak kurang
dari satu tahun. Rasio pria : wanita = 1,2-1,3 : 1. 2

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


a. Obstruksi
Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada apendisitis akut. Fecalith
merupakan penyebab umum obstruksi apendiks, yaitu sekitar 20% pada anak dengan
apendisitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi apendiks. Penyebab yang lebih
jarang adalah hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa apendiks, barium yang
mengering pada pemeriksaan x-ray, batu empedu, cacing usus terutama Oxyuris
vermicularis. Reaksi jaringan limfatik, baik lokal maupun generalisata, dapat disebabkan
oleh infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti
Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris.
Apendisitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enterik atau sistemik, seperti
measles, chicken pox, dan cytomegalovirus.
Insidensi apendisitis juga meningkat pada pasien dengan fibrosis kistik. Hal
tersebut terjadi karena perubahan pada kelenjar yang mensekresi mukus. Obstruksi
apendiks juga dapat terjadi akibat tumor carcinoid, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3
proksimal. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya apendisitis adalah trauma, stress
psikologis, dan herediter.6
Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi.
Fecalith ditemukan pada 40% kasus apendisitis akut sederhana, sekitar 65% pada kasus

apendisitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus apendisitis akut gangrenosa
dengan perforasi. 1,2,6,7)

Gambar 3.1. Apendisitis (dengan fecalith) 8)

Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi normal
mukosa apendiks segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada apendiks normal
adalah 0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan tekanan
intraluminal sekitar 60 cm H2O. Distensi merangsang akhiran serabut saraf aferen nyeri
viseral yang mengakibatkan nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut tengah atau
di bawah epigastrium. 2
Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan
bakteri yang cepat di apendiks. Sejalan dengan peningkatan tekanan organ melebihi
tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular. Akan
tetapi aliran arteriol tidak terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks mual,
muntah, dan nyeri yang lebih nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa apendiks
dan peritoneum parietal pada regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke
abdomen kanan bawah. 2,6,7
Mukosa gastrointestinal termasuk apendiks, sangat rentan terhadap kekurangan suplai
darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan arteriol, daerah dengan
suplai darah yang paling sedikit akan mengalami kerusakan paling parah. Dengan adanya
distensi, invasi bakteri, gangguan vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi biasanya
pada salah satu daerah infark di batas antemesenterik. 1,2,6,7

Di awal proses peradangan apendiks, pasien akan mengalami gejala gangguan


gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB,
dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis apendisitis
khususnya pada anak-anak.6
Distensi apendiks menyebabkan perangsangan serabut saraf viseral yang
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilikalis. Nyeri awal ini bersifat nyeri
tumpul di dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan
muntah dalam beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul
mendahului nyeri perut, dapat dipikirkan diagnosis lain.6
Apendiks yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi
gangguan aliran limfatik sehingga terjadi edema yang lebih hebat. Hal-hal tersebut
semakin meningkatan tekanan intraluminal apendiks. Peningkatan tekanan ini
menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi apendiks yang menyebabkan iskemia
jaringan intraluminal apendiks, infark, dan gangren. Setelah itu, bakteri melakukan invasi
ke dinding apendiks; diikuti demam, takikardia, dan leukositosis akibat pelepasan
mediator inflamasi karena iskemia jaringan. Ketika eksudat inflamasi yang berasal dari
dinding apendiks berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan
teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi apendiks, khususnya di titik Mc
Burneys. Jarang terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri
viseral sebelumnya. Pada apendiks yang berlokasi di retrocaecal atau di pelvis, nyeri
somatik biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale
sebelum terjadi perforasi apendiks dan penyebaran infeksi. Nyeri pada apendiks yang
berlokasi di retrocaecal dapat timbul di punggung atau pinggang.
Apendiks yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah
testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya.
Inflamasi ureter atau vesika urinaria akibat penyebaran infeksi apendiks dapat
menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urin.
Perforasi apendiks akan menyebabkan terjadinya abses lokal atau peritonitis difus.
Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan
tubuh pasien berespon terhadap perforasi tersebut. Tanda perforasi apendiks mencakup
6

peningkatan suhu melebihi 38.5oc, leukositosis >14.000, dan gejala peritonitis pada
pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat
menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada
bayi karena bayi tidak memiliki jaringan lemak omentum, sehingga tidak ada jaringan
yang melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi. Perforasi yang terjadi pada anak
yang lebih tua atau remaja, lebih memungkinkan untuk terjadi abscess. Abscess tersebut
dapat diketahui dari adanya massa pada palpasi abdomen pada saat pemeriksaan fisik.6
Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering
dijumpai pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat iritasi
Ileum terminalis atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess
pelvis.6

b. Bakteriologi
Flora pada apendiks yang meradang berbeda dengan flora apendiks normal. Sekitar
60% cairan aspirasi yang didapatkan dari apendisitis didapatkan bakteri jenis anaerob,
dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi apendiks yang normal. Diduga
lumen merupakan sumber organisme yang menginvasi mukosa ketika pertahanan mukosa
terganggu oleh peningkatan tekanan lumen dan iskemik dinding lumen. Flora normal
kolon memainkan peranan penting pada perubahan apendisitis akut ke apendisitis
gangrenosa dan apendisitis perforata. 1,2,7
Apendisitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus didapatkan lebih
dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang mengalami perforasi. 2 Flora
normal pada apendiks sama dengan bakteri pada kolon normal. Flora pada apendiks akan
tetap konstan seumur hidup kecuali Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat
pada orang dewasa.
Bakteri yang umumnya terdapat di apendiks, apendisitis akut dan apendisitis perforasi
adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. Namun berbagai variasi dan bakteri
fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan. 1,2,7

Bakteri Aerob dan Fakultatif

Bakteri Anaerob

Batang Gram (-)

Batang Gram (-)

Eschericia coli

Bacteroides fragilis

Pseudomonas aeruginosa

Bacteroides sp.

Klebsiella sp.

Fusobacterium sp.

Coccus Gr (+)

Batang Gram (-)

Streptococcus anginosus

Clostridium sp.

Streptococcus sp.

Coccus Gram (+)

Enteococcus sp.

Peptostreptococcus sp.

Tabel 1. Organisme yang ditemukan pada Appendicitis acuta 2

Kultur intraperitonal rutin yang dilakukan pada pasien apendisitis perforata dan
nonperforata masih dipertanyakan kegunaannya. Saat hasil kultur selesai, seringkali
pasien telah mengalami perbaikan. Organisme yang dikultur dan kemampuan
laboratorium untuk mengkultur organisme anaerob secara spesifik pun sangat bervariasi.
Kultur peritoneal harus dilakukan pada pasien dengan keadaan imunosupresi, sebagai
akibat dari obat-obatan atau penyakit lain, dan pasien yang mengalami abses setelah
terapi apendisitis. Perlindungan antibiotik terbatas sekitar 24-48 jam pada kasus
apendisitis nonperforata. Pada apendisitis perforata, antibiotik diberikan 7-10 hari secara
intravena hingga leukosit normal atau pasien tidak demam dalam 24 jam. 2,6

c.

Peranan lingkungan: diet dan higiene 7


Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat dengan

kandungan serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan berhubungan dengan
kondisi tertentu pada pencernaan. Apendisitis, penyakit Divertikel, karsinoma kolorektal
lebih sering pada orang dengan diet seperti di atas dan lebih jarang diantara orang yang
memakan makanan dengan kandungan serta lebih tinggi. Burkitt mengemukakan bahwa
diet rendah serat berperan pada perubahan motilitas, flora normal, dan keadaan lumen
yang mempunyai kecenderungan untuk timbul fecalith.

KLASIFIKASI
Klasifikasi apendisitis menurut klinikopatologis:

Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah keadaan akut abdomen yang memerlukan pembedahan

segera untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk jika telah terjadi perforasi, maka
komplikasi dapat terjadi seperti peritonitis umum, terjadinya abses, dan komplikasi pasca
operasi seperti fistula dan infeksi luka operasi (Jaffe & Berger, 2005).
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai
rangsangan peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan
tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilicus. Dalam
beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney (Burkit et al,
1992). Di sini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan
nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi
sehingga penderita seperti memerlukan obat pencahar.Bila dilakukan penekanan
kemudian dilepaskan pada titik McBurney maka pasien apendisitis akut akan merasa
sangat nyeri. Penekanan juga dapat dilakukan di abdomen kiri bawah, dikatakan
apendisitis bila merasa nyeri pada abdomen kanan bawah.
Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan
menurun.

Klasifikasi apendisitis akut:


1) Apendisitis akut simple: peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa.
Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilicus, mual, muntah, anoreksia,
malaise, dan demam ringan. Apendisitis hiperemia dan tidak ada eksudat serosa.
2) Apendisitis supuratif: Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti, nyeri
tekan tekan, nyeri lepas di titik MC Burney, defans muskuler, dan nyeri pada
gerak aktif dan pasif
3) Apendisitis akut gangrenosa: didapatkan tanda-tanda supuratif, apendiks
mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau
keabuan atau merah kehitaman.
9

Apendisitis infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat
dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga
membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya

Apendisitis abses
Apendisitis abses terjadi bila massa local yang terbentuk berisi nanah. Biasanya di
fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal, dan pelvic.

Apendisitis perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang
menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum.
Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.

Apendisitis kronik
Apendisitis kronik adalah nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu atau
terjadi secara menahun. Apendisitis kroniksangat jarang terjadi. Prevalensi hanya 15%.
Diagnosis apendisitis kronik sulit ditegakkan. Terdapat riwayat nyeri perut kanan
bawah yang biasa terjadi secara berulang (Pieter, 2005). Pemeriksaan fisik hampir
sama dengan apendisitis akut. Walaupun ada beberapa kriteria yg berbeda. Pada
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi terkadang menggambarkan
hasil yang normal. Setelah dilakukan apendektomi, gejala akan menghilang pada 8293% pasien.
Patologi anatomi digunakkan untuk menegakkan apendisitis kronik karena
diagnosis sebelum operasi sangat sulit ditetapkan. Ciri apendisitis kronik adalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik

GEJALA KLINIS
Gejala umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan nyeri perut yang
didahului anoreksia.12,13 Gejala utama apendisitis akut adalah nyeri perut. Awalnya, nyeri
dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu menetap, kadang disertai kram yang hilang
10

timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-12 jam, dengan rata-rata 4-6 jam. Nyeri yang
menetap ini umumnya terlokalisasi di abdomen kuadran kanan bawah. Variasi dari lokasi
anatomi apendiks berpengaruh terhadap lokasi nyeri, sebagai contoh; apendiks yang
panjang dengan inflamasi di abdomen kuadran kiri bawah menyebabkan nyeri di daerah
tersebut, apendiks di daerah pelvis menyebabkan nyeri suprapubis, retroileal apendiks
dapat menyebabkan nyeri testikular.8
Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi apendiks, biasanya
suhu naik hingga 38oC. Pada keadaan perforasi, suhu tubuh meningkat hingga > 39oC.
Anoreksia hampir selalu menyertai apendisitis. Pada 75% pasien dijumpai muntah yang
umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf
dan ileus. Umumnya, urutan munculnya gejala apendisitis adalah anoreksia, diikuti nyeri
perut dan muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka diagnosis apendisitis
diragukan.

2,8

Muntah yang timbul sebelum nyeri abdomen mengarah pada diagnosis

gastroenteritis.
Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak
pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada beberapa
pasien terutama anak-anak.

2,3,8

Diare dapat timbul setelah terjadinya perforasi

apendiks.12,13

Gejala*

Frekuensi (%)

Nyeri perut

100

Anoreksia

100

Mual

90

Muntah

75

Nyeri berpindah

50

Gejala

sisa

klasik

(nyeri

periumbilikal

kemudian

anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke abdomen 50


kuadran kanan bawah kemudian demam yang tidak terlalu tinggi)
*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam
11

Tabel 2. Gejala apendisitis 9

Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek apendisitis akut dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya ditentukan
apakah akan dilakukan apendiktomi. Setelah apendiktomi, dilakukan pemeriksaan PA
terhadap jaringan apendiks dan hasil PA diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu
inflamasi akut dan noninflamasi akut.11)

Tabel 3. Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis.2

Gejala

Tanda

Lab

Gejala Klinik

Value

Adanya migrasi nyeri

Anoreksia

Mual/muntah

Nyeri abdomen kuadran kanan bawah

Nyeri lepas

Febris

Leukositosis

Shift to the left

Total poin

10

Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan
bedah sebaiknya dilakukan.2
Gejala apendisitis yang terjadi pada anak dapat bervariasi, mulai dari yang
menunjukkan kesan sakit ringan hingga anak yang tampak lesu, dehidrasi, nyeri lokal
pada perut kanan bawah, bayi yang tampak sepsis. Pasien dengan peritonitis difus
biasanya bernafas mengorok. Pada beberapa kasus yang meragukan, pasien dapat
diobservasi dulu selama 6 jam. Pada penderita apendisitis biasanya menunjukkan
peningkatan nyeri dan tanda inflamasi yang khas.12,13

12

Pada pemeriksaan fisik, perubahan suara bising usus berhubungan dengan tingkat
inflamasi pada apendiks. Hampir semua pasien merasa nyeri pada nyeri lokal di titik Mc
Burneys. Tetapi pasien dengan apendiks retrocaecal menunjukkan gejala lokal yang
minimal. Adanya psoas sign, obturator sign, dan Rovsings sign bersifat konfirmasi
dibanding diagnostik. Pemeriksaan rectal toucher juga bersifat konfirmasi dibanding
diagnostik, khususnya pada pasien dengan pelvis abscess karena ruptur apendiks.12
Diagnosis apendisitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau terlalu tua.
Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat sehingga apendisitis
sudah mengalami perforasi. Pada awal perjalanan penyakit pada bayi, hanya dijumpai
gejala letargi, iritabilitas, dan anoreksia. Selanjutnya, muncul gejala muntah, demam, dan
nyeri.13
Anak-anak dengan apendisitis biasanya lebih tenang jika berbaring dengan gerakan
yang minimal. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak, pada akhirnya jarang
didiagnosis sebagai apendisitis, kecuali pada anak dengan apendisitis letak retrocaecal.
Pada apendisitis letak retrocaecal, terjadi perangsangan ureter sehingga nyeri yang timbul
menyerupai nyeri pada kolik renal.6
Penderita apendisitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha kanan,
karena pada sikap itu Caecum tertekan sehingga isi Caecum berkurang. Hal tersebut
akan mengurangi tekanan ke arah Appendix sehingga nyeri perut berkurang. 6

Gambar 4. Posisi yang dilakukan untuk mengurangi nyeri perut10

Apendiks umumnya terletak di sekitar McBurney. Namun perlu diingat bahwa letak
anatomis apendiks sebenarnya dapat pada semua titik, 360o mengelilingi pangkal
13

Caecum. Apendisitis letak retrocaecal dapat diketahui dari adanya nyeri di antara costae
12 dan spina iliaka posterior superior. Apendisitis letak pelvis dapat menyebabkan nyeri
rektal.6
Secara teori, peradangan akut apendiks dapat dicurigai dengan adanya nyeri pada
pemeriksaan rektum (Rectal toucher). Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik untuk
apendisitis. Jika tanda-tanda apendisitis lain telah positif, maka pemeriksaan rectal
toucher tidak diperlukan lagi.6
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik: 10

Rovsings sign
Jika abdomen kiri bawa ditekan, maka terasa nyeri di abdomen kanan bawah. Hal ini
menggambarkan iritasi peritoneum. Sering positif pada Appendicitis namun tidak
spesifik.

Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien
dan tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien
digerakkan dalam arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan
kekakuan musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal dari
peradangan apendiks. Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi rigiditas
abdomen.
Ada 2 cara memeriksa:
Aktif: pasien telentang, tungkai kanan lurus di tahan pemeriksa, pasien memfleksikan
articulatio coxae kanan maka akan terasa nyeri perut kanan bawah.

14

Pasif: pasien miring ke kiri, paha kanan di hiperekstensikan pemeriksa akan terasa
nyeri perut kanan bawah.

Gambar 5. Dasar anatomis terjadinya Psoas sign 10

Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki kanan
pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa memposisikan
sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam posisi endorotasi
kemudian eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di hipogastrium saat
eksorotasi. Nyeri pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi apendiks, abses
lokal, iritasi M. Obturatorius oleh apendisitis letak retrocaecal, atau adanya hernia
obturatoria.

15

Gambar 6. Cara melakukan


Obturator sign10)
Gambar 7. Dasar anatomis Obturator
sign10

Blumbergs sign (nyeri lepas kontralateral)


Pemeriksa menekan di abdomen kiri bawah kemudian melepaskannya. Manuver
ini dikatakan positif bila pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di abdomen
kanan bawah.

Wahls sign
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan
perkusi di abdomen kanan bawah, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga
Scherren pada auskultasi.

Baldwins test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat tungkai
kanannya ditekuk.

Defans muskular
Defans muskular bersifat lokal sesuai letak apendiks.

Nyeri pada daerah cavum Douglasi


Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abses di cavum
Douglasi atau apendisitis letak pelvis.

Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral

Dunphys sign (nyeri ketika batuk)

16

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium2,3,6,7

Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm3, biasanya didapatkan pada


keadaan akut, apendisitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan PMN sedang.
Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan shift to the left pergeseran ke
kiri, diagnosis apendisitis akut harus dipertimbangkan. Jarang hitung jenis sel darah putih
lebih dari 18.000/ mm3 pada apendisitis tanpa komplikasi. Hitung jenis sel darah putih di
atas jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi apendiks dengan
atau tanpa abses.
CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh hati
sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai meningkat antara 612 jam inflamasi jaringan.
Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP 8 mcg/mL, hitung leukosit
11000, dan persentase neutrofil 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas 90%.
Pemeriksaan urin bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari saluran
kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari iritasi uretra atau
vesika urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi apendiks, pada apendisitis akut
dalam sample urin kateter tidak akan ditemukan bakteriuria.

Ultrasonografi1,2,6,7
USG cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Apendiks

diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus yang nonperistaltik
yang berasal dari caecum. Dengan penekanan yang maksimal, apendiks diukur dalam
diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif bila tanpa kompresi ukuran
anterior-posterior apendiks 6 mm atau lebih. Ditemukannya appendicolith akan
mendukung diagnosis.
Gambaran USG dari apendiks normal, yang dengan tekanan ringan merupakan
struktur akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan
diagnosis apendisitis. Penilaian dikatakan negatif bila apendiks tidak terlihat dan tidak
tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis apendisitis akut
17

tersingkir dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam rongga abdomen harus
dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita usia reproduktif, organorgan panggul harus dilihat baik dengan pemeriksaan transabdominal maupun
endovagina agar dapat menyingkirkan penyakit ginekologi yang mungkin menyebabkan
nyeri akut abdomen. Diagnosis apendisitis akut dengan USG telah dilaporkan
sensitifitasnya sebesar 78%-96% dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG sama
efektifnya pada anak-anak dan wanita hamil, walaupun penerapannya terbatas pada
kehamilan lanjut.
USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada pemakai.
Penilaian positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya periappendicitis dari
peradangan sekitarnya, dilatasi tuba fallopi, benda asing (inspissated stool) yang dapat
menyerupai appendicolith, dan pasien obesitas apendiks mungkin tidak tertekan karena
proses inflamasi apendiks yang akut melainkan karena terlalu banyak lemak. USG negatif
palsu dapat terjadi bila apendisitis terbatas hanya pada ujung apendiks, letak retrocaecal,
apendiks dinilai membesar dan dikelirukan oleh usus kecil, atau bila apendiks mengalami
perforasi oleh karena tekanan.

Gambar 3.7.USG pada potongan longitudinal apendisitis 10

Pemeriksaan radiologi1,2,6,7

Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis apendisitis akut, tetapi dapat sangat
bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien apendisitis akut, kadang
dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam usus, hal ini merupakan temuan yang
18

tidak spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat pada foto polos, tapi bila ditemukan sangat
mendukung diagnosis. Foto thorax kadang disarankan untuk menyingkirkan adanya nyeri
alih dari proses pneumoni lobus kanan bawah.
Teknik radiografi tambahan meliputi CT scan, barium enema, dan radioisotop
leukosit. Meskipun CT scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada USG, tapi
jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT scan diperiksa terutama
saat dicurigai adanya abses apendiks untuk melakukan percutaneous drainage secara
tepat.
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema (Apppendicogram) tergantung
pada penemuan yang tidak spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan
apendiks yang kosong dan dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 50-48 %.
Pemeriksaan radiografi dari pasien suspek apendisitis harus dipersiapkan untuk pasien
yang diagnosisnya diragukan dan tidak boleh ditunda atau diganti, memerlukan operasi
segera saat ada indikasi klinis.

Gambar 3.8. Gambaran CT Scan


abdomen: apendisitis perforata
dengan abses dan kumpulan cairan
di pelvis

Gambar 3.9. Gambaran CT


Scanabdomen: Penebalan apendiks
(panah) dengan appendicolith1

19

Tabel 3. Perbandingan USG dan CT Scan Appendix pada Appendicitis1


USG

CT Scan Appendix

Sensitivitas

85%

90-100%

Spesifitas

92%

95-97%

Penggunaan

Evaluasi pasien pada


pasien apendisitis
Aman
Relatif murah
Dapat menyingkirkan
penyakit pelvis pada
wanita
Lebih baik pada anak-anak
Tergantung operator
Secara teknik tidak
adekuat dalam menilai gas
Nyeri

Evaluasi pasien pada


pasien apendisitis
Lebih akurat
Lebih baik dalam
mengidentifikasi apendiks
normal dan abses

Keuntungan

Kerugian

Mahal
Radiasi ionisasi
Kontras

DIAGNOSIS
Riwayat klasik Appendicitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di
region iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abscess
apendikuler. Penegakan diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik maupun
penunjang. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dengan karsinoma Caecum, penyakit
Crohn, amuboma dan Lymphoma maligna intra abdomen. Perlu juga disingkirkan
kemungkinan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan kelainan ginekolog
seperti Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Adnexitis dan Kista Ovarium terpuntir .
Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang khas.18
Tumor Caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan umum jelek,
anemia dan turunnya berat badan. Hal ini perlu dipastikan dengan colon in loop dan
benzidin test. Pada anak-anak tumor Caecum yang sering adalah sarcoma dari kelenjar
mesenterium. Pada Appendicitis tuberkulosa, klinisnya antara lain keluhan nyeri yang
tidak begitu hebat disebelah kanan perut, dengan atau tanpa muntah dan waktu serangan
20

dapat timbul panas badan, leukositosis sedang, biasanya terdapat nyeri tekan dan rigiditas
pada kuadran lateral bawah kanan, kadang-kadang teraba massa.17
Massa Appendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:
1. keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;
2. pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tandatanda peritonitis;
3. laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke
kiri.
Massa Appendix dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai dengan:
1. keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi
lagi;
2. pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya
teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan
3. laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.1

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien apendisitis yaitu 1,2,3,6,7
1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis
dehidrasi atau septikemia.
2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral
3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah.
4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.
5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur dan
didapatkan beta-hCG positif secara kualitatif.
Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi; antibiotika profilaksis
harus diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan single dose dipilih
antibiotika yang bisa melawan bakteri anaerob.

Jika penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi untuk
membuang apendiks yang mungkin gangren, dari dalam massa perlekatan ringan yang
longgar dan sangat berbahaya, dan karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi,
21

sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan abses yang
dapat mudah didrainase.7
Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau
dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa periappendikular yang
pendindingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga
peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Pada anak,
dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa
periappendikular yang terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk
dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta
luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan
leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3
bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila
terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu
dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta
bertambahnya angka leukosit. 7
Tatalaksana

apendikular

infiltrat

pada

anak-anak

sampai

sekarang

masih

kontroversial. Dari hasil penelitian kasus terapi apendikular infiltrat pada anak-anak,
kebanyakan adalah konservatif yaitu dengan observasi ketat dan antibiotik, dengan cairan
intravena, dan pemasangan NGT bila diperlukan. Konservatif berlangsung selama 6
hari di rumah sakit, lalu direncanakan untuk dilakukan apendiktomi elektif setelah 4-6
minggu kemudian untuk mencegah kemungkinan risiko rekurensi dan perforasi yang
lebih luas. Dari hasil penelitian komplikasi setelah operasi dengan penanganan
konservatif terlebih dahulu lebih sedikit bila dibandingkan dengan terapi pembedahan
segera seperti cedera pada ileum (Ileal injury), abses intrabdominal, infeksi karena luka
saat operasi. Sehingga terapi non-operatif pada appendicular infiltrat yang diikuti dengan
apendiktomi elektif merupakan metode yang aman dan efektif. Terapi tersebut sama
dengan pada orang dewasa yaitu dengan konservatif terlebih dahulu yang diikuti dengan
apendiktomi elektif. Hal ini dikarenakan untuk mencegah komplikasi post operasi dan
risiko dari prosedur pembedahan yang besar (extensive).20
Pada anak-anak, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi
abses, dianjurkan untuk operasi secepatnya. Pada penderita dewasa, apendiktomi
22

direncanakan pada apendikular infiltrat tanpa pus yang telah ditenangkan. Sebelumnya
pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob.
Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan
apendiktomi.20
Akhir-akhir ini terdapat manajemen terapi yang terbaru yaitu dengan PLD (Primary
Laparoscopic Drainage) yang dapat diikuti dengan LA (Laparoscopic Appendectomy).
PLD ini rata-rata memakan waktu operasi sekitar 80-100 menit, makanan oral dapat
diberikan 2-3 hari setelah PLD, penurunan panas badan pasien menjadi afebril pada 4-7
hari setelah PLD, antibiotik intravena dapat dilepas 4-5 hari setelahnya, perawatan di
rumah sakit antara 7-15 hari. PLD ini tidak terbukti terdapat komplikasi selama intra
maupun post operasi, sedangkan bila dilanjutkan dengan LA, komplikasi yang dapat
terjadi adalah adhesi obstruksi usus.20
Bila sudah terjadi abses, dianjurkan untuk drainase saja dan apendiktomi dikerjakan
setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ditemukan keluhan atau gejala apapun,
dan pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses,
dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.20

Ada 3 cara yang dipakai untuk appendiktomi, yaitu:


1. Insisi menurut Mc Burney (grid incision atau splitting incision)
Sayatan dilakukan pada garis tegak lurus pada garis yang menghubungkan SIAS
dengan umbilikus. Sayatan ini mengenai kutis, subkutis, dan fasia. Otot-otot dinding
perut dibelah secara tumpul. Teknik ini paling banyak dikerjakan karena keuntungannya
tidak terjadi benjolan dan tidak mungkin terjadi herniasi, dan masa penyembuhan lebih
cepat.
2. Insisi menurut Roux (muscle cutting incision)
Lokasi dan sayatan sama dengan Mc Burney, hanya sayatannya langsung
menembus otot dinding perut tanpa mempedulikan arah serabut sampai tampak
peritoneum. Keuntungannya adalah lapangan operasi lebih luas, mudah diperluas,
sederhana dan mudah
3. Insisi pararektal

23

Dilakukan sayatan pada garis batas lateral M. Rectus abdominis dekstra secara
vertikal dari kranial ke kaudal sepanjang 10 cm. Setelah peritoneum dibukan dengan
retraktor, maka basis appendiks dapat dicari pada pertemuan tiga taenia coli.
Teknik operasi apendiktomi 1,2,6,8):
a. Open Appendectomy
1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.
2. Dibuat sayatan kulit:
Horizontal

Oblique

3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:


a. Pararectal/ Paramedian
Sayatan/ incisi pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot disisihkan
ke medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M. rectus abdominis
karena fascianya ada 2 agar tidak tertinggal pada waktu penjahitan. Bila yang
terjahit hanya satu lapis fascia saja, dapat terjadi hernia cicatricalis.

sayatan
M.rectus abd.
ditarik ke medial

M.rectus abd.
2 lapis

24

b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting


Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.
1) Incisi apponeurosis M. Obliquus abdominis externus dari lateral atas ke
medial bawah.

Keterangan gambar:
Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi kedua
mengenai jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus abdominis
externus.
2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke lateral
bawah.

Keterangan gambar:
Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diincisi searah
dengan seratnya ke arah lateral.
3) Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.

25

Keterangan gambar:
Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar tak
terjadi trauma jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N. iliohipogastricus
dan pembuluh yang memperdarahinya terletak di sebelah lateral di antara
M. obliquus externus dan internus. Tarikan yang terlalu keras akan
merobek pembuluh dan membahayakan saraf.
4. Peritoneum dibuka.

Keterangan gambar:
Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar.
Peritoneum sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di
bawahnya. Secuil peritoneum angkat dengan pinset. Yang nampak di sini ialah
pinset jaringan De Bakey. Asisten juga mengangkat dengan cara yang sama pada
sisi di sebelah dokter bedah. Dokter bedah melepaskan pinset, memasang lagi
sampai dia yakin bahwa hanya peritoneum yang diangkat.

26

5. Caecum dicari kemudian dikeluarkan kemudian taenia libera ditelusuri untuk


mencari apendiks. Setelah apendiks ditemukan, apendiks diklem dengan klem
Babcock dengan arah selalu ke atas (untuk mencegah kontaminasi ke jaringan
sekitarnya).
Appendix dibebaskan dari mesoappendix dengan cara:
Mesoappenddix ditembus dengan sonde kocher dan pada kedua sisinya, diklem,
kemudian dipotong di antara 2 ikatan.

Keterangan gambar:
Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem
Babcock melingkari appenddix dan satu klem dimasukkan lewat mesenterium
seperti pada gambar. Cara lainnya ialah dengan mengklem ujung bebas
mesenterium di bawah ujung appenddix. Appendix tak boleh terlalu banyak
diraba dan dipegang agar tidak menyebarkan kontaminasi.

6. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi lebih
kuat karena mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah Caecum). Klem
dipindahkan sedikit ke distal, lalu bekas klem yang pertama diikat dengan benang
yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga tidak terbentuk rongga dan bila
terbentuk pus akan masuk ke dalam Caecum).

27

7. Appendix dipotong di antara ikatan dan klem, puntung diberi betadine.

8. Perawatan puntung Appendix dapat dilakukan dengan cara:


a. Dibuat jahitan tabak sak pada Caecum, puntung Appendix diinversikan ke
dalam Caecum. Tabak sak dapat ditambah dengan jahitan Z.
b. Puntung dijahit saja dengan benang yang tidak diabsorbsi. Resiko
kontaminasi dan adhesi.
c. Bila prosedur a+b tidak dapat dilaksanakan, misalnya bila puntung rapuh,
dapat dilakukan penjahitan 2 lapis seperti pada perforasi usus.

28

9. Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru dilepaskan
dan mesenteriolumnya (retrograde).
10. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

b. Laparoscopic Appendectomy
Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien
dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopy sangat berguna
untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Dengan
menggunakan laparoscope akan mudah membedakan penyakit akut ginekologi dari
Appendicitis acuta.1)

Gambar 3.10. Posisi operasi Laparoscopic Appendectomy 1

29

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari apendisitis akut pada dasarnya adalah diagnosis dari akut
abdomen. Hal ini karena manifestasi klinik yang tidak spesifik untuk suatu penyakit
tetapi spesifik untuk suatu gangguan fisiologi atau gangguan fungsi. Jadi pada dasarnya
gambaran klinis yang identik dapat diperoleh dari berbagai proses akut di dalam atau di
sekitar kavum peritoneum yang mengakibatkan perubahan yang sama seperti apendisitis
akut. 2,6)
Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi operasi, namun pada
umumnya proses-proses penyakit yang diagnosisnya sering dikacaukan oleh apendisitis
sebagian besar juga merupakan masalah pembedahan atau tidak akan menjadi lebih buruk
dengan pembedahan. 2,6)
Diagnosis banding apendisitis tergantung dari 3 faktor utama: lokasi anatomi dari
inflamasi apendiks, tingkatan dari proses dari yang sederhana sampai yang perforasi,
serta usia dan jenis kelamin pasien. 2,6)
1. Adenitis Mesenterika Akut
Diagnosis penyakit ini seringkali dikacaukan oleh apendisitis pada anak-anak.
Hampir selalu ditemukan infeksi saluran pernafasan atas, tetapi sekarang ini telah
menurun. Nyeri biasanya kurang atau bisa lebih difus dan rasa sakit tidak dapat
ditentukan lokasinya secara tepat seperti pada apendisitis. Observasi selama beberapa
jam bila ada kemungkinan diagnosis Adenitis mesenterica, karena Adenitis
mesenterica adalah penyakit yang self limited. Namun jika meragukan, satu-satunya
jalan adalah operasi segera.
2. Gastroenteritis akut
Penyakit ini sangat umum pada anak-anak tapi biasanya mudah dibedakan dengan
apendisitis. Gastroentritis karena virus merupakan salah satu infeksi akut self limited
dari berbagai macam sebab, yang ditandai dengan adanya diare, mual, dan muntah.
Nyeri hiperperistaltik abdomen mendahului terjadinya diare. Hasil pemeriksaan
laboratorium biasanya normal.
3. Penyakit urogenital pada laki-laki.
Penyakit urogenital pada laki-laki harus dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding apendisitis, termasuk diantaranya torsio testis, epididimitis akut, karena nyeri
30

epigastrik dapat muncul sebagai gejala lokal pada awal penyakit ini, Vesikulitis
seminalis dapat juga menyerupai apendisitis namun dapat dibedakan dengan adanya
pembesaran dan nyeri vesikula seminalis pada waktu pemeriksaan rectal toucher.
4. Diverticulitis Meckel
Penyakit ini menimbulkan gambaran klinis yang sangat mirip apendisitis akut.
Perbedaan preoperatif hanyalah secara teoritis dan tidak penting karena diverticulitis
meckel dihubungkan dengan komplikasi yang sama seperti apendisitis dan
memerlukan terapi yang sama yaitu operasi segera.
5. Intususepsi
Sangat penting untuk membedakan intususepsi dari apendisitis karena terapinya
sangat berbeda. Umur pasien sangat penting, apendisitis sangat jarang dibawah umur
2 tahun, sedangkan intususepsi idiopatik hampir semuanya terjadi di bawah umur 2
tahun. Pasien biasanya mengeluarkan tinja yang berdarah dan berlendir. Massa
berbentuk sosis dapat teraba di abdomen kanan bawah. Terapi yang dipilih pada
intususepsi bila tidak ada tanda-tanda peritonitis adalah barium enema, sedangkan
terapi pemberian barium enema pada pasien apendisitis acuta sangat berbahaya.
6. Chrons enteritis
Manifestasi enteritis regional berupa demam, nyeri abdomen kanan bawah, perih,
dan leukositosis sering dikelirukan sebagai apendisitis. Selain itu, terdapat diare dan
anorexia. Mual dan muntah yang jarang, dapat mengarahkan diagnosis kepada
enteritis namun tidak menyingkirkan diagnosis apendisitis.
7. Perforasi ulkus peptikum
Gejala

perforasi

ulkus

peptikum

menyerupai

apendisitis

jika

cairan

gastroduodenal mengalir ke bawah di daerah caecal. Jika perforasi secara spontan


8. Infeksi saluran kencing
Pielonefritis akut, terutama yang terletak di sisi kanan dapat menyerupai
apendisitis letak retroileal. Rasa dingin, nyeri costovertebrae kanan, dan terutama
pemeriksaan urin biasanya cukup untuk membedakan keduanya.
9. Batu uretra
Bila calculus tersangkut dekat apendiks dapat dikelirukan dengan apendisitis
retrocaecal. Nyeri alih ke daerah labia, scrotum atau penis, hematuria, dan atau tanpa
31

demam atau leukositosis mendukung adanya batu. Pielografi dapat memperkuat


diagnosis.
10. Peritonitis Primer
Peritonitis primer jarang menyerupai apendisitis akut simpleks namun dapat
ditemukan gambaran yang sangat mirip dengan peritonitis difus sekunder yang
disebabkan oleh ruptur apendiks. Diagnosis ditegakkan dengan aspirasi peritoneal.
Bila ditemukan bakteri coccus pada pewarnaan Gram, peritonitis tersebut adalah
peritonitis primer dan terapinya adalah obatobatan. Bila ditemukan bermacam
macam bakteri, peritonitis tersebut adalah peritonitis sekunder.
11. Yersiniosis
Infeksi Yersinia menyebabkan berbagai macam gejala klinik, termasuk adenitis
mesenterica, ileitis, colitis dan apendisitis. Umumnya infeksinya ringan dan self
limited, namun pada beberapa dapat terjadi sepsis sistemik yang umumnnya sangat
fatal bila tidak diobati. Kecurigaan pada diagnosis preoperatif tidak boleh menunda
operasi, karena secara klinis apendisitis yang disebabkan oleh Yersinia tidak dapat
dibedakan dengan apendisitis oleh sebab lainnya. Sekitar 5% dari kasus apendisitis
akut disebabkan oleh infeksi Yersinia.
12. Kelainankelainan ginekologi
Umumnya kesalahan diagnosis apendisitis akut tertinggi pada wanita dewasa
muda disebabkan oleh kelainankelainan ginekologi. Angka rata-rata apendiktomi
yang dilakukan pada apendiks normal yang pernah dilaporkan adalah 32%45% pada
wanita usia 1545 tahun. Penyakitpenyakit organ reproduksi pada wanita sering
dikelirukan sebagai apendisitis, dengan urutan yang tersering adalah PID, ruptur
folikel de Graaf, kista atau tumor ovarium, endometriosis dan ruptur kehamilan
ektopik. Laparoskopi mempunyai peranan penting dalam menentukan diagnosis.

Pelvic Inflammatory Disease (PID)

Infeksi ini biasanya bilateral tapi bila yang terkena adalah tuba sebelah kanan
dapat menyerupai apendisitis. Mual dan muntah hampir selalu terjadi pada pasien
apendisitis. Pada pasien PID hanya sekitar separuhnya.

32

Ruptur Folikel de Graaf

Ovulasi sering mengakibatkan keluarnya darah dan cairan folikuler serta nyeri
yang ringan pada abdomen bagian bawah. Bila cairan sangat banyak dan berasal dari
ovarium kanan, dapat dikelirukan dengan apendisitis. Nyeri dan nyeri tekan agak
difus. Leukositosis dan demam minimal atau tidak ada.
KOMPLIKASI

Apendikular infiltrat
Adalah infiltrat/massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari
apendiks yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus
besar. Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai
apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa apendiks lebih sering dijumpai pada
pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang
dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses
radang.16
Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan apendisitis akut yang kemudian
disertai adanya massa periapendikular. Gejala klasik apendisitis akut biasanya
bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan
muntah. Dalam 2-12 jam nyeri beralih ke kuadran kanan, yang akan menetap dan
diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan
demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadangkadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum
ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen
kanan bawah akan semakin progresif.17
Etiologi dan patofisiologi Appendicular infiltrat diawali oleh adanya Appendicitis
acuta. Dimulai dari acute focal Appendicitis acute suppurative Appendicitis
gangrenous Appendicitis (tahap pertama dari Appendicitis yang mengalami
komplikasi) dapat terjadi 3 kemungkinan:
o

Perforated Appendicitis, terjadi penyebaran kontaminasi didalam ruang atau


rongga peritoneum akan menimbulkan peritonitis generalisata.

Terjadi Appendicular infiltrat jika pertahanan tubuh baik (massa lama


kelamaan akan mengecil dan menghilang)
33

Apendisitis kronis, merupakan serangan ulang Appendicitis yang telah


sembuh.

KOMPLIKASI POST OPERASI 1


Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendicitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi
pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda
diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan.
Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi
komplikasi appendicitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi
93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR
komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang tua. Anak-anak memiliki
dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang
sempurna memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan
pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
a. Abses

Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak
di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila appendicitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.
b. Perforasi

Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri


menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal
sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif
pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit,
panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c. Peritonitis

Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya


yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada
34

permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas


peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen,
demam, dan leukositosis.

PROGNOSIS 2
Mortalitas dari apendisitis di USA menurun terus dari 9,9% per 100.000 pada tahun
1939 sampai 0,2% per 100.000 pada tahun 1986. Faktor- faktor yang menyebabkan
penurunan secara signifikan insidensi Appendicitis adalah sarana diagnosis dan terapi,
antibiotika, cairan i.v., yang semakin baik, ketersediaan darah dan plasma, serta
meningkatnya persentase pasien yang mendapat terapi tepat sebelum terjadi perforasi.

PENCEGAHAN
a. Diet tinggi serat
Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan
insidens timbulnya berbagai macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan bahwa
diet tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran
pencernaan.40 Serat dalam makanan mempunyai kemampuan mengikat air, selulosa,
dan pektin yang membantu mempercepat sisi-sisa makanan untuk diekskresikan
keluar sehingga tidak terjadi konstipasi yang mengakibatkan penekanan pada dinding
kolon.
b. Defekasi yang teratur
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran feces.
Makanan yang mengandung serat penting untuk memperbesar volume feces dan
makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Individu yang makan pada waktu yang
sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada
pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di kolon.
Frekuensi defekasi yang jarang akan mempengaruhi konsistensi feces yang
lebih padat sehingga terjadi konstipasi. Konstipasi menaikkan tekanan intracaecal
sehingga terjadi sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora
normal kolon. Pengerasan feces memungkinkan adanya bagian yang terselip masuk
ke saluran appendiks dan menjadi media kuman/bakteri berkembang biak sebagai
infeksi yang menimbulkan peradangan pada appendiks.

35

You might also like