You are on page 1of 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HEMATURIA DI


RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Oleh:
Bagus Setyo Prabowo, S.Kep.
082311101010

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

1. Konsep penyakit
a. Kasus
Hematuria
b. Pengertian
Hematuri adalah suatu gejala yang ditandai dengan adanya darah atau sel
darah merah dalam urin. Secara klinis, hematuri dapat dikelompokkan
menjadi hematuri makroskopis (gross hematuria) adalah suatu keadaan urin
bercampur darah dan dapat dilihat dengan mata telanjang. Keadaan ini dapat
terjadi bila 1 liter urin bercampur dengan 1 ml darah. Gross hematuria bisa
disertai dengan clot/bekuan darah, dimana dapat berasal dari perdarahan di
ureter/ginjal, buli-buli dan prostat. Hematuri mikroskopis yaitu hematuri
yang hanya dapat diketahui secara mikroskopis atau tes kimiawi. hematuria
yang secara kasat mata tidak dapat dilihat sebagai urine yang berwarna
merah tetapi pada pemeriksaan mikroskopik diketemukan lebih dari 2 sel
darah merah per lapangan pandang (Sunarka, 2002).
c. Klasifikasi hematuria :
1) Hematuria inisial: darah yang muncul saat mulai berkemih, sering
mengindikasikan masalah di uretra (pada pria, dapat juga di prostat).
Penyebabnya ada di bawah sphincter externa.
2) Hematuria terminal: darah yang terlihat pada akhir proses berkemih dapat
menunjukkan adanya penyakit pada buli-buli atau prostat. Penyebabnya
ada di proximal urethra atau di leher/dasar buli-buli.
3) Hematuria total: darah yang terlihat selama proses berkemih, dari awal
hingga akhir, menunjukkan permasalahan pada buli-buli, ureter atau
ginjal. Penyebabnya ada di buli-buli, ureter atau ginjal.
Pada wanita, hematuria yang terjadi sesuai siklus menstruasi
menunjukkan kemungkinan adanya endometriosis pada traktus urinarius.
Darah yang ditemukan antara proses berkemih, seperti bercak darah yang
ditemukan pada celana dalam, sering menunjukkan adanya perdarahan
pada salah satu atau kedua ujung uretra.
d. Etiologi

Hematuria dapat disebabkan oleh kelainan-kelainan yang berada di


dalam sistem urogenitalia atau kelainan yang berada di luar urogenitalia.
Kelainan yang berasal dari sistem urogenitalia antara lain (Purnomo, 2007):
1) Infeksi/inflamasi, antara lain pielonefritis, glomerulonefritis, ureteritis,
sistitis, dan urethritis.
2) Tumor jinak/tumor ganas, antara lain tumor pielum, tumor ureter, tumor
buli-buli, tumor prostat, dan hiperplasia prostat jinak.
3) Kelainan bawaan sistem urogenitalia, antara lain kista ginjal dan ren
mobilis.
4) Trauma yang mencederai sistem urogenitalia.
5) Batu saluran kemih.
Kelainan-kelainan yang berasal dari luar sistem urogenitalia adalah
adanya kelainan pembekuan darah, SLE, dan kelainan sistem hematologik
yang lain. Faktor-faktor lain seperti obat pengencer darah yang mencegah
pembekuan darah atau obat-obatan anti inflamasi seperti aspirin mendorong
perdarahan saluran kemih. Obat-obatan umum yang dapat menyebabkan
darah kemih seperti penisilin dan siklofosfamid obat anti kanker (Cytoxan).
e. Patofisiologi
Patofisiologi hematuria tergantung pada tempat anatomi pada traktus
urinarius dimana kehilangan darah terjadi. Pemisahan konvensional telah
dilakukan antara perdarahan glomerular dan ekstraglomerular, memisahkan
penyakit nefrologi dan urologi.
Darah yang berasal dari nefron diistilahkan hematuria glomerular
nefronal. Sel darah merah dapat masuk ke ruang urinari dari glomerulus
atau, jarang dari tubulus renalis. Gangguan barier filtrasi glomerulus dapat
disebabkan abnormalitas turunan atau didapat pada struktur dan integritas
dinding kapiler glomerulus. Sel darah merah ini dapat terjebak pada
mukoprotein tamm-horsfall dan akan bermanifestasi sebagai silinder sel
darah merah pada urin. Temuan silinder pada urin merupakan masalah
signifikan pada tingkat glomerular. Meskipun demikian, pada penyakit
nefron, silinder dapat tidak ditemukan dan hanya ditemukan sel darah merah
terisolasi. Adanya proteinuri membantu menunjang perkiraan bahwa
kehilangan darah berasal dari glomerulus. Hematuria tanpa proteinuria atau

silinder diistilahkan sebagai hematuria terisolasi (isolated hematuria).


Meskipun beberapa penyakit glomerular dapat mengakibatkan hematuria
terisolasi, penemuan ini lebih konsisten pada perdarahan ekstraglomerular.
Setiap yang mengganggu epitelium seperti iritasi, inflamasi, atau invasi,
dapat mengakibatkan adanya sel darah normal pada urin. Gangguan lain
termasuk keganasan, batu ginjal, trauma, infeksi, dan medikasi. Juga,
penyebab kehilangan darah non glomerular, seperti tumor ginjal, kista
ginjal, infark dan malformasi arteri-vena, dapat menyebabkan hilangnya
darah masuk kedalam ruang urinari.
f. Tanda dan gejala
1) Urin yang disertai darah
2) Nyeri pada flank area (diantara iga dan panggul), punggung, perut
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)

bawah, atau kemaluan


Nyeri atau rasa panas saat berkemih
Demam
Mual dan muntah
Berat badan menurun
Kehilangan nafsu makan
Sering berkemih
Anyang-anyangan
Sensasi terbakar pada saat buang air kecil
Urine berwarna kelabu oleh karena adanya nanah dalam urine

g. Komplikasi
1) Retensi urin
2) Infeksi
3) Anemia
h. Pemeriksaan khusus dan penunjang
a. Pemeriksaan darah
Penentuan kadar kreatinin, ureum dan elektrolit untuk mengetahui faal
ginjal; fosfatase asam yang mungkin meningkat pada metastase prostat,
dan fosfatase alkali yang dapat meningkat pada setiap jenis metastase
tulang. Kadar kalsium, fosfat, asam urat dan hormon paratiroid
ditentukan bila terdapat kemungkinan urolithiasis.

b. Pemeriksaan urine dilakukan untuk pemeriksaan mikroskopik,


bakteriologik dan sitologik. Pemeriksaan urinalisis dapat mengarah
kepada hematuria yang disebabkan oleh faktor glomeruler ataupun non
glomeruler.
c. Pada pemeriksaan pH urine yang sangat alkalis menandakan adanya
infeksi organisme pemecah urea di dalam saluran kemih, sedangkan pH
urine yang sangat asam mungkin berhubungan dengan batu asam urat.
d. Sitologi urine diperlukan untuk mencari kemungkinan adanya sel-sel
urotelial.
e. IVP adalah pemeriksaan

rutin yang

dianjurkan pada setiap kasus

hematuria & sering digunakan untuk menentukan fungsi ekskresi ginjal.


Umumnya,

menghasilkan

gambaran

terang

saluran

kemih

dari

ginjal sampai dengan kandung kemih, asal faal ginjal memuaskan.


Pemeriksaan ini dapat menilai adanya batu saluran kemih, kelainan
bawaan saluran kemih, tumor urotelium, trauma saluran kemih, serta
beberapa penyakit infeksi saluran kemih.
f. USG berguna untuk menetukan letak dan sifat massa ginjal dan prostat
(padat atau kista), adanya batu atau lebarnya lumen pyelum, ureter,
kandung kemih dan uretra, bekuan darah pada buli-buli/pyelum, dan
untuk mengetahui adanya metastasis tumor di hepar.
g. Endoultrasonografi, yaitu ekografi transurethral sangat berguna
untuk pemeriksaan prostat dan buli-buli.
h. Arteriografi dilakukan bila ditemukan tumor ginjal nonkista untuk
menilai vaskularisasinya walaupun sering digunakan CT-Scan karena
lebih aman dan informatif. Bagian atas saluran kemih dapat dilihat
dengan cara uretrografi retrograd atau punksi perkutan.
i. Payaran radionuklir digunakan untuk menilai faal ginjal, misalnya setelah
obstruksi dihilangkan.
j. Pemeriksaan endoskopi uretra dan kandung kemih memberikan
gambaran jelas dan kesempatan untuk mengadakan biopsy
k. Sistometrografi biasanya digunakan untuk menentukan perbandingan
antara isi dan tekanan di buli-buli
l. Sistoskopi atau sisto-uretero-renoskopi

(URS)

dikerjakan

jika

pemeriksaan penunjang di atas belum dapat menyimpulkan penyebab


hematuria.

i. Penatalaksanaan
Jika terdapat gumpalan darah pada buli-buli yang menimbulkan retensi
urine, coba dilakukan kateterisasi dan pembilasan buli-buli dengan
memakai cairan garam fisiologis, tetapi jika tindakan ini tidak berhasil,
pasien secepatnya dirujuk untuk menjalani evakuasi bekuan darah
transuretra dan sekaligus menghentikan sumber perdarahan. Jika terjadi
eksanguinasi yang menyebabkan anemia, harus dipikirkan pemberian
transfusi darah. Demikian juga jika terjadi infeksi harus diberikan
antibiotika.
Setelah hematuria dapat ditanggulangi, tindakan selanjutnya adalah
mencari penyebabnya dan selanjutnya menyelesaikan masalah primer
penyebab hematuria.
2. a) Clinical Pathway
Hematuria

sistem urogenitalia

Glomerular
Pielonefritis,
glomerulonefritis,
ureteritis, sistitis,
dan urethritis
bakteri memasuki
ginjal dari aliran
darah atau naik dari
ureter ke ginjal
Infeksi
Demam dan
nyeri

Luar sistem urogenitalia

Non-glomerular

Hematologik

Iatrogenik

tumor prostat,
hiperplasia
prostat jinak,
BPH

Koagulopati
Hemolysis

Obat-obatan
(aspirin,
penisilin dan
siklofosfamid)

kelenjar
membesar
mengkompres
uretra
menghalangi
aliran urin
kesulitan
buang air kecil
Gangguan
eliminasi urine

Perdarahan
dalam urine
Resiko
kekurangan
volume cairan

b) Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


1) Masalah keperawatan
a) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan trauma bladder
ditandai dengan hematuria
b) Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan kerusakan
jaringan (trauma) pada daerah bladder.
c) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
dalam urin.
2) Data yang perlu dikaji
I. Anamnesis
1) Identitas pasien, meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin,
suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
alamat, No. RM, dan tanggal MRS.
2) Riwayat keperawatan
a. Riwayat penyakit dahulu
Meliputi penyakit yang pernah diderita, obat-obat yang pernah
dikonsumsi, kebiasaan berobat, dan alergi.
b. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan utama, riwayat MRS, dan terapi yang
diberikan.
c. Riwayat kesehatan keluarga.
II. Pemeriksaan fisik
a.
Keadaan umum
b.
Body system :
1) Pernapasan (B1: Breathing)
Hidung
: Fungsi pernapasan baik, pernapasan cuping hidung
tidak tampak.
Trachea : Tak ada kelainan.
Suara tambahan : wheezing (-), ronchi (-), rales (-), crackles (-)
Bentuk dada : simetris
2) Cardiovaskuler (B2: Blood)
Keluhan : Pusing (-), sakit kepala (+), palpitasi (-), nyeri dada
(-), kram kaki (-)
Suara jantung : S1/S2 normal/murni

Edema : tungkai (-)


3) Persyarafan (B3: Brain)
Kesadaran
: Composmentis
GCS: E = 4, V = 5, M = 6
Nervus Cranial : Tidak ada kelainan
4) Perkemihan-Eliminasi Uri (B4: Bladder)
Produksi urine, warna, dan bau.
5) Pencernaan-Eliminasi Alvi (B5: Bowel)
Meliputi mulut dan tenggorokan, abdomen, rectum BABm dan
diet.
6) Tulang-Otot-Integumen (B6: Bone)
Meliputi kemampuan pergerakan sendi, extremitas, tulang
belakang, warna kulit, akral, dan turgor kulit.
3. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan trauma bladder ditandai
dengan hematuria
b. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan
(trauma) pada daerah bladder.
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan dalam
urin.

4. Intervensi Keperawatan
No
1.

Diagnosa
keperawatan
Gangguan
eliminasi urine
berhubungan
dengan trauma
bladder ditandai
dengan
hematuria

Tujuan

Kriteria hasil

Setelah dilakukan
a. Bau, jumlah, warna urine
tindakan
dalam rentang normal
keperawatan
b. Tidak ada haematuria
selama 3 x 24 jam, c. Pengeluaran urine tanpa rasa
gangguan eliminasi
nyeri
urine dapat teratasi
NOC :
Urinary
elimination

Intervensi keperawatan
a. Kaji pola berkemih
(frekwensi dan jumlah)

b. Observasi adanya darah


dalam urine.
c. Anjurkan klien untuk
istirahat sekurang-kurangnya
seminggu sampai hematuri
hilang.

d. Lakukan tindakan
pembedahan bila perdarahan
terus berlangsung

Rasional
a. Mengidentifikasi
fungsi kandung
kemih, fungsi ginjal
dan keseimbangan
cairan.
b. Tanda-tanda infeksi
saluran perkemihan /
ginjal dapat
menyebabkan sepsis.
c. Menurunkan
metabolisme tubuh
agar energi yang
tersedia
difokuskanuntuk proses
penyembuhan pada bulibuli.
d. Tindakan yang cepat /
tepat dapat
meminimalkan
kecacatan.

2.

Gangguan rasa
nyaman: nyeri
berhubungan
dengan
kerusakan
jaringan
(trauma) pada
daerah bladder.

Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1 x 24 jam,
diharapkan nyeri
berkurang.
NOC :
Pain level
Pain control
Comfort level

a. Tanda-tanda vital dalam batas a. Kaji tanda-tanda vital klien.


normal.
TD :120/80 mmHg
b. Kaji karakteristik nyeri yang
RR = 16-24x/menit
dirasakan klien
N : 60-120 X/ menit.
b. Klien tampak tenang/rileks.
c. Observasi reaksi verbal dan
c. Klien mengatakan nyeri
nonverbal klien.
berkurang.
d. Ajarkan teknik relaksasi
nafas dalam kepada klien.
e. Atur posisi klien.
f. Tingkatkan istirahat dan
ciptakan lingkungan yang
nyaman.
g. Kolaborasikan pemberian
obat-obatan (analgesik).

a. Mengetahui kondisi
umum klien.
b. Menjadi petunjuk dalam
memberikan penanganan
yang tepat bagi klien.
c. Memperkuat data
mengenai nyeri yang
dirasakan klien.
d. Membantu mengurangi
nyeri yang dirasakan
klien.
e. Memberikan rasa
nyaman.
f. Membantu mengurangi
nyeri yang dirasakan
klien.
g. Analgesik merupakan
obat yang berfungsi
untuk mengurangi nyeri.

3.

Resiko
kekurangan
volume
cairan
berhubungan
dengan
perdarahan
dalam urin.

Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1 x 24 jam,
resiko kekurangan
cairan dapat
teratasi
NOC :
Fluid balance

a. Tanda-tanda vital dalam


rentang normal
TD :120/80 mmHg
RR = 16-24x/menit
N : 60-120 X/ menit.
b. Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi
c. Mukosa oral lembab, tidak
ada rasa haus berlebihan.

a. Kaji tanda-tanda vital klien.


b. Pantau input dan output
cairan.
c. Monitor status hidrasi dan
tanda-tanda dehidrasi.

d.

Monitor
yang keluar.

jumlah

darah

e.

Monitor status nutrisi

f.

Kolaborasikan
pemberian terapi cairan yang
tepat pada klien.

a. mengetahui kondisi
umum klien.
b. mengetahui adanya
ketidakseimbangan input
dan output cairan.
c. mencegah klien
mengalami dehidrasi dan
menjadi petunjuk dalam
penentuan kebutuhan
cairan pada klien.
d. membantu menentukan
rehidrasi cairan dan
mencegah perdarahan
lebih lanjut
e. Kebutuhan cairan pasien
juga di dapat dari
makanan
f. membantu memenuhi
kebutuhan cairan pada
klien.

DAFTAR PUSTAKA
NANDA International. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 20122014. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia Andrson.1995. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit:
pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih Bahasa: Peter
Anugrah. Edisi: 4. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddart. Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC.
Sunarka. 2002. Hematuria pada anak. Cermin Dunia Kedokteran no.134. 27-31

You might also like