You are on page 1of 33

Kriteria Terukur

Perancangan Kota
Dasar Perancangan Kota
2014

Intensitas tower di CBD Kota Surabaya

Contoh Perpaduan yang Baik Antara Bangunan Baru


dengan Bangunan Lama (Bersejarah)

LAND USE INTENSITY UNIT (LUI)


MENURUT DE CHIARA

Pemanfaatan tanah ditentukan oleh jenis penggunaan :

Land Area

(LA)

Floor Area

(FA)

Building Area

(BA)

Open Space

(OS) LA - BA

Livability Space

(LS) OS (Car Movement Area + Parking)

Recreation Space

(RS)

Intensitas Pemanfaatan Tanah ditetapkan berdasakan :

Floor Area Ratio

(FAR)

FA : BA

Building Covered Ratio (BCR) BA : LA


Open Space Ratio

(OSR) OS : FA

Recreation Space Ratio (RSR)


Livability Space Ratio (LSR)

RS : FA
LS : FA

Ilustrasi Penggunaan Lahan

Livability Space dan Recreation Space

FLOOR AREA, BUILDING AREA,


CAR MOVEMENT AREA

Intensitas Pemanfaatan Ruang


Koefisien Dasar Bangunan
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) atau Building Covered Ratio (BCR), adalah angka
perbandingan antara luas lantai dasar bangunan tehadap luas persil.

Luas lantai bangunan yang diperhitungkan dalam KDB (menurut Persyaratan Teknis
Bangunan Gedung; 1998) :

1. Batas dinding terluar bangunan : dihitung 100%.


2. Ruangan beratap dibatasi dinding yang tingginya > 1,20 m : dihitung 100%.
3. Ruangan beratap dibatasi dinding yang tingginya < 1,20 m : dihitung 50%.

Luasan yang tidak dihitung dalam KDB :


1. Teras tak beratap dibatasi dinding yang tingginya < 1,20 m,
selama tidak melebihi 10% dari total luas lantai bangunan.
2. Patio

Intensitas Pemanfaatan Ruang


Koefisien Lantai Bangunan
Koefisien Lantai Bangunan (KLB) atau Floor Area Ratio (FAR) adalah angka
perbandingan antara total luas lantai bangunan terhadap luas persil.

Luas lantai bangunan yang diperhitungkan dalam KLB :

1. Batas dinding terluar bangunan : dihitung 100%.


2. Balkon dan overstek yang lebarnya > 1,50 meter, kelebihannya dihitung 100%.
3. Ruang tangga tertutup : dihitung 100%.
Luasan yang tidak dihitung dalam KDB :

1. Ramp dan tangga terbuka


2. Patio
KDB dan KLB diperlukan untuk :

Pengaturan pencahayaan dan penghawaan alami.


Menjaga tetap berlangsungnya peresapan air ke dalam tanah.
Menciptakan keserasian tatanan massa dan ruang terbuka suatu lingkungan.

Hubungan Koefisien
Dasar Bangunan
(BCR) Dengan
Koefisien Lantai
Bangunan (FAR)

Intensitas Pemanfaatan Ruang


Garis Sempadan Bangunan

Garis Sempadan Bangunan (GSB) merupakan jarak bebas minimum


dinding terluar bangunan dengan batas persil yang dikuasai. Garis
Sempadan Bangunan terdiri dari:

Garis Sempadan Muka Bangunan (GS Muka Bangunan):


Adalah jarak bebas minimum dinding terluar bangunan dengan
batas persil bagian depan. Diartikan juga sebagai jarak bebas
minimum antara titik tengah ROW dengan dinding terluar
bangunan.
Garis Sempadan Samping Bangunan (GS Samping Bangunan):
Adalah jarak bebas minimum dinding terluar bangunan dengan
batas persil bagian samping.
Garis Sempadan Belakang Bangunan (GS Belakang Bangunan):

Adalah jarak bebas minimum dinding terluar bangunan dengan


batas persil bagian belakang.

GARIS SEMPADAN BANGUNAN


Mana GS. Muka, GS. Samping,
GS. Belakang Bangunan Pada
Tapak Di Bawah Ini ?

Garis Sempadan Bangunan


Dan Garis Sempadan Jalan

Ingat!
Peraturan di tiap
daerah tidak sama

Pada dasarnya
Pembangunan dan
pengembangan bangunanbangunan tinggi tidak bisa
dilakukan di sembarang
tempat.
Ada faktor-faktor yang
menentukan
mintakat (zona) paling sesuai
untuk pengembangannya.

Dari Pembangunan Gedung Bertingkat Sampai


Pengembangan Kawasan Gedung Bertingkat Tinggi

Bangunan gedung bertingkat yang dikembangkan secara individual

Indonesia : bangunan gedung bertingkat rendah (- 4 lantai); bertingkat


sedang (5-8 lantai); bertingkat tinggi (9 lantai ke atas).

Dari individual membentuk kelompok bangunan sampai cluster

Internasional : bangunan tinggi (23 -150 meter); pencakar langit (lebih


dari 150 meter).

Pembangunan secara individual : bangunan gedung dibangun satu per


satu - saling berlomba lebih tinggi sampai pencakar langit (New York).
Pengendalian melalui Peraturan Zoning 1916.
Pengembangan secara serentak dan berkelompok : membentuk cluster
dan zona. Dikembangkan oleh Corbusier melalui Radiant City.

Pengembangan kawasan bangunan tinggi dikendalikan dengan


menggunakan kriteria terukur (Shirvani; 1985).

Dari Bangunan Individual Sampai


Membentuk Zona Bangunan Tinggi

Bangunan bertingkat yang


dibangun secara individual
denag menggunakan struktur
rangka baja (New York)

Bangunan-bangunan
berlomba untuk menjadi
yang lebih tinggi
sampai pencakar langit
(New York).

Pengembangan dilakukan
secara serentak membentuk
cluster dan zona (radiant
city).

PENGENDALIAN PENGEMBANGAN
BANGUNAN KE ARAH VERTIKAL

Pengendalian individual atau


kelompok menggunakan Peraturan
Zoning 1916.

Pengendalian zona dan kawasan bangunan


tinggi menggunakan Floor Area District
(Seatle).

Pembatas Pengembangan Ke Arah Vertikal

Menurut Shirvani (1985) pengembangan bangunan ke arah vertikal


ditentukan oleh kriteria terukur yang terdiri dari : FAR, BCR, building setback
dan SEP yang membentuk selubung bangunan (building envelope) sebagai
pembatas pengembangan secara tiga dimensi.

Sky Exposure Plane (SEP)

Penggunaan SEP untuk


membentuk selubung bangunan
(building envelope) pada
bangunan tinggi.

Unsur-unsur pembatas lainnya adalah :

Peraturan
Perda, Peraturan Walikota, arahan rencana tata ruang
(Purwadio; 2006), digunakan sebagai acuan untuk membatasi
ketinggian bangunan gedung yang boleh dibangun.

Peraturan dan rencana tata ruang merupakan pembatasan


pembangunan ke arah vertikal bersifat formal yang
implementasinya dituangkan dalam Surat Keterangan
Rencana Kota (SKRK) dan IMB. Hal-hal yang diatur adalah :
KLB, tinggi bangunan dan jenis penggunaan lahan.

Ketersediaan lahan
Ketersediaan lahan menentukan ketinggian bangunan. Metoda untuk
menentukan tinggi bangunan adalah menggunakan ALO (De Chiara
dan Koppelman; 1975) dan SEP (Shirvani; 1985).

ALO : h = h tot -1,5 tg (De Chiara dan Koppelman; 1975)

h:

tinggi bangunan yang diizinkan

htot

tinggi total bangunan

tg

perbandingan antara tinggi dan jarak bangunan

T
SEP : -----

(Shirvani;1985)

D
T:

tinggi bangunan

D:

jarak proyeksi titik puncak bangunan dan titik di tepi jalan\

Angle of Light Obstruction (ALO)


(De Chiara dan Koppelman;
1975)

Sky Exposure Plane (SEP)


(Shirvani; 1985)

Aturan SEP menurut


Perda Kota Surabaya
No. 7 Tahun 1992

Lintasan Terbang Pesawat

Lintasan terbang pesawat merupakan salah satu faktor yang


membatasi ketinggian bangunan pada kota-kota yang memiliki
bandara (De Chiara dan Koppelman; 1975).

Lintasan terbang pesawat membatasi ketinggian bangunan yang


mempunyai jarak sampai 50.000 feet (15,20 km) dari runway
berdasarkan klasifikasi :

Bangunan yang berada pada zona inner horizontal surface dibatasi


dengan ketinggian 150 feet (45,50 meter)
Bangunan yang terletak pada outer horizontal surface dibatasi
dengan ketinggian 500 feet (151,50 meter).
Semakin dekat dengan runway ketinggian bangunan semakin
rendah.

Lintasan Terbang Pesawat

(Suwandono dalam Purwadio; 1994)

Jika terdapat perbedaan tinggi tempat


digunakan rumus :
Tm = Tm1 St
Tm : tinggi maksimum yang diizinkan
Tm1 : tinggi maksimum yang diizinkan
berdasarkan teori
St
: selisih ketinggian tempat

Dampak Lintasan Terbang Pesawat


pada City of Tomorrow, Surabaya

Dampak Lintasan Terbang Pesawat


pada City of Tomorrow, Surabaya

Bangkitan dan tarikan lalu-lintas

Intensitas Pemanfaatan Ruang dimana


salah satu unsurnya adalah Koefisien
Lantai Bangunan (KLB) mempunyai
hubungan dengan bangkitan dan tarikan
lalu lintas (Gredian; 2009).
Bangunan yang mempunyai KLB tinggi
atau bangunan tinggi menimbulkan
bangkitan dan tarikan lalu lintas lebih
besar dibandingkan dengan bangunan
rendah yang mempunyai KDB sama,
karena bangunan yang lebih tinggi
mempunyai luas lantai bangunan yang
lebih besar dibandingkan bangunan
rendah.
Besar kecilnya bangkitan dan tarikan lalulintas oleh bangunan tinggi ditentukan
oleh jenis kegiatan dan luas total
bangunan.

Optimasi harga
- Membangun ke arah vertikal ada batas optimalnya, dan tidak
selamanya membangun ke arah vertikal itu lebih menguntungkan
dibandingkan dengan membeli lahan baru di sekitarnya (Brandt dalam
Suwandono; 1988).
- Berdasarkan optimasi harga, ketinggian bangunan optimal ditentukan
oleh harga tanah (NJOP) dan biaya pembangunan gedung. Ditulis
dengan rumus :
d
dC = ---------- < LP
dL
dC

: selisih total biaya konstruksi per unit luas (dalam rupiah)

dL
: selisih keuntungan luas tanah dengan dibuat bertingkatnya bangunan
(dalam rupiah)
LP

: harga tanah per m2 (dalam rupiah)

Penurunan tanah (land subsidence)

Penurunan permukaan tanah diakibatkan oleh meningkatnya


aktivitas kota, meningkatnya jumlah penduduk, meningkatnya
kegiatan ekonomi terutama industri, dan pengambilan air tanah
(Abidin dkk dalam Akbar dkk; 2011).

Penurunan permukaan tanah antara lain disebabkan oleh


pengambilan air tanah secara terus menerus, beban akivitas kota
dalam bentuk beban bergerak (misalnya beban akibat pergerakan lalu
lintas di jalan raya) maupun beban statis (misalnya beban yang
diakibatkan oleh bangunan-bangunan termasuk bangunan
bertingkat).

Penelitian Pemerintah Kota Surabaya dan Jurusan Geomatika ITS


(2011) mengindikasikan bahwa beban statis berupa bangunanbangunan merupakan salah satu kontributor penyebab turunnya
permukaan tanah di Surabaya antara 3-10 mm per tahun.

Pengaruh bangunan terhadap penurunan permukaan tanah


dipengaruhi oleh jenis pondasi bangunan, yaitu menggunakan
pondasi dangkal atau pondasi dalam.

Sumber:

1. Heru Purwadio, Haryo Sulistyarso, Putu Gde Ariastita, Bambang


Djau (2012); Faktor-faktor Penentu Pengembangan Kawasan
Bangunan Gedung Bertingkat
Di Wilayah Surabaya Timur
2. Rabbani Kharismawan (2011); Pola Pemanfaatan Ruang (Zoning
Regulation)

You might also like