Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Ada beberapa pengertian penyakit Benigna Prostate Hiperplasia (BPH)
menurut beberapa ahli adalah :
1. Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan perbesaran kelenjar
prostat, memanjang ke atas kedalam kandung kemih dan menyumbat
aliran urin dengan menutupi orifisium uretra akibatnya terjadi dilatasi
ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap
(Smeltzer dan Bare, 2002).
2. BPH merupakakan pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa
majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian
periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan
menekan kelenjar normal yang tersisa, prostat tersebut mengelilingi
uretra dan, dan pembesaran bagian periuretral menyebabkan obstruksi
leher kandung kemih dan uretra parsprostatika yang menyebabkan
aliran kemih dari kandung kemih (Price dan Wilson, 2006).
3. BPH merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada pria umur 50
tahun atau
Derajat 2
Derajat 3
Derajat 4
Prostat
dibentuk
oleh
jaringan
kelenjar
dan
jaringan
10
Prostat
merupakan
inervasi
otonomik
simpatik
dan
dari
nervus
hipogastrikus.
Rangsangan
dan
parasimpatik
Ditempat
itu
terdapat
banyak
reseptor
adrenergic.
2. Fisiologi
Menurut Purnomo (2011) fisiologi prostat adalah suatu alat
tubuh yang tergantung kepada pengaruh endokrin. Pengetahuan
mengenai sifat endokrin ini masih belum pasti. Bagian yang peka
terhadap estrogen adalah bagian tengah, sedangkan bagian tepi peka
terhadap androgen. Oleh karena itu pada orang tua bagian tengahlah
yang mengalami hiperplasi karena sekresi androgen berkurang
sehingga kadar estrogen relatif bertambah. Sel-sel kelenjar prostat
dapat membentuk enzim asam fosfatase yang paling aktif bekerja pada
pH 5.
Kelenjar prostat mensekresi sedikit cairan yang berwarna putih
susu dan bersifat alkalis. Cairan ini mengandung asam sitrat, asam
fosfatase, kalsium dan koagulase serta fibrinolisis. Selama pengeluaran
cairan prostat, kapsul kelenjar prostat akan berkontraksi bersamaan
dengan kontraksi vas deferen dan cairan prostat keluar bercampur
dengan semen yang lainnya. Cairan prostat merupakan 70% volume
11
perjalanan
menuju
tuba
uterina
dan
melakukan
D. Etiologi
Hingga
etiologi/penyebab
sekarang
masih
terjadinya
belum
BPH,
diketahui
namun
secara
beberapa
pasti
hipotesisi
12
kadar
estrogen
relative
tetap,
sehingga
terjadi
sel-sel
prostat
(apoptosis).
Meskipun
rangsangan
13
14
E. Patofisiologi
Hiperplasi
prostat
adalah
pertumbuhan
nodul-nodul
dan
tidak
dekompensasi
sehingga
mampu
terjadi
lagi
retensi
untuk
urin.
berkontraksi/terjadi
Pasien
tidak
bisa
akan
terjadi
inkontinensia
paradoks.
Retensi
kronik
15
F. Manifestasi Klinis
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih
maupun keluhan diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) dan tanda
dan gejala dari BPH yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian bawah,
gejala pada saluran kemih bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
a. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan
dikandung kemih sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi
(sulit memulai miksi), pancaran miksi lemah, Intermiten
(kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas (menetes setelah
miksi)
b. Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan
ingin miksi yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat
miksi).
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat hiperplasi prostat pada sluran kemih bagian
atas berupa adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang,
benjolan dipinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis), atau
demam yang merupakan tanda infeksi atau urosepsis.
16
G. Penatalaksanaan
1. Observasi
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Pasien
dianjurkan untuk mengurangi minum setelah makan malam yang
ditujukan
agar
tidak
terjadi
nokturia,
menghindari
obat-obat
17
yang
sering
dipakai
adalah
prazosin,
didaerah
prostat.
Obat-obat
golongan
ini
dapat
memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin. Hal ini akan
menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga
gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang. Biasanya
pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam 1-2 minggu
setelah ia mulai memakai obat. Efek samping yang mungkin timbul
18
3. Terapi bedah
Pembedahan
adalah
tindakan
pilihan,
keputusan
untuk
19
20
kelenjar
prostat
dilakukan
dengan
transuretra
21
(TUMT),
Transuretral
Ballon
Dilatation
22
H. Komplikasi
Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH adalah :
1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi
2. Infeksi saluran kemih
3. Involusi kontraksi kandung kemih
4. Refluk kandung kemih
5. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus
berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung
urin yang akan mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.
6. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
7. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat
terbentuk batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah
keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila
terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis.
23
I. Pengkajian Fokus
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada
penderita BPH merujuk pada teori menurut Smeltzer dan Bare (2002) ,
Tucker dan Canobbio (2008) ada berbagai macam, meliputi :
a. Demografi
Kebanyakan menyerang pada pria berusia diatas 50 tahun. Ras kulit
hitam memiliki resiko lebih besar dibanding dengan ras kulit putih.
Status social ekonomi memili peranan penting dalam terbentuknya
fasilitas kesehatan yang baik. Pekerjaan memiliki pengaruh terserang
penyakit ini, orang yang pekerjaanya mengangkat barang-barang berat
memiliki resiko lebih tinggi..
b. Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien BPH keluhan keluhan yang ada adalah frekuensi , nokturia,
urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak puas sehabis miksi,
hesistensi ( sulit memulai miksi), intermiten (kencing terputus-putus),
dan waktu miksi memanjang dan akhirnya menjadi retensi urine.
c. Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah memilki riwayat infeksi saluran kemih (ISK), adakah
riwayat mengalami kanker prostat. Apakah pasien pernah menjalani
pembedahan prostat / hernia sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji adanya keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita
penyakit BPH.
e. Pola kesehatan fungsional
1) Eliminasi
Pola eliminasi kaji tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya,
ragu ragu, menetes, jumlah pasien harus bangun pada malam hari
untuk berkemih (nokturia), kekuatan system perkemihan. Tanyakan
24
25
26
27
J. Pathways Keperawatan
Perubahan usia (usia lanjut)
Ketidakseimbangan produksi hormon estrogen dan progesteron
BPH
Pre Operasi
Pasien kurang
informasi kesehatan
dan pengobatan
Kurang
pengetahuan
Ancaman perubahan
status kesehatan diri
Krisis situasi
Post Operasi
Insisi prostatektomi
Terputusnya
kontinuitas jaringan
Cemas
Penurunan
Akumulasi urin di vesika
Sukar berkemih,
berkemih tidak lancar
Retensi urin
pertahan tubuh
Bekuan
darah
Spasme
urin
Kerusakan jaringan
periuretral
Ketakutan
akibat
pembedahan
Perubahan disfungsi
seksual
Kerusakan integritas
jaringan
Resiko perdarahan
28
Nyeri akut
Pemasangan
kateter threeway
Resiko
impotensi
Pertumbuhan
mikroorganisme
Gagal
ginjal
Resiko
infeksi
(Carpenito, 2006),
(Tucker dan
Canobbio, 2008),
(Sjamsuhidajat dan
De jong 2005).
28
29
K. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada penyakit BPH menurut Carpenito (2007) dan
Tucker dan Canobbio (2008) adalah :
1. Pre Operasi
a. Retensi urin akut/kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik,
pembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor, ketidakmampuan
kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.
b. Nyeri akut berhubungan dengan peregangan dari terminal saraf,
distensi kandung kemih, infeksi urinaria, efek mengejan saat miksi
sekunder dari pembesaran prostat dan obstruksi uretra.
c. Ansietas/cemas berhubungan dengan krisis situasi, perubahan status
kesehatan, kekhawatiran tentang pengaruhnya pada ADL atau
menghadapi prosedur bedah.
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
2. Post Operasi
a. Retensi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik: bekuan darah,
edema, trauma, prosedur bedah, tekanan dan iritasi kateter.
b. Nyeri akut berhubungan dengan spasme kandung kemih dan insisi
sekunder pada pembedahan
c. Resiko perdarahan berhubungan dengan insisi area bedah vaskuler (
tindakan pembedahan) , reseksi bladder, kelainan profil darah.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama
pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih.
e. Resiko terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan
impoten akibat dari pembedahan.
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri sebagai efek
pembedahan
29
Kriteria hasil
Intervensi
1) Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam atau bila tiba-tiba
dirasakan
Rasional : meminimalkan retensi urin distensi berlebihan pada
kandung kemih.
2) Observasi aliran urin, perhatikan ukuran dan kekuatan.
Rasional : berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan
intervensi
3) Awasi dan catat waktu tiap berkemih dan jumlah tiap berkemih,
perhatikan penurunan haluaran urin dan perubahan berat jenis.
Rasional : retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran
perkemihan atas, yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal.
Adanya deficit aliran darah keginjal menganggu kemampuanya
untuk memfilter dan mengkonsentrasi substansi.
4) Lakukan perkusi/palpasi suprapubik
Rasional : distensi kandung kemih dapat dirasakan diarea
suprapubik
30
Kriteria hasil
31
Intervensi
32
Intervensi
pasien/orang
terdekat
untuk
menyatakan
masalah/perasaan
Rasional : Memberikan kesempatan pada pasien dan konsep
solusi pemecahan masalah
4) Beri informasi pada pasien sebelum dilakukan tindakan
Rasional : memungkinkan pasien untuk menerima kenyataan
dan menguatkan kepercayaan pada pemberi perawatan dan
pemberian informasi.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan
prognosisnya.
Kriteria Hasil
Melakukan
perubahan
pola
hidup
dan
2)
3)
33
2. Post operasi
a.
retensi
Kriteria Hasil : Menunjukkan perilaku yang meningkatkan control
kandung kemih/urinaria, pasien mempertahankan
keseimbangan cairan : asupan sebanding dengan
haluaran.
Intervensi
34
Kriteria Hasil
:
1) Pasien mengatakan nyeri berkurang
2) Ekspresi wajah pasien tenang
3) Pasien
akan
menunjukkan
ketrampilan
relaksasi.
4) Pasien akan tidur / istirahat dengan tepat.
5) Tanda tanda vital dalam batas normal.
Intervensi
35
36
haluaran
Warna urine
Rasional :
Kriteria Hasil
:
1) Pasien tidak mengalami infeksi.
2) Dapat mencapai waktu penyembuhan.
3) Tanda tanda vital dalam batas normal dan
tidak ada tanda tanda syok.
Intervensi
Menghindari
refleks
balik
urine
yang
dapat
37
penyembuhan.
e. Resiko terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan
impoten akibat dari pembedahan.
Tujuan
Kriteria Hasil
Intervensi
ejakulasi
retrograde
bila
pendekatan
transurethral/suprapubik digunakan
Rasional : cairan seminal mengalir kedalam kandung kemih dan
disekresikan melalui urine, hal ini tidak mempengaruhi fungsi
seksual tetapi akan menurunkan kesuburan dan menyebabkan urine
keruh
4) Anjurkan pasien untuk latihan perineal dan interupsi/continue
aliran urin
Rasional : meningkatkan peningkatan control otot kontinensia urin
dan fungsi seksual.
38
Kriteria hasil
:
1) Pasien mampu beristirahat / tidur dalam
waktu yang cukup.
2) Pasien mengungkapan sudah bisa tidur
3) Pasien mampu menjelaskan faktor
penghambat tidur .
Intervensi
kesempatan
pasien
untuk
mengungkapkan
penyebab
gangguan tidur.
Rasional : Menentukan rencana mengatasi gangguan
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat
mengurangi nyeri/analgetik.
Rasional : Mengurangi nyeri sehingga pasien bisa istirahat dengan
cukup .
39