Professional Documents
Culture Documents
PENGERTIAN HALUSINASI
Menurut Videbeck, 2008
Halusinasi merupakan gangguan sensori persepsi di mana terjadi jika seseorang
merasakan sensori persepsi yang salah tentang sesuatu, atau merasakan suatu
pengalaman yang sebenarnya tidak terjadi tetapi dianggap terjadi. Halusinasi dapat
melibatkan kelima panca indera dan sensasi tubuh. Pada awalnya klien yang
mengalami halusinasi memang benar-benar pernah merasakan halusinasi sebagai
pengalaman nyata, namun kemudian pada kondisi sakit, mereka menyadarinya
sebagai suatu halusinasi.
Menurut Dictionary of Nursing, 2007
Halusinasi merupakan pengalaman dalam melihat pemandangan imaginer/tidak
nyata, mendengar suara imaginer, keduanya sejelas dan seolah-olah pemandangan
serta suara tersebut benar-benar ada/seperti nyata.
Menurut Williams dan Paula, 2003
Halusinasi juga didefinisikan sebagai persepsi (kesan yang dibentuk otak sebagai
hasil dari informasi tentang dunia luar yang dikirim balik oleh panca indera) dan
sensori (deteksi sensasi oleh sel-sel saraf) yang bersifat palsu/tidak benar.
Halusinasi dapat mempengaruhi kelima oanca indera, pendengaran dan penglihatan
adalah indera yang sering dipengaruhi. Halusinasi juga berbeda dengan ilusi. Ilusi
merupakan persepsi yang keliru dalam realita. Misalnya, dalam suatu pertunjukan
sulap, si pesulap mengeset kartu untuk muncul atau menghilang sesuai
kehendaknya, hal tersebut dikatakan sebagai ilusi. Sedangkan halusinasi bukan
merupakan suatu interpretasi yang salah dari hal-hal tertentu, namun memang hal
yang tidak ada dianggap ada.
B. ETIOLOGI HALUSINASI
Menurut Yosep, 2010
Faktor penyebab halusinasi menurut Yosep (2010) terdiri dari: faktor predisposisi dan
faktor presipitasi
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri
sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan
terhadap stres.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi
(unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak
percaya pada lingkungannya
c. Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stres
yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti
Buffofenon
dan
Dimetytransferase
(DMP).
Akibat
stres
b) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
Klien tidsk sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga
dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut.
c) Dimensi intelektual
Individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan
usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan,
namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan
yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang
akan mengontrol semua perilaku klien.
d) Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di
alam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan
halusiasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri, dan harga diri yang
tidak didapat di dunia nyata.
e) Dimensi spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktifitas ibadah
aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri. Irama sirkadiannya terganggu, karena ia sering
tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun
merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering
memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rezeki,
menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan
takdir memburuk.
Menurut Stuart, 2007
1. Faktor Predisposisi
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut :
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang
dapat
mempengaruhi
gangguan
orientasi
realitas
adalah
dalam
komunikasi
dan
putaran
balik
otak,
yang
menanggapi
stimulus
yang
diterima
oleh
otak
untuk
diinterpretasikan.
b. Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stres yang berinteraksi terhadap stresor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stresor.
C. RENTANG RESPON
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berbeda
dalam rentang neurobiologist (Stuart& Laraia, 2001). Ini merupakan respon persepsi
paling
maladaptif.
Jika
individu
yang
sehat
persepsinya
akurat,
mampu
atau yang dialamatkan pada pasien itu, akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara
dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap mendengar
atau bicara-bicara sendiri atau bibirnya bergerak-gerak.
Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang
diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik dan lainlain. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak
dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang dari dalam tubuh ataupun dari
luar tubuh. Input ini akan menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam
sadar. Bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai
pada keadaan normal atau patologis, maka materi-materi yang ada dalam
unconsicisus atau preconscius bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.
Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya
keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah retaknya
kepribadian dan rusak daya menilai realitas maka keinginan tadi diproyeksikan
keluar dalam bentuk stimulus eksterna.
E. TAHAPAN HALUSINASI
Stage I : Disorder Sleep
Fase awal seseorang sebelum dari lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa
muncul halusinasi
Stage
II
pada
timbulnya
kecemasan.
Ia
Stage
III
Condemning Pengalaman
sensori
pasien
menjadi
sering
Secara
umum
Klien
Level Of Anxiety
mencoba
melawan
suara-suara
atau
mengalami
F. KLASIFIKASI HALUSINASI
Jenis Halusinasi
Prosentase
Karakteristik
Pendengaran
70%
(Auditorik)
Penglihatan
(Visual)
20%
atau
menakutkan
seperti
melihat monster.
Penghidu
(Olfactory)
Pengecapan
(Gustatory)
Perabaan
(Tactile)
Cenesthetic
Kinesthetic
2. Tahap II
3. Tahap III
4. Tahap IV
Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi, menarik
diri atau katatonik
H. PENATALAKSANAAN HALUSINASI
Penatalaksanaan pasien dengan halusinasi adalah dengan pemberian obat- obatan
dan tindakan lain, yaitu: (Purba, Wahyuni, dkk; 2009)
1. Psiko farmakologis
Obat-obatan yang
merupakan gejala psikosis pada pasien skizofrenia adalah obat- obatan antipsikosis. Adapun kelompok obat- obatan umum yang digunakan adalah :
KELAS KIMIA
NAMA GENERIK
DOSIS HARIAN
Asetofenazin (Tidal)
60-120 mg
Klorpromazin (Thorazine)
30-800 mg
1-40 mg
Mesoridazin (Serentil)
30-400 mg
Perfenazin (Trilafon)
12-64 mg
Proklorperazin (Compazine)
15-150 mg
Promazin (Sparine)
40-1200 mg
Tiodazin (Mellaril)
150-800 mg
Trifluoperazin (Stelazine)
2-40 mg
Trifluopromazine (Vesprin)
60-150 mg
Kloprotiksen (Tarctan)
75-600 mg
Tiotiksen (Navane)
8-30 mg
Butirofenon
Haloperidol (Haldol)
1-100 mg
Dibenzondiazepine
Klozapin (Clorazil)
300-900 mg
Dibenzokasazepin
Loksapin (Loxitane)
20-150 mg
Dihidroindolon
Molindone (Moban)
15-225 mg
Fenotiazin
Tioksanten
Faktor predisposisi:
- Biologis,
abnormalitas
perkembangan otak
- Psikologis: penolakan
- Sosial
budaya:
kesepian/
terisolasi karena kerusuhan
Faktor presipitasi:
- Biologis,
ketidakmampuan
menanggapi stimulus
- Stres lingkungan
- Sumber koping
klien
halusinasi
perawat
terbuka dan selalu memberi penghargaan namun tidak boleh tenggelam juga
menyangkal halusinasi yang klien alami.
Jenis halusinasi
Data Obyektif
Data Subyektif
Halusinasi Dengar
Mendengar
atau kegaduhan.
Menyedengkan telinga ke
Mendengar
arah tertentu
mengajak bercakap-cakap.
Menutup telinga
Mendengar
menyuruh
suara-suara
suara
yang
suara
melakukan
Menunjuk-nunjuk ke arah
tertentu
Ketakutan
Halusinasi Penghidu
Halusinasi Perabaan
pada
kartoon,
melihat
atau monster
Mengisap-isap
Membaui
sedang
Halusinasi Pengecapan
dengan
membaui
seperti
bau-
hantu
bau-bauan
bauan tertentu.
Menutup hidung.
itu menyenangkan.
Sering meludah
Merasakan
Muntah
Menggaruk-garuk
permukaan kulit
di permukaan kulit
rasa
seperti
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Faktor Predisposisi
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang
dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari
klien maupun keluarganya, mengenai faktor perkembangan sosial kultural,
biokimia, psikologi dan genetik yaitu faktor resiko yang mempengaruhi jenis
dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi
stress.
Faktor perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu maka individu akan mengalami stress dan
kecemasan.
Faktor sosiokultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seorang merasa
disingkirkan
oleh
kesepian
terhadap
lingkungan
tempat
klien
dibesarkan
Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan
adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam
tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP).
Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran
ganda yang
anak
bertentangan dan
sering diterima
oleh
Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi
hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini
b. Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman/
tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping.
Adanya rangsang
lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu
lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan juga suasana
sepi/isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal
tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh
mengeluarkan zat halusinogenik
c. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan
tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak
mampu mengambil keputusan, serta tidak dapat membedakan keadaan nyata
dan tidak nyata.
Menurut
Rawlins
seorang individu sebagai mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur biopsiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu:
Dimensi Fisik
Manusia dibangu oleh sistem indera
untuk
menanggapi
rangsang
yang
menekan,
namun
merupakan
suatu
hal
yang
untuk
menyendiri.
Individu
asyik
dengan
itu,
aspek
penting
dalam
melaksanakan
intervensi
5. RENCANA KEPERAWATAN
Perubahan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik diri
Tujuan
Intervensi
TUM :
Rasional
1. Hubungan
terapeutik
mengontrol
Lakukan perkenalan
halusinasinya
TUK :
hubungan
dengan ramah
percaya
Klien
- Klien
mampu
mampu
membina
hubungan
perilaku
menarik
diri
dan
saling percaya
antara
saling
2. Memberi
kesempatan kepada
klien
untuk
- Klien
mampu
kesempatan
pada
klien
mengungkapkan isi
perasaan
mengenal
mengungkapkan
perilaku
penyebab
menarik
dirinya,
klien
tidak
mau
yang dirasakan
3. Menjelaskan
dan
memberi pengertian
misalnya
menyebutkan
manfaat
dari
berhubungan
atau
perilaku
menarik diri
- Klien
3. Diskusikan
dengan orang
lain:
perawat
atau
klien
klien
tentang
dapat
keluarga
dalam
mengembang
kan
kemampuan
klien.
4. Lakukan
kunjungan
rumah,
berhubungan
dengan orang
dengan keluarga
lain
Dorong
anggota
keluarga
untuk berkomunikasi
keluarga
aktivitas ruangan
4. Mengajak
dalam
waktunya
menggunakan
interaksi
untuk berpartisipasi
berhubungan
bertahap
menjalin
secara
- Klien
terhadap
mengungkapkan perasaan
hubungan/
sosialisasi
pujian
kemampuan
mampu
mengadakan
Beri
Anjurkan
anggota
menengok klien
keluarga
pengobatan
Terminasi:
Bagaimana perasaan D
muncul lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal latihannya.
Mau jam berapa saja latihannya? (Perawat masukkan kegiatan latihan menghardik
halusinasi dalam jadwal kegiatan harian klien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi
untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua? Jam
berapa D?Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa lama kita akan berlatih?Dimana
tempatnya
Baiklah, sampai jumpa. Assalamualaikum
SP 2 Klien :
Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara kedua : bercakap-cakap
dengan orang lain
Orientasi:
Assalammualaikum D. Bagaimana perasaan D hari ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?Berkurangkan suara-suaranya
Bagus ! Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di mana? Di sini
saja?
Kerja:
Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan bercakapcakap dengan orang lain. Jadi kalau D mulai mendengar suara-suara, langsung saja cari
teman untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan D. Contohnya begini;
tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada orang
dirumah misalnya Kakak D katakan: Kak, ayo ngobrol dengan D. D sedang dengar suarasuara. Begitu D. Coba D lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba sekali
lagi! Bagus! Nah, latih terus ya D!
Terminasi:
Bagaimana perasaan D setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara yang D pelajari
untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua cara ini kalau D mengalami
halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian D. Mau jam
berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan secara teratur serta sewaktu-waktu
suara itu muncul! Besok pagi saya akan ke mari lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang
ketiga yaitu melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00?
Mau di mana/ Di sini lagi? Sampai besok ya. Assalamualaikum
SP 3 Klien :
Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga: melaksanakan
aktivitas terjadwal
Orientasi: Assalamualaikum D. Bagaimana perasaan D hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih ? Bagaimana hasilnya
? Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang ketiga untuk mencegah
halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal. Mau di mana kita bicara? Baik kita duduk di
ruang tamu. Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.
Kerja: Apa saja yang biasa D lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam berikutnya
(terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah banyak sekali kegiatannya.
Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut). Bagus sekali D bisa lakukan.
Kegiatan ini dapat D lakukan untuk mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain
akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam ada kegiatan.
Terminasi: Bagaimana perasaan D setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga untuk
mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang telah kita latih untuk
mencegah suara-suara. Bagus sekali. Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian D.
Coba lakukan sesuai jadwal ya!(Perawat dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan
berikut sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai malam) Bagaimana kalau
menjelang makan siang nanti, kita membahas cara minum obat yang baik serta guna obat.
Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 12.00 pagi?Di ruang makan ya! Sampai jumpa.
Wassalammualaikum
SP 4 Klien:
Melatih klien menggunakan obat secara teratur
Orientasi:
Assalammualaikum D. Bagaimana perasaan D hari ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul ? Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih ? Apakah jadwal kegiatannya
sudah dilaksanakan ? Apakah pagi ini sudah minum obat? Baik. Hari ini kita akan
mendiskusikan tentang obat-obatan yang D minum. Kita akan diskusi selama 20 menit
sambil menunggu makan siang. Di sini saja ya D?
Kerja:
D
adakah
bedanya
setelah
minum
obat
secara
teratur.
Apakah
suara-suara
berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang D dengar dan
mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang D minum ? (Perawat
menyiapkan obat klien) Ini yang warna orange (CPZ) 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang
dan jam 7 malam gunanya untuk menghilangkan suara-suara. Ini yang putih (THP)3 kali
sehari jam nya sama gunanya untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan yang merah jambu
(HP) 3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk pikiran biar tenang. Kalau suara-suara
sudah hilang obatnya tidak boleh diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab
kalau putus obat, D akan kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau
obat habis D bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi. D juga harus teliti saat
menggunakan obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar, artinya D harus memastikan bahwa
itu obat yang benar-benar punya D. Jangan keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama
kemasannya. Pastikan obat diminum pada waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu
diminum sesudah makan dan tepat jamnya. D juga harus perhatikan berapa jumlah obat
sekali minum, dan harus cukup minum 10 gelas per hari
Terminasi:
Bagaimana perasaan D setelah kita bercakap-cakap tentang obat? Sudah berapa cara
yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba sebutkan! Bagus! (jika jawaban benar).
Mari kita masukkan jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan D. Jangan lupa pada
waktunya minta obat pada perawat atau pada keluarga kalau di rumah. Nah makanan
sudah datang. Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah suara yang
telah kita bicarakan. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00. sampai jumpa.
Wassalammualaikum.