You are on page 1of 22

i

BAB I
PENDAHULUAN

Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat ditandai adanya rasa
nyeri radikuler unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom
yang dipersarafi serabut spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dari nervus
kranialis. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela zoster dari infeksi endogen
yang menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus (1)
Herpes zoster terjadi secara sporadis sepanjang tahun tanpa prevalensi
musiman. Terjadinya herpes zoster tidak tergantung pada prevalensi varisela, dan
tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa herpes zoster dapat diperoleh oleh kontak
dengan orang lain dengan varisela atau herpes.Sebaliknya, kejadian herpes zoster
ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan host-virus (2). Salah satu
faktor risiko yang kuat adalah usia lebih tua (2,3,4). Ada peningkatan insidens dari
zoster pada anak anak normal yang terkena chicken pox ketika berusia kurang dari
2 tahun (5). Faktor resiko utama adalah disfungsi imun selular. Pasien imunosupresif
memiliki resiko 20 sampai 100 kali lebih besar dari herpes zoster daripada individu
imunokompeten pada usia yang sama(2). Immunosupresif kondisi yang berhubungan
dengan risiko tinggi dari herpes zoster termasuk human immunodeficiency virus
(HIV), transplantasi sumsum tulang, leukimia dan limfoma, penggunaan kemoterapi
pada kanker, dan penggunaan kortikosteroid (2).
Pasien dengan herpes zoster kurang menular dibandingkan pasien dengan
varisela. Virus dapat diisolasi dari vesikel dan pustula pada herpes zoster tanpa
komplikasi sampai 7 hari setelah munculnya ruam, dan untuk waktu yang lebih lama
pada individu immunocompromised. Pasien dengan zoster tanpa komplikasi
dermatomal muncul untuk menyebarkan infeksi melalui kontak langsung dengan lesi
mereka.2 Pasien dengan herpes zoster dapat disebarluaskan, di samping itu,
menularkan infeksi pada aerosol, sehingga tindakan pencegahan udara, serta
pencegahan kontak diperlukan untuk pasien tersebut (6).

Manifestasi dari herpes zoster biasanya ditandai dengan rasa sakit yang sangat
dan pruritus selama beberapa hari sebelum mengembangkan karakteristik erupsi kulit
dari vesikel berkelompok pada dasar yang eritematosa.
Gejala prodormal biasanya nyeri, disestesia, parestesia, nyeri tekan intermiten
atau terus menerus, nyeri dapat dangkal atau dalam terlokalisir, beberapa dermatom
atau difus.1 Nyeri prodormal tidak lazim terjadi pada penderita imunokompeten
kurang dari usia 30 tahun, tetapi muncul pada penderita mayoritas diatas usia 60
tahun.4 Nyeri prodormal : lamanya kira kira 2 3 hari, namun dapat lebih lama (5).
Tujuan dari pengobatan adalah menekan inflamasi, nyeri dan infeksi.(7) Pengobatan
zoster akut mempercepat penyembuhan, mengkontrol sakit, dan mengurangi resiko
komplikasi (7). Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varisela-zoster (VZV) yang
menyerang kulit dan mukosa. Herpes zoster merupakan reaktivasi virus yang terjadi
setelah infeksi primer.

2.2 Epidemiologi dan Faktor Resiko

Penyebarannya sama seperti varisela. Penyakit ini merupakan reaktivasi dari virus
setelah infeksi primernya dalam bentuk varisela. Terkadang varisela terjadi secara
subklinis. Sekitar 4% penderita herpes zoster mengalami episode berulang setelahnya.
Herpes zoster yang berulang hampir khas terjadi pada penderita dengan sistem imun

yang rendah. Sekitar 25% penderita dengan HIV dan 7-9% penderita yang
mendapatkan transplantasi ginjal atau jantung mengalami episdoe berulang.
Faktor resiko herpes zoster biasanya pada orang tua diatas 60 tahun dan pada orang
yang mengalami penurunan sistem imun seperti pada individu dengan HIV, sedang
menajalani kemoterapi, mendapat transplantasi sumsum tulang, dengan menggunakan
kortikosteroid, penderita kanker, dengan terapi imunosupresif, dengan infeksi primer
VSV pada infant dimana respon imun normal masih rendah, penderita sindrom
inflamasi rekonstitusi imun (IRIS), dan penderita leukimia limpositis akut dan
individu dengan keganasan lain.

2.3 Etiologi

VZV merupakan virus dengan DNA berantai ganda berselimut yang termasuk dalam
family Herpesviridae. Pada manusia, infeksi primer terjadi saat virus kontak dengan
mukosa saluran pernapasan atau konjungtiva. Dari tempat-tempat kontak tersebur
virus lalu menyebar ke seluruh tubuh melalui serat saraf sensoris menuju sel akar
ganglia dorsal dimana virus akan menjadi dorman.
Reaktivasi VZV yang telah menjadi dorman, sering dalam puluhan tahun setelah
infeksi primer dalam bentuk varisela, menjadi herpes zoster. Penyebab pasti

timbulnya reaktivasi tersebut masih belum diketahui, akan tetapi mungkin


penyebabnya adalah salah satu atau kombinasi dari beberpa faktor seperti eksposur
eksternal dengan VZV, proses penyakit akut atau kronis (Terutama infeksi dan
keganasan), beberapa jenis pengobatan, dan stres emosional.
Alasan mengapa hanya satu akar ganglion dorsal saja yang mengalami reaktivasi
virus sementara tidak terjadi reaktivasi pada ganglia lain masih belum jelas.
Menurunya imunitas seluler diperkirakan meningkatkan resiko aktivasi kembali,
dimana keadaan tersebut meningkat sesuai dengan usia

2.4 Transmisi
Herpes zoster tidak dapat menular dari seseorang yang mengalami ke orang lain.
Namun VZV dapat menular ke orang lain yang belum pernah mengalami varisela
atau cacar air karena jika orang tersebut tertular VSV maka manifestasinya berupa
varisela. VSV pada orang yang mengalami herpes zoster berada pada vesikel herpes,
dan orang dapat tertular VSV jika menyentuh atau kontak dengan ruam maupun
cairan pada vesikel yang melepuh, namun pada saat vesikel belum terbentuk atau saat
telah mengering menjadi krusta merupakan saat dimana VSV tidak dapat menular
lagi

2.5 Patogenesis

Infeksi VZV menyebabkan 2 sindrom yang berbeda. Infeksi primer, varisela, adalah
penyakitdemam yang menular biasanya ringan. Setelah infeksi primer selesai, partikel
virus menetap di ganglia saraf perifer dimana virus menjadi dorman untuk beberapa
tahun hingga puluhan tahun. Pada periode tersebut, mekanisme pertahanan tubuh
induk menekan replikasi virus, akan tetapi VZV teraktivasi kembali saat mekanisme
pertahanan tubuh induk gagal menekan replikasi virus. Kegagalan tersebut dapat
disebabkan oleh

banyak keadaan, mulai dari stress hingga imunosupresif berat,

terkadang juga diikuti dengan trauma langsung. Virema VZV terjadi saat infeksi
primer, namun dapat juga muncul pada fase reaktivasi dengan jumlah virus yang
lebih sedikit. Setelah VZV teraktivasi kembali, terjadi respon inflamasi di akar
ganglion dorsal yang dapat diikuti dengan nekrosis hemoragik dari sel saraf
menyebabkan kehilangan neuronal atau fibrosis. Frekuensi efek pada kulit berkorelasi
dengan distribusi sentripetal dari lesi varisela. Pola ini menunjukkan latensi mungkin
terjadi akibat penyebaran penularan virus saat varisela dari kulit yang terinfeksi dari
darah saat fase viremik dari varisela, dan frekuensi dermatom yang terkena efek
herpes zoster mungkin merupakan ganglia yang paling sering terkena stimuli
reaktivasi

2.6 Gejala Klinis


Daerah yang paling sering terkena adalah daerah toraks. Gejala prodromal dapat
berupa gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala sistemik seperti demam atau pusing.
Gejala lokal berupa gatal dan nyeri atau neuralgia pada daerah dermatom yang
terkena.

Nyeri yang terjadi merupakan salah satu ciri khas dari herpes yang dapat dibedakan
menjadi preherpetic neuralgia dan post herpetic neuralgia karena nyeri dapat
menetap setelah penyakit sembuh dapat berlangsung berbulan-bulan hingga menahun.
Kemudian eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel herpetiformis dengan
dasar eritematus dan edema terbatas pada kulit yang terinervasi saraf sensoris yang
terasa nyeri. Vesikel tersebut berisi cairan yang jernih, kemudian menjadi keruh,
dapat menjadi pustul dan krusta. Terkadang vesikel mengandung darah yang disebut
sebagai herpes zoster hemoragik. Dapat pula menimbulkan infeksi sekunder sehingga
menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa sikatrik. Perlu diingat bahwa
herpes zoster dapat terjadi pada lebih dari satu dermatom dan mungkin saja bilateral
(zoster multiplex). Frekuensi terjadinya zoster pada lebih dari satu dermatom
meningkat pada populasi yang imunokompromis. Terkadang pasien mengeluh nyeri
pada distribusi dermatom tanpa adanya lesi (zoster sine herpete).

2.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dalam anamnesis
didapatkan keluhan berupa ruam atau vesikel berkelompok yang kemudian pecah
disertai nyeri. Selain itu dapat pula kronologis ruam seperti gejala prodromal yang
dirasakan. Pemeriksaan fisik didapatkan pasien mengalami sedikit demam namun
bisa berbeda pada tiap individu, kemudian dapat dilihat pada inspeksi kulit kelainan

berupa vesikel bergerombol diatas kulit eritema yang sebagian dapat mengalami
eksoriasi dan tertutup krusta

2.8 Diagnosis Banding


Beberapa diagnosis banding dari herpes zoster adalah herpes simpleks dimana pada
herpes simpleks terdapat perbedaan pada tempat predileksinya yaitu pada herpes
simplek berulang di tempat yang sama terutama pada regio sacrum sedangkan herpes
zoster tidak, angina pectoris bila dermatom yang terserang setinggi jantung sehingga
menimbulkan nyeri pada daerah yang mirip dengan angina pektoris. Diagnosis
banding lainnya adalah dermatitis kontak iritan dimana pada dermatitis kontak iritan
tidak terdapat gejala prodormal, dan lesi tidak sesuai dengan dermatom, dermatitis
kontak alergika, varisela, folikulitis, gigitan serangga, liken striatus, kontak
stomatitis, infeksi cowpox, ektima, erisipelas, erisipeloid, dan sengatan ubur-ubur.
1. Herpes Simpleks
Gejala Efloresensi pada Herpes Zoster sama dengan Efloresensi pada
Herpes simpleks ditandai dengan erupsi berupa vesikel yang bergerombol,
di atas dasar kulit yang kemerahan. Sebelum timbul vesikel, biasanya
didahului oleh rasa gatal atau seperti terbakar yang terlokalisasi, dan
kemerahan pada daerah kulit. Herpes simpleks terdiri atas 2, yaitu tipe 1
dan 2. Namun, yang membedakannya dengan herpes simpleks yaitu Lesi
yang disebabkan herpes simpleks tipe 1 biasanya ditemukan pada bibir,
rongga mulut, tenggorokan, dan jari tangan. Lokalisasi penyakit yang
disebabkan oleh herpes simpleks tipe 2 umumnya adalah di bawah pusat,
terutama di sekitar alat genitalia eksterna. Sedangkan Herpes Zoster bisa
di semua tempat, paling sering pada Servikal IV dan Lumbal II (7).
2. Varisela
Gejala klinis berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam
berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini seperti tetesan embun (tear

drops). Vesikel akan berubah menjadi pustul dan kemudian menjadi krusta.
Lesi menyebar secara sentrifugal dari badan ke muka dan ekstremitas (1,7).

10

2.9 Penatalaksanaan

11

Kejadian herpes zoster biasanya dapat sembuh tanpa intervensi, dan cendrung lebih
jinak pada anak-anak ketimbang orang dewasa. Pengobatan herpes zoster dilakukan
untuk mempercepat penyembuhan dan mengurangi resiko komplikasi.
Penatalaksanaan herpes zoster ada dua yaitu penatalaksanaan tanpa obat dan dengan
obat. Penatalaksanaan tanpa obat adalah dengan melakukan beberapa hal berikut
yaitu menjaga agar lesi tetap bersih dengan membersihkan dengan air dan sabun
untuk menghindari infeksi sekunder, lindungi lesi dengan memakai pakaian bersih
dan tidak ketat.
Penatalaksanaan dengan obat bersifat simtomatik, untuk mengobati nyeri diberikan
analgetik sedangkan untuk infeksi sekunder diberikan antibiotik. Terapi dengan
antiviral bertujuan untuk mempersingkat waktu penyakit serta menurunkan keparahan
dari penyakit. Obat antiviral yang biasa digunakan adalah acyclovir, famciclovir, dan
valacyclovir. Dosis acyclovir adalah 800mg yang diberikan 5 kali sehari dalam 7 hari.
Sedangkan dosis famsciclovir diberikan 3x250 mg sehari dan valacyclovir diberikan
3x1000mg sehari. Penatalaksanaan dengan obat topikal bergantung pada stadium.
Jika masih stadium vesikel, vesikel dapat diberikan bedak dengan tujuan protektif
untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Jika terdapat
ulserasi dapat diberikan salep antibiotik.

2.10 Komplikasi
Postherpetic neuralgia (PHN) merupakan komplikasi herpes zoster yang paling
sering terjadi, ditemukan pada 50% penderita berusia 60 tahun keatas. PNH dapat
terjadi akibat nyeri pada herpes zoster yang berkelanjutan, atau dapat terjadi setelah
resolusi dari reaktivasi herpes zoster sebelumnya. Nyeri dapat berlangsung berbulanbulan hingga menahun. Patofisiologi dari PNH mungkin melibatkan keruskan saraf
perifer atau aktivitas virus yang berkelanjutan. Herpes zoster yang melibatkan CN V1
(contohnya HZO) dapat menyebabkan konjungtivitis, keratitis, ulserasi kornea,
iridosiklitis, glukoma, dan penurunan akuitas pengelihatan bahkan kebutaan. Dengan
terlibatnya organ okuler, maka diperlukan pemberian anti-viral jangka panjang

12

2.11 Pencegahan
Pada anak dengan imunokompeten yang pernah menderita varisela maka tidak
diperlukan tindakan pencegahan. Pencegahan diberikan kepada mereka yang
memiliki resiko tinggi menderita varisela yang fatal seperti pada neonatus, pubertas,
dan dewasa dengan tujuan mencegah ataupun mengurangi gejala varisela. Biasanya
pencegahan diberikan melalui vaksin

2.12 Prognosis
Lesi umumnya sembuh dalam 10-15 hari. Prognosis pada orang yang lebih muda dan
lebih sehat sangat baik, sementara pada lansia memiliki resiko komplikasi yang lebih
tinggi. Pada orang dengan imunokompeten pada umumnya baik dan sembuh tanpa
komplikasi namun pada orang dengan imunokompromisangka mortalitas dan
morbiditasnya signifikan. Herpes zoster jarang menimbulkan kematian pada pasien
yang imunokompeten, namun dapat mengancam nyawa pada penderita dengan sistim
imun yang sangat rendah. Herpes zoster pada pasien dengan sistim imun yang rendah
dapat menyebabkan kematian karena ensepalitis, hepatitis, atau pneumoitis. Resiko
kematian pada penderita dengan system imun yang sangat rendah berkisar antara 515%

13

BAB III
REFLEKSI KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama

: Sdr. MS

Umur

: 31 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki


Suku

: Bali

Bangsa

: Indonesia

Agama

: Hindu

Status perkawinan

: Belum Menikah

Tanggal pemeriksaan : 18 Juli 2014

3.2 Anamnesis
Nyeri dan perih disertai gelembung kemerahan pada pinggang kanan. Gatal, nyeri
terus menerus semenjak 3 hari yang lalu. Awalnya demam lalu lesi mendadak
muncul. Riwayat pengobatan tidak ada. Riwayat sebelumnya tidak ada,. Riwayat
alergi ada yaitu, ikan laut dan telur. Riwayat keluarga tidak ada. Riwayat atopi
tidak ada.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status present : dalam batas normal
Status general :
2.2.1 Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum

: cukup

Kesadaran

: compos mentis

Vital Sign

: TD

: 110/70 mmHg

14

Nadi : 86 x/menit
RR

: 20 x/menit

Suhu : 38,2o C
Pernapasan

: sesak (-), batuk (-)

Kulit

: turgor kulit normal, sianosis (-), ikterik (-), dbn

Kelenjar limfe

: pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), dbn

Otot

: atrofi (-), dbn

Tulang

: deformitas (-), nyeri dan linu pada persendian

Status gizi

: BB

: 59 kg

TB

: 167 cm

IMT

: 21,16

2.2.2 Pemeriksaan Khusus


a) Kepala
- Bentuk : bulat, simetris
- Rambut : hitam, lurus
- Mata

: konjungtiva anemis : -/sklera ikterus

: -/-

eksoftalmus

: -/-

refleks cahaya

: +/+

- Hidung : sekret (-), bau (-), pernapasan cuping hidung (-)

15

- Telinga : sekret (-), bau (-), perdarahan (-)


- Mulut

: sianosis (-), bau (-)

b) Leher
- KGB

: tidak ada pembesaran

- Tiroid

: tidak ada pembesaran

- JVP

: tidak meningkat

c) Thorax
Cor :
- Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak di ICS V MCL S

- Palpasi

: ictus cordis tidak teraba di ICS V MCL S

- Perkusi

: Batas kanan : redup pada ICS IV PSL D


Batas kiri : redup di ICS V MCL S

- Auskultasi

: S1S2 tunggal, reguler, ekstrasistol -, gallop -, murmur -

Pulmo :
ASPECTUS VENTRALIS

ASPECTUS DORSALIS

Bentuk dada normal

Bentuk dada normal

Simetris

Simetris

Retraksi (-)

Retraksi (-)

Gerak nafas tertinggal (-)

Gerak nafas tertinggal (-)

16

Deviasi trakea (-)

Deviasi trakea (-)

Nyeri tekan (-)

Nyeri tekan (-)

Fremitus raba (N)

Fremitus raba (N)

Ventralis

Dorsal

Ventralis

P
S

Dorsalis

Vesikuler (+)

Vesikuler (+)

Ronkhi (-)

Ronkhi (-)

Wheezing (-)

Wheezing (-)

d) Abdomen
- Inspeksi

: cembung

- Auskultasi

: bising usus (+) 20x/menit

- Perkusi

: timpani

- Palpasi

: soepel, nyeri tekan (-), hepatomegali (-) splenomegali (-)

e) Ekstremitas
- Superior : Akral hangat +/+, Oedema -/- Inferior

: Akral hangat +/+, Oedema -/-

17

Status dermatologi :
Pada regio abdomen dextra memanjang hingga spinal terdapat sekelompok vesikel
berbatas tegas, berbentuk herpetiformis, berukuran lentikuler, dengan penyebaran
regional, unilateral, dengan dasar eritema, beberapa vesikel pucat, dan beberapa
vesikel terdapat krusta berwarna hitam pada bagian puncaknya.

18

3.5 Resume
Penderita laki-laki, berusia 31 tahun mengeluh nyeri dan perih disertai munculnya
gelembung kemerahan pada pinggang kanan. Nyeri dirasakan terus menerus sejak
3 hari yang lalu yaitu tanggal 13 Juli. Awalnya pasien mengeluh demam lalu lesi
muncul mendadak. Keluhan tersebut sebelumnya belum diobati. Pasien belum
pernah mengalami gejala yang sama sebelumnya. Pasien memiliki riwayat alergi
makanan yaitu ikan laut dan telur. Pada keluarga pasien tidak ada yang mengalami
gejala serupa. Pasien tidak memiliki riwayat atopi.
Pemeriksaan Fisik
Status present : dalam batas normal
Status general : dalam batas normal
Status dermatologi :
Pada regio abdomen dextra memanjang hingga spinal terdapat sekelompok
vesikel berbatas tegas, berbentuk herpetiformis, berukuran lentikuler, dengan
penyebaran regional, unilateral, dengan dasar eritema, beberapa vesikel pucat, dan
beberapa vesikel terdapat krusta berwarna hitam pada bagian puncaknya.

3.6 Diagnosis Kerja


Herpes zoster lumbosacral

3.4 Dagnosis Banding


1. Herpes simpleks

3.7 Penatalaksanaan
Obat

19

KIE
Jaga agar vesikel tidak pecah, hindari menyentuh ruam dan jangan digaruk.
Gunakan lotion untuk melindungi vesikel dari gesekan dengan pakaian atau benda
lainnya. Jika vesikel pecah dan terjadi erosi, jaga higenisitas dan hindari kontak
agar tidak terjadi infeksi sekunder.

3.8 Prognosis
Dubia ad bonam

20

DAFTAR PUSTAKA
Handoko R.P.. Penyakit Virus. dalam Djuanda A., Kosasih A., Wiryadi B.E.,
Nathasuda E.C., Sjamsoe-Daili E., Effendi E.H., dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. edisi ke 5. Jakarta: Penerbit FK UI;2010. Hal. 110-114.
Janniger C.K.. Herpes Zoster. WebMD LLC; [diperbaharui pada 26 Februari 2013;
dikutip pada 18 Juli 2013]. Dikutip dari:
(http://emedicine.medscape.com/article/1132465-overview).
Strauss, Stephen et al. Varicella and Herpes Zoster. In : Wolff K, Goldsmith L,
editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine : 7th ed. New York :
McGraw-Hill, 2008 : 1885-1898.

21

You might also like