You are on page 1of 30

BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Stroke masih merupakan penyebab utama invaliditas kecacatan sehingga orang
yang mengalaminya memiliki ketergantungan pada orang lain pada kelompok usia 45 tahun
ke atas dan angka kematian yang diakibatnya cukup tinggi.1
Perdarahan intra serebral terhitung sekitar 10 - 15% dari seluruh stroke dan memiliki
tingkat mortalitas lebih tinggi dari infark serebral. Literatur lain menyatakan hanya 8 18%
dari stroke keseluruhan yang bersifat hemoragik. Namun, pengkajian retrospektif terbaru
menemukan bahwa 40.9% dari 757 kasus stroke adalah stroke hemoragik. Namun pendapat
menyatakan bahwa peningkatan presentase mungkin dikarenakan karena peningkatan kualitas
pemeriksaan seperti ketersediaan CT scan, ataupun peningkatan penggunaan terapeutik agen
antiplatelet dan warfarin yang dapat menyebabkan perdarahan.2
Stroke adalah penyebab kematian dan disabilitas utama. Dengan kombinasi seluruh
tipe stroke secara keseluruhan, stroke menempati urutan ketiga penyebab utama kematian dan
urutan pertama penyebab utama disabilitas. Morbiditas yang lebih parah dan mortalitas yang
lebih tinggi terdapat pada stroke hemoragik dibandingkan stroke iskemik. Hanya 20% pasien
yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya.2
Resiko terjadinya stroke meningkat seiring dengan usia dan lebih tinggi pada pria
dibandingkan dengan wanita pada usia berapapun. Faktor resiko mayor meliputi hipertensi
arterial,

penyakit

diabetes

mellitus,

penyakit

jantung,

perilaku

merokok,

hiperlipoproteinemia, peningkatan fibrinogen plasma, dan obesitas. Hal lain yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya stroke adalah penyalahgunaan obat, pola hidup yang tidak
baik, dan status sosial dan ekonomi yang rendah.3
Diagnosis dari lesi vaskular pada stroke bergantung secara esensial pada pengenalan
dari sindrom stroke, dimana tanpa adanya bukti yang mendukungnya, diagnosis tidak akan
pernah pasti. Riwayat yang tidak adekuat adalah penyebab kesalahan diagnosis paling
banyak. Bila data tersebut tidak dapat dipenuhi, maka profil stroke masih harus ditentukan
dengan memperpanjang periode observasi selama beberapa hari atau minggu.4
Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan morbiditas dan
menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan. Salah satu upaya yang
berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah pengenalan gejala-gejala stroke dan
penanganan stroke secara dini dimulai dari penanganan pra rumah sakit yang cepat dan tepat.

Dengan penanganan yang benar-benar pada jam-jam pertama paling tidak akan mengurangi
kecacatan sebesar 30% pada penderita stroke.1
Tidak bisa dihindarkan fakta bahwa kebanyakan pasien stroke datang dan dilihat
pertama kali oleh klinisi yang belum memiliki pengalaman yang cukup di semua poin
terpenting dalam penyakit serebrovaskular. Keadaan semakin sulit dikarenakan keputusan
kritis harus segera dibuat mengenai indikasi pemberian antikoagulan, investigasi
laboratorium lebih lanjut, dan saran serta prognosa untuk diberikan kepada keluarga.4

BAB II
LAPORAN KASUS

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Stroke dan Stroke Hemoragik


Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara
cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama
24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular
intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid
atau langsung ke dalam jaringan otak.5, 12

Epidemiologi Stroke dan Stroke Hemoragik


Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama kecacatan.2 Sekitar
0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang sepertiganya akan meninggal
pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan hidup dengan kecacatan, dan sepertiga
sisanya dapat sembuh kembali seperti semula. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke
sebagai penyebab kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta) dari total kematian per tahunnya.5
Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya dimana 1015% merupakan stroke hemoragik kuhusnya perdarahan intraserebral. Mortalitas dan
morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari pada stroke iskemik. Dilaporkan hanya
sekitar 20% saja pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu,
ada sekitar 40-80% yang akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan
sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251 penderita
stroke, ada 47% wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78% berumur
lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki
menunjukkan outcome yang lebih buruk.2
Sementara itu terdapat juga data stroke di indonesia berdasarkan penelitian potong
lintang multi senter di 28 rumah sakit dengan jumlah subjek sebanyak 2065 orang pada bulan
Oktober 1996 samapai bulan Maret 1997. Usia rata-rata stroke dari data 28 Rumah Sakit di
Indonesia adalah 58,8 tahun 13,3 tahun, dengan kisaran 18 95 tahun. Usia rata rata wanita
lebih tua dari pria. Usia kurang dari 45 tahun sebanyak 12,9%, dan lebih dari 65 tahun
sebanyak 35,8%. Dari data ini terlihat peningkatan kejadian stoke yang berkorelasi dengan
bertambahnya usia.

Selain itu penelitian tersebut juga meneliti tentang gejala dan tanda klinis yang sering
terjadi pasien stroke, antara lain:
a) Gangguan motorik sebesar 90,5%
b) Nyeri kepala 39,8%
c) Disartia 35,2%
d) Gangguan sensorik 22,3%
e) Muntah 22,3%
f) Disfasia 15,6%
g) Vertigo 9,5%
h) Tidak sadar 9,5%
i) Kejang 9%
j) Gangguan visual 3,8%
k) Gangguan keseimbangan 3,8%
l) Bruit/stenosis karotis 1%
m) Migren 0,4%
Sesuai dengan distribusi gejala dan tanda klinis tersebut, maka tampak bahwa hampir
seluruh penderita mengalami gangguan motorik. Walaupun kadang kadang ditemukan stroke
tanpa gangguan motorik.(buku item)

Etiologi Stroke Hemoragik


Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu: 6
Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
Ruptur kantung aneurisma
Ruptur malformasi arteri dan vena
Trauma
Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi hati,
komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
Septik embolisme, myotik aneurisma
Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
Amiloidosis arteri
Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral, dan
acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.

Faktor Risiko Stroke Hemoragik


Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke hemoragik
dijelaskan dalam tabel berikut. 7
Faktor Resiko

Keterangan

Umur

Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.


Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi
pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali
ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun.

Hipertensi

Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal


ini berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk
resiko perdarahan, atherothrombotik, dan stroke lakunar,
menariknya, risiko stroke pada tingkat hipertensi sistolik
kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia menjadi
kurang kuat, meskipun masih penting dan bisa diobati, faktor
risiko ini pada orang tua.

Seks

Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada
laki-laki berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih
tinggi sebelum usia 65.

Riwayat keluarga

Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara


kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar
laki-laki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik
untuk stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia
menunjukkan tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada
laki-laki yang ibu kandungnya meninggal akibat stroke,
dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat ibu yang
mengalami stroke. Riwayat keluarga juga tampaknya berperan
dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia kelas
menengah atas di California.

Diabetes mellitus

Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan,


diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua
kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa
diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk
mendapat iskemia serebral melalui percepatan aterosklerosis

pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri


karotid atau dengan, efek lokal pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung

Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki


lebih dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan
mereka yang fungsi jantungnya normal.

Penyakit Arteri koroner

Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular


aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural
karena miocard infarction.

Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :


Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke
sebesar 17 kali.

Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,
seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek
septum

atrium,

aneurisma

septum

atrium,

dan

lesi

aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.


Karotis bruits

Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian


stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum, dan tidak
untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.

Merokok

Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,


menunjukkan
peningkatan

bahwa
risiko

merokok
stroke

untuk

jelas

menyebabkan

segala

usia

dan

kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan


jumlah batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok
mengurangi risiko, dengan resiko kembali

seperti bukan

perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.

Peningkatan

Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika

hematokrit

hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah


keseluruhan

adalah

dari

isi

sel

darah

merah;

plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan


penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia,

atau

paraproteinemia,

biasanya

menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan,


tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi
vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi
trombosit akibat trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan
subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi.
Peningkatan

Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk

tingkat fibrinogen

stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga

dan kelainan

telah dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein C

system pembekuan

serta protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.

Hemoglobinopathy

Sickle-cell disease :
Dapat

menyebabkan

infark

iskemik

atau

hemoragik,

intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan


trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam
Sickle-cell disease adalah 6-15%.

Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria :


Dapat mengakibatkan trombosis vena serebral
Penyalahgunaan

Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk

obat

methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.


Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang
dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau
fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan
sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi .
Perdarahan subarachnoid dan difarction otak telah dilaporkan
setelah penggunaan kokain.

Hiperlipidemia

Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan


dengan penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan

stroke kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul


untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis karotis,
khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian
hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya usia.
Kolesterol berkaitan dengan perdarahan intraserebral atau
perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan yang jelas
antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Kontrasepsi oral

Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko


stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen
menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali.
Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang lebih
dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkat koagulasi,
karena stimulasi estrogen tentang produksi protein liver, atau
jarang penyebab autoimun

Diet

Konsumsi alkohol

Ada peningkatan risiko infark otak, dan

perdarahan

subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada


orang dewasa muda. Mekanisme dimana etanol dapat
menghasilkan stroke termasuk efek pada darah tekanan,
platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah
merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati,
aritmia, dan perubahan di darah aliran otak dan autoregulasi.

Kegemukan

Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs,


obesitas telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh
adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari
30%

di

atas

rata-rata

kontributor

independen

atherosklerotik infark otak berikutnya.


Penyakit
pembuluh darah
perifer

Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.

ke-

Infeksi

Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral


melalui pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding
pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis
dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.

Homosistinemia

Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko

atau

stroke di usia muda adalah 10-16%.

homosistinuria

Migrain

Sering pasien mengalami stroke sewaktu serangan migrain.

Suku bangsa

Kejadian stroke di Afrika-Amerika lebih tinggi secara tidak


proporsional dari kelompok lain.

Lokasi geografis

Di Amerika Serikat dan kebanyakan negara Eropa, stroke


merupakan penyebab kematian ketiga paling sering, setelah
penyakit jantung dan kanker. Paling sering, stroke disebabkan
oleh perubahan aterosklerotik bukan oleh perdarahan.
Kekecualian adalah pada setengah perempuan berkulit hitam,
di puncak pendarahan yang daftar. Di Jepang, stroke
hemorragik adalah penyebab utama kematian pada orang
dewasa, dan perdarahan lebih umum dari aterosklerosis.

Sirkadian dan

Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi

faktor musim

dan siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa


perubahan diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin
relevan untuk stroke. Hubungan antara variasi iklim musiman
dan stroke iskemik telah didalihkan. Peningkatan dalam
arahan untuk infark otak diamati di Iowa. Suhu lingkungan
rata-rata menunjukkan korelasi negatif dengan kejadian
cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman telah
berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam
usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif, dan
pada orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.

Fisiologi Otak

Jumlah cairan darah ke otak (Cerebral Blood Flow / CBF) biasanya dinyatakan dalam
cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada tekanan perfusi otak (Cerebral Perfusion
Pressure / CPP) dan resistensi serebrovaskuler (Cerebrovascular Ressistance / CVR) 13

Komponen CPP ditentukan oleh tekanan darah sistemik (Mean Arterial Blood
Pressure / MABP) dikurangi dengan tekanan intrakranial (Intracranial Pressure / ICP),
sedangkan komponen CVR ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: 13
1. Tonus pembuluh darah otak
2. Struktur dinding pembuluh darah
3. Viskositas darah yang melewati pembuluh darah otak
CBF dapat diukur dengan berbagai metode misalnya metode Kety Schmidt, atau
metode lain yang menggunakan inhalasi gas radioaktif yang kemudian diukur dengan gamma
counter. Dalam keadaan normal dan sehat, rata rata aliran darah otak (hemispheric CBF)
adalah 50,9 cc/100 gram otak / menit. 13
Telah diuraikan bahwa aliran otak merupakan patokan utama dalam menilai
vaskularisasi regional otak. Melalui pemeriksaan dengan menggunakan emisi sinar (Positron
Emmision Tomography / PET) di ketahui bahwa aliran darah otak bersifat dinamis. Artinya,
dalam keadaan istirahat nilainya stabil, tetapi pada saat melakukan kegiatan fisik maupun
psikis, aliran darah regional pada daerah yang bersangkutan akan meningkat sesuai dengan
aktivitasnya. 13
Percobaan pada hewan maupun manusia, ternyata derajat ambang batas aliran darah
otak yang secara langsung berhubungan dengan fungsi otak, yaitu: 13
1. Ambang fungsional: adalah batas aliran darah otak (yaitu sekitar 50 60 cc/100 gram/
menit), yang bila tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal,
tetapi integritas sel-sel saraf masih utuh.
2. Ambang aktifitas listrik otak (threshold of brain electrical activity): adalah batas
aliran darah otak (sekitar 15 cc/100 gram otak/ menit) yang bila tidak tercapai, akan
menyebabkan aktivitas listrik neuronal terhenti. Ini berarti, sebagian struktur intrasel
telah berada dalam proses disintegrasi.
3. Ambang kematian sel (threshold of neuronal death): yaitu batas aliran darah otak
yang bila tak terpenuhi, akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak (CBF kurang
dari 15 cc/ 100 gram otak/ menit).

Gambar

Patogenesis Perdarahan Otak


Perdarahan otak merupakan penyebab stroke kedua terbanyak setelah infark otak,
yaitu 20 -30%

dari seuma stroke di Jepang dan Cina. Sedangkan di Asia Tenggara

(ASEAN), pada penelitian stroke oleh Miscbach (1997) menunjukkan stroke perdarahan
26%, teridiri dari lobus 10%, ganglionik 9%, serebelar 1%, batang otak 2% dan perdarahan
sub arakhnoid 4%.13
Pecahnya pembuluh darah di otak dibedakan menurut anatominya aas perdarahan
intraserebral dan perdarahan subaraknoid. Sedangkan berdasarkan penyebab, perdarahan
intraserebral dibagi atas perdarahan intraserebral primer dan sekunder. 13
Perdarahan intraserebral primer (perdarahan intraserebral hipertensif) disebabkan oleh
hipertensif kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibat pecahnya pembuluh
darah otak. Sedangkan perdarahan sekunder (bukan hipertensif) terjadi antara lain akibat
anomali vaskuler kongenital, koagulopati, tumor otak, vaskulopati non hipertensif (amiloid
serebral), vaskulitis, moya-moya, post stroke iskemik, obat anti koagulan (fibrinolitik atau
simpatomimetik). Diperkirakan hampir 50% penyebab perdarahan intraserebral adalah
hipertensif kronik, 25% karena anomali kongenital, dan sisanya penyebab lain. 13
Pada perdarahan intrasereberal, pembuluh yang pecah terdapat di dalam otak atau
pada massa otak, sedangkan pada perdaraha subaraknoid, pembuluh yang pecah terdapat di
ruang subaraknoid, di sekitar sirkulus arteriosus Willisi. Pecahnya pembuluh darah
disebabkan oleh kerusakan dinding arteri (arteriosklerosis), atau karena kelainan kongenital
misalnya malformasi arteri vena, infeksi (sifilis), dan trauma. 13

Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (berry
aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini plaing sering terjadi di daerah subkortikal,
serebelum, pons dan batang otak. Perdarahan di daerah korteks lebih sering di sebabkan oleh
sebab lain misalnya tumor otak yang berdarah, malformasi pembuluh darah otak yang pecah.,
atau penyakit pada dinding pembuluh darah otak primer misalnya Congophilic angiopathy,
tetapi dapat juga akibat hipertensi maligna dengan frekuensi lebih kecil dari pada perdarahan
subkortikal. 13
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 400
mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa

hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol arteriol
dai cabang cabang lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus (thalamo perforate
arteries) dan cabang paramedian arteria vertebro basilar mengalami perubahan degeneratif
yang sama. Kenaikan tekanan darah yang mendadak (abrupt) atau kenaikan dalam jumlah
yang sangat mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah. 13
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan
6 jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala
klinik. 13
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk
dan menyela di antara selaput akson massa putih dissecan splitting tanpa merusaknya. Pada
keadaan ini absorpsi darah akan diikuti oleh perbaikan fungsi fungsi neurologi. Sedangkan
pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan
yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falks serebri atau lewat foramen
magnum. 13
Kematian dapat disebabkan karena kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah
ke ventrikel otak terjadi pada 1/3 kasus perdarah otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
menyebabkan peninggian tekanan intrakranial yang menyebabkan menurunnya tekanan
perfusi otak serta terganggunya drainase otak. 13
Elemen elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron neuron di daerah yang terkena darah
dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila
volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan
71% pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdaraha selebellar dengan volume 30
60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, tetapi volume darah 5 cc dan
terdapat di pons sudah berakibat fatal. 13
Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak menyebabkan
nekrosis. Akhir akhir ini ahli bedah saraf di Jepang berpendapat bahwa pada fase awal
perdarahan otak ekstravasasi tidak langsung menyebabkan nekrosis. Pada saat saat pertama,
mungkin darah hanya akan mendesak jaringan otak tanpa merusaknya, karena saat itu difusi
darah belum terjadi. Pada keadaan ini harus dipertimbangkan tindakan pembedahan untuk
mengeluarkan darah agar dapat dicegah gejala sisa yang lebih parah. Absorpsi darah terjadi

selama 3 4 minggu. Gejala klinik perdarahan mungkin lebih gawat apabila perdarahan
sangat luas.

13

Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid (SAH) relatif kecil jumlahnya (<0,01% dari populasi di
USA) sedangkan di ASEAN 4% dan di Indonesia 4,2%. Meskipun demikian angka mortalitas
dan disabilitas sangat tinggi hingga 80%.13
Peradarah subaraknoid terjadi karena pecahnya aneurisme sakuler pada 80% kasus
non traumatik. Aneurisma sakuler ini merupakan proses degenerasi vaskuler yang didapat
(acquired) akibat proses hemodinamika pada bifurkatio pembuluh arteri otak. Terutama di
daerah sirkulus Willisi, yang sering di arteri komunikasn anterior, arteri serebri media, arteri
serebri anterior, dan arteri komunikans posterior. 13
Penyebab lain adalah aneurisma fusiform / aterosklerosis pembuh arteri basilaris,
aneurisma mikotik dan traumatik selain AVM. Perdarahan ini dapat juga disebabkan oleh
trauma, arteritis, neoplasma, dan penggunaan kokain berlebihan. 13
Gejala perdarahan ini sangat khas dengan nyeri kepala yang sangat hebat dan
mendadak pada saat awitan (onset) penyakit, dan muntah muntah. Darah yang masuk ke
ruang subaraknoid dapat menyebabkan komplikasi hidrosefalus karena gangguan absorpsi
cairan otak di granulatio Pacchioni. 13
Perdarahn subaraknoid sering bersifat residif selama 24 72 jam pertama, dan dapat
menimbulkan vasospasme serebral hebat disertai infark otak.13

Gejala Klinis Stroke Hemoragik


Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan perdarahan
intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik, hipertensi
biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada stroke
hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan
tekanan intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.2
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika
belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis kanan,
kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual kanan
terpotong, dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat,
sebuah sindrom hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan

memotong bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan
pengabaian dan kekurangan perhatian pada sisi kiri.2
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi
batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea,
dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain:
ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis,
hemisensori atau kehilangan sensori dari semua empat anggota, gerakan mata yang
mengakibatkan kelainan diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia,
wajah ipsilateral dan kontralateral tubuh.2,9

A. Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah
penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada
orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak menggambarkan
perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan.

Beberapa gejala, seperti

kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu
sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu
atau hilang.

Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual,

muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik
untuk menit.2,9

B. Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan
pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang
menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:2,9

Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut
sakit kepala halilintar)

Sakit pada mata atau daerah fasial

Penglihatan ganda

Kehilangan penglihatan tepi


Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma.

Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.2,9
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan
mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran

singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum mencapai rumah sakit.
Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun,
merasa bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin
menjadi tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. 2,9
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi
lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala
terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. 2
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan
kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: 2,9

Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)

Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh

Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa


Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa menit atau

jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah perdarahan
subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya, seperti: 2,9

Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid


membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak

dapat

(cairan

serebrospinal) dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya, darah


terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak.
mungkin akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala,
mual, dan muntah-muntah dan dapat

mengantuk, kebingungan,

meningkatkan risiko koma dan kematian.

Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat
kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian,
mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati,

seperti

Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan


kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu
memahami bahasa, vertigo, dan

Hydrocephalus

jaringan otak tidak


pada

stroke

stroke

iskemik.

iskemik,

seperti

sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau

koordinasi terganggu.

Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam

Perdarahan Intraserebri

seminggu.

Perdarahan Subarachnoid

Onset

Usia pertengahan - usia tua

Usia muda

Jenis Kelamin

>>

>>

Etiologi

Hipertensi

Ruptur aneurisma

Lokasi

Ganglia basalis, pons,


thalamus, serebelum

Rongga subarachnoid

Gambaran klinik

Penurunan kesadaran, nyeri Penurunan kesadaran, nyeri


kepala, muntah
kepala, muntah
Defisit neurologis (+)

Deficit neurologist (-)/ ringan


Rangsang meningen (+)

Pemeriksaan Penunjang

CSS seperti air


cucian daging/
xantochrome
(Pungsi lumbal)
Area hiperdens
pada CT Scan

Perdarahan subhialoid
(Funduskopi)
CSS gross hemorrhagic
(Pungsi lumbal)
Perdarahan dalam rongga
subarachnoid (CT Scan)

Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik


Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien. Beberapa
gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain: hemiparesis, gangguan
sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia. Vertigo, afasia, disfagia,
disartria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara
mendadak.1
Pada manifestasi

perdarahan intraserebral,

terdapat

pembagian

berdasarkan

Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan prognosis pada pasien
stroke dengan perdarahan intraserebral.11

Khusus untuk manifestasi perdarahan subaraknoid, pada banyak studi mengenai


perdarahan subaraknoid ini dipakai sistem skoring untuk menentukan berat tidaknya keadaan
perdarahan subaraknoid ini dan dihubungkan dengan keluaran pasien. 10
Sistem grading yang dipakai antara lain :

Hunt & Hess Grading of Sub-Arachnoid Hemorrhage

WFNS SAH grade


WFNS grade

GCS Score

Major facal deficit

0
1
2
3
4
5

15
13-14
13-14
7-12
3-6

+
+ or + or -

Modified Hijdra score

Fisher grade

Dari keempat grading tersebut yang dipakai dalam studi cedera kepala yaitu modified
Hijdra score dan Fisher grade. Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai pada kasus SAH
primer akibat rupturnya aneurisma. 10
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan
menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita
stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit, dan
kadar serum glukosa.2
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah
langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan.
Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi
komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non
kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang dapat digunakan.2
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari
stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi intrakranial
lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter
lebih dari 1 cm.2 .

CT scan

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke infark
dengan stroke perdarahan.

Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah didapatkan
gambaran hipodense sedangkan pada stroke perdarahan menunjukkan gambaran
hiperdens.
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa diandalkan

daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi malformasi vaskular
yang mendasari atau lesi yang menyebabkan perdarahan.2
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG) untuk
memulai memonitor aktivitas jantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard memiliki
kejadian signifikan dengan stroke.2
Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti: ensefalitis,
meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik, perdarahan subaraknoid,
hematoma subdural, kedaruratan hipertensif, hipoglikemia, labirinitis, dan Transient Ischemic
Attack (TIA).2
Oleh karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas, maka untuk
memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya sistem skoring yaitu
sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat pasien masuk Rumah Sakit. Sistem
skoring yang sering digunakan antara lain:

Siriraj Hospital Score

Siriraj Stroke Score (SSS)

Cara penghitungan :
SSS = (2,5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan diastolik)-(3 x
atheroma) 12
Nilai SSS
>1
< -1
-1 < SSS < 1

Diagnosa
Perdarahan otak
Infark otak
Diagnosa meragukan (Gunakan kurva atau CT Scan)

Skor Gajah Mada

Skor Gajah Mada (SGM)

Menggunakan 3 variabel pemeriksaan yaitu :

Penurunan Kesadaran

Nyeri Kepala

Refleks Babinski

Penatalaksanaan Stroke Hemoragik


A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum (suportif)
a. stabilisai jalan napas dan pernapasan
b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi

c. pemeriksaan awal fisik umum


d. pengendalian peninggian TIK
e. penanganan transformasi hemoragik
f. pengendalian kejang
g. pengendalian suhu tubuh
h. pemeriksaan penunjang
B. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik 1
Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat haemostasis
yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap pengobatan faktor
VIII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi
yang normal.
Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.
Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant,
tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.
b. Reversal of anticoagulation 1
Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh
frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent
coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan
FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan
ginjal.
Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90g/kg pada pasien PIS yang memakai
warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus
tetap diikuti dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K karena efeknya
hanya beberapa jam.
Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight heparin
diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau adanya
gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi
platelet, atau keduanya.
Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian
obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya perdarahan.

c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM


Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap
kontroversial.
Tidak dioperasi bila: 1
Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.
Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.
Dioperasi bila: 1
Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus
secepatnya dibedah.
PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma
cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi
strukturnya terjangkau.
Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda
dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.

B. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid


1. Pedoman Tatalaksana 1
a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk upaya
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan dengan
lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit.
Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-kelainan
neurologi yang timbul.
b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih intensif: 1
Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang gawat
darurat.
Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas
yang adekuat.

Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.


Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan penilaian
status neurologi.
2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA 1
a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi saja tidak
direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi PSA, namun
kedua hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien dengan PSA.
b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada
keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya
vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada operasi yang ditunda.
c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.
3. Operasi pada aneurisma yang rupture 1
a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang
setelah rupture aneurisma pada PSA.
b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA,
banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak
berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien
dengan grade yang lebih baik serta lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan
klinis lain, operasi yang segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi
klinik khusus.
c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk
perdarahan ulang.
4. Tatalaksana pencegahan vasospasme 1
a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau secara
oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti
memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Calcium
antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu
hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan mempertahankan cerebral
perfusion pressure sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat

vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien


yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasienpasien yang gagal dengan terapi konvensional.
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
Pencegahan vasospasme:

Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.

3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.

Jaga keseimbangan cairan.

Delayed vasospasm:
Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-14
mmHg.
Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
Berikan Dobutamine 2-15 g/kg/menit.
5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering dipakai
adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid dengan dosis
6-12 g/hari.1
6. Antihipertensi 1
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik
(TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum
tindakan operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari
90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai
mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit.
Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan
memberikan efek takikardi.

d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang
mungkin terjadi akibat vasospasme.
7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu diberikan
NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam dan
tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg
dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena
menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan
hiponatremi.1
8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak
direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mungkin
timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media,
kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang yang
disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis.1
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis
100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis
terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.1
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang
tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai
faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri
serebri media.1
9. Hidrosefalus 1
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau drainase
eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi perdarahan ulang
dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara temporer
atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.
10. Terapi Tambahan 1

a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular. Mencegah


trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic compression
devices.
b. Analgesik:
Asetaminofen -1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
Tylanol dengan kodein.
Hindari asetosal.
Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.
Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
Propofol 3-10 mg/kg/jam.
Cegah terjadinya stress ulcer dengan memberikan:

Antagonis H2

Antasida

Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.

Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.

Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.

3.10. Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik


Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling ditakutkan pada
perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan deteoriasi pada 2448 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan
perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam
3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan
kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal
yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas
permanen.2
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta
ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan
prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah
yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome

fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam
ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome
fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.2

3.11. Pencegahan Stroke Hemoragik


Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi
berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko tinggi
yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah:1
Mengatur pola makan yang sehat
Melakukan olah raga yang teratur
Menghentikan rokok
Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
Memelihara berat badan yang layak
Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi
seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.1

DAFTAR PUSTAKA

1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline


Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta,
2007.
2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. [diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]
3. Rohkamm, Reinhard. Color Atlas of Neurology. Edisi 2. BAB 3. Neurological
Syndrome. George Thieme Verlag: German, 2003.
4. Tsementzis, Sotirios. A Clinicians Pocket Guide: Differential Diagnosis in
Neurology and Neurosurgery. George Thieme Verlag: New York, 2000.
5. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003
6. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victors Principles of Neurology. Edisi 8. BAB
4. Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill:
New York, 2005.
7. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York.
Thieme Stuttgart. 2000.
8. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta,
2007.
9. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Diperoleh dari:
http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html
10. Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM, 2007.
11. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006.
12. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6. EGC,
Jakarta. 2006.
13. Misbach Jusuf. 2011. Stroke Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. FKUI.

You might also like