Professional Documents
Culture Documents
Oleh angkatan 3:
1. EKY MHD NURISMAN
2. ELZA ASTRI SAFITRI
Pembimbing:
dr. Ariman Syukri, Sp.THT-KL
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGORAKAN-KEPALA LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS ABDURRAB
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
PEKANBARU
2013
1
Introduction
Routinely in otorhinolaryngology clinics, we come across atrophic tympanic membrane which
has healed on its own. The patients are usually asymptomatic. Atrophic tympanic membrane is
an incidental nding in most of the cases. We undertook a study to assess hearing threshold
among these patients who had atrophic tympanic membrane in one ear with the control as normal
tympanic membrane of the opposite ear of the same patient. The necessity of such a study was
required, because as and when an atrophic tympanic membrane is come across, no surgical
intervention is done.
Hypothesis Assessment of hearing threshold in patients having atrophic tympanic membrane.
Methods
Inclusion Criteria
Study group Patients who have atrophic tympanic membrane in three quadrants or more in one
ear. Control group The other ear of the same patient with normal tympanic membrane as control.
Exclusion Criteria
Patient having less than two quadrants of atrophic tympanic membrane, bilateral atrophic
tympanic membrane, other middle ear pathologies, external ear pathologies, or presbyacusis or
any other conditions leading to decreased hearing.
Procedure
All the patients visiting the otorhinolaryngology department were routinely examined. The
tympanic membrane was examined using an otoscope. Individuals having atrophic tympanic
membrane in three or more quadrants in one ear were subjected to pure tone audiometry.
Result
Thirty-ve patients who met our criteria were selected. Fourteen patients were male, 21 were
female patients. They were in the age group of 1545 years. Nineteen patients had atrophic
tympanic membrane in the right ear and 16 in the left ear. The mean of the average speech
frequency taken at 500, 1,000 and 2,000 Hz was 12.33 dB in the atrophic tympanic membrane
and 9.86 dB in the normal tympanic membrane.
Of all these patients 29 had absolutely normal hearing except six patients who had 20
dB conductive loss on the ear with atrophic tympanic membrane. The opposite ear of the same
patient had normal hearing.
Discussion
A simple perforation of the tympanic membrane has effects over the conduction of the
sound in various ways. Firstly, there is decreased area of TM vibration affecting the delicate
transformer mechanism. The hearing loss also varies according to the size and site of the
perforation. The posterior quadrant perforation has slightly more hearing loss than the anterior
ones [1].
The other factors of the perforation of the tympanic membrane are that sound may hit
the round window and the phase changing effect of intact tympanic membrane is not present.
In healthy tympanic membrane, the tympanic membrane has three layers. They are the
outer epithelial layer, inner mucosal layer and middle brous layer. In atrophic tympanic
membrane the brous layer is decient or totally absent which can be made out clinically by its
translucency. Govaerts and co-workers found that this was due to thinning of the lamina propria
from its normal thickness of 100 microns to approximately 23 microns [2]. This thinning of the
lamina propria is due to inhibition of the broblasts. The exact cause of this inhibition of
broblastic growth is not known.
We, in our setting had assessed hearing of the patients who had atrophic tympanic
membrane in three and more than three quadrants. We found out that these 29 patients had
normal hearing threshold. Even though the tympanic membrane is atrophic, the thinning had no
effect on the transformer mechanism. Further in the conduction of sound the atrophic tympanic
membrane is just as capable as a normal tympanic membrane in conduction of sound.
`The atrophic tympanic membrane does not affect the conduction of sound, as it does
not affect the transforming mechanism in any of the ways.
Statistical analysis was done using t-test and the result was P>0.05. Therefore the
difference between the two is not statistically signicant.
In temporal bone study, it was found that radial collagen bres in tympanic membrane
play an important role in conduction of sound above 4 kHz [3].
Fig. 1 Mean of speech audiometric frequencies (500 Hz, 1 kHz, 2 kHz) of 35 patients
References
1. Mehta RP, Rosowski JJ, Voss SE, ONeil E, Merchant SN (2006) Determinants of hearing
loss in perforations of the tympanic membrane. Otol Neurotol 27(2):136143
2. Govaerts PJ, Jacob WA, Marquet J (1988) Histological study of thin replacement membrane
of human tympanic membrane perforation. Acta Otolaryngol 105(34):297302
3. OConnor KN, Tam M, Blevins NH, Puria S (2008) Tympanic membrane collagen bers: a
key to high-frequency sound conduction. Laryngoscope 118(3):483490
4. Jesic S, Nesic V, Djordjevic V (2003) Clinical characteristics of tympanic membrane
retraction pocket. Srp Arh Celok Lek 131(56):221225
5. Stenfeldt K, Johansson C, Hellstrom S (2006) The collagen structure of the tympanic
membrane. Arch Otolaryngol Head Neck Surg 132:293298
6. Glasscock ME, Gulya AJ, Shambaugh GE (2002) Closure of tympanic membrane perforation.
Glasscock-Shambaugh surgery of the ear, 5th edn. B. C. Decker, Philadelphia, p 404
Pengantar
Secara rutin di klinik otorhinolaryngologi, kami menemukan atropi membran timpani yang
sembuh sendiri. Pasien biasanya tanpa gejala. Atropi membran timpani adalah temuan insidentil
(tanpa disengaja) pada kebanyakan kasus. Kami melakukan sebuah penelitian untuk menilai
ambang pendengaran di antara pasien tersebut yang menderita atropi membran timpani pada satu
telinga dengan sebagai kontrol adalah membran timpani normal dari telinga yang berlawanan
pada pasien yang sama. Perlunya penelitian semacam ini adalah wajib, karena sebagai dan saat
sebuah atropi membran timpani ditemukan, intervensi tanpa tindakan pembedahan tidak berlaku
lagi.
Hipotesis
Penilaian dari ambang pendengaran pada pasien yang menderita atropi membran timpani.
Metode
Kriteria inklusi :
Kelompok penelitian : pasien yang menderita atropi membran timpani pada tiga kuadran
atau lebih pada satu telinga.
Kelompok kontrol : telinga lain pada pasien yang sama dengan membran timpani yang
normal.
Kriteria esklusi:
Pasien yang menderita atropi membran timpani kurang dari dua kuadran, atropi membran
timpani bilateral, patologi lainnya pada telinga tengah, patologi pada telinga luar, atau
presbyacusis atau kondisi lainnya yang menimbulkan penurunan pendengaran.
Prosedur :
Semua pasien yang mengunjungi bagian otorhinolaryngologi yang memeriksakan diri secara
rutin. Membran timpani telah diperiksa menggunakan otoskop. Setiap orang menderita atropi
membran timpani pada tiga atau lebih kuadran pada satu telinga yang menjadi sasaran
audiometri nada murni.
Hasil
Tiga puluh lima pasien yang sesuai dengan kriteria kami telah dipilih. Empat belas pasien adalah
laki-laki, 21 lainnya adalah pasien perempuan. Mereka termasuk dalam kelompok umur 15-45
tahun. Sembilan belas pasien menderita atropi membran timpani pada telinga kanan dan 16
lainnya di telinga kiri. Frekuensi rata-rata pembicaraan yang diambil pada 500, 1000, dan 2000
Hz adalah 12,33 dB pada atropi membran timpani dan 9,68 dB pada membran timpani normal.
Dari 29 pasien tersebut secara absolut memiliki pendengaran yang normal, kecuali 6 pasien yang
menderita tuli konduktif 20dB pada telinga dengan atropi membran timpani. Telinga yang
berlawanan pada pasien yang sama memilki pendengaran yang normal.
Diskusi
Perforasi sederhana dari membran timpani memiliki efek pada konduksi suara dalam berbagai
cara.
Pertama, terdapat penurunan area dari getaran MT (membran timpani) yang mempengaruhi
mekanisme transformator halus. Hilangnya pendengaran juga bervariasi sesuai dengan ukuran
dan lokasi perforasi. Perforasi pada kuadran posterior lebih sedikit memiliki gangguan
pendengaran dari pada yang anterior (1).
Faktor lain dari perforasi membran timpani adalah bahwa suara dapat memukul tingkap
lonjong dan efek perubahan fase dari membran timpani yang intak tidak muncul.
Dalam membran timpani yang sehat, membran timpani memiliki tiga lapisan. Mereka
adalah lapisan epitelial luar, lapisan mukosa bagian dalam dan lapisan fibrosa tengah.
Pada atrofi membran timpani, lapisan fibrosa berkurang atau tidak ada sama sekali, yang
mana dapat diketahui secara klinis dengan translusensi. Govaerts dan rekan-rekan kerjanya
menemukan bahwa hal ini disebabkan oleh penipisan lamina propria dari ketebalan normal dari
100 mikron sampai sekitar 2-3 mikron [2]. Penipisan lamina propria ini
dikarenakan
penghambatan fibroblas. Penyebab pasti dari penghambatan pertumbuhan fibroblastic ini tidak
diketahui.
Kami, dalam pengaturan kami telah dinilai pendengaran dari pasien yang memiliki
membran timpani yang atrofi pada tiga atau lebih dari tiga kuadran. Kami menemukan bahwa 29
pasien memiliki ambang batas pendengaran normal. Meskipun membran timpani atrofi,
penipisan itu tidak berpengaruh pada mekanisme transformator. Selanjutnya dalam konduksi
suara, membran timpani yang atrofi sama cakapnya dengan membran timpani normal dalam
mengkonduksikan suara.
Membran timpani yang atrofi tidak mempengaruhi konduksi suara, karena tidak
mempengaruhi mekanisme transformasi dalam perjalanannya.
Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan t-test dan hasilnya adalah P> 0,05.
Oleh karena itu perbedaan antara keduanya tidak signifikan secara statistik.
Dalam studi tulang temporal, ditemukan bahwa serat kolagen radial di membran
timpani memainkan peran penting dalam konduksi suara di atas 4 kHz(3).
9
Gambar. 1 Frekuensi berbicara dari audiometri (500 Hz, 1 kHz, 2 kHz) dari 35 pasien
Membran timpani yang atrofi sama cakapnya dengan membran tympani yang normal dalam hal
konduksi suara. Meskipun tidak sestabil dan sekokoh membran timpani normal, membran
timpani yang atropi ini lebih cenderung untuk mengalami retraksi atau melekat pada
promontorium.[4]
Pentingnya penelitian
Prognosis
fibrosa. Fungsi graft sebagai rekronstruksi pada lapisan epidermal dapat bermigrasi dan
mendekat ke defek. Sel-sel mesenkim berproliferasi. Graft ini tipis dan mungkin terdegradasi dan
diganti ketika kolagen baru diproduksi [5]. MT semacam ini adekuat untuk tujuan konduksi
suara [6].
Dari ini, kita memahami bahwa graft memainkan peran signifikan dalam konduksi
suara. Pada membran timpani yang atrofi, meskipun lapisan fibrous berkurang, konduksi suara
tidak terganggu.
Dari studi ini kami memproleh sesuatu bahwa, membran timpani yang atrofi tidak
memerlukan intervensi bedah apapun. Membran timpani yang atropi sama seperti membran
timpani normal dalam hal mengkonduksikan suara
Artikel ini memberikan kajian ilmiah untuk ahli bedah agar menurunkan
pasien
dengan membran timpani atrofi, bahwa pasien mungkin tidak memerlukan intervensi bedah
apapun jika tidak memiliki keluhan (Gambar 1).
10
Referensi
1. Mehta RP, Rosowski JJ, Voss SE, ONeil E, Merchant SN (2006) Determinants of hearing
loss in perforations of the tympanic membrane. Otol Neurotol 27(2):136143
2. Govaerts PJ, Jacob WA, Marquet J (1988) Histological study of thin replacement membrane
of human tympanic membrane perforation. Acta Otolaryngol 105(34):297302
3. OConnor KN, Tam M, Blevins NH, Puria S (2008) Tympanic membrane collagen bers: a
key to high-frequency sound conduction. Laryngoscope 118(3):483490
4. Jesic S, Nesic V, Djordjevic V (2003) Clinical characteristics of tympanic membrane
retraction pocket. Srp Arh Celok Lek 131(56):221225
5. Stenfeldt K, Johansson C, Hellstrom S (2006) The collagen structure of the tympanic
membrane. Arch Otolaryngol Head Neck Surg 132:293298
6. Glasscock ME, Gulya AJ, Shambaugh GE (2002) Closure of tympanic membrane perforation.
Glasscock-Shambaugh surgery of the ear, 5th edn. B. C. Decker, Philadelphia, p 404
11