You are on page 1of 10

KONTRAKSI OTOT GASTROKNEMOUS DAN OTOT JANTUNG KATAK

Oleh :
Nama
NIM
Rombongan
Kelompok
Asisten

: Ajie Wicaksono AT
: B1J010186
: II
:6
: Devi Olivia Muliawati

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2012

I.

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Hewan vertebrata atau hewan bertulang belakang memiliki sebuah kelebihan
dibandingkan hewan tak bertulang belakang. Salah satu kelebihannya yaitu
lokomosi atau kemampuan untuk bergerak secara kontinuitas dan didukung dengan
bentuk tubuh hewan tersebut. Amfibi merupakan hewan yang memiliki lokomosi
yang unik karena, pergerakan yang dilakukan oleh hewan kelas ini ialah dengan
cara melompat. Kemampuan melompat hewan Amfibi dipengaruhi oleh keberadaan
otot sebagai alat gerak pasif pada bagian ekstrimitasnya.
Otot gastroknemous merupakan salah satu otot yang terdapat pada bagian
ekstrimitas posterior katak yang memungkinkan katak untuk melompat. Otot
gastroknemus ini terletak pada bagian tibia dan merupakan jenis otot rangka yang
melekat pada pertulangan dan bekerja secara volunteer (sadar). Otot gastroknemus
katak memiliki respon yang sangat cepat terhadap stimulus dan mampu melompat
sangat jauh dengan tenaga yang sangat kuat terutama ketika ada pemangsa.
Selain itu, keberadaan jantung pada hewan vertebrata juga menjadi pembeda
diantar hewan avertebrata. Jantung merupakan organ pemompa darah baik untuk
seluruh tubuh maupun untuk ke beberapa organ lainnya. Jantung memiliki peranan
sangat vital pada setiap hewan vertebrata. Kelas amfibi memiliki jantung sebesar biji
kacang polong dan diselaputi oleh perikardium atau pembungkus jantung. Jantung
dapat memompa banyak darah pada hewan terutama pada amfibi dikarenakan
adanya kontraksi yang disebabkan oleh otot jantung.
Katak memiliki otot jantung yang sangat melekat pada jantungnya dan mudah
terstimulus untuk berkontraksi. Otot jantung bersifat involunteer (tidak sadar)
sehingga kerjanya lebih lambat dan memiliki ritme yang teratur. Otot jantung sangat
terstimulus dengan rangsangan listrik dan otot jantung memiliki kaitan dengan pola
tindakan yang akan dilakukan oleh pemangsa seperti meloncat kemudian diam
ataupun berenang. Otot jantung pada katak juga lebih reaktif ketika terdedah
dengan udara luar dan sangat rentan terhadap percampuran darah pada jantungnya
karena ketidaksempurnaan pembagian antar bilik dan serambi. Penyatuan ini
sangat berpengaruh terhadap proses fisiologis pada tubuh katak seperti
berpengaruh terhadap gerak atau lokomosi katak kemudaian proses respirasi serta
pembagian nutrisi pada tubuh. Oto Jantung dan otot gastroknemus merupakan otot
yang saling berkaitan pada tubuh katak dalam melakukan lokomosi dan pengaturan
arah lokomosinya.

1.2 Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui efek perangsangan elektrik
terhadap besarnya repon kontraksi otot gastroknemus dan efek perangsangan kimia
terhadapa kontraksi otot jantung katak.

II.

MATERI DAN METODE

II.1 Materi
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini ialah Katak hijau (Fejervarya
cancrivora), larutan ringer katak, larutan Asetilkolin 3 5 %. Alat yang digunakan
ialah Universal Kimograf, baki, pinset, gunting bedah, benang, jarum.

II.2 Metode
A. Kontraksi Otot Gastroknemus
1. Universal Kimograf disiapkan kemudian Katak (Fejervarya cancrivora)
dimatikan.
2. Katak diletakkan pada bak preparat lalu buat irisan melingkar pada daerah
pergelangan kaki katak.
3. Tepi kulit dipegang lalu dipotong dan disingkap hingga terbuka ke bagian
lutut.
4. Otot gastroknemus dipisahkan.
5. Tendon diikat dengan benang, lalu tendon achilles digunting dan setelah itu
otot gastroknemus dibasahi dengan larutan ringer.
6. Katak diletakkan pada keimograf kemudaian diberi rangsangan elektrik dairi
mulai 0, 5, 10, 15, 20, 25 volt
7. Hasil dicatat dan dibuat tabel dan grafik.
B. Kontraksi Otot Jantung
1. Katak dimatikan.
2. Bagian dada dibedah mulai dari perut hingga jantung katak terlihat,
perikardiumnya disobek.
3. Kontraksi otot jantung diamati selama 15 detik.
4. Asetilkolin diteteskan 1 -2 tetes lalu kontraksi otot jantung diamati kembali
selama 15 detik.
5. Kontraksi otot jantung sebelum dan sesudah ditetesi Asetilkoli 3-5 %
dibandingkan.
6. Hasil dicatat dalam tabel.

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

III.1 Hasil
Tabel 1. Kontraksi Otot Gastroknemus
Voltase

Amplitudo (mm)

0,2

10

0,9

15

1,2

20

1,3

25

1,1

Tabel 2. Kontraksi Otot Jantung Sebelum dan Sesudah ditetesi Asetilkolin


Sesudah ditetesi Asetilkolin
10

Sebelum ditetesi Asetilkolin


5

Grafik Hubungan Antara Voltase Dengan Amplitudo Pada Kontraksi Otot


Gastroknemous

3.2 Pembahasan
Hasil pengamatan yang dilakukan pada percobaan menggunakan katak
menunjukkan bahwa otot gastroknemus yang diberi stimulus sebesar 0 volt,5 volt,
10 Volt, 15 volt, 20 Volt dan 25 Volt, dengan pemberian voltase yang berbeda akan
menunjukkan

hasil

yang

berbeda

pula

antara

masing-masing

besaran

tegangan/rangsangan yang diberikan. Hasil yang didapatkan yaitu 0 mm; 0,2 mm;
0,9; 1,2 mm; 1,3 mm dan 1,1 mm. Ini sesuai dengan pernyataan Storer (1961) yang
menyatakan bahwa semakin tinggi rangsangan yang diberikan maka amplitudo
yang terukurpun akan semakin besar. Hal ini terjadi karena daya rangsangan akan
memberikan stimulus pada reseptor yang kemudian akan dijawab dengan kontraksi
otot gastroknemus yang masih berfungsi dengan bantuan larutan ringer katak, mesti
katak telah mati.
Struktur untuk melakukan aksi pada hewan baik dari dalam maupun dari
lingkungan luar disebut efektor. Efektor yang paling penting adalah yang
menyekresikan zat-zat kelenjar dan yang melakukan gerak. Vertebrata, efektor yang
paling penting untuk menciptakan gerak adalah otot. Jadi, otot adalah sistem
biokontraksi dimana sel-sel atau bagian sel mengalami pemanjangan dan
dikhususkan untuk menimbulkan gerakan (kontraksi pada sumbu yang memanjang).
Karakteristik dari otot antara lain : membangun otot rangka, dapat berkontraksi dan
berkonduksi, terdiri dari sel bentuk memanjang, pipih myofibril dan berasal dari
lapisan mesoderm. Otot pada vertebrata dibedakan menjadi tiga jenis :
1. Otot rangka, dijumpai pada sosok otot yang bersambungan dengan kerangka
tubuh dan berkaitan dengan gerak badan,
2. Otot jantung, terlibat dalam pemompaan darah, dan
3. Otot polos, ditemukan sebagai bagian dari dinding alat viscera (Bevelander et
al., 1979).
Mekanisme kontraksi otot dapat dijelaskan dengan model pergeseran
filamen (filamen-filamen tebal dan tipis yang saling bergeser saat proses kontraksi).
Menurut Hickman (1972), menyatakan model pergeseran filamen (filamen sliding).
Model ini menyatakan bahwa gaya berkontraksi otot dihasilkan oleh suatu proses
yang membuat beberapa set filamen tebal dan tipis dapat bergeser antar
sesamanya. Guyton (1995) menyatakan pada saat kontraksi filamen aktin tidak
tertarik ke dalam filamen myosin sehingga overlap satu sama lainnya secara luas.
Discus Z ditarik oleh filamen aktin sampai ke ujung filamen myosin. Jadi kontraksi
otot terjadi karena mekanisme pergeseran filamen yang disebabkan oleh kekuatan

mekanis, kimia atau elektrostatik yang ditimbulkan oleh interaksi jembatan


penyebrangan dari filamen myosin dan filamen aktin.
Menurut Prosser (1961), mekanisme kontraksi otot menurun yaitu ketika otot
berkontraksi menggunakan O2 dan melepaskan CO2 sedangkan glikogen dikurangi,
asam lakatat berkumpul dan panas diproduksi. Aktin dan myosin bergabung dalam
bentuk globular yang merupakan kopula dari molekul myosin. Molekul myosin terdiri
atas bagian pengikatan aktin dan ATPase, tidak adanya aktin menyebabkan tidak
reaktifnya ATPase ketika myosin berikatan dengan aktin akan membentuk
aktomyosin ATP. Sel otot juga terdiri atas retikulum sarcoplasmik hampir sama
dengan retikulum yang sangat penting dalam kontraksi. Retikulum endoplasma
akan mengikat ion Ca dan berhenti ketika asam laktat terakumulasi.
Otot jantung terdiri atas serabut lurik yang saling isi mengisi. Myofibril pada
otot jantung bercabang-cabang dan mitokondrianya lebih banyak daripada serabut
otot kerangka. Impuls otot jantung berkontraksi dengan sendirinya, sementara saraf
simpatik dan saraf parasimpatik berjalan menuju ke jantung bila pengendalian ini
dihancurkan maka jantung akan tetap terus dapat berdetak selama glukosa dan
oksigen tersedia di dalamnya (Kimball, 1988). Geneser (1993) menyatakan bahwa
mitokondria jauh lebih banyak dan banyak memiliki krista, selain mebentuk deretanderetan yang memisahkan miofilamen-miofilamen, mitokondria ini terkumpul pada
kutub-kutub inti dan pada celah mitokondria tampak banyak butir-butir lemak dan
glikogen yang berfungsi sebagai sumber energi.
Perbedaan kontrakasi otot jantung yang bertujuan untuk mengetahui
kontraksi otot jantung dalam keadaan normal dan adanya stimulus berupa asetikolin
ternyata tidak berhasil. Fungsi asetikolin adalah sebagai neurotransmitter atau untuk
memberi rangsangan. Otot jantung akan diukur kontraksinya harus selalu dibasahi
dengan larutan ringer agar jaringan tetap hidup. Transmisi pada hubungan
neuromuskuler dan sinaps tertentu lainnya melibatkan sekresi dan komeresepsi
asetikolin. Perangsang yang kuat ini menyebabkan depolarisasi setempat dari
membran sel otot, yang memulai penyebaran impuls dalam membran dan
menyebabkan kontraksi serabut otot. Serabut simpatik post ganglion mempercepat
denyut jantung dengan melepaskan norepinefrin. Serabut demikian disebut
adrenegrik, sedangkan serabut yang mengeluarkan asetikolin disebut kolinergik
(Ville et al., 1988). Menurut Syarif (2006), kimograf adalah alat untuk pembelajaran
dan penelitian kontraksi otot dan biasanya menggunakan otot gastroknemus katak.
Otot yang mengalami pemendekan pada pembarian beban yang konstan (tidak ada
perubahan pada tekanan) dinamakan kontraksi isotonik. Sedangkan bila otot

menghasilkan tekanan tetapi tidak mengubah panjang otot dinamakan kontraksi


isometrik.
Menurut Frandson (1992), faktor-faktor yang mempengaruhi kontraksi otot
antara lain :
1. Treepe
Meningkatnya kekuatan kontraksi berulang kali pada suatu serabut otot karena
stimulasi berurutan yang berselang-seling beberapa detik. Pengaruh ini karena
disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi Ca2+ di dalam serabut otot yang
memungkinkan pula aktivitas miofibril
2. Summasi
Setiap otot dapat berkontraksi dengan berbagai tingkat kekuatan
3. Tettani (tetanus)
Apabila frekuensi stimulasi menjadi cepat sehingga tidak ada peningkatan
frekuensi lebih jauh lagi yang akan meningkatkan tegangan kontraksi
4. Fatigue
Menurunnya kapasitas bekerja disebabkan oleh pekerjaan itu sendiri
5. Rigor dan rigor mortis

IV.

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut: :
1. Otot gastroknemus dapat berkontraksi dengan adanya rangsangan dari
tegangan listrik.
2. Semakin besar voltase listrik yang diberikan akan semakin besar pula amplitudo
yang dihasilkan. Besarnya amplitudo menunjukan besar kecilnya kontraksi otot
yang dihasilkan.
3. Voltase yang diberikan terhadap otot akan mempengaruhi besarnya respon
dalam bentuk amplitudo.
4.2 Saran
Praktikum kali ini seharusnya lebih diajarkan lagi terkait pemasangan benang
pada bagian otot gastroknemus. Praktikum kali ini menggunakan alat kimograf yng
tintanya kurang jelas sehingga sulit dilihat gelombangnya

DAFTAR REFERENSI
Agung, R. 2005. Realisasi Elektrokardiograf Berbasis Komputer Personal untuk
Akuisisi Data Isyarat Elektris Jantung. Fakultas Teknik UNUD, Bali
Azizi, E, G. M. Halenda and T. J. Roberts. 2009. Mechanical Properties of The
Gastrocnemius Aponeurosis in Wild Turkeys. Integrative and Comparative
Biology, vol 49 (1) : 51-58.
Bevelander and J. A Ramaley. 1979. Essentials of History. CV. Moss by Company,
sant Louis.
E. Purbowati, C.I. Sutrisno, E. Baliarti, S.P.S. Budhi dan W. Lestariana.2006.
Karakteristik Fisik Otot Longissimus Dorsi dan Biceps Femoris Domba.
Vol.13.No.2.Th.2006 : 147-153.
Galambos, R. 1962. Nerve and Muscles. Anchar Book, New York.
Gordon, M. S. 1981. Animal Physiology. Mc Millan Publishing Inc, New York
Gunawan, A.M.S. 2001. Mekanisme dan Mekanika Pergerakan Otot. Integral Vol. 6
(2): 58-62.
Hickman,C.P. 1972. Biology of Animal. The C.V. Mos by Company, Sant Louis.
James, R.S, J.Tallis, A.Herrel and C.Bonneaud. 2011. Warmer is better: thermal
sensitivity of both maximal and sustained power output in the iliotibialis
muscle isolated from adult Xenopus tropicali. The Journal of Experimental
Biology 215, 552-558.
Kimball, J.W. 1988. Biologi Jilid II. Erlangga, Jakarta.
Prosser, C.T. 1961. Comparative Animal Physiology. W.B. Saunders Company,
London.
Richard L. Moss and Daniel P. Fitzsimons. 2010. Department of Physiology and
Cardiovascular Research Center, University of Wisconsin School of Medicine
and Public Health, Madison, WI 53706. Regulation of contraction in
mammalian striated musclesthe plot thick-ens, Vol. 136(1): 21-27.
Storer, T. I. 1961. Element of Zoology. McGraw-Hill, New York.
Ville, C. A., F. W. Warren, and R. D. Barnes. 1988. General Biology. W. B. Saunders
Co., New York.

You might also like