You are on page 1of 5

ATTERBERG LIMIT TEST

Atterberg Limit merupakan ukuran dasar dari butiran halus tanah. Tergantung pada
kandungan air pada tanah, tanah dapat diklasifikasikan menjadi empat kondisi : padat,
semi-padat, pastik, dan cair. Di setiap kondisi, konsistensi dan sifat dari tanah akan
berbeda-beda, begitu pula sifat-sifat rekayasanya. Atterberg Limit dapat digunakan untuk
membedakan antara lanau dan lempung dan juga lebih detailnya dapat membedakan
antara berbagai macam lanau dan lempung.
Atterberg Limit Test merupakan metode pengetesan untuk mengetahui sifat konsistensi
tanah berbutir halus (lanau atau lempung) dengan memberikan kadar air yang berbeda
pada masing-masing sampel yang akan di tes.
Logika Atterberg Limit Test : Saat air diberikan kepada satu sampel tanah halus, setiap
partikel tanah dilapisi oleh lapisan air yang tipis yang diserap oleh partikel tanah. Jika air
terus ditambahkan, maka ketebalan lapisan air yang menyelimuti partikel tanah akan terus
bertambah. Peningkatan ketebalan lapisan air pada partikel tanah memungkinkan antar
partikel untuk saling meluncur lebih mudah. Jadi sifat tanah dapat diketahui dengan
membandingkan kadar air yang terkandung pada masing-masing sampel tanah. Pada
tahun 1913 Albert Mauritz Atterberg (19 Maret 1846 4 April 1916) menyatakan batasan
empat kondisi tanah dalam istilah limit, yaitu :
1. Batas susut (Shrinkage Limit) yaitu batasan antara semi-padat dan padat.
2. Batas plastis (Plastic Limit) yaitu batasan antara plastik dan semi-padat.
3. Batas cair (Liquid Limit) yaitu batasan antara cair dan plastik.

Gambar 1 :

Gambar 2 :

Tujuan Atterberg Limit : adalah untuk mengetahui batasan-batasan dari empat kondisi
tanah yang dimiliki oleh suatu sampel tanah yang akan diuji. Uji ini biasanya dilakukan
pada lanau atau lempung berkaitan dengan sifat kedua jenis tanah ini yang mudah
mengembang atau menyusut tergantung pada kadar air yang terkandung pada tanah jenis
ini. Hal ini disebabkan karena lanau atau lempung secara kimia ber-reaksi terhadap air
dengan merubah ukuran dan mengakibatkan perbedaan kekuatan. Jadi tujuan utama dari

tes ini seringkali digunakan untuk menguji daya dukung tanah tempat suatu bangunan
akan didirikan, terutama jika tanah yang terkandungnya adalah lanau atau lempung.
Ciri-ciri masing-masing kondisi tanah kemudian dijelaskan oleh Arthur Casagrande (28
Agustus 1902 6 September 1981) menjadi kondisi berikut :
1. Shrinkage Limit : Kondisi kandungan air saat penambahan kehilangan air tidak
menyebabkan perubahan volume. Istilah batas susut dinyatakan sebagai kadar air
dalam persen, yang khusus diasumsikan untuk menyatakan sejumlah air yang
diperlukan untuk mengisi rongga-rongga suatu tanah kohesif pada angka pori
minimum yang terbentuk lewat pengeringan (biasanya oven). Karena itu, konsep
batas susut dapat digunakan untuk mengevaluasi potensi susut atau kemungkinan
pengembangan, atau juga, retak-retak dalam pekerjaan-pekerjaan tanah pada tanahtanah kohesif.

Gambar 3 :

2. Plastic Limit :Kondisi kandungan air saat tanah bertransisi antara kondisi rapuh dan
plastik. satuan tanah mencapai limit plastik saat partikel tanah mulai pecahberai/ambruk dan menjadi butiran berdiameter +3mm.
Gambar 4 :

Gambar 5 :

3. Liquid Limit :Kondisi kandungan air saat tanah bertransisi dari kondisi plastik ke
kondiri cair.

Gambar 6 :

Prosedur Pengujian Atterberg Limit :


1. Batas Cair (Liquid Limit)
Masukkan tanah pada alat casagranda, dibuat celah dengan standard grooving
tool.
Putar engkol alat casagranda dengan kecepatan 2 ketukan per detik, dan tinggi
jatuh 10mm.
Pada ketukan ke 25 contoh tanah yang digores dengan grooving tool akan
merapat.
Pengujian batas cair (liquid Limit) dilakukan berdasarkan acuan normatif ASTM
standard test method D 4318 dengan menggunakan contoh tanah basah.
Contoh tanah yang digunakan merupakan tanah lolos saringan No.40 (425m).
Pengujian dilakukan sampai mendapatkan jumlah ketukan yang diinginkan.
Apabila ketukan melebihi dari jumlah ketukan yang diinginkan, maka tanah
tersebut perlu ditambahkan air. Dan sebaliknya jika jumlah ketukan kurang dari
jumlah ketukan yang diinginkan, maka tanah tersebut perlu dikeringkan terlebih
dahulu atau ditambahkan tanah pada campuran.
2. Batas Plastis (Plastic Limit)
Pengujian plastis dilakukan berdasarkan acuan normatif ASTM standard test
method D 4318.
Sama dengan pengujian batas cair, tanah yang digunakan pada penelitian batas
plastis menggunakan tanah lolos saringan No.40 (425m).
Contoh tanah kemudian digulung/dipilin pada pelat kaca hingga mencapai
diameter kurang lebih 1/8 inchi (3.2 mm) dan tanah tersebut terdapat retak-retak
halus.
Apabila retakan yang terjadi cukup besar, maka perlu penambahan air pada
sampel tanah.
Namun apabila tidak terjadi retakan halus pada tanah yang dipilin, maka tanah
harus dikeringkat terlebih dahulu atau perlu penambahan tanah pada campuran.

Gambar 7 :

3. Batas Susut (Shrinkage Limit)


Tempatkan contoh dalam cawan pencampur diamter 115mm dan campur dengan
air suling sehingga contoh tanah jenuh dan tidak terdapat lagi gelembunggelembung udara, aduk sampai menjadi pasta dan cetak. Kadar air yang
dibutuhkan sama dengan atau lebih besar sedikit dari kadar air batas cair.
Lapisi bagian dalam dari cawan diameter 45mm dan tinggi 12,7mm dengan
vaselin untuk mencegah tanah menempel pada dinding cawan. Tempatkan contoh
tanah di tengah-tengah cawan sebanyak 1/3 bagian volume cawan dan ketuk-ketuk
perlahan-lahan sampai tanah menyentuh dinding cawan. Isi lagi cawan dengan
contoh sebanyak 1/3 bagian dan ketuk-ketuk kembali. Terakhir cawan diisi
kembali sampai melebihi isi cawan dan ketukan dilanjutkan kembali sampai
cawan secara keseluruhan penuh dan bagian tanah yang mencuat diaratakan
dengan mistar baja dan tanah yang menempel pada tepi cawan dibersihkan.
Timbang dan catat berat contoh tanah basah dan cawan.
Biarkan contoh tanah dalam suhu kamar sampai warnanya berubah dari gelap
menjadi lebih terang.
Selanjutnya masukkan dalam oven sampai kering atau berat menjadi konstan pada
temperatur (110+5)C minimal 16 jam.
Timbang dan catat berat contoh tanah kering dan cawan dan kemudian keluarkan
tanah dari cawan tersebut.
Ukur volume cawan dengan menuangkan air raksa pada cawan sampai penuh rata
permukaan. Tuang air raksa dalam cawan tersebut kedalam gelas ukur dan
tentukan volume cawan tersebut (V). Volume cawan dapat ditentukan dengan cara
menimbang air raksa ke 0,1 g terdekan dengan menggunakan rumus V = W/hg
dimana W adalah berat air raksa dalam gram dan hg = 13.5 g/ml kepadatan air
raksa, dan V adalah volume cawan.
Tempatkan cawan gelas diameter 50mm, tinggi 25mm kedalam cawan penguap
diameter 150 mm dan isi cawan gelas dengan air raksa sampai penuh rata
permukaan.
Celupkan contoh tanah kering kedalam cawan gelas perlahan-lahan dan tutup
cawan gelas dengan pelat transparan dan tekan sehingga kelebihan air raksa akan
tumpah.
Tuang air raksa yang tumpah kedalam gelas ukur yang menunjukkan volume
tanah kering (Vo). Volume tanah kering dapat ditentukan dengan menimbang air
raksa yang tumpah sampai 0,1 gran terdekat dan dihitung volume dalam ml

dengan menggunakan rumus Vo= W/hg, dimana W adalah berat air raksa yang
tumpah.
Dengan test seperti ini, dapat diketahui nilai-nilai dari : kadar air, penyusutan dan
batas susut, faktor susut, perubahan volume, dan susut linier dengan menggunakan
rumus-rumus yang ada.

Gambar 8 :

Sumber : https://www.scribd.com/doc/58768825/Atterberg-Limit-Test

You might also like