You are on page 1of 4

Refarat Kelainan Refraksi

PEMBAHASAN
I.

PENDAHULUAN

Hampir setiap saat kita menjumpai kasus kelainan refraksi di lingkungan kita dan angka ini secara teoritis meningkat terus
tiap tahunnya. Di negara maju angka-angka yang menunjukkkan kasus-kasus kelainan refraksi mudah didapatkan, akan
tetapi di negara-negara berkembang penelitian tentang kelainan refraksi masih dalam tahap awal. Peningkatan angka
kejadian kelainan refraksi ini dipicu oleh deteksi dini kelainan refraksi seiring berkembangnya teknologi kedokteran
sehingga kasus yang dulu tidak terdeteksi dapat ditemukan, dan makin canggihnya teknologi visual yang merangsang
penggunaan indera penglihatan terus-menerus dan gaya hidup masyarakat yang menuntut penggunaan penglihatan
secara terus-menerus.1
II.

ANATOMI MATA

Gambar 1 : Anatomi mata


(dikutip dari kepustakaan 2)
Secara garis besar mata di bagi tiga bagian:
a.

Tunika fibrosa

Tunika fibrosa terdiri dari sklera dan kornea. Sklera berwarna putih merupakan lapisan luar yang sangat kuat dengan
ketebalan 0,3-0,6 mm. Sklera juga merupakan tempat insersi otot-otot akstraocular. Sementara itu, kornea adalah
lapisan yang berwarna bening dan berfungsi untuk menerima cahaya masuk dan sebagai media refrakta. Pada bagian
tengah, ketebalan kornea 0,52 mm dan pada bagian perifer 0,65 mm. Diameter horizontal kornea berukuran 11,75 mm
dan diameter vertikalnya 10,6 mm. Dari anterior ke posterior tersusun atas lapisan epitel, membrana Bowmans, stroma,
membrana Descements, dan endothel. Untuk melindungi kornea ini, maka disekresikan air mata sehingga keadaannya
selalu basah dan dapat membersihkan dari debu.3
b.

Tunika Vaskulosa

Tunika vaskulosa merupakan bagian tengah bola mata, urutan dari tengah kebelakang terdiri dari iris, corpus siliaris, dan
koroid. Koroid merupakan lapisan tengah yang kaya akan pembuluh darah, lapisan ini juga kaya akan pigmen warna.
Daerah ini disebut iris. Bagian depan dari iris ini disebut pupil yang terletak di belakang kornea tengah. Pengaruh kerja
dari otot iris adalah untuk melebarkan atau menyempitkan bagian pupil. Ini diibaratkan diafragma yang dapat mengatur
jumlah cahaya yang masuk pada sebuah kamera. Disebelah dalam pupil terdapat lensa yang berbentuk cakram dan
terdapat otot siliaris. Otot ini sangat kuat dalam mendukung fungsi lensa mata, yang selalu berkerja untuk memfokuskan
penglihatan. Seseorang yang melihat benda dengan jarak yang jauh tidak mengakibatkan otot lensa mata berkerja, tetapi
apabila seseorang melihat benda dengan jarak yang dekat maka akan memaksa otot lensa bekerja lebih berat karena otot
lensa harus menegang untuk membuat lensa mata lebih tebal sehingga dapat memfokuskan penglihatan pada bendabenda tersebut. Pada bagian belakang dan depan lensa ini terdapat rongga yang terisi cairan bening yang masing-masing
disebut Aqueous Humor dan Vitreous Humor. Adanya cairan ini dapat memperkokoh kedudukan bola mata.3
c.

Tunika Nervosa

Tunika nervosa (retina) merupakan bagian dari mata yang terletak pada bagian depan koroid. Bagian ini merupakan
bagian terdalam dari mata. Lapisan ini lunak namun tipis. Merupakan suatu struktur sangat kompleks yang terbagi
menjadi 10 lapisan terpisah, tediri dari fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) dan neuron, diantaranya adalah sel
ganglion yang bersatu membentuk serabut saraf optik. Retina tersusun dari 103 juta sel-sel yang berfungsi untuk
menerima cahaya, dan mengubah cahaya menjadi sinyal listrik. Sel kerucut bertanggung jawab untuk penglihatan siang
hari. Sel kerucut responsive terhadap panjang gelombang pendek, menengah, dan panjang (biru, hijau, merah). Sel-sel ini
terkonsentrasi di fovea yang bertanggung jawab untuk penglihatan detail seperti membaca huruf kecil. Sedangkan sel
batang berfungsi untuk penglihatan malam. Sel-sel ini sensitif terhadap cahaya redup dan tidak memberikan sinyal
informasi panjang gelombang (warna). Sel batang menyusun sebagian besar fotoreseptor di retina daerah perifer.3

III.

KELAINAN REFRAKSI

Kelainan refraksi adalah kelainan pembiasan sinar oleh media penglihatan (kornea, humor aquous, lensa, badan kaca),
atau akibat dari panjang bola mata yang berlebihan atau berkurang, sehingga bayangan benda dibiaskan tidak tepat jatuh
di daerah makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Keadaan ini disebut ametropia yang dapat berupa miopia, hipermetrop,
atau astigmatisma. Sebaliknya emetropia adalah keadaan dimana sinar yang sejajar atau jauh dibiaskan atau di fokuskan
oleh sistem optik mata tepat pada daerah makula lutea tanpa mata melakukan akomodasi.4,5
Mata mengubah-ubah daya bias untuk memfokuskan benda dekat melalui proses yang disebut akomodasi. Pada keadaan
normal, cahaya yang berasal dari jarak tak terhingga akan terfokus pada retina. Demikian pula bila benda jauh tersebut di
dekatkan akan tepat jatuh di retina, hal ini terjadi akibat adanya akomodasi lensa yang memfokuskan bayangan pada
retina. Jika berakomodasi maka benda pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina.6,7
Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliar. Akibat akomodasi, daya
pembiasan lensa bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin dekat benda,
makin kuat mata harus berakomodasi (mencembung). Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks akomodasi. Refleks
akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan pada waktu konvergensi atau melihat dekat.2,7,8
Mata akan berakomodasi bila bayangan benda difokuskan di belakang retina. Bila sinar jauh tidak difokuskan pada retina
seperti pada mata dengan kelainan refraksi hipermetropia maka mata tersebut akan berakomodasi terus-meneus
walaupun letak bendanya jauh, dan pada keadaan ini diperlukan fungsi akomodasi yang baik.5
Anak anak dapat berakomodasi dengan kuat sekali sehingga memberikan kesukaran pada pemeriksaan kelainan
refraksi. Daya akomodasi kuat pada anak-anak dapat mencapai +12,0 - 18,0 D. Akibat daripada ini, maka pada anakanak yang sedang dilakukan pemeriksaan kelainan refraksinya untuk melihat jauh mungkin terjadi koreksi miopia yang
lebih tinggi akibat akomodasi sahingga mata tersebut memerlukan lensa negatif yang berlebihan (koreksi lebih). Untuk
pemeriksaan kelainan refraksi anak sebaiknya diberikan sikloplegik yang melumpuhkan otot akomodasi sehingga
pemeriksaan kelainan refraksi murni, dilakukan pada mata beristirahat. Biasanya diberikan sikloplegik taua sulfas atropin
tetes mata selama 3 hari. Sulfas atropin bersifat parasimpatolitik, yang bekerja selain untuk melumpuhkan otot siliar juga
melumpuhkan otot sfingter pupil. Dengan bertambahnya usia, maka akan berkurang pula daya akomodasi akibat
berkurangnya elastisitas lensa sehingga lensa sukar mencembung.5
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan kelengkungan kornea, serta
panjangnya bola mata. Panjang bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh
kornea ( mendatar, mencembung ), atau adanya perubahan panjang ( lebih panjang, lebih pendek ) bola mata maka sinar
normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat berupa miopia,
hipermetropia, dan astigmat.3,5,6,8,9
Miopia adalah mata dengan daya lensa positif yang lebih kuat sehingga sinar yang sejajar atau datang dari tak terhingga
difokuskan di depan retina. Keadaan ini diperbaiki dengan lensa negatif sehingga bayangan benda terseger ke belakang
dan diatur tepat jatuh di retina. Sedangkan hipermetropia adalah mata dengan kekuatan lensa positif yang kurang
sehingga sinar sejajar tanpa akomodasi difokuskan di belakang retina. Keadaan ini dikoreksi dengan penggunaan lensa
positif, sehingga bayangan benda tergeser ke depan dan diatur jatuh tepat di retina. Sementara itu, astigmatisma adalah
mata dengan kekuatan pembiasan yang berbeda-beda dalam dua bidang utama, biasanya tegak lurus satu sama lainnya.
Kelainan ini diperbaiki dengan lensa silinder.4,5,6,7
Adapun jenis kelainan refraksi yang akan dibahas dalam referat ini adalah kelainan refraksi berupa miopia.

a.

Defenisi Miopia

Apabila bayangan dari benda yang terletak jauh berfokus di depan retina pada mata yang tidak berakomodasi, maka mata
terseburt mengalami miopia, atau penglihatan dekat (nearsighted). Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat
terlalu besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat.5,7,8
Apabila mata berukuran lebih panjang daripada normal, maka kesalahan terjadi di sebut miopia aksial, (untuk setiap
millimeter tambahan panjang sumbu, maka mata kira-kira lebih miopik sebesar 3 dioptri). Apabila unsur pembiasan lebih
refraktif dibandingkan dengan rerata, maka kesalahan yang terjadi disebut miopia kelengkungan atau miopia refraktif,
suatu benda digeser lebih dekat dari 6 meter, maka bayangan bergerak mendekati retina, dan fokusnya menjadi lebih
tajam. Titik tempat bayangan paling tajam fokusnya di retina disebut titik jauh, derajat miopia dapat diperkirakan dengan
menghitung kebalikan dari jarak titik jauh tersebut. Dengan demikian titik jauh sebesar 0,25 m menandakan perlunya
lensa koreksi sekitar minus 4 dioptri. Orang miopik memiliki keuntungan dapat membaca di titik jauh tanpa kaca mata
bahkan pada usia presbiopik. Miopia derajat tinggi menimbulkan peningkatan kerentanan terhadap gangguan-gangguan

retina degeneratif, termasuk pelepasan retina.5,6,7


Gambar 2 : Refraksi pada miopia
(Dikutip dari kepustakaan 7)
b.

Jenis Miopia

Di kenal beberapa bentuk miopia seperti :5,7


a.

Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada katarak intumesan dimana lensa

menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat sama dengan myopia bias atau myopia indeks, miopia yang terjadi
akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat. 5,7
b.

Miopia aksial, myopia akibat panjangnya sumbu bola mata, engan kelengkungan kornea dan lensa yang normal. 5,7

Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam: 5,7


a.

Miopia levator, dimana miopia kecil dari pada 1-3 dioptri

b.

Miopia moderat, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri

c.

Miopia gravior, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri

Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk : 5,7


a.

Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa. 5,7

b.

Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata. 5,7

c.

Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif , yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama

dengan miopia pernisiosa = maligna = miopia degeneratif.5,7


c.

Gejala Klinis Miopia

Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat malahan melihat terlalu dekat , sedangkan melihat jauh
kabur atau disebut pasien adalah rabun jauh. Pasien dengan miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai
juling dan kelopak bola mata sempit . seseorang miopia mempunyai kebiasaan mengerinyitkan matanya untuk mencegah
aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). 5,7
Pasien miopia mempunyai puntum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konfergensi yang
akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling
kedalam atau esoptropia. 5,7
d.

Diagnosis Miopia

Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik kresen yaitu gambaran bulan sabit yang terlihat pada polus posterior
fundus mata miopia, sclera atau koroid.pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat pula kelaunan pada fundus okuli
seperti degenerasi makula dan degenerasi retina bagian perifer.5,7
e.

Penanganan Miopia

Adapun penanganan miopia antara lain;


1.

Penggunaan lensa kacamata: kacamata masih merupakan metode paling aman untuk memperbaiki refraksi.

Pengobatan pasien miopia adalah dengan memberikan kacamata sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman
penglihatan maksimal . sebagai contoh bila pasien dikoreksi dengan -3,0memberikan tajam penglihatan 6/6 ,dan
demikian juga bila diberi S-3,25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3,0 Tujuannya agar mata tidak berakomodasi
jika diberi lensa ukuran terkecil.3,5,7,9

Gambar 3 : Koreksi pada miopia


(Dikutip dari kepustakaan 7)
2.

Penggunaan lensa kontak : lensa kontak pertama adalah lensa sklera kaca berisi cairan. Lensa ini sulit dipakai untuk

jangka panjang dan menyebabkan edema kornea dan rasa tidak enak pada mata. Lensa kontak keras yang terbuat dari
polimetilmetakrilat, merupakan lensa kontak pertama yang benar-benar berhasil dan memperoleh penerimaan yang luas
sebagai pengganti kacamata. Pengembangan selanjutnya antara lain adalah lensa kaku yang permeabel udara, yang
terbuat dari asetat biurat selulosa, silikon atau berbagai polimer plastik dan lensa kontak lunak, yang terbuat dari
bermacam-macam plastikhidrogel, yang semuanya menghasilkan kenyamanan yang lebih baik tetapi resiko penyulit yang
lebih besar. 5,7,8

Lensa keras dan permeabel mengoreksi kesalahan refraksi dengan mengubah kelengkungan permukaan anterior mata.
Daya refraksi total terdiri dari daya yang ditimbulkan oleh kelengkungan belakang lensa. Kelengkungan dasar, bersama
dengan daya lensa sebenarnya yang disebabkan oleh perbedaan antara kelengkungan di depan dan belakang. Hanya
yang kedua yang bergantung pada indeks refraksi bahan kontak. Lensa keras dan yang permiabel-udara mengatasi
astigmatisme kornea dengan memodifikasi permukaan anterior mata menjadi bentuk yang benar-benar sferis. Lensa
kontak lunak, terutama bentuk-bentuk yang lebih lentur, mengadopsi bentuk kornea pasien. Dengan demikian daya
refraksinya terdapat hanya pada perbedaan antara kelengkungan depan dan belakang, dan lensa ini hanya sedikit
mengoreksi astigmatisme kornea kecuali apabila disertakan koreksi silinder. Kelengkungan dasar lensa kontak di pilih
sesuai dengan kelengkungan kornea, seperti di tentukan oleh keratometri. Lensa kontak keras secara spesifik di
indikasikan untuk koreksi astigmatisme ireguler, seperti pada keratokonus. 5,7
Sementara itu, lensa kontak lunak di gunakan untuk mengobati gangguan permukaan kornea. Tetapi untuk mengontrol
gejala dan bukan untuk alasan refraksi. Lensa kontak digunakan untuk melakukan koreksi refraksi afakia. Terutama untuk
mengatasi aniseikoniaafakia monokuler, dan koreksi miopia tinggi. Dan lensa ini menghasilkan kualitas bayangan yang
lebih baik dari pada kacamata. Tetapi sebagian besar pengguna lensa kontak adalah untuk koreksi kosmetik kesalahan
refraktif ringan. Hal ini menimbulkan dampak penting pada resiko yang dapat diterima dalam penggunaan lensa kontak.
3,5,7,9
f.

Komplikasi Miopia

Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina dan strabismus. Strabismus
biasanya esotropia atau juling kedalam akibat mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling keluar mungkin
fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia. 5,7
Perubahan degeneratif retina pada miopia terjadi di koroid. Sklerosis dan sumbatan pembuluh darah koroid akan
menyebabkan berkurangnya perdarahan ke retina. Hal semacam ini terjadi pada miopia karena teregangnya dan
menipisnya pembuluh darah retina. Perubahan ini terutama terjadi didaerah ekuator, yaitu tempat terjadinya 90% robekan
retina. Terjadinya degenerasi retina pada mata miopia 10 sampai 15 tahun lebih awal daripada mata emetropia. Ablasi
retina delapan kali lebih sering terjadi pada mata miopia daripada mata emetropia atau hiperopia. Ablasi retina terjadi
sampai 4% dari semua mata afakia, yang berarti 100 kali lebih sering daripada mata fakia. 5,7
Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata miopia satu dasawarsa lebih awal daripada mata normal.
Depolimerisasi menyebabkan penurunan daya ikat air dari asam hialuron sehingga kerangka badan kaca mengalami
disintegrasi. Akan terjadi pencairan sebagian dan ablasi badan kaca posterior. Oleh karenanya badan kaca kehilangan
konsistensi dan struktur yang mirip agar-agar, sehingga badan kaca tidak menekan retina pada epitel pigmen lagi.
Dengan gerakan mata yang cepat, badan kaca menarik perlekatan vireoretina. Perlekatan badan kaca yang kuat biasanya
terdapat di daerah sekeliling radang atau daerah sklerosis degeneratif. Sekali terjadi robekan retina, cairan akan
menyusup di bawah retina sehingga neuroepitel akan terlepas dari epitel pigmen dan koroid. 5,7

You might also like