You are on page 1of 13

LAPORAN PENDAHULUAN

SHOCK SEPSIS

Disusun Oleh :

1.
2.
3.
4.

Bayu Cahyo O
Giyarni
Rendra Bagus S
Sinta Dewi A

P27220011 164
P27220011 175
P27220011 190
P27220011 202

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2013

LAPORAN PENDAHULUAN
SHOCK SEPSIS

A. PENGERTIAN
Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala
infeksi parah yang dapat berkembang ke arah septisemia atau shock sepsis (Doenges, et. al,
1993). Shock sepsis merupakan sindrom klinis yang dicetiskan oleh masuk dan menyebarnya
produk organisme ke dalam sistem vaskuler sehingga menyebabkan hipotensi yang tidak
membaik dengan resusitasi cairan, kegagalan pada mikrosirkulasi, penurunan perfusi
jaringan, dan gangguan metabolism multi seluler (Bakta & Suastika, 1999).
Shock septik yaitu infasi aliran darah oleh beberapa organisme mempunyai potensi
untuk menyebabkan reaksi pejamu umum toksin ini. Hasilnya adalah keadaan ketidak
adekuatan perfusi jaringan yang mengancam kehidupan (Brunner & Suddarth vol. 3 edisi 8,
2002).
Shock septik sering terjadi karena adanya infeksi nosokomial, yaitu terpapar oleh
bakteri di RS. Sebagian besar shock septik disebabkan oleh bakteri gram negative tapi bakteri
gram positif dan virus juga dapat menyebabkan shock septik.
Menurut M. A Henderson (1992) Shock septik adalah shock akibat infeksi berat,
dimana sejumlah besar toksin memasuki peredaran darah. E. colli merupakan kuman yang
sering menyebabkan syok ini.
Secara umum shock septik adalah suatu keadaan dimana tekanan darah turun sampai
tingkat yang membahayakan nyawa, sebagai akibat dari sepsis. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa shock septik adalah infasi aliran darah oleh beberapa organisme mempunyai potensi
untuk menyebabkan reaksi pejamu umum toksin. Hasilnya adalah keadaan ketidak adekuatan
perfusi jaringan yang mengancam kehidupan.
Shock septik sering terjadi pada:
1. Bayi baru lahir
2. Usia di atas 50 tahun
3. Penderita gangguan sistem kekebalan
B. ETIOLOGI
Shock sepsis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70% (pseudomonas
auriginosa, klebsiella, enterobakter, echoli, proteus). Infeksi bakteri gram positif 20-40%
(stafilokokus aureus, stretokokus, pneumokokus), infeksi jamur dan virus 2-3% (dengue
hemorrhagic fever, herpes viruses), protozoa (malaria falciparum). Sedangkan pada kultur
yang sering ditemukan adalah pseudomonas, disusul oleh stapilokokus dan pneumokokus.

Shock sepsis yang terjadi karena infeksi gram negatif adalah 40% dari kasus, sedangkan gram
positif adalah 5-15% dari kasus (Root, 1991).
Penyebab terbesar sepsis adalah bakteri gram (-) yang memproduksi endotoksin
glikoprotein kompleks sedangkan bakteri gram (+) memproduksi eksotoksin yang merupakan
komponen utama membran terluar dari bakteri menghasilkan berbagai produk yang dapat
menstimulasi sel imun. Sel tersebut akan terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi.
Produk yang berperan penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS).
LPS merangsang peradangan jaringan, demam dan syok pada penderita yang
terinfeksi. Struktur lipid A dalam LPS bertanggung jawab terhadap reaksi dalam tubuh
penderita. LPS endotoksin gram (-) dinyatakan sebagai penyebab sepsis terbanyak, dia dapat
langsung mengaktifkan sistme imun selular dan humoral, yang dapat menimbulkan
perkembangan gejala septikemia. LPS sendiri tidak mempunyai sifat toksik tetapi
merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis.
Makrofag mengeluarkan polipeptida, yang disebut faktor nekrosis tumor (Tumor necrosis
factor /TNF) dan interleukin 1 (IL-1), IL-6 dan IL-8 yang merupakan mediator kunci dan
sering meningkat sangat tinggi pada penderita immunocompromise (IC) yang mengalami
sepsis.
Shock septik sering terjadi karena adanya infeksi nosokomial, yaitu terpapar oleh
bakteri di RS. Sebagian besar shock septik disebabkan oleh bakteri gram negative tapi bakteri
gram positif dan virus juga dapat menyebabkan shock septik. (Brunner & Suddarth vol. 1
edisi 8, 2002).
C. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko terjadinya syok septik: Penyakit menahun (kencing manis, kanker darah,
saluran kemih-kelamin, hati, kandung empedu, usus), infeksi, pemakaian antibiotik jangka
panjang dan tindakan medis atau pembedahan.
1. Faktor-faktor penjamu

Umur yang ekstrim yang berusia kurang dari 1 tahun dan lebih dari 50 tahun

Malnutrisi

Kondisi lemah secara umum

Penyakit kronis

Penyalahgunaan obat atau alkohol

Neutropenia

Splenektomi

Kegagalan banyak organ

2. Faktor-faktor tindakan yang berhubungan

Pemasangan alat invasive : Venous catheter, Arterial lines, Pulmonary artery catheters,
Endotracheal tube, Tracheostomy tubes, Intracranial monitoring catheters, Urinary
catheter

Prosedur-prosedur operasi

Luka karena cidera atau terbakar

Prosedur diagnostik invasif : Cystoscopic, Pembedahan

Obat-obatan (antibodi, agen-agen sitotoksik, steroid)

D. PATOFISIOLOGI
Sebelum terjadinya syok septic biasanya didahului oleh adanya suatu infeksi sepsis.
Infeksi sepsis bisa bisebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif. Pada bakteri gram
negatif yang berperan adalah lipopolisakarida (LPS). Suatu protein di dalam plasma, dikenal
dengan LBP (Lipopolysacharide binding protein) yang disintesis oleh hepatosit, diketahui
berperan penting dalam metabolisme LPS. LPS masuk ke dalam sirkulasi, sebagian akan
diikat oleh faktor inhibitor dalam serum seperti lipoprotein, kilomikron sehingga LPS akan
dimetabolisme. Sebagian LPS akan berikatan dengan LBP sehingga mempercepat ikatan
dengan CD14.1,2 Kompleks CD14-LPS menyebabkan transduksi sinyal intraseluler melalui
nuklear factor kappaB (NFkB), tyrosin kinase(TK), protein kinase C (PKC), suatu faktor
transkripsi yang menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel. Kompleks LPS-CD14
terlarut juga akan menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll like receptor-2 (TLR2).
Sedangkan pada bakteri gram positif, komponen dinding sel bakteri berupa
Lipoteichoic acid (LTA) dan peptidoglikan (PG) merupakan induktor sitokin. Bakteri gram
positif menyebabkan sepsis melalui 2 mekanisme: eksotoksin sebagai superantigen dan
komponen dinding sel yang menstimulasi imun. Superantigen berikatan dengan molekul
MHC kelas II dari antigen presenting cells dan V-chains dari reseptor sel T, kemudian akan
mengaktivasi sel T dalam jumlah besar untuk memproduksi sitokin proinflamasi yang
berlebih.
Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai dengan
rangsangan endo atau eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga terjadi aktivasi

makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi komplemen dan netrofil, sehingga
terjadi disfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan trombosit yang
menyebabkan gangguan perfusi ke berbagai jaringan dan disfungsi/kegagalan organ multiple.
Penyebaran infeksi bakteri gram negative yang berat potensial memberikan sindrom klinik
yang dinamakan syok septic.
E. MANIFESTASI KLINIS
Pertanda awal dari syok septik sering berupa penurunan kesiagaan mental dan
kebingungan yang timbul dalam waktu 24 jam atau lebih sebelum tekanan darah turun.
Gejala ini terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak. Curahan darah dari jantung
memang meningkat, tetapi pembuluh darah melebar sehingga tekanan darah turun.
Pernapasan menjadi cepat sehingga paru-paru mengeluarkan karbondioksida yang berlebihan
dan kadarnya di dalam darah menurun.
Gejala awal berupa menggigil hebat, suhu tubuh yang naik sangat cepat, kulit hangat
dan kemerahan, denyut nadi yang lemah dan tekanan darah yang turun-naik. Produksi air
kemih berkurang meskipun curahan darah dari jantung meningkat. Pada stadium lanjut, suhu
tubuh sering turun sampai di bawah normal.
Tanda dan gejala yang lain seperti:
1.
2.
3.
4.
5.

Demam tinggi
Vasodilatasi
Peningkatan HR
Penurunan TD
Flushed Skin (kemerahan sebagai akibat vasodilatasi)

Bila syok memburuk, beberapa organ mengalami kegagalan seperti


1. Ginjal : produksi air kemih berkurang
2. Paru-paru : gangguan pernapasan dan penurunan kadar oksigen dalam darah
3. Jantung : penimbunan cairan dan pembengkakan. Dan bisa timbul bekuan

darah di dalam pembuluh darah.


Dalam syok septik terjadi 2 fase yang berbeda yaitu :
a.

Fase pertama disebut sebagai fase hangat atau hiperdinamik ditandai oleh
tingginya curah jantung dan fase dilatasi. Pasien menjadi sangat panas atau
hipertermi dengan kulit hangat kemerahan. Frekuensi jantung dan pernafasan
meningkat. Pengeluaran urin dapat meningkat atau tetap dalam kadar normal.
Status gastroinstestinal mungkin terganggu seperti mual, muntah, atau diare.

b.

Fase lanjut disebut sebagai fase dingin atu hipodinamik, yang ditandi oleh
curah jantung yang rendah dengan fasekontriksi

yang mencerminkan upaya

tubuh untuk mengkompensasi hipofolemia yang disebabkan oleh kehilangan


volume intravsakuliar melalui kapiler. Pada fase ini tekanan darah pasien turun,
dan kulit dingin dan serta pucat. Suhu tubuh mungkin normal atau dobawah
normal. Frekuensi jantung dan pernafasan tetap cepat. Pasien tidak lagi
membentuk urin dan dapat terjadi kegagalan organ multipel.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium:
Hematologi: H2TL (leukosit > 12000/mm3), platelet rendah, AGD (PaO2 rendah,
PaCO2 tinggi (> 32 mmHg). Urinalisa: BUN tinggi, kreatinin. Sputum: analisa
bakteri pada saluran pernapasan seperti TBC.
2. Diagnostik: foto toraks (infiltrat, pneumonia, atau edema paru) dan EKG.
G. PENATALAKSANAAN
Pasien dengan syok septic memerlukan pemantauan cepat dan agresif serta
penatalaksanaan dalam unit perawatan kritis penatalaksanaannya melibatkan seluruh sistem
organ yang memerlukan pendekatan tim antara lain:
1. Terapi-terapi definitif
-

Identifikasi dan singkirkan sumber infeksi

Multipel antibiotik spektrum luas


2. Terapi-terapi suportif

Pulihkan volume intra vaskuler

Pertahankan curah jantung yang adekuat

Pastikan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat

Berikan lingkungan metabolik yang sesuai

3. Terapi-terapi penelitian
-

Anti histamin

Antibodi monoklonal untuk:

Nalokson

Inhibitor neutrofil

Inhibitor prostagladin (obat-obat anti inflamatori nonsteroidal)

Steroid

H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat disebabkan oleh syok sepsis ialah respiratory failure, gagal
jantung, dan multi organ failure

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN

Identitas klien.
Kesadaran umum: obtundasi berat atau koma.
Perubahan perfusi perifer: kulit dingin, pucat, atau mottle, dan sianosis, kulit lembab
& basah, nadi, perifer tidak teraba, CRT lambat.
Perubahan variabel hemodinamik: takikardi , dan disritmia, hipotensi berat (TD
sistolik < 60 mmHg), CVP, PAP, PCWP meningkat, denyut nadi perifer tidak teraba.
Eliminasi: urin output menurun (< 100 ml/jam).

AGD: asidosis metabolik dan respiratorik, hipoksemia, PaCO2 meningkat, bikarbonat


(HCO3) menurun, PaO2 menurun.
Urinalisis: BUN dan kreatinin meningkat.
Pola pernapasan cepat (takipnea), dangkal, menggunakan otot bantu pernapasan.

A. DIAGNOSA
1. Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung;
penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard,
kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret
3. Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan ekspansi paru
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi
sekunder terhadap hipoventilasi
5. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan Penurunan COP
B. INTERVENSI
1. Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik
jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik;
infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan
kerusakan septum.
Tujuan: Curah jantung klien kembali meningkat
Kriteria Hasil: TTV dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi), dapat
mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan, tidak ada edema paru, perifer, dan tidak
ada asites, pengeluaran urin meningkat, serta tidak ada penurunan kesadaran
Intervensi:
Pantau TD, HR dan DN, periksa dalam keadaan baring, duduk dan berdiri (bila
memungkinkan)
Auskultasi adanya S3, S4 dan adanya murmur.
Auskultasi bunyi napas.
Berikan makanan dalam porsi kecil dan mudah dikunyah.
Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan klien.
Pantau intake dan output cairan
Menurunkan beban kerja jantung dengan istirahat
Kolaborasi meningkatkan kemampuan pompa jantung dengan obat-obatan digitalis
Rasional:
- Hipotensi dapat terjadi sebagai akibat dari disfungsi ventrikel, hipoperfusi
miokard dan rangsang vagal. Sebaliknya, hipertensi juga banyak terjadi yang
mungkin berhubungan dengan nyeri, cemas, peningkatan katekolamin dan atau
masalah vaskuler sebelumnya. Hipotensi ortostatik berhubungan dengan
komplikasi GJK. Penurunanan curah jantung ditunjukkan oleh denyut nadi yang
lemah dan HR yang meningkat.
- S3 dihubungkan dengan GJK, regurgitasi mitral, peningkatan kerja ventrikel kiri
yang disertai infark yang berat. S4 mungkin berhubungan dengan iskemia

miokardia, kekakuan ventrikel dan hipertensi. Murmur menunjukkan gangguan


aliran darah normal dalam jantung seperti pada kelainan katup, kerusakan septum
atau vibrasi otot papilar.
- Krekels menunjukkan kongesti paru yang mungkin terjadi karena penurunan
fungsi miokard.
- Makan dalam volume yang besar dapat meningkatkan kerja miokard dan memicu
rangsang vagal yang mengakibatkan terjadinya bradikardia.
- Meningkatkan suplai oksigen untuk kebutuhan miokard dan menurunkan iskemia.
- Jalur IV yang paten penting untuk pemberian obat darurat bila terjadi disritmia
atau nyeri dada berulang.
- Pacu jantung mungkin merupakan tindakan dukungan sementara selama fase akut
atau mungkin diperlukan secara permanen pada infark luas/kerusakan sistem
konduksi.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret
Tujuan : Klien akan memperlihatkan kemampuan meningkatkan dan
mempertahankan keefektifan jalan nafas
Kriteria hasil :
Bunyi nafas bersih
Ronchi (-)
Tracheal tube bebas sumbatan
Intervensi
Auskultasi bunyi nafas tiap 2-4 jam atau bila diperlukan
Mengevaluasi keefektifan bersihan jalan nafas
i. Lakukan penghisapan bila terdengar ronchi dengan cara :
1. Jelaskan pada klien tentang tujuan dari tindakan penghisapan
a. Meningkatkan pengertian sehingga memudahkan klien berpartisipasi
2. Berikan oksigenasi dengan O2 100 % sebelum dilakukan penghisapan,
minimal 4 5 x pernafasan
a. Memberi cadangan oksigen untuk menghindari hypoxia
3. Perhatikan teknik aseptik, gunakan sarung tangan steril, kateter penghisap
steril
a. Mencegah infeksi nosokomial
4. Masukkan kateter ke dalam selang ETT dalam keadaan tidak menghisap,
lama penghisapan tidak lebih 10 detik
a. Aspirasi lama dapat menyebabkan hypoksiakarena tindakan penghisapan
akan mengeluarkan sekret dan oksigen
5. Atur tekanan penghisap tidak lebih 100-120 mmHg
a. Tekanan negatif yang berlebihan dapat merusak mukosa jalan nafas
6. Lakukan oksigenasi lagi dengan O2 100% sebelum melakukan penghisapan
berikutnya
a. Memberikan cadangan oksigen dalam par
ii. Lakukan penghisapan berulang-ulang sampai suara nafas bersih

1. Pertahankan suhu humidifier tetap hangat ( 35 37,8 C)


a. Membantu mengencerkan sekret

3. Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan ekspansi paru


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan
pola pernapasan yang efektif
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan
Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal
Adanya penurunan dispneu
Gas-gas darah dalam batas normal
Intervensi :
Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernapasan serta pola pernapasan.
Kaji tanda vital dan tingkat kesasdaran setaiap jam dan prn
Monitor pemberian trakeostomi bila PaCo2 50 mmHg atau PaO2< 60 mmHg
Berikan oksigen dalam bantuan ventilasi dan humidifier sesuai dengan pesanan
Pantau dan catat gas-gas darah sesuai indikasi : kaji kecenderungan kenaikan
PaCO2 atau kecendurungan penurunan PaO2
Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 1 jam
Pertahankan tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30 sampai 45
derajat untuk mengoptimalkan pernapasan
Berikan dorongan utnuk batuk dan napas dalam, bantu pasien untuk mebebat
dada selama batuk
Instruksikan pasien untuk melakukan pernapasan diagpragma atau bibir
Berikan bantuan ventilasi mekanik bila PaCO > 60 mmHg. PaO2 dan PCO2
meningkat dengan frekuensi 5 mmHg/jam. PaO2 tidak dapat dipertahankan pada
60 mmHg atau lebih, atau pasien memperlihatkan keletihan atau depresi mental
atau sekresi menjadi sulit untuk diatasi.
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi
sekunder terhadap hipoventilasi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan
pertukaran gas yang adekuat
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan :
Bunyi paru bersih
Warna kulit normal
Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan
Intervensi :
Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia
Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap[ jam dan prn, laporkan
perubahan tinmgkat kesadaran pada dokter.
Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan

dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2


Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP
atau PEEP.
Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam
Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau
penyimpangan
Pantau irama jantung
Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.
Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.
5. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan curah jantung
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu mempertahankan
perfusi jaringan.
Kriteria Hasil : Klien mampu menunjukkan status hemodinamik dalam batas
normal, ttv normal, CRT normal, dan tidak ditemukan tanda sianosis pada ujung
ektremitas.
Intervensi :
Kaji tingkat kesadaran
Kaji penurunan perfusi jaringan
Kaji status hemodinamik
Kaji irama EKG
Pantau tanda-tanda sianosis, kulit dingin/lembab dan catat kekuatan nadi perifer.
Pantau fungsi pernapasan (frekuensi, kedalaman, kerja otot aksesori, bunyi napas)
Pantau fungsi gastrointestinal (anorksia, penurunan bising usus, mual-muntah,
distensi abdomen dan konstipasi)
Pantau asupan caiaran dan haluaran urine, catat berat jenis.
Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (gas darah, BUN, kretinin, elektrolit)
Kolaborasi pemberian agen terapeutik yang diperlukan:
- Hepari / Natrium Warfarin (Couma-din)
- Simetidin (Tagamet), Ranitidin (Zantac), Antasida.
- Trombolitik (t-PA, Streptokinase)

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & suddarth, 2002, patologi kesehatan, EGC Jakarta


http : //prajzathero.blogspot.com/2011_02_01_archive.html
http : //goole.search.syokseptik.com
M. A Handerson, 1992, anatomi dan fisiologi, EGC : Jakarta
Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedoteran. Jakarta: EGC.

Hudak, Carolyn M. 1996. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.


Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

You might also like