You are on page 1of 28

BAB 11

TERMODINAMIKA LARUTAN ( TEORI )


SOLUTION THERMODYNAMICS (Theory)
Bab terdahulu mendemonstrasikan tentang aplikasi termodinamika teknik kimia
terhadap sistem dimana komposisi merupakan variabel utama. Dalam industri kimia,
perminyakan dan obat-obatan, gas atau likuid multi komponen sering terjadi
perubahan komposisi sebagai hasil pencampuran dan proses pemisahan, perpindahan
zat dari satu fase ke lainnya, atau karena hasil dari reaksi kimia. Karena sifat sistem
tersebut sangat bergantung pada komposisi, demikian juga pada temperatur dan
tekanan, maka pada bab ini dikembangkan dasar teoritis aplikasi termodinamika untuk
campuran gas dan larutan likuid.
Teori dimulai dari penurunan hubungan sifat dasar untuk larutan homogen
dengan komposisi sebagai variabel. Definisi sifat dasar yang baru disebut dengan
potensial kimia, dimana prinsip fase dan kesetimbangan reaksi kimia bergantung. Hal
ini mengarah pada munculnya istilah baru sifat termodinamika yang dikenal sebagai
sifat parsial. Definisi matematis kuantitas dapat diartikan sebagai sifat zat individu
yang ada dalam larutan. Sebagai contoh, dalam larutan likuid etanol dan air kedua zat
tersebut mempunyai sifat molar parsial dimana nilainya sedikit atau banyak berbeda
dari sifat molar etanol murni dan air murni pada temperatur dan tekanan yang sama.
Hubungan sifat untuk campuran gas-gas ideal adalah penting sebagai referensi
dalam perlakuan terhadap campuran gas-gas nyata (real gas), dan membentuk basis
untuk sifat sifat penting lainnya, misalnya fugasitas.
Akhirnya, sebuah istilah baru untuk sifat larutan tersebut dikenal sebagai sifat
ekses. Sifat ekses ini merupakan basis pada idealisasi sifat larutan yang disebut
dengan larutan ideal. Peranannya hampir sama seperti pada gas ideal yang
memberikan referensi untuk sifat larutan-riil.
HUBUNGAN SIFAT DASAR
Persamaan (6.6) menggambarkan hubungan dasar energi Gibbs terhadap temperatur
dan tekanan dalam setiap sistem tertutup :
d (nG ) (nV )dP (nS )dT

(6.6)

Persamaan ini dapat diterapkan pada fluida fase tunggal dalam sistem tertutup dimana
tak ada reaksi kimia terjadi. Untuk sistem dimana komposisi konstan, maka :
(nG )
P

nV

dan

T ,n

(nG
)
T

nS
P ,n

Subskript n menunjukkan bahwa jumlah mol semua zat kimia berharga konstan.
Pertimbangkan sekarang kasus fase tunggal yang lebih umum, sistem terbuka
yang dapat mempertukarkan zat dengan lingkungannya. Energi Gibbs total nG masih
merupakan fungsi T dan P. Karena material dapat diambil atau ditambahkan ke dalam
sistem, nG juga merupakan fungsi jumlah mol zat kimia yang ada. Jadi,
nG g ( P, T , n1 , n2 ,..., ni ,...)
dimana ni adalah jumlah mol zat i. Total diferensial nG adalah :
(nG )
P

d (nG )

(nG
)
dP
T

T ,n

P, n

( nG )

ni

dT
i

dni
P ,T , n j

Penjumlahan terhadap semua zat yang ada, dan subskript nj menunjukkan bahwa
semua jumlah mol kecuali ke i berharga konstan. Turunan terakhir ini adalah cukup
penting untuk diberikan simbol dan nama sendiri. Jadi, secara definisi potensial kimia
zat i dalam campuran adalah :
(nG )

ni

(11.1)
P ,T , n j

Dengan definisi ini dan dengan dua turunan parsial pertama digantikan dengan (nV)
dan (nS), persamaan sebelumnya menjadi :
d (nG ) (nV )dP (nS )dT i dni
i

(11.2)

Persamaan (11.2) merupakan hubungan sifat dasar untuk sistem fluida fase
tunggal dengan massa konstan atau beragam dan komposisi konstan atau beragam,
dan merupakan persamaan dasar dimana struktur termodinamika larutan dibentuk.
Untuk kasus tertentu dimana satu mol larutan, n = 1 dan ni = xi :
dG VdP SdT i dxi
i

(11.3)

Yang tersirat dalam persamaan ini adalah hubungan fungsional energi Gibbs
molar dengan variabel T, P, dan {xi}:
G G (T , P, x1 , x2 ,..., xi ,...)

Persamaan (6.10) merupakan sebua kasus khusus dari persamaan (11.3), yang dapat
diterapkan pada larutan dengan komposisi konstan. Meskipun jumlah mol ni dari
persamaan (11.2) merupakan variabel bebas, hal ini tidaklah benar untuk fraksi mol xi
dalam persamaan (11.3), karena penjumlahannya harus bernilai satu : i xi = 1. Hal
ini menghalangi operasi matematika tertentu yang bergantung pada ketakbergantungan variabel. Meskipun demikian, Persamaan (11.3) jelas menyatakan :
G

P,x

T ,x

S
V

(11.4)
(11.5)

Sifat larutan lainnya didapatkan dalam definisi, misalnya entalpi, dari H = G + TS.
Kapan pun energi Gibbs diekspresikan sebagai fungsi variabel
pembentuknya, energi tersebut memainkan peranan sebagai fungsi
pembangkit, memberikan sarana untuk perhitungan semua sifat
termodinamika lainnya menggunakan operasi matematika sederhana
(diferensiasi dan aljabar dasar), dan secara tersirat menggambarkan
informasi sifat yang lengkap.
POTENSIAL KIMIA DAN KESETIMBANGAN FASE
Misalkan suatu sistem tertutup yang mengandung dua fase dalam kesetimbangan. Di
dalam sistem tertutup tersebut, masing masing fase adalah suatu sistem terbuka,
bebas terjadi perpindahan massa ke lainnya. Persamaan (11.2) dapat ditulis untuk tiap
fase :
d (nG ) (nV ) dP (nS ) dT i dni
i

d (nG ) (nV ) dP (nS ) dT i dni


i

dimana superskript dan menggambarkan fase. Dianggap bahwa pada saat


kesetimbangan T dan P adalah seragam dalam keseluruhan sistem.
Perubahan energi Gibbs total dalam sistem dua fase adalah penjumlahan
persamaan-persamaan ini diatas. Jika tiap sifat sistem-total ditulis dengan bentuk
persamaan :

nM (nM ) (nM ) . Penjumlahannya adalah sbb :


d (nG ) (nV )dP (nS )dT i dni i dni
i

Karena sistem dua fase adalah tertutup, Persamaan (6.6) adalah absah pula.
Perbandingan kedua persaman ini menunjukkan bahwa pada kesetimbangan :

dni i dni 0
i

Perubahan dni dan dni hasil dari perpindahan massa antara fase, dan konservasi

massa memerlukan :

dni dni

Oleh karena itu,

i )dni 0

Karena dni merupakan variabel bebas dan sembarang nilai, satu-satunya cara ruas

kiri persamaan ini dapat bernilai nol adalah dengan cara tiap ungkapan dalam tanda
kurung secara terpisah di beri nilai nol. Karena itu ,

i i

(i 1, 2,..., N )

dimana N merupakan jumlah zat yang ada dalam sistem. Meskipun tidak diberikan di
sini, turunan yang sama namun lebih menyeluruh menunjukkan (seperti yang telah
diperkirakan) bahwa untuk kesetimbangan T dan P yang sama dapat berlaku untuk
kedua fase.
Secara

berturut-turut

mempertimbangkan

pasangan

fase,

kita

dapat

menyamaratakan terhadap lebih dari dua fase persamaan potensial kimia; hasil untuk
fase adalah :
(i 1, 2,..., N )

i i ... i

(11.6)

Jadi, berbagai fase pada T dan P yang sama adalah dalam


kesetimbangan ketika potensial kimia tiap zat adalah sama dalam
semua fase.
SIFAT PARSIAL
Definisi potensial kimia oleh persamaan (11.1) sebagai jumlah mol turunan nG
menyatakan bahwa turunan lain berguna dalam termodinamika larutan.
Jadi,

( nM )

ni

Mi

(11.7)
P ,T , n j

Persamaan ini menggambarkan sifat molar parsial zat i dalam larutan, dimana simbol
umum M i menyatakan molar parsial energi dalam U i , entalpi molar parsial H i ,
entropi molar parsial Si , energi Gibbs molar parsial Gi , dan sebagainya. Persamaan
tersebut merupakan fungsi respon yang menggambarkan perubahan sifat total nM
4

dalam kaitan dengan penambahan pada T dan P konstan dari jumlah diferensial zat i
sampai jumlah tertentu larutan.
Perbandingan persamaan (11.1) dengan (11.7) ditulis untuk energi Gibbs
menunjukkan bahwa potensial kimia dan energi Gibbs molar parsial adalah identik.

i Gi

(11.8)

Persamaan yang berhubungan dengan Sifat Molar dan Sifat Molar Parsial
Definisi sifat molar parsial, persamaan (11.7), memberikan sarana untuk perhitungan
sifat parsial dari data sifat larutan. Turunan dari prsamaan ini bermula dengan
pengamatan bahwa sifat termodinamika fase homogen merupakan fungsi temperatur,
tekanan, dan jumlah mol zat individu yang meliputi fase. Jadi untuk sifat
termodinamik M :
nM M (T , P, n1 , n2 ,..., ni ,...)
Diferensial total nM adalah :
(nM )
P

d (nM )

(nM
)
dP
T

T ,n

P ,n

(nM )

ni

dT
i

dni
P ,T , n j

dimana subskript n menunjukkan bahwa semua jumlah mol bernilai konstan, dan
subskript nj menunjukkan bahwa semua jumlah mol kecuali ni bernilai konstan.
Karena dua turunan parsial pertama pada ruas kanan dihitung pada n konstan dan
karena turunan parsial ungkapan terakhir diberikan oleh persamaan (11.7), persamaan
ini mempunyai bentuk yang lebih sederhana :
M

d (nM ) n

dP n
T

T ,x

p,x

dT M i dni

(11.9)

dimana subskript x menandakan diferensiasi pada komposisi konstan.


dni xi dn ndxi

Karena ni = xin, maka :


Jika

dni digantikan dengan ekspresi diatas, dan d(nM) digantikan oleh identitas
d (nM ) ndM Mdn , maka persamaan (11.9) menjadi :

berikut

ndM Mdn n

dP n
T

T ,x

P, x

dT M i ( xi dn ndxi )
i

ungkapan yang mengandung n dikumpulkan dan dipisah dari ungkapan yang


mengandung dn , menghasilkan persamaan sbb :

dM

dP
T

T ,x

dT M i dx i n M xi M i dn 0
i
i

P, x

Dalam aplikasi, seseorang bebas memilih sistem dalam ukuran apapun, seperti yang
diwakili oleh n, dan memilih variasi apapun dalam ukurannya, seperti yang diwakili
oleh dn. Jadi n dan dn merupakan variabel bebas dan memiliki sembarang nilai.
Satu satunya cara bahwa ruas kiri persamaan ini kemudian dapat menjadi nol adalah
untuk tiap ungkapan dalam tanda kurung diberi nilai nol. Oleh karena itu,
M

dP
T

T ,x

dM

P,x

dT M i dxi

M xi M i

dan

(11.10)

(11.11)

Perkalian persamaan (11.11) dengan n menghasilkan pernyataan alternatif sbb :


nM ni M i

(11.12)

Persamaan (11.10) merupakan fakta dalam suatu kasus khusus persamaan (11.9),
dimana didapat dengan mengeset n = 1, yang juga membuat ni = xi. Pesamaan (11.11)
dan (11.12) di lain pihak merupakan persamaan baru dan hal penting. Dikenal sebagai
hubungan penjumlahan, Persamaan-persamaan tersebut memungkinkan perhitungan
sifat campuran dari sifat farsil memainkan peranan kebalikan dengan persamaan
(11.7), dimana memberikan perhitungan sifat parsial dari sifat campuran.
Persamaan penting lainnya dari persamaan (11.10) dan (11.11). Karena
persamaan (11.11) merupakan ekspresi umum untuk M., diferensiasi menghasilkan
ekspresi umum untuk dM :
dM xi dM i M i dxi
i

Perbandingan persamaan ini dengan persamaan (11.10), persamaan umum lainnya


untuk dM, menghasilkan persamaan Gibbs/Duhem :
M

dP
T

T ,x

P,x

dT xi dM i 0

(11.13)

Persamaaan ini harus memenuhi semua perubahan dalam P, T, dan M i yang


disebabkan oleh perubahan keadaan dalam fase homogen. Untuk kasus perubahan
pada P dan T konstan, maka disederhanakan menjadi :

x dM
i

(T, P konstan)

(11.14)

Persamaan (11.11) menyatakan bahwa sifat larutan molar diberikan sebagai


jumlah bagian-bagiannya dan M i merupakan sifat molar zat i yang ada dalam
larutan..
Simbol M mengekspresikan sifat larutan pada basis unit massa sebagaimana
basis mol. Hubungan sifat memiliki bentuk yang sama dalam kedua basis tersebut,
kita hanya menggantikan n, dengan jumlah mol m, yang mewakili massa dan sifat
spesifik parsial ketimbang sifat molar parsial. Guna menampung hal ni, maka secara
umum disebut dengan sifat parsial saja.
Perhatian utama disini adalah pada larutan, sifat molar (atau unit massa)
diwakili oleh simbol M. Sifat parsial ditandai dengan garis atas, dengan subskript
sebagai penanda spesies; maka simbol kemudian menjadi M i . Secara ringkas, tiga
jenis sifat yang digunakan dalam termodinamika larutan dibedakan oleh simbol
berikut :
Sifat larutan

M , contoh: U , H , S , G

Sifat parsial

M i , conoth: U i , H i , Si , Gi

Sifat zat-murni

M i , contoh: U i , H i , Si , Gi

Sifat Parsial dalam Larutan Biner


Persamaan untuk sifat parsial dapat selalu diturunkan dari sebuah persamaan sifat
larutan sebagai fungsi komposisi dengan aplikasi langsung persamaan (11.7). Untuk
sistem biner, prosedur alternatif dapat digunakan. Ditulis untuk larutan biner,
hubungan penjumlahan, persamaan (11.11) menjadi :

Dimana,

M x1M 1 x2 M 2

(A)

dM x1dM 1 M 1dx1 x2 dM 2 M 2 dx2

(B)

Ketika M diketahui sebagai fungsi x1 pada T dan P konstan, bentuk yang sesuai
persamaan Gibbs/Duhem adalah persamaan (11.14), dituliskan sebagai :
x1dM 1 x2 dM 2 0

(C)

Karena x1 + x2 = 1, maka bahwa dx1 = -dx2. Menghilangkan dx2 menuju ke dx1 dalam
persamaan (B) dan mengabungkan hasilnya dengan persamaan (C) didapatkan :
dM M 1dx1 M 2 dx1

dM
M1 M 2
dx1

atau
(D)

Eleminasi M 2 dan kemudian M 1 dari persamaan (A) dan (D) menghasilkan :


M 1 M x2

dM
dx1

(11.15)

M 2 M x1

dM
dx1

(11.16)

Jadi untuk sistem biner, sifat parsial telah dihitung secara langsung dari ekspresi untuk
sifat larutan sebagai fungsi komposisi pda T dan P konstan. Persamaan yang
bersesuaian untuk sistem multikomponen adalah lebih kompleks, dan dijelaskan oleh
Van Ness dan Abbott.
Hubungan antara Sifat Parsial
Sekarang ditunjukkan bagaimana sifat parsial berhubungan satu dengan yang lainnya.
Karena pada (11.8) i Gi , maka persamaan (11.2) dapat ditulis :
d (nG ) (nV )dP (nS )dT Gi dni

(11.17)

Aplikasi ukuran ketepatan, persamaan (6.12), mengahsilkan hubungan Maxwell,


V

P,n

S

P

(6.16)
T ,n

ditambah dengan dua persmaan tambahan :


Gi

(nS )

ni


P ,n

P ,T , n j

Gi

T ,n

(nV
)

n i

P ,T , n j

dimana subskript n menunjukkan bahwa semua ni bernilai konstan, dan oleh karena
itu bernilai konstan juga untuk komposisi, dan subskript nj menunjukkan bahwa
semua jumlah mol kecuali ke i diberi nilai konstan. Mengingat persamaan (11.7), dua
persamaan terakhir adalah lebih sederhana ditulis :
Gi

T
Gi

Si

(11.18)

Vi

(11.19)

P,x

T ,x

Persamaan-persamaan ini mengijinkan perhitungan efek temperatur dan tekanan pada


energi Gibbs parsial (atau potensial kimia). Persamaan tersebut merupkan sifat parsial
yang analog dengan persamaan (11.4) dan (11.5).
Tiap persamaan yang memberikan hubungan linier antara sifat
termodinamika larutan dengan komposisi-konstan memiliki sebagai
rekan pendamping suatu persamaan yang menghubungkan sifat
parsial yang bersesuaian dari tiap zat dalam larutan.
Misalkan, suatu persamaan yang menggambarkan entalpi :
H U PV

(2.11)

nH nU P (nV )

untuk n mol,

Diferensiasi berkenaan dengan ni pada T, P, dan nj konstan menghasilkan :


(nH )

ni

P ,T , n j

(nU
)

n i

P ,T ,n j

( nV )

P
ni

P ,T ,n j

Oleh persamaan (11.7) menjadi :


H i U i PVi
yang merupakan sifat parsial analog dengan persamaan (2.11).
Dalam larutan dengan komposisi-konstan, Gi merupakan fungsi P dan T, maka
:
Gi

dGi

G
dP i
T

T ,x

dT
P,x

Sebagai hasil dari persamaan (11.18) dan (11.19), maka menjadi :


dGi Vi dP Si dT
yang dapat dibandingkan dengan persamaan (6.10).

CAMPURAN GAS-IDEAL
Jika n mol campuran gas ideal menempati volume total Vt pada temperatur T, maka
tekanannya adalah :
P

nRT
Vt

Jika ni mol zat i dalam campuran ini menempati volume total yang sama sendiri pada
temperatur yang sama, maka tekanannya adalah :
pi

ni RT
Vt

Membagi persamaan di atas dengan persamaan sebelumnya didapatkan :


pi ni
yi
P n

atau

pi yi P

(i 1, 2,..., N )

dimana yi adalah fraksi mol zat i dalam campuran gas ideal, dan p i diketahui sebagai
tekanan parsial zat i. Penjumlahan tekanan parsial sama dengan tekanan total.
Volume molar parsial zat i dalam campuran gas ideal didapat dari persamaan
(11.7) yang diterapkan untuk volume, superskript ig menandakan nilai gas ideal:
Vi

ig

(nV ig )

ni

T ,P,n j

(nRT / P)

ni

T , P,n j

RT
P

ni

nj

RT
P

dimana persamaan akhir bergantung pada persamaan n ni j n j . Hal ini


mengandung arti bahwa untuk gas ideal volume molar parsial adalah identik dengan
volume zat murni pada campuran T dan P. Jadi,
Vi ig Vi ig

(11.20)

Gas ideal merupakan model gas yang terdiri atas molekul dengan volume nol
yang tidak berinteraksi. Jadi, sifat untuk tiap zat kimia tidak bergantung pada zat lain,
dan tiap zat mempunyai sifat sendiri-sendiri. Hal inilah yang merupakan dasar untuk
pernyataan teorema Gibbs :
Sifat molar parsial (selain dari volume) dari jenis unsur dalam
campuran gas ideal adalah sama dengan sifat molar yang bersesuaian
dari zat sebagai gas ideal murni pada temperatur campuran namun
pada tekanan sama dengan tekanan parsialnya dalam campuran.

10

ig
ig
Hal ini ditulis secara matematis untuk sifat parsial umum M i Vi dengan

persamaan :
M iig (T , P ) M iig (T , pi )

(11.21)

Karena entalpi gas ideal tidak bergantung pada tekanan,


H iig (T , pi ) H iig (T , P )
H iig (T , P ) H iig (T , P )

dimana,

H iig H iig

Lebih sederhana,

(11.22)

ig
dimana H i adalah nilai zat murni pada campuran T dan P. Aplikasi hubungan

penjumlahan, persamaan (11.11) menghasilkan :


H ig yi H iig
i

(11.23)

Persamaan yang analog dapat diterapkan atau U ig dan sifat lainnya yang tak
bergantung pada tekanan.
Ketika persamaan (11.23) ditulis :
H ig yi H iig 0
i

Perbedaan pada ruas kiri adalah perubahan entalpi yang berkaitan dengan proses
dimana jumlah yang sesuai dari zat murni pada T dan P dicampur untuk membentuk
satu mol campuran pada T dan P yang sama. Untuk gas ideal, perubahan entalpi
pencampuran ini bernilai nol.
Entropi gas ideal bergantung pada tekanan, dan oleh persamaan (6.24),
dSiig Rd ln P

(T konstan)

Integrasi dari pi ke P didapatkan :


Siig (T , P ) Siig (T , pi ) R ln
dimana,

P
P
R ln
R ln yi
pi
yi P

Siig (T , pi ) Siig (T , P ) R ln yi

Substitusi hasil ini menghasilkan persamaan (11.21) ditulis untuk entropi


menghasilkan :
Siig (T , P ) Siig (T , P ) R ln yi
atau

Siig Siig R ln yi

11

ig
dimana Si adalah nilai zat murni pada campuran T dan P. Dengan hubungan

penjumlahan,
Siig yi Siig R yi ln yi
i

(11.25)

Apabila persamaan ini disusun kembali sebagai berikut :


Siig yi Siig R yi ln
i

1
yi

ruas kiri adalah perubahan entropi pencampuran untuk gas ideal. Karena 1/y i > 1,
kuantitas ini selalu berharga positif, demi kesesuaian dengan hukum kedua. Proses
pencampuran merupakan proses tak dapat balik, dan untuk pencampuran gas ideal
pada T dan P konstan tidak disertai dengan perpindahan panas [persamaan (11.23)].
ig
ig
ig
Untuk energi Gibbs campuran gas ideal, Gi H TS ; hubungan paralel

untuk sifat parsial adalah :


Giig H iig TSiig
Dengan kombinasi dengan persamaan (11.22) dan (11.24) menjadi :
Giig H iig TSiig RT ln yi

iig Giig Giig RT ln yi

atau

(11.26)

Diferensiasi persamaan ini cocok dengan persamaan (11.18) dan (11.19) didaptkan
ahsil yang dinyatakan oleh persamaan (11.20) dan (11.24).
ig
Ekspresi alternatif lain untuk potensial kimia didapat ketika Gi dihilangkan

dari persamaan (11.26) oleh persamaan (6.10). Pada T konstan persamaan (6.10)
untuk gas ideal menjadi :
dGiig Vi ig dP

RT
dP RTd ln P
P

ig
Integrasi menghasilkan : Gi i (T ) RT ln P

(T konstan)
(11.27)

Dimana i (T ) , konstanta integrasi pada T konstan, adalah fungsi temperatur saja.


Persamaan (11.26) kemudian ditulis :
iig i (T ) RT ln yi P

(11.28)

Aplikasi hubungan penjumlahan, persamaan (11.11) menghasilkan sebuah ekspresi


untuk energi Gibbs campuran gas ideal :

12

G ig yi i (T ) RT yi ln yi P
i

(11.29)

Persamaan di atas memberikan deskripsi jelas mengenai perilaku gas ideal.

FUGASITAS DAN KOEFISIEN FUGASITAS: ZAT MURNI


Sudah jelas dari persamaan (11.6), potensial kimia i memberikan ukuran untuk fase
kesetimbangan. Hal ini adalah benar untuk kesetimbangan reaksi kimia. Energi Gibbs
dan i , didefinisikan dalam hubungan terhadap energi dalam dan entropi. Sebagai
hasilnya, nilai absolut untuk i tidak ada. Lebih dari itu, persmaan (11.28)
menunjukkan bahwa untuk campuran gas ideal i mendekati ketidak terbatasan
negatif ketika P atau yi mendekati nol. Hal ini adalah benar untuk tiap gas. Meskipun
karakteristik ini tidak menghalangi penggunaan potensial kimia, namun aplikasi
kriteria kesetimbangan dimudahkan oleh hadirnya fugasitas, yaitu suatu kuantitas
yang menggantikan i namun tidak menghasilkan karakteristik yang kurang
diinginkan.
Asal konsep fugasitas berada dalam persamaan (11.27), yang berlaku hanya
untuk zat murni i dalam keadaan gas ideal. Untuk fluida riil, persamaan analognya:
Gi i (T ) RT ln f i

(11.30)

dimana tekanan P digantikan oleh sifat baru f i dengan unit tekanan. Persamaan ini
memberikan definisi parsial fi, fugasitas zat murni i.
Pengurangan persamaan (11.27) dari persamaan (11.30), keduanya ditulis
untuk T dan P yang sama, memberikan :
Gi Giig RT ln

fi
P

ig
R
Menurut definisi persamaan (6.41), Gi Gi adalah energi Gibbs residual, Gi . Rasio

tak berdimensi fi / P merupakan sifat baru lainnya, koefisien fugasitas, diberi simbol

i . Jadi,
GiR RT ln i

dimana

fi
P

(11.31)
(11.32)

13

Definisi fugasitas terselesaikan dengan mengeset fugasitas keadaan gas ideal zat
murni i sama dengan tekanannya :
f i ig P

(11.33)

R
Jadi untuk kasus khusus suatu gas ideal, Gi 0, i 1 , dan persamaan (11.27) didapat

dari persamaan (11.30).


R
Identifikasi ln i dengan Gi / RT oleh persamaan (11.31) mengijinkan

persamaan (6.46) ditulis kembali :


P

ln i ( Z i 1)
0

dP
P

(T konstan)

(11.34)

Koefisien fugasits ( dan juga fugasitas) untuk gas murni dihitung dengan persamaan
ini dari data PVT atau ari persamaan keadaan volume-tegas. Sebagai contoh, ketika
faktor kompresibilitas diberikan oleh persamaan (3.37) :
Zi 1

Bii P
RT

Karena koefisien virial kedua Bii merupakan fungsi temperatur saja untuk zat murni,
substitusi ke dalam persamaan (11.34) didapatkan :
ln i

Bii
RT

dP
ln i

dimana,

(T konstan)
Bii P
RT

(11.35)

Perhitungan koefisien fugasitas melalui persamaan keadaan kubik (misalnya


persmaan

van

der

Waals,

Redlich/Kwong,

Soave/Redlich/Kwong,

dan

Peng/Robinson) mengikuti secara langsung dari kombinasi persamaan (11.31) dan


(6.63b) :
ln i Z i 1 ln( Z i i ) qi I i

(11.36)

dimana i diberikan oleh persamaan (3.50); qi oleh persamaan (3.51); dan Ii oleh
persamaan (6.62), kesemuanya ditulis untuk zat murni i. Aplikasi persamaan (11.36)
pada T dan P yang diberikan memerlukan penyelesaian lebih dulu dari suatu
persamaan keadaan untuk Zi dengan persamaan (3.49) untuk fase uap atau persamaan
(3.53) untuk fase likuid.
Kesetimbangan Uap/Likuid untuk Zat Murni

14

Persmaan (11.30), yang menggambarkan fugasitas zat murni i, dapat ditulis untuk zat
i sebagai uap jenuh :
Giv i (T ) RT ln f i v

(11.37a)

dan untuk zat i sebagai likuid jenuh pada temperatur yang sama :
Gil i (T ) RT ln f i l
Giv Gil RT ln

dengan selisih,

(11.37b)
fi v
fi l

Sebuah persamaan dapat diterapkan terhadap perubahan keadaan dari likuid jenuh ke
sat
uap jenuh, keduanya pada temperatur T dan pada tekanan uap Pi . Menurut
v
l
persamaan (6.66), Gi Gi 0 ; maka :

f i v f i l f i sat

(11.38)

sat
dimana f i menunjukkan nilai untuk likuid jenuh maupun uap jenuh. Karena fase

likuid jenuh dan uap jenuh berada dalam kesetimbangan, persamaan (11.38)
menyatakan prinsip dasar :
Untuk zat murni yang terdapat di dalamnya fase likuid dan uap
berada

dalam

kesetimbangan

berarti

fase

tersebut

memiliki

temperatur, tekanan, dan fugasitas yang sama.


Rumus alternatif lainnya disadarkan pada kesesuaian koefisien fugasitas :

isat
Dimana,

f i sat
Pi sat

iv il isat

(11.39)
(11.40)

Persamaan ini, menyatakan persamaan koefisien fugasitas, adalah ukuran dengan


sama absah dari kesetimbangan uap/likuid untuk zat murni.
Fugasitas Likuid Murni
Fugasitas zat murni i sebagai likuid terkompresi dihitung dalam dua langkah :

sat
v
Pertama, koefisien fugasitas uap jenuh i i ditentukan dari bentuk
sat
integrasi persamaan (11.34), dihitung pada P Pi . Kemudian dengan
sat
sat sat
persamaan (11.39), f i i Pi , dan inilah fugasitas uap jenuh dan likuid

jenuh pada temperatur sistem.

15

Kedua adalah perhitungan perubahan fugasitas hasil dari kenaikan tekanan,


Pi sat ke P, yang mengubah keadaan dari likuid jenuh ke likuid terkompresi.

Untuk langkah kedua, perubahan tekanan secara isotermal, persamaan (6.10)


diintegrasi menghasilkan :
P

Gi Gisat sat Vi dP
Pi

Ekspresi lainnya untuk selisih pada ruas kiri didapat dengan cara menulis
persamaan (11.30) dua kali, untuk kedua

Gi

dan

Gisat . Pengurangan

menghasilkan:
Gi Gisat RT ln

fi
f i sat

sat
Dua ekspresi untuk Gi Gi di set bernilai sama :

ln

fi
fi

sat

1
RT

Pi sat

Vi dP

Karena Vi, volume molar fase likuid, merupakan fungsi lemah P pada temperatur
dibawah Tc, pendekatan yang sesuai sering didapat ketika Vi dianggap konstan pada
l
nilai untuk likuid jenuh, Vi :

ln

fi
f i sat

Vi l ( P Pi sat )
RT

sat
sat sat
Substitusi f i i Pi dan didapatkan penyelesaian untuk f i :

fi P

sat sat
i
i

Vi l ( P Pi sat )
exp
RT

(11.41)

Ungkapan exponensial pada persamaan di atas merupakan Poynting factor.


FUGASITAS DAN KOEFISIEN FUGASITAS: ZAT DALAM LARUTAN
Definisi fugasitas zat dalam larutan adalah paralel terhadap definisi fugasitas zat
murni. Untuk zat i dalam zampuran gas riil atau dalam larutan likuid, persamaan
adalah analog dengan persamaan (11.28), ekspresi gas ideal, adalah :

i i (T ) RT ln fi

(11.42)

16

dimana fi adalah fugasitas zat i dalam larutan, mengggantikan tekanan parsial yiP.
Definisi fi ini tidak membuat sifat molar parsial, oleh karena itu ditandai dengan
tanda aksen ketimbang tanda garis atas.
Aplikasi langsung definisi ini menandai adanya kegunaan potensial.
Persamaan 11.6 merupakan ukuran dasar untuk fase kesetimbangan. Karena semua
fase dalam kesetimbangan berada pada temperatur yang sama, maka ukuran umum
mengikuti dari persamaan (11.42) :
fi fi L fi

(i = 1,2,, N)

(11.43)

Jadi, berbagai fase pada T dan P yang sama berada dalam


kesetimbangan ketika fugasitas tiap unsur zat adalah sama dalam
semua fase.
Ukuran kesetimbangan ini adalah salah satu yang biasanya diaplikasikan oleh ahli
teknik kimia dalam penyelesaian masalah fase kesetimbangan.
Untuk kasus kesetimbangan uap/likuid multi komponen, persamaan (11.43)
menjadi :
fi v fi l

(i 1, 2,..., N )

(11.44)

Persamaan (11.38) menghasilkan suatu kasus khusus ketika hubungan ini


diaplikasikan terhadap kesetimbangan uap/likuid zat murni i.
Definisi sifat residual diberikan dalam Sec. 6.2 :
M R M M ig

(6.41)

dimana M adalah nilai molar (atau unit-massa) sifat termodinamika dan M ig adalah
nilai untuk gas ideal dedngan komposisi sama pada T dan P yang sama. Persamaan
R
yang menjelaskan tentang sifat residual parsial M i mengikuti persamaan di atas.

Dikalikan dengan n mol campuran, maka menjadi :


nM R nM nM ig
Diferensiasi terhadap ni pada T, P, dan nj konstan didapatkan :
(nM R )

ni

P ,T , n j

(nM
)

ni

ig )
(nM

n i
P ,T , n j

P ,T , n j

Acuanpada persamaan (11.7) menunjukkan bahwa tiap ungkapan memiliki bentuk


sifat molar parsial. Jadi,
M iR M i M iig

(11.45)

17

Karena ukuran sifat residual bermula dari nilai gas ideal, penggunaannya yang paling
masuk akal adalah sebagai sifat fase gas, namun dalam kenyataannya digunakan pula
sebagai sifat fase likuid.
Ditulis untuk energi Gibbs residual, persamaan (11.45) menjadi :
GiR Gi Giig

(11.46)

sebuah persamaan yang menyatakan energi Gibbs residual parsial.


Pengurangan persamaan (11.28) dari persamaan (11.42), keduanya ditulis
untuk T dan P yang sama, menghasilkan :

i iig RT ln

fi
yi P

Hasil ini digabungkan dengan persamaan (11.46) dan identitas i Gi memberikan :


GiR RT ln i

(11.47)

f
i i
yi P

(11.48)

dimana secara definisi

Rasio tak berdimensi i disebut dengan koefisien fugasitas zat i dalam larutan.
Meskipun seringkali diterapkan dalam gas, koefisien fugasitas juga dapat diterapkan
untuk likuid, dan dalam kasus ini fraksi mol yi digantikan oleh xi.
Persamaan

(11.47)

adalah

anlog

dengan

persamaan

(11.31),

yang

R
R
menghubungkan i terhadap Gi . Untuk gas ideal, Gi perlu bernilai nol: oleh karena

itu iig 1 , dan


fi ig yi P

(11.49)

Jadi fugasitas zat I dalam campuran gas ideal adalah sama dengan tekanan parsialnya.
Pokok Hubungan Sifat Residual
Dalam rangka memperluas hubungan sifat pokok terhadap sifat residual, kita ubah
persamaan (11.2) menjadi bentuk alternatif menggunakan identitas matematika :
1
nG
nG
d (nG )
dT

RT
RT 2
RT

Dalam persamaan ini d(nG) dihilangkan dengan persamaan (11.2) dan G diganti
dengan H TS. Hasilnya, setelah reduksi secara aljabar didapatkan :

18

G
nV
nH
nG
dP
dT i dni

2
RT
RT
RT
i RT

(11.50)

Semua ungkapan dalam persamaan (11.50) mempunyai unit mol; lebih dari itu,
berlawanan dengan persamaan (11.2), entalpi muncul diruas kanan ketimbang entropi.
Persamaan (11.50) merupakan hubungan umum yang menggambarkan nG/RT sebagai
fungsi semua variabelnya; T, P, dan jumlah mol. Persamaan tersebut juga mereduksi
persamaan (6.37) untuk suatu kasus khusus 1 mol fase dengan komposisi konstan.
Persamaan (6.38) dan (6.39) mengikuti dari persamaan tersebut, dan persamaan untuk
sifat termodinamika lainnya didapat dari persamaan yang sesuai.
Karena persamaan (11.50) adalah persamaan yang umum, maka dapat ditulis
untuk kasus pada gas ideal :
nG ig
nV ig
nH ig
Giig

dP

dT

i RT dni

RT
RT 2
RT

Mengingat bahwa persamaan (6.41) dan (11.46), pengurangan persamaan ini dari
persamaan (11.50) didapatkan :
nG R
GiR
nV R
nH R
d
dP
dT
dni

RT
RT 2
i RT
RT

(11.51)

Persamaan (11.51) adalah hubungan sifat residual pokok.


Bentuk alternatif persamaan (11.51) yakni dengan pengenalan koefisien fugasitas
seperti pada persamaan (11.47) :
nG R
nV R
nH R

dP

dT ln i dni

RT
RT 2
i
RT

(11.52)

Persamaan (11.51) dan (11.52) berguna untuk aplikasi praktek. Pembagian


persamaan (11.51) dan (11.52) dengan dP dan batas terhadap T konstan serta
komposisi didapatkan :
V R (G R / RT )

RT
P

(11.53)
T ,x

Dengan cara yang sama, pembagian dengan dT dan batas terhadap P konstan serta
komposisi didapatkan :
(G R / RT )
HR
T
RT
T

(11.54)
P,x

Sebagai tambahan, dari persamaan (11.52),

19

(nG R / RT )
ln i

ni

(11.55)
P ,T , n j

Persamaan ini menunjukkan bahwa ln i adalah sifat parsial berkenaan dengan


G R / RT .

Koefisien Fugasitas dari Persamaan Keadaan Virial


Nilai i untuk zat i dalam larutan didapat dari persaman keadaan. Bentuk sederhana
dari persamaan virial ditulis untuk campuran gas yang sama seperti zat murni :
Z 1

BP
RT

(3.37)

Koefisien virial kedua B merupakan fungsi temperatur dan komposisi. Persamaan


yang memberikan keberagntungan terhadap komposisi adalah :
B yi y j Bij
i

(11.57)

dimana y mewakili fraksi mol dalam campuran gas. Indeks i dan j menunjukkan zat.
Untuk campuran biner i = 1,2 dan j = 1,2; perluasaan persamaan (11.57)
didapatkan :
B y1 y1 B11 y1 y2 B12 y2 y1 B21 y2 y2 B22
B y12 B11 2 y1 y2 B12 y22 B22

atau

(11.58)

Dua tipe koefisien virial muncul: B11 dan B22, dimana keduanya sama, dan B12 yang
berbeda. Tipe pertama merupakan koefisien virial zat murni; dan yang kedua adalah
sifat campuran, dikenal sebagai koefisien silang. Keduanya merupakan fungsi
temperatur saja. Ekspresi seperti persamaan (11.57) dan (11.58) menghubungkan
koefisien campuran terhadap zat murni dan koefisien silang. Dinamakan aturan
pencampuran.
Persamaan (11.58) mengijinkan penurunan ekspresi untuk ln 1 dan ln 2 untuk
campuran gas biner yang memenuhi persamaan (3.37). Ditulis untuk n mol campuran
ags, maka menjadi :

20

nZ n

nBP
RT

Diferensiasi terhadap n1 didapatkan :


(nZ )

n1

Z1

1
P ,T , n2

)
P (nB

RT
n 1

T ,n2

Substitusi untuk Z1 dalam persamaan (11.56) menghasilkan :


1
ln 1
RT

(nB)

n1

dP
T , n2

)
P (nB

RT
n 1

T , n2

dimana digunakan integral dasar, karena B bukan fungsi tekanan.


Persamaan (11.58) untuk koefisien virial yang kedua ditulis :
B y1 (1 y2 ) B11 2 y1 y2 B12 y2 (1 y1 ) B22
y1 B11 y1 y2 B11 2 y1 y2 B12 y2 B22 y1 y2 B22
B y1 B11 y2 B22 y1 y2 12

atau

12 2B12 B11 B22

dimana
Karena yi = ni / n,

nB n1 B11 n2 B22

n1n2
12
n

Diferensiasi didapatkan :
( nB)

n1

1 n1
2 n2 12
n n

B11
T , n2

B11 (1 y1 ) y212 B11 y22 12


Oleh karena itu,

P
ln 1
( B11 y2212 )
RT

(11.59)

Dengan cara yang sama,

P
ln 2
( B22 y12 12 )
RT

(11.60)

Persamaan (11.59) dan (11.60) adalah untuk aplikasi pada campuran gas multi
komponen; persamaan umumnya adalah :

P
1
ln k
Bkk yi y j (2 ik ij )
RT
2 i j

(11.61)

dimana indeks i dan j menunjukkan zat, dan

ij 2 Bij Bii B jj

ik 2 Bik Bii Bkk


dengan ii 0, kk 0, dll.,

dan

ki ik , dll.
21

HUBUNGAN UMUM UNTUK KOEFISIEN FUGASITAS


Persamaan (11.34) disederhanakan melalui substitusi hubungan,
P Pc Pr

dP Pc dPr
Pr

ln i ( Z i 1)

Karenanya,

dPr
Pr

(11.62)

dimana integrasi pada Tr konstan. Substitusi untuk Zi oleh persamaan (3.54)


menghasilkan :
Pr

ln ( Z 0 1)
0

Pr
dPr
dP
Z1 r
0
Pr
Pr

dimana untuk kesederhanaan maka subskript i dihapus. Persamaan ini dapat ditulis
dalam bentuk yang lain :
ln ln 0 ln 1
dimana

Pr

ln 0 ( Z 0 1)
0

dPr
Pr

dan

(11.63)
Pr

ln 1 Z 1
0

dPr
Pr

Integral pada persamaan ini dihitung secara numerik atau secara grafik untuk berbagai
nilai Tr dan Pr dari data untuk Z0 dan Z1.
Karena persamaan (11.63) juga dapat ditulis,

( 0 )( 1 )

(11.64)

Korelasi umum untuk ln didapat ketika bentuk sederhana dari persamaan


virial adalah absah. Persamaan (3.58) dan (3.59) digabung menghasilkan :
Z 1

Pr 0
( B B1 )
Tr

Substitusi dalam persamaan (11.62) dan integrasi menghasilkan :

22

Pr 0

( B B1 )
Tr

exp

atau

(11.65)

Untuk tujuan mendapatkan koefisien silang, maka persamaan (3.59) ditulis kembali
dalam bentuk umum :
Bij

RTcij
Pcij

( B 0 ij B1 )

(11.66)

dimana B0 dan B1 adalah fungsi Tr yang sama. Aturan penggabungan yang diusulkan
oleh Prausnitz untuk menghitung ij , Tcij , dan Pcij adalah :

ij

i j
2

(11.67)

Tcij (TciTcj )1/ 2 (1 kij )


Pcij
Z cij

Z cij RTcij

(11.69)

Vcij
Z ci Z cj

(11.70)

V 1/ 3 Vcj1/ 3
Vcij ci

(11.68)

(11.71)

Dalam persamaan (11.68), kij adalah parameter interaksi empiris spesifik


terhadap pasangan molekuler i j. Ketika i = j maka kij = 0.

23

LARUTAN IDEAL
Larutan ideal adalah larutan yang bertindak sebagai standar dimana agar perilaku
larutan-riil dapat dibandingkan. Di sini akan diperkenalkan sifat ekses.
Persamaan (11.26) menggambarkan perilaku zat i dalam campuran gas ideal :
Giig Giig RT ln yi

(11.26)

Persamaan untuk larutan ideal adalah :


Giid Gi RT ln xi

(11.72)

dimana superskript id menunjukkan sifat larutan ideal. Fraksi mol dinyatakan oleh xi.
Persamaan untuk entropi larutan ideal adalah :
Giid

Siid

Gi


P,x

R ln xi
P

Dengan persamaan (11.4), (Gi / T ) P Si ; karenanya,


Siid Si R ln xi

(11.73)

Dengan cara yang sama, sebagai hasil dari persamaan (11.19),


Giid

Vi id
Oleh persamaan (11.5),

Gi

T ,x

Vi id Vi

(11.74)

id
id
id
Karena H i Gi TSi , substitusi oleh persamaan (11.72) dan (11.73) menghasilkan:

H iid Gi RT ln xi TSi RT ln xi
atau

H iid H i

(11.75)

Hubungan penjumlahan, persamaan (11.11), untuk larutan ideal ditulis :


M id xi M iid
i

24

Aplikasi persamaan (11.72) sampai (11.75) menghasilkan :


G id xi Gi RT xi ln xi

(11.76)

S id xi Si R xi ln xi

(11.77)

V id xiVi

(11.78)

H id xi H i

(11.79)

Aturan Lewis/Randall
Sebuah persamaan sederhana untuk fugasitas zat i dalam larutan ideal dari persamaan
(11.72). Ditulis untuk suatu kasus zat i dalam larutan ideal, persamaan (11.42)
menjadi :

iid Giid i (T ) RT ln fi id
Ketika persamaan ini dan persamaan (11.30) digabung dengan persamaan (11.72),
i (T ) dihilangkan, dan didapatkan :
fi id xi f i

(11.80)

Persamaan ini, dikenal sebagai aturan Lewis/Randall, dapat digunakan pada tiap zat
dalam larutan ideal pada semua kondisi temperatur, tekanan, dan komposisi.
Dinyatakan juga bahwa fugasitas tiap zat dalam larutan ideal adalah proporsional
dengan fraksi molnya; konstanta proporsionalitas adalah fugasitas zat murni i dalam
keadaan fisik yang sama seperti larutan dan pada T dan P yang sama pula. Pembagian
kedua ruas persmaan (11.80) dengan Pxi dan substitusi iid dengan

fi id / xi P

[persamaan (11.48)] dan i dengan f i / P [persamaan (11.32)] didapatkan :

iid i

(11.81)

SIFAT EKSES
Energi Gibbs residual dan koefisien fugasitas secara langsung ebrhubungan dengan
data PVT eksperimen oleh persamaan (6.46), (11.34), dan (11.56). Perumusan secara
matematis sifat ekses adalah analog dengan sifat residual.
Jika M mewakili nilai molar (atau unit massa) dari sifat termodinamika
ekstensif apapun (misal V, U, H, S, G, dll) maka sifat ekses M E didefinisikan sebagai

25

selisih antara nilai sifat aktual suatu larutan dengan niali yang akan didapat sebagai
larutan ideal pada temperatur, tekanan, dan komposisi yang sama. Jadi,
(11.82)

M E M M id

Sebagai contoh,
G E G G id

H E H H id

S E S S id

G E H E TS E

Lebih dari itu,

(11.83)

Yang mengikuti dari persamaan (11.82) dan persamaan (6.3).


Hubungan antara sifat residual dengan sifat ekses adalah :
M E M R ( M id M ig )
Karena zampuran gas ideal adalah larutan ideal dari ags ideal, persamaan (11.76)
ig
sampai (11.79) menjadi ekspresi untuk Mig ketika Mi diganti dengan M i . Sebagai

contoh, persamaan (11.76) menjadi :


G ig xiGiig RT xi ln xi
i

Kedua set persamaan, untuk Mid dan Mig, menghasilkan persamaan umum :
M id M ig xi M i xi M iig xi M iR
i

disederhanakan menjadi :
M E M R xi M iR
i

(11.84)

Hubungan sifat parsial analog dengan persamaan (11.45) adalah :


M iE M i M iid

(11.85)

E
dimana M i adalah sifat ekses parsial. Persmaan (11.50), ditulis untuk kasus larutan

ideal, dikurangi dengan persamaan (11.50) itu sendiri, menghasilkan :


nG E
GiE
nV E
nH E
dP
dT

dni


RT
RT 2
i RT
RT

(11.86)

Inilah hubungan sifat ekses pokok, yang analog dengan persamaan (11.51), hubungan
sifat residual pokok.
E
Energi Gibbs ekses parsial Gi ; rasio tak berdimensi fi / xi f i adalah koefisien

aktifitas zat i dalam larutan, simbol i .


Jadi, secara definisi,

26

fi
xi f i

(11.87)

GiE RT ln i

dimana,

(11.88)

Bentuk alternatif persamaan (11.86) mengikuti dengan dimasukkannya


koefisein aktifitas ke dalam persamaan (11.88) :
nG E
nV E
nH E

dP

dT ln i dni

RT
RT 2
i
RT

(11.89)

Bentuk terbatas nya adalah :


V E (G E / RT )

RT
P

(11.90)
T ,x

(G E / RT )
HE
T
RT
T

(G E / RT )

ni

(11.91)
P, x

ln i

(11.92)
P ,T , n j

Persamaan (11.89) sampai (11.92) adalah analog dengan persamaan (11.52) sampai
(11.55) untuk sifat residual.
Persamaan (11.92) menunjukkan bahwa ln i adalah sifat parsial terhadap
GE/RT. Sifat parsial analog dengan persamaan (11.90) dan (11.91) adalah :
ln i

P
ln i

T ,x

Vi E
RT

P, x

(11.93)

H iE
RT 2

(11.94)

Persamaan berikut menunjukkan fakta bahwa ln i adalah sifat parsial terhadap


GE/RT :
GE
xi ln i
RT
i

x d ln
i

(11.95)
(T, P konstan)

(11.96)

Perilaku Alamiah dari Sifat Ekses


Beberapa keanehan adri perilaku campuran likuid terungkap dalam sifat ekses. Yang
utamanya adalah GE, HE, dan SE. Energi Gibbs ekses bermula dari eksperimen melalui

27

reduksi data kesetimbangan uap/likuid, dan HE ditentukan secara eksperimen pula.


Entropi ekses tidak diukur secara langsung, namun didapat dari persamaan (11.83),
ditulis :

H E GE
S
T
E

Sifat ekses sering merupakan fungsi kuat temperatur, namun pada temperatur normal
tidak secara kuat dipengaruhi oleh tekanan. Kebergantungan terhadap komposisi
diilustrasikan dalam Gbr. 11.4 untuk enam buah campuran likuid biner pada 50 oC dan
tekanan atmosfer. Demi kesesuaian dengan persamaan (11.83), produk TSE lebih
ditunjukkan ketimbang SE itu sendiri. Meskipun sistem menghasilkan keberagaman
perilaku, namun terdapat beberapa fitur yang umum :
1. Semua sifat ekses menjadi bernilai nol bila zat mendekati murni.
2. Meskipun GE vs. x1 berbentuk parabola, HE dan TSE menghasilkan
kebergantungan terhadap komposisi masing masing.
3. Ketika sifat ekses ME memiliki satu tanda, nilai ekstrem ME (maksimum atau
minimum) sering terjadi dekat komposisi equimolar.

28

You might also like