Professional Documents
Culture Documents
(6.6)
Persamaan ini dapat diterapkan pada fluida fase tunggal dalam sistem tertutup dimana
tak ada reaksi kimia terjadi. Untuk sistem dimana komposisi konstan, maka :
(nG )
P
nV
dan
T ,n
(nG
)
T
nS
P ,n
Subskript n menunjukkan bahwa jumlah mol semua zat kimia berharga konstan.
Pertimbangkan sekarang kasus fase tunggal yang lebih umum, sistem terbuka
yang dapat mempertukarkan zat dengan lingkungannya. Energi Gibbs total nG masih
merupakan fungsi T dan P. Karena material dapat diambil atau ditambahkan ke dalam
sistem, nG juga merupakan fungsi jumlah mol zat kimia yang ada. Jadi,
nG g ( P, T , n1 , n2 ,..., ni ,...)
dimana ni adalah jumlah mol zat i. Total diferensial nG adalah :
(nG )
P
d (nG )
(nG
)
dP
T
T ,n
P, n
( nG )
ni
dT
i
dni
P ,T , n j
Penjumlahan terhadap semua zat yang ada, dan subskript nj menunjukkan bahwa
semua jumlah mol kecuali ke i berharga konstan. Turunan terakhir ini adalah cukup
penting untuk diberikan simbol dan nama sendiri. Jadi, secara definisi potensial kimia
zat i dalam campuran adalah :
(nG )
ni
(11.1)
P ,T , n j
Dengan definisi ini dan dengan dua turunan parsial pertama digantikan dengan (nV)
dan (nS), persamaan sebelumnya menjadi :
d (nG ) (nV )dP (nS )dT i dni
i
(11.2)
Persamaan (11.2) merupakan hubungan sifat dasar untuk sistem fluida fase
tunggal dengan massa konstan atau beragam dan komposisi konstan atau beragam,
dan merupakan persamaan dasar dimana struktur termodinamika larutan dibentuk.
Untuk kasus tertentu dimana satu mol larutan, n = 1 dan ni = xi :
dG VdP SdT i dxi
i
(11.3)
Yang tersirat dalam persamaan ini adalah hubungan fungsional energi Gibbs
molar dengan variabel T, P, dan {xi}:
G G (T , P, x1 , x2 ,..., xi ,...)
Persamaan (6.10) merupakan sebua kasus khusus dari persamaan (11.3), yang dapat
diterapkan pada larutan dengan komposisi konstan. Meskipun jumlah mol ni dari
persamaan (11.2) merupakan variabel bebas, hal ini tidaklah benar untuk fraksi mol xi
dalam persamaan (11.3), karena penjumlahannya harus bernilai satu : i xi = 1. Hal
ini menghalangi operasi matematika tertentu yang bergantung pada ketakbergantungan variabel. Meskipun demikian, Persamaan (11.3) jelas menyatakan :
G
P,x
T ,x
S
V
(11.4)
(11.5)
Sifat larutan lainnya didapatkan dalam definisi, misalnya entalpi, dari H = G + TS.
Kapan pun energi Gibbs diekspresikan sebagai fungsi variabel
pembentuknya, energi tersebut memainkan peranan sebagai fungsi
pembangkit, memberikan sarana untuk perhitungan semua sifat
termodinamika lainnya menggunakan operasi matematika sederhana
(diferensiasi dan aljabar dasar), dan secara tersirat menggambarkan
informasi sifat yang lengkap.
POTENSIAL KIMIA DAN KESETIMBANGAN FASE
Misalkan suatu sistem tertutup yang mengandung dua fase dalam kesetimbangan. Di
dalam sistem tertutup tersebut, masing masing fase adalah suatu sistem terbuka,
bebas terjadi perpindahan massa ke lainnya. Persamaan (11.2) dapat ditulis untuk tiap
fase :
d (nG ) (nV ) dP (nS ) dT i dni
i
Karena sistem dua fase adalah tertutup, Persamaan (6.6) adalah absah pula.
Perbandingan kedua persaman ini menunjukkan bahwa pada kesetimbangan :
dni i dni 0
i
Perubahan dni dan dni hasil dari perpindahan massa antara fase, dan konservasi
massa memerlukan :
dni dni
i )dni 0
Karena dni merupakan variabel bebas dan sembarang nilai, satu-satunya cara ruas
kiri persamaan ini dapat bernilai nol adalah dengan cara tiap ungkapan dalam tanda
kurung secara terpisah di beri nilai nol. Karena itu ,
i i
(i 1, 2,..., N )
dimana N merupakan jumlah zat yang ada dalam sistem. Meskipun tidak diberikan di
sini, turunan yang sama namun lebih menyeluruh menunjukkan (seperti yang telah
diperkirakan) bahwa untuk kesetimbangan T dan P yang sama dapat berlaku untuk
kedua fase.
Secara
berturut-turut
mempertimbangkan
pasangan
fase,
kita
dapat
menyamaratakan terhadap lebih dari dua fase persamaan potensial kimia; hasil untuk
fase adalah :
(i 1, 2,..., N )
i i ... i
(11.6)
( nM )
ni
Mi
(11.7)
P ,T , n j
Persamaan ini menggambarkan sifat molar parsial zat i dalam larutan, dimana simbol
umum M i menyatakan molar parsial energi dalam U i , entalpi molar parsial H i ,
entropi molar parsial Si , energi Gibbs molar parsial Gi , dan sebagainya. Persamaan
tersebut merupakan fungsi respon yang menggambarkan perubahan sifat total nM
4
dalam kaitan dengan penambahan pada T dan P konstan dari jumlah diferensial zat i
sampai jumlah tertentu larutan.
Perbandingan persamaan (11.1) dengan (11.7) ditulis untuk energi Gibbs
menunjukkan bahwa potensial kimia dan energi Gibbs molar parsial adalah identik.
i Gi
(11.8)
Persamaan yang berhubungan dengan Sifat Molar dan Sifat Molar Parsial
Definisi sifat molar parsial, persamaan (11.7), memberikan sarana untuk perhitungan
sifat parsial dari data sifat larutan. Turunan dari prsamaan ini bermula dengan
pengamatan bahwa sifat termodinamika fase homogen merupakan fungsi temperatur,
tekanan, dan jumlah mol zat individu yang meliputi fase. Jadi untuk sifat
termodinamik M :
nM M (T , P, n1 , n2 ,..., ni ,...)
Diferensial total nM adalah :
(nM )
P
d (nM )
(nM
)
dP
T
T ,n
P ,n
(nM )
ni
dT
i
dni
P ,T , n j
dimana subskript n menunjukkan bahwa semua jumlah mol bernilai konstan, dan
subskript nj menunjukkan bahwa semua jumlah mol kecuali ni bernilai konstan.
Karena dua turunan parsial pertama pada ruas kanan dihitung pada n konstan dan
karena turunan parsial ungkapan terakhir diberikan oleh persamaan (11.7), persamaan
ini mempunyai bentuk yang lebih sederhana :
M
d (nM ) n
dP n
T
T ,x
p,x
dT M i dni
(11.9)
dni digantikan dengan ekspresi diatas, dan d(nM) digantikan oleh identitas
d (nM ) ndM Mdn , maka persamaan (11.9) menjadi :
berikut
ndM Mdn n
dP n
T
T ,x
P, x
dT M i ( xi dn ndxi )
i
dM
dP
T
T ,x
dT M i dx i n M xi M i dn 0
i
i
P, x
Dalam aplikasi, seseorang bebas memilih sistem dalam ukuran apapun, seperti yang
diwakili oleh n, dan memilih variasi apapun dalam ukurannya, seperti yang diwakili
oleh dn. Jadi n dan dn merupakan variabel bebas dan memiliki sembarang nilai.
Satu satunya cara bahwa ruas kiri persamaan ini kemudian dapat menjadi nol adalah
untuk tiap ungkapan dalam tanda kurung diberi nilai nol. Oleh karena itu,
M
dP
T
T ,x
dM
P,x
dT M i dxi
M xi M i
dan
(11.10)
(11.11)
(11.12)
Persamaan (11.10) merupakan fakta dalam suatu kasus khusus persamaan (11.9),
dimana didapat dengan mengeset n = 1, yang juga membuat ni = xi. Pesamaan (11.11)
dan (11.12) di lain pihak merupakan persamaan baru dan hal penting. Dikenal sebagai
hubungan penjumlahan, Persamaan-persamaan tersebut memungkinkan perhitungan
sifat campuran dari sifat farsil memainkan peranan kebalikan dengan persamaan
(11.7), dimana memberikan perhitungan sifat parsial dari sifat campuran.
Persamaan penting lainnya dari persamaan (11.10) dan (11.11). Karena
persamaan (11.11) merupakan ekspresi umum untuk M., diferensiasi menghasilkan
ekspresi umum untuk dM :
dM xi dM i M i dxi
i
dP
T
T ,x
P,x
dT xi dM i 0
(11.13)
x dM
i
(T, P konstan)
(11.14)
M , contoh: U , H , S , G
Sifat parsial
M i , conoth: U i , H i , Si , Gi
Sifat zat-murni
M i , contoh: U i , H i , Si , Gi
Dimana,
M x1M 1 x2 M 2
(A)
(B)
Ketika M diketahui sebagai fungsi x1 pada T dan P konstan, bentuk yang sesuai
persamaan Gibbs/Duhem adalah persamaan (11.14), dituliskan sebagai :
x1dM 1 x2 dM 2 0
(C)
Karena x1 + x2 = 1, maka bahwa dx1 = -dx2. Menghilangkan dx2 menuju ke dx1 dalam
persamaan (B) dan mengabungkan hasilnya dengan persamaan (C) didapatkan :
dM M 1dx1 M 2 dx1
dM
M1 M 2
dx1
atau
(D)
dM
dx1
(11.15)
M 2 M x1
dM
dx1
(11.16)
Jadi untuk sistem biner, sifat parsial telah dihitung secara langsung dari ekspresi untuk
sifat larutan sebagai fungsi komposisi pda T dan P konstan. Persamaan yang
bersesuaian untuk sistem multikomponen adalah lebih kompleks, dan dijelaskan oleh
Van Ness dan Abbott.
Hubungan antara Sifat Parsial
Sekarang ditunjukkan bagaimana sifat parsial berhubungan satu dengan yang lainnya.
Karena pada (11.8) i Gi , maka persamaan (11.2) dapat ditulis :
d (nG ) (nV )dP (nS )dT Gi dni
(11.17)
P,n
S
P
(6.16)
T ,n
(nS )
ni
P ,n
P ,T , n j
Gi
T ,n
(nV
)
n i
P ,T , n j
dimana subskript n menunjukkan bahwa semua ni bernilai konstan, dan oleh karena
itu bernilai konstan juga untuk komposisi, dan subskript nj menunjukkan bahwa
semua jumlah mol kecuali ke i diberi nilai konstan. Mengingat persamaan (11.7), dua
persamaan terakhir adalah lebih sederhana ditulis :
Gi
T
Gi
Si
(11.18)
Vi
(11.19)
P,x
T ,x
(2.11)
nH nU P (nV )
untuk n mol,
ni
P ,T , n j
(nU
)
n i
P ,T ,n j
( nV )
P
ni
P ,T ,n j
dGi
G
dP i
T
T ,x
dT
P,x
CAMPURAN GAS-IDEAL
Jika n mol campuran gas ideal menempati volume total Vt pada temperatur T, maka
tekanannya adalah :
P
nRT
Vt
Jika ni mol zat i dalam campuran ini menempati volume total yang sama sendiri pada
temperatur yang sama, maka tekanannya adalah :
pi
ni RT
Vt
atau
pi yi P
(i 1, 2,..., N )
dimana yi adalah fraksi mol zat i dalam campuran gas ideal, dan p i diketahui sebagai
tekanan parsial zat i. Penjumlahan tekanan parsial sama dengan tekanan total.
Volume molar parsial zat i dalam campuran gas ideal didapat dari persamaan
(11.7) yang diterapkan untuk volume, superskript ig menandakan nilai gas ideal:
Vi
ig
(nV ig )
ni
T ,P,n j
(nRT / P)
ni
T , P,n j
RT
P
ni
nj
RT
P
(11.20)
Gas ideal merupakan model gas yang terdiri atas molekul dengan volume nol
yang tidak berinteraksi. Jadi, sifat untuk tiap zat kimia tidak bergantung pada zat lain,
dan tiap zat mempunyai sifat sendiri-sendiri. Hal inilah yang merupakan dasar untuk
pernyataan teorema Gibbs :
Sifat molar parsial (selain dari volume) dari jenis unsur dalam
campuran gas ideal adalah sama dengan sifat molar yang bersesuaian
dari zat sebagai gas ideal murni pada temperatur campuran namun
pada tekanan sama dengan tekanan parsialnya dalam campuran.
10
ig
ig
Hal ini ditulis secara matematis untuk sifat parsial umum M i Vi dengan
persamaan :
M iig (T , P ) M iig (T , pi )
(11.21)
dimana,
H iig H iig
Lebih sederhana,
(11.22)
ig
dimana H i adalah nilai zat murni pada campuran T dan P. Aplikasi hubungan
(11.23)
Persamaan yang analog dapat diterapkan atau U ig dan sifat lainnya yang tak
bergantung pada tekanan.
Ketika persamaan (11.23) ditulis :
H ig yi H iig 0
i
Perbedaan pada ruas kiri adalah perubahan entalpi yang berkaitan dengan proses
dimana jumlah yang sesuai dari zat murni pada T dan P dicampur untuk membentuk
satu mol campuran pada T dan P yang sama. Untuk gas ideal, perubahan entalpi
pencampuran ini bernilai nol.
Entropi gas ideal bergantung pada tekanan, dan oleh persamaan (6.24),
dSiig Rd ln P
(T konstan)
P
P
R ln
R ln yi
pi
yi P
Siig (T , pi ) Siig (T , P ) R ln yi
Siig Siig R ln yi
11
ig
dimana Si adalah nilai zat murni pada campuran T dan P. Dengan hubungan
penjumlahan,
Siig yi Siig R yi ln yi
i
(11.25)
1
yi
ruas kiri adalah perubahan entropi pencampuran untuk gas ideal. Karena 1/y i > 1,
kuantitas ini selalu berharga positif, demi kesesuaian dengan hukum kedua. Proses
pencampuran merupakan proses tak dapat balik, dan untuk pencampuran gas ideal
pada T dan P konstan tidak disertai dengan perpindahan panas [persamaan (11.23)].
ig
ig
ig
Untuk energi Gibbs campuran gas ideal, Gi H TS ; hubungan paralel
atau
(11.26)
Diferensiasi persamaan ini cocok dengan persamaan (11.18) dan (11.19) didaptkan
ahsil yang dinyatakan oleh persamaan (11.20) dan (11.24).
ig
Ekspresi alternatif lain untuk potensial kimia didapat ketika Gi dihilangkan
dari persamaan (11.26) oleh persamaan (6.10). Pada T konstan persamaan (6.10)
untuk gas ideal menjadi :
dGiig Vi ig dP
RT
dP RTd ln P
P
ig
Integrasi menghasilkan : Gi i (T ) RT ln P
(T konstan)
(11.27)
(11.28)
12
G ig yi i (T ) RT yi ln yi P
i
(11.29)
(11.30)
dimana tekanan P digantikan oleh sifat baru f i dengan unit tekanan. Persamaan ini
memberikan definisi parsial fi, fugasitas zat murni i.
Pengurangan persamaan (11.27) dari persamaan (11.30), keduanya ditulis
untuk T dan P yang sama, memberikan :
Gi Giig RT ln
fi
P
ig
R
Menurut definisi persamaan (6.41), Gi Gi adalah energi Gibbs residual, Gi . Rasio
tak berdimensi fi / P merupakan sifat baru lainnya, koefisien fugasitas, diberi simbol
i . Jadi,
GiR RT ln i
dimana
fi
P
(11.31)
(11.32)
13
Definisi fugasitas terselesaikan dengan mengeset fugasitas keadaan gas ideal zat
murni i sama dengan tekanannya :
f i ig P
(11.33)
R
Jadi untuk kasus khusus suatu gas ideal, Gi 0, i 1 , dan persamaan (11.27) didapat
ln i ( Z i 1)
0
dP
P
(T konstan)
(11.34)
Koefisien fugasits ( dan juga fugasitas) untuk gas murni dihitung dengan persamaan
ini dari data PVT atau ari persamaan keadaan volume-tegas. Sebagai contoh, ketika
faktor kompresibilitas diberikan oleh persamaan (3.37) :
Zi 1
Bii P
RT
Karena koefisien virial kedua Bii merupakan fungsi temperatur saja untuk zat murni,
substitusi ke dalam persamaan (11.34) didapatkan :
ln i
Bii
RT
dP
ln i
dimana,
(T konstan)
Bii P
RT
(11.35)
van
der
Waals,
Redlich/Kwong,
Soave/Redlich/Kwong,
dan
(11.36)
dimana i diberikan oleh persamaan (3.50); qi oleh persamaan (3.51); dan Ii oleh
persamaan (6.62), kesemuanya ditulis untuk zat murni i. Aplikasi persamaan (11.36)
pada T dan P yang diberikan memerlukan penyelesaian lebih dulu dari suatu
persamaan keadaan untuk Zi dengan persamaan (3.49) untuk fase uap atau persamaan
(3.53) untuk fase likuid.
Kesetimbangan Uap/Likuid untuk Zat Murni
14
Persmaan (11.30), yang menggambarkan fugasitas zat murni i, dapat ditulis untuk zat
i sebagai uap jenuh :
Giv i (T ) RT ln f i v
(11.37a)
dan untuk zat i sebagai likuid jenuh pada temperatur yang sama :
Gil i (T ) RT ln f i l
Giv Gil RT ln
dengan selisih,
(11.37b)
fi v
fi l
Sebuah persamaan dapat diterapkan terhadap perubahan keadaan dari likuid jenuh ke
sat
uap jenuh, keduanya pada temperatur T dan pada tekanan uap Pi . Menurut
v
l
persamaan (6.66), Gi Gi 0 ; maka :
f i v f i l f i sat
(11.38)
sat
dimana f i menunjukkan nilai untuk likuid jenuh maupun uap jenuh. Karena fase
likuid jenuh dan uap jenuh berada dalam kesetimbangan, persamaan (11.38)
menyatakan prinsip dasar :
Untuk zat murni yang terdapat di dalamnya fase likuid dan uap
berada
dalam
kesetimbangan
berarti
fase
tersebut
memiliki
isat
Dimana,
f i sat
Pi sat
iv il isat
(11.39)
(11.40)
sat
v
Pertama, koefisien fugasitas uap jenuh i i ditentukan dari bentuk
sat
integrasi persamaan (11.34), dihitung pada P Pi . Kemudian dengan
sat
sat sat
persamaan (11.39), f i i Pi , dan inilah fugasitas uap jenuh dan likuid
15
Gi Gisat sat Vi dP
Pi
Ekspresi lainnya untuk selisih pada ruas kiri didapat dengan cara menulis
persamaan (11.30) dua kali, untuk kedua
Gi
dan
Gisat . Pengurangan
menghasilkan:
Gi Gisat RT ln
fi
f i sat
sat
Dua ekspresi untuk Gi Gi di set bernilai sama :
ln
fi
fi
sat
1
RT
Pi sat
Vi dP
Karena Vi, volume molar fase likuid, merupakan fungsi lemah P pada temperatur
dibawah Tc, pendekatan yang sesuai sering didapat ketika Vi dianggap konstan pada
l
nilai untuk likuid jenuh, Vi :
ln
fi
f i sat
Vi l ( P Pi sat )
RT
sat
sat sat
Substitusi f i i Pi dan didapatkan penyelesaian untuk f i :
fi P
sat sat
i
i
Vi l ( P Pi sat )
exp
RT
(11.41)
i i (T ) RT ln fi
(11.42)
16
dimana fi adalah fugasitas zat i dalam larutan, mengggantikan tekanan parsial yiP.
Definisi fi ini tidak membuat sifat molar parsial, oleh karena itu ditandai dengan
tanda aksen ketimbang tanda garis atas.
Aplikasi langsung definisi ini menandai adanya kegunaan potensial.
Persamaan 11.6 merupakan ukuran dasar untuk fase kesetimbangan. Karena semua
fase dalam kesetimbangan berada pada temperatur yang sama, maka ukuran umum
mengikuti dari persamaan (11.42) :
fi fi L fi
(i = 1,2,, N)
(11.43)
(i 1, 2,..., N )
(11.44)
(6.41)
dimana M adalah nilai molar (atau unit-massa) sifat termodinamika dan M ig adalah
nilai untuk gas ideal dedngan komposisi sama pada T dan P yang sama. Persamaan
R
yang menjelaskan tentang sifat residual parsial M i mengikuti persamaan di atas.
ni
P ,T , n j
(nM
)
ni
ig )
(nM
n i
P ,T , n j
P ,T , n j
(11.45)
17
Karena ukuran sifat residual bermula dari nilai gas ideal, penggunaannya yang paling
masuk akal adalah sebagai sifat fase gas, namun dalam kenyataannya digunakan pula
sebagai sifat fase likuid.
Ditulis untuk energi Gibbs residual, persamaan (11.45) menjadi :
GiR Gi Giig
(11.46)
i iig RT ln
fi
yi P
(11.47)
f
i i
yi P
(11.48)
Rasio tak berdimensi i disebut dengan koefisien fugasitas zat i dalam larutan.
Meskipun seringkali diterapkan dalam gas, koefisien fugasitas juga dapat diterapkan
untuk likuid, dan dalam kasus ini fraksi mol yi digantikan oleh xi.
Persamaan
(11.47)
adalah
anlog
dengan
persamaan
(11.31),
yang
R
R
menghubungkan i terhadap Gi . Untuk gas ideal, Gi perlu bernilai nol: oleh karena
(11.49)
Jadi fugasitas zat I dalam campuran gas ideal adalah sama dengan tekanan parsialnya.
Pokok Hubungan Sifat Residual
Dalam rangka memperluas hubungan sifat pokok terhadap sifat residual, kita ubah
persamaan (11.2) menjadi bentuk alternatif menggunakan identitas matematika :
1
nG
nG
d (nG )
dT
RT
RT 2
RT
Dalam persamaan ini d(nG) dihilangkan dengan persamaan (11.2) dan G diganti
dengan H TS. Hasilnya, setelah reduksi secara aljabar didapatkan :
18
G
nV
nH
nG
dP
dT i dni
2
RT
RT
RT
i RT
(11.50)
Semua ungkapan dalam persamaan (11.50) mempunyai unit mol; lebih dari itu,
berlawanan dengan persamaan (11.2), entalpi muncul diruas kanan ketimbang entropi.
Persamaan (11.50) merupakan hubungan umum yang menggambarkan nG/RT sebagai
fungsi semua variabelnya; T, P, dan jumlah mol. Persamaan tersebut juga mereduksi
persamaan (6.37) untuk suatu kasus khusus 1 mol fase dengan komposisi konstan.
Persamaan (6.38) dan (6.39) mengikuti dari persamaan tersebut, dan persamaan untuk
sifat termodinamika lainnya didapat dari persamaan yang sesuai.
Karena persamaan (11.50) adalah persamaan yang umum, maka dapat ditulis
untuk kasus pada gas ideal :
nG ig
nV ig
nH ig
Giig
dP
dT
i RT dni
RT
RT 2
RT
Mengingat bahwa persamaan (6.41) dan (11.46), pengurangan persamaan ini dari
persamaan (11.50) didapatkan :
nG R
GiR
nV R
nH R
d
dP
dT
dni
RT
RT 2
i RT
RT
(11.51)
dP
dT ln i dni
RT
RT 2
i
RT
(11.52)
RT
P
(11.53)
T ,x
Dengan cara yang sama, pembagian dengan dT dan batas terhadap P konstan serta
komposisi didapatkan :
(G R / RT )
HR
T
RT
T
(11.54)
P,x
19
(nG R / RT )
ln i
ni
(11.55)
P ,T , n j
BP
RT
(3.37)
(11.57)
dimana y mewakili fraksi mol dalam campuran gas. Indeks i dan j menunjukkan zat.
Untuk campuran biner i = 1,2 dan j = 1,2; perluasaan persamaan (11.57)
didapatkan :
B y1 y1 B11 y1 y2 B12 y2 y1 B21 y2 y2 B22
B y12 B11 2 y1 y2 B12 y22 B22
atau
(11.58)
Dua tipe koefisien virial muncul: B11 dan B22, dimana keduanya sama, dan B12 yang
berbeda. Tipe pertama merupakan koefisien virial zat murni; dan yang kedua adalah
sifat campuran, dikenal sebagai koefisien silang. Keduanya merupakan fungsi
temperatur saja. Ekspresi seperti persamaan (11.57) dan (11.58) menghubungkan
koefisien campuran terhadap zat murni dan koefisien silang. Dinamakan aturan
pencampuran.
Persamaan (11.58) mengijinkan penurunan ekspresi untuk ln 1 dan ln 2 untuk
campuran gas biner yang memenuhi persamaan (3.37). Ditulis untuk n mol campuran
ags, maka menjadi :
20
nZ n
nBP
RT
n1
Z1
1
P ,T , n2
)
P (nB
RT
n 1
T ,n2
(nB)
n1
dP
T , n2
)
P (nB
RT
n 1
T , n2
atau
dimana
Karena yi = ni / n,
nB n1 B11 n2 B22
n1n2
12
n
Diferensiasi didapatkan :
( nB)
n1
1 n1
2 n2 12
n n
B11
T , n2
P
ln 1
( B11 y2212 )
RT
(11.59)
P
ln 2
( B22 y12 12 )
RT
(11.60)
Persamaan (11.59) dan (11.60) adalah untuk aplikasi pada campuran gas multi
komponen; persamaan umumnya adalah :
P
1
ln k
Bkk yi y j (2 ik ij )
RT
2 i j
(11.61)
ij 2 Bij Bii B jj
dan
ki ik , dll.
21
dP Pc dPr
Pr
ln i ( Z i 1)
Karenanya,
dPr
Pr
(11.62)
ln ( Z 0 1)
0
Pr
dPr
dP
Z1 r
0
Pr
Pr
dimana untuk kesederhanaan maka subskript i dihapus. Persamaan ini dapat ditulis
dalam bentuk yang lain :
ln ln 0 ln 1
dimana
Pr
ln 0 ( Z 0 1)
0
dPr
Pr
dan
(11.63)
Pr
ln 1 Z 1
0
dPr
Pr
Integral pada persamaan ini dihitung secara numerik atau secara grafik untuk berbagai
nilai Tr dan Pr dari data untuk Z0 dan Z1.
Karena persamaan (11.63) juga dapat ditulis,
( 0 )( 1 )
(11.64)
Pr 0
( B B1 )
Tr
22
Pr 0
( B B1 )
Tr
exp
atau
(11.65)
Untuk tujuan mendapatkan koefisien silang, maka persamaan (3.59) ditulis kembali
dalam bentuk umum :
Bij
RTcij
Pcij
( B 0 ij B1 )
(11.66)
dimana B0 dan B1 adalah fungsi Tr yang sama. Aturan penggabungan yang diusulkan
oleh Prausnitz untuk menghitung ij , Tcij , dan Pcij adalah :
ij
i j
2
(11.67)
Z cij RTcij
(11.69)
Vcij
Z ci Z cj
(11.70)
V 1/ 3 Vcj1/ 3
Vcij ci
(11.68)
(11.71)
23
LARUTAN IDEAL
Larutan ideal adalah larutan yang bertindak sebagai standar dimana agar perilaku
larutan-riil dapat dibandingkan. Di sini akan diperkenalkan sifat ekses.
Persamaan (11.26) menggambarkan perilaku zat i dalam campuran gas ideal :
Giig Giig RT ln yi
(11.26)
(11.72)
dimana superskript id menunjukkan sifat larutan ideal. Fraksi mol dinyatakan oleh xi.
Persamaan untuk entropi larutan ideal adalah :
Giid
Siid
Gi
P,x
R ln xi
P
(11.73)
Vi id
Oleh persamaan (11.5),
Gi
T ,x
Vi id Vi
(11.74)
id
id
id
Karena H i Gi TSi , substitusi oleh persamaan (11.72) dan (11.73) menghasilkan:
H iid Gi RT ln xi TSi RT ln xi
atau
H iid H i
(11.75)
24
(11.76)
S id xi Si R xi ln xi
(11.77)
V id xiVi
(11.78)
H id xi H i
(11.79)
Aturan Lewis/Randall
Sebuah persamaan sederhana untuk fugasitas zat i dalam larutan ideal dari persamaan
(11.72). Ditulis untuk suatu kasus zat i dalam larutan ideal, persamaan (11.42)
menjadi :
iid Giid i (T ) RT ln fi id
Ketika persamaan ini dan persamaan (11.30) digabung dengan persamaan (11.72),
i (T ) dihilangkan, dan didapatkan :
fi id xi f i
(11.80)
Persamaan ini, dikenal sebagai aturan Lewis/Randall, dapat digunakan pada tiap zat
dalam larutan ideal pada semua kondisi temperatur, tekanan, dan komposisi.
Dinyatakan juga bahwa fugasitas tiap zat dalam larutan ideal adalah proporsional
dengan fraksi molnya; konstanta proporsionalitas adalah fugasitas zat murni i dalam
keadaan fisik yang sama seperti larutan dan pada T dan P yang sama pula. Pembagian
kedua ruas persmaan (11.80) dengan Pxi dan substitusi iid dengan
fi id / xi P
iid i
(11.81)
SIFAT EKSES
Energi Gibbs residual dan koefisien fugasitas secara langsung ebrhubungan dengan
data PVT eksperimen oleh persamaan (6.46), (11.34), dan (11.56). Perumusan secara
matematis sifat ekses adalah analog dengan sifat residual.
Jika M mewakili nilai molar (atau unit massa) dari sifat termodinamika
ekstensif apapun (misal V, U, H, S, G, dll) maka sifat ekses M E didefinisikan sebagai
25
selisih antara nilai sifat aktual suatu larutan dengan niali yang akan didapat sebagai
larutan ideal pada temperatur, tekanan, dan komposisi yang sama. Jadi,
(11.82)
M E M M id
Sebagai contoh,
G E G G id
H E H H id
S E S S id
G E H E TS E
(11.83)
Kedua set persamaan, untuk Mid dan Mig, menghasilkan persamaan umum :
M id M ig xi M i xi M iig xi M iR
i
disederhanakan menjadi :
M E M R xi M iR
i
(11.84)
(11.85)
E
dimana M i adalah sifat ekses parsial. Persmaan (11.50), ditulis untuk kasus larutan
dni
RT
RT 2
i RT
RT
(11.86)
Inilah hubungan sifat ekses pokok, yang analog dengan persamaan (11.51), hubungan
sifat residual pokok.
E
Energi Gibbs ekses parsial Gi ; rasio tak berdimensi fi / xi f i adalah koefisien
26
fi
xi f i
(11.87)
GiE RT ln i
dimana,
(11.88)
dP
dT ln i dni
RT
RT 2
i
RT
(11.89)
RT
P
(11.90)
T ,x
(G E / RT )
HE
T
RT
T
(G E / RT )
ni
(11.91)
P, x
ln i
(11.92)
P ,T , n j
Persamaan (11.89) sampai (11.92) adalah analog dengan persamaan (11.52) sampai
(11.55) untuk sifat residual.
Persamaan (11.92) menunjukkan bahwa ln i adalah sifat parsial terhadap
GE/RT. Sifat parsial analog dengan persamaan (11.90) dan (11.91) adalah :
ln i
P
ln i
T ,x
Vi E
RT
P, x
(11.93)
H iE
RT 2
(11.94)
x d ln
i
(11.95)
(T, P konstan)
(11.96)
27
H E GE
S
T
E
Sifat ekses sering merupakan fungsi kuat temperatur, namun pada temperatur normal
tidak secara kuat dipengaruhi oleh tekanan. Kebergantungan terhadap komposisi
diilustrasikan dalam Gbr. 11.4 untuk enam buah campuran likuid biner pada 50 oC dan
tekanan atmosfer. Demi kesesuaian dengan persamaan (11.83), produk TSE lebih
ditunjukkan ketimbang SE itu sendiri. Meskipun sistem menghasilkan keberagaman
perilaku, namun terdapat beberapa fitur yang umum :
1. Semua sifat ekses menjadi bernilai nol bila zat mendekati murni.
2. Meskipun GE vs. x1 berbentuk parabola, HE dan TSE menghasilkan
kebergantungan terhadap komposisi masing masing.
3. Ketika sifat ekses ME memiliki satu tanda, nilai ekstrem ME (maksimum atau
minimum) sering terjadi dekat komposisi equimolar.
28