You are on page 1of 27

LAPORAN KASUS

ABORTUS INKOMPLIT

Disusun untuk memenuhi tugas Dokter Muda


di SMF Obstetrik dan Ginekologi RSSA Malang

OLEH:
Wan Nur Atierah

105070108121008

Zaw Myo Aung

105070108121015

Claudia Belgisa Putri

105070103111016

Elisabeth Permatasari

105070107111011

Pembimbing
dr. Hermawan Wibisono, SpOG
Pendamping
dr. Cahyawati Arisusilo

LABORATORIUM OBSTETRI-GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG
2014
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

ABORTUS INKOMPLIT

Disusun untuk memenuhi tugas Dokter Muda


di SMF Obstetrik dan Ginekologi RSSA Malang

Oleh:
Wan Nur Atierah

105070108121008

Zaw Myo Aung

105070108121015

Claudia Belgisa Putri

105070103111016

Elisabeth Permatasari

105070107111011

Menyetujui:
Pendamping,

Pembimbing,

dr. Cahyawati Arisusilo

dr. Hermawan Wibisono, SpOG

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan. WHO IMPAC menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 22 minggu,
namun beberapa acuan terbaru menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 20 minggu
atau berat janin kurang dari 500 gram (Bantuk Hadijato, 2008).
Menurut data WHO, presentase kemungkinan terjadinya abortus cukup tinggi, sekitar
15-40% angka kejadian, diketahui pada ibu yang sudah dinyatakan positif hamil dan 60-75%
angka abortus terjadi sebelum usia kehamilan 12 minggu (Lestariningsih, 2008).
Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan
kejadian abortus spontan antara 15-20% dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh,
abortus sebenarnya bisa mendekati 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical
pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi (Prawirohardjo,
2008).
WHO memperkirakan di seluruh dunia, dari 46 juta kelahiran pertahun terdapat 20
juta kejadian abortus. Sekitar 13% dari jumlah total kematian ibu di seluruh dunia
diakibatkan oleh komplikasi abortus, 800 wanita diantaranya meninggal karena komplikasi
abortus dan sekurangnya 95% (19 dari setiap 20 abortus) di antaranya terjadi di negara
berkembang. Di Amerika Serikat, angka kejadian abortus spontan berkisar antara 10-20%
dari kehamilan (Dwilaksana, 2010).
Di Indonesia setiap tahun selalu dilakukan pencatatan distribusi penyakit oleh
Departemen Kesehatan RI, yang salah satunya adalah penyakit kehamilan. Pada tahun
2006, diketahui jumlah pasien abortus yang menjalani rawat inap sebanyak 42.354 orang,
dengan jumlah pasien meninggal dunia sebanyak 205 orang. Jumlah pasien abortus yang
menjalani rawat jalan sebanyak 24.491 orang kasus baru dan jumlah kunjungan sebanyak
34.103.
Menurut WHO tahun 2006, tingkat kasus aborsi di Indonesia tercatat yang tertinggi di
Asia Tenggara, mencapai dua juta kasus dari sekitar 4,2 juta jumlah kasus per tahun yang
terjadi di negara-negara Association Of South East Asian Nation (ASEAN)
Menurut Survei Demografi dan Kesehatan (SKDI) tahun 2007, menyatakan Angka
Kematian Ibu (AKI) di Indonesia saat ini 228 per 100.000 kelahiran hidup. Ada empat
penyebab klasik kematian ibu yaitu; perdarahan, eklampsia, infeksi, dan abortus.
Saat ini abortus merupakan salah satu masalah reproduksi yang banyak dibicarakan
di Indonesia bahkan di dunia. Masalah abortus perlu dibahas, mengingat abortus
merupakan salah satu penyebab terjadinya perdarahan, dan sebagai penyebab langsung
kematian ibu/maternal. Kematian maternal merupakan masalah besar khususnya di negara
berkembang. Sekitar 98-99% kematian maternal terjadi di negara berkembang, sedangkan
di negara maju hanya sekitar 1-2% (Manuaba, 2007).

Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan terjadinya abortus lagipada seorang


wanita adalah 73% dan 83,6% karena usia dan paritas. Sedangkan Warton, Fraser dan
Llewellyn-Jones memberi prognosis lebih baik, yaitu 25,9% dan 39% kejadian abortus dapat
disebabkan oleh usia dan paritas. Kejadian abortus juga diduga mempunyai efek terhadap
kehamilan berikutnya, baik pada timbulnya penyulit kehamilan maupun pada hasil
kehamilan itu sendiri (Wiknjosastro, 2007).
Sekitar satu dari enam kehamilan berakhir dengan keguguran paling sering antara
minggu ke-6 dan ke-10 kehamilan. Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman
untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-30 tahun. Penyebab abortus dari faktor
reproduksi di antaranya adalah faktor usia ibu, dimana keguguran wanita hamil pada usia di
bawah 20 tahun ternyata lebih tinggi dari usia 20-29 tahun, kemudian meningkat kembali
sesudah usia 30 sampai 35 tahun (Bantuk Hadijanto, 2008)
Penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya lebih dari satu
penyebab. Penyebab terbanyak di antaranya adalah faktor genetik yaitu translokasi parental
keseimbangan genetik seperti kelainan Mendelian atau mutasi pada beberapa lokus
(gangguan poligenik atau multifaktor). Selain itu, kelainan kongenital uterus seperti anomali
duktus Mulleri, septum uterus, uterus bikornis, mioma uteri, sindroma Asherman, dan
inkompetensi serviks. Autoimun seperti aloimun, mediasi imunitas humoral, dan seluler serta
defek fase luteal seperti sintesis LH yang tinggi, antibodi antitiroid hormon dan faktor
endokrin eksternal juga merupakan penyebab terjadinya abortus. Infeksi, kelainan
hematologik dan pengaruh lingkungan juga bisa menyebabkan abortus spontan pada wanita
hamil (Prawirohardjo, 2008).

1.
2.

1.2 Tujuan
Mengetahui diagnosis, penatalaksanaan dan perawatan abortus pada kasus yang
diajukan.
Mengetahui faktor risiko, pencegahan, dan pada kasus yang diajukan.

1.3 Manfaat
Penulisan laporan kasus ini dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
dokter muda mengenai abortus dalam hal pelaksanaan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
penunjang, penegakan diagnosis, penatalaksanaan, dan perawatan.

BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
No Reg

: 1423220

Nama

: Ny. S

Umur

: 27 tahun

Alamat

: Jl. Indrokilo Utara No.12, Lawang

Pendidikan

: 12 tahun

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Status

: Menikah 1x

Lama Menikah

: 15 tahun

Kehamilan

: G2P1001Ab000

Anak Terakhir

: 10 tahun

Riwayat KB

: sekarang tidak

Tanggal MRS

: 1 September 2014

2.2 Subjektif
2.2.1 Keluhan utama
Perdarahan dari jalan lahir.
2.2.2 Perjalanan Penyakit
Ny. S/ 27 tahun/ Menikah 1x (15 tahun) datang ke poliklinik ginekologi RSSA
pada 1 September 2014, mengeluh mengalami perdarahan dari jalan lahir
seperti menstruasi sejak 17 Agustus 2014 (selama 15 hari). Perdarahan disertai
dengan rasa nyeri dari perut bagian bawah menembus dubur dan menjalar
sampai ke paha. Rasa nyeri terasa hilang timbul, namun menyusahkan pasien
untuk melakukan aktivitas.
2.2.3 Riwayat Pernikahan
Perkawinan 1 kali, dengan suami sekarang selama kurang lebih 15 tahun.
Umur perrtama kali kawin 12 tahun.
2.2.4 Riwayat Obstetri
G2P1001Ab000
Sekarang tidak KB

2.2.5 Riwayat Haid

Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT)

: 23 Juni 2014

Menarche

: sejak usia 12 tahun

Siklus

: 28 hari

Lamanya haid

: 7 hari

Jumlah haid

: biasa

Nyeri

: sebelum haid

2.2.6 Riwayat Nyeri Perut

: tidak ada

2.2.7 Riwayat Keputihan

: tidak ada

2.2.8 Riwayat Keadaan Umum

Nafsu makan

: biasa

Badan

: tetap

Miksi

: dalam batas normal

Defekasi

: dalam batas normal

2.2.9 Riwayat Operasi/Penyakit

: disangkal

2.2.10 Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak memiliki penyakit yang serupa.
2.2.11 Riwayat Pengobatan
Vitamin SF dan asam folat
2.2.12 Riwayat Sosial
Senang makan dan minum manis.
2.3 Obyektif
2.3.1 Pemeriksaan Fisik
Status Generalis

Keadaan umum

: baik

Kesadaran

: compos mentis

BB

: 67 Kg

TB

: 155 cm

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 80 x/menit, reguler

RR

: 20 x/menit

Suhu aksiler

: 36,50C

Kepala dan leher

: anemis - / - , icterus - / -

Thorax

: Cor/ S1S2 tunggal, murmur (-)


Pulmo/

Abdomen

vv

Rh - -

Wh - -

vv

--

--

vv

--

--

:Fundus uteri membesar, perut flat, soefl, bising

usus (+) normal, shifting dullness (-)

Ekstremitas : akral hangat, edema =|=, anemic =|=

Status Ginekologi

Genitalia Eksterna
Inspeksi : v/v fluxus (+) minimal, fluor (-)
Inspekulo : Fluxus (+) minimal, fluor (-), Porsio Multi Para, terlihat adanya
jaringan
Vaginal Touche : flux (+) fluor (-), Porsio Multi Para terbuka 1 jari, teraba
adanya jaringan mengisi cavum uteri. Corpus Uteri Ante
Flexi ~ 8-10 minggu.
Adnexa Parametrium D/S massa (-) nyeri (-)
Cavum Douglas dalam batas normal

2.3.2 Hasil Pemeriksaan Penunjang

2.4

Plano tes

: positif

Darah Lengkap

: 138/9550/39,3/362.000

Assessment
Abortus inkomplit

2.5

Planning
Planning Diagnosis

: (-)

Planning Terapi

: -

Masuk Rumah Sakit pk. 12.10 WIB

Pro kuretase

Gentamycin 80mg intravena

Kaltrofen supp II per rectal

Planning Monitoring

: vital sign, keluhan subyektif pasien.

Planning Edukasi

: KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) pasien dan


keluarga tentang:
1. kondisi ibu saat ini
2. prosedur tindakan medis yang akan dilakukan
beserta risiko yang akan terjadi dan prognosis.

3.6

Laporan Kuretase
Setelah tindakan septik dan antiseptik di daerah vulva dan sekitarnya di samping

spekulum bawah yang dipegang oleh asistendengan pertolongan spekulum atas bibir depan
portio dijepit dengan Kogeltang Sonde masuk sedalam 7cm, corpus uteri retrofleksi.
Dilakukan kuretase biasa secara sistematis dan hati-hati sampai cavum uteri bersih dengan
curet No.2 dan No. 3.
Berhasil dikeluarkan jaringan plasenta sebanyak kira-kira 10-15 gram.
Jumlah perdarahan selama kuretase 10 cc.
Tidak dilakukan pemasangan IUD.
Lama kuretase 15 menit.
Diagnose pra kuretase: Abortus inkomplit
Diagnose pasca kuretase: Abortus inkomplit
Keadaan pasca kuretase:

Keadaan Umum

:baik/compos mentis

Tensi

: 120/80

Nadi

: 86x/menit

RR

: 18x/menit

Terapi pasca kuretase: - Amoxiciliin 3x500mg


- Asam mefenamat 3x500mg
- Rob 2x1

BAB 3
PERMASALAHAN
3.1 Diagnosa
Bagaimana penegakan diagnosa pada kasus ini?
3.2 Penatalaksanaan dan prognosis
Bagaimana penatalaksanaan dan prognosis pada kasus ini?

BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Anatomi dan Fisiologi Alat-alat Kandungan, Mudigah, Janin, dan Wanita Hamil
4.1.1 Anatomi Alat-alat Kandungan
Alat kandungan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu: alat kandungan luar (genitalia
eksterna) dan alat kandungan dalam (genitalia interna)
4.1.1.1 Alat Kandungan Luar
Alat kandungan luar dalam arti sempit adalah alat kandungan yang dapat
dilihat dari luar bila wanita dalam posisi litotomi. Fungsi alat kandungan luar
dikhususkan untuk kopulasi (koitus). (Mochtar, 1998)
Mons veneris ialah daerah yang menggunung di atas simfisis, yang akan
ditumbuhi rambut kemaluan (pubes) apabila wanita berangkat dewasa. Pada wanita,
rambut ini tumbuh membentuk sudut lengkung sedangkan pada pria membentuk
sudut runcing ke atas.
Bibir besar kemaluan (labia majora) berada pada bagian kanan dan kiri,
berbentuk lonjong, yang pada wanita menjelang dewasa ditumbuhi juga oleh pubes
lanjutan dari mons veneris.
Bibir kecil kemaluan (labia minora) ialah bagian dalam dari bibir besar yang
berwarna merah jambu. Disini dijumpai frenulum klitoris, preputium, dan frenulum
pudenti.
Klentit (klitoris)identik dengan penis pada pria, kira-kira sebesar kacang hijau
sampai cabe rawit dan ditutupi oleh frenulum klitoris. Glans klitoris berisi jaringan
yang dapat bererksi, sifatnya amat sensitif karena banyak memiliki serabut saraf.
Vulva adalah bagian alat kandungan luar yang berbentuk lonjong, berukuran
panjang mulai dari klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil, sampai ke belakang di batasi
perineum.
Vestibulum terletak di bawah selaput lendir vulva, terdiri dari bulbus vestibuli
kanan dan kiri. Disini dijumpai kelenjar vestibuli major (kelenjar Bartholini) dan
kelenjar vestibulum minor.
Introitus vagina adalah pintu masuk ke vagina.
Selaput dara (hymen) merupakan selaput yang menutupi introitus vagina.
Biasanya berlubang membentuk semilunaris, anularis, tapisan, septata, atau fimbria.
Bila tidak berlubang disebut atresia himenalis atau himen imperforata. Himen akan
robek pada koitus apalagi setelah bersalin. Sisanya disebut kurunkula himen atau
sisa himen.

10

Lubang kemih (orifisium uretra eksterna) adalah tempat keluarnya air kemih
yang terletak di bawah klitoris. Di sekitar lubang kemih bagian kiri dan kanan didapati
lubang kelenjar skene.
Perineum terletak di antara vulva dan anus. (Mochtar, 1998)

Gambar 4.1 Alat Kandungan Luar (Mochtar, 1998)


Sumber: Sinopsis Obstetri, edisi 2

4.1.1.2 Alat Kandungan Dalam


Liang Sanggama (vagina) adalah liang atau saluran yang menghubungkan
vulva dengan rahim, terletak diantara saluran kemih dan liang dubur. Dibagian ujung
atasnya terletak mulut rahim. Fungsi penting dari vagina ialah sebagai saluran keluar
untuk mengalirkan darah haid dan sekret lain dari rahim, alat untuk bersanggama,
dan jalan lahir pada waktu bersalin.
Rahim (uterus) adalah suatu struktur otot yang cukup kuat, bagian luarnya
ditutupi oleh peritoneum sedangkan rongga dalamnya dilapisi oleh mukosa rahim.
Dalam keadaan tidak hamil, rahim terletak dalam rongga panggul kecil di anatara
kandung kemih dan dubur.
Saluran telur (tuba Falopii) adalah saluran yang keluar dari kornu rahim
kanan dan kiri, panjangnya 12-13 cm, diameter 3-8 mm. Bagian luarnya diliputi oleh
peritoneum viseral yang merupakan bagian dari ligamentum latum. Bagian dalam
saluran dilapisi silia, yaitu rambut getar yang berfungsi untuk menyalurkan telur dan
hasil konsepsi.
Indung Telur (ovarium) terdapat dua indung telur, masing-masing di kanan
dan kiri rahim, dilapisi mesovarium dan tergantung di belakang lig. Latum. (Mochtar,
1998)

11

Gambar 4.2 Alat Kandungan Dalam (Mochtar, 1998)


Sumber: Sinopsis Obstetri, edisi 2

4.1.2 Fisiologi Alat-alat Kandungan


4.1.2.1 Fisiologis Haid
Pada wanita yang sehat dan tidak hamil, setiap bulan secara teratur
mengelluarkan darah dari alat kandungannya, dan ini disebut haid.
Pada siklus haid, mukosa rahim dipersiapkan secara teratur untuk menerima
ovum yang dibuahi setelah terjadinya ovulasi, keadaan ini dikontrol oleh hormonhormon yang dapat dideteksi dalam air kemih. Yang diperiksa adalah air kemih 24
jam dan diukur kadar estriol dan pregnandiolnya. (Mochtar, 1998)

Gambar 4.3 Siklus Menstruasi Normal


Sumber Sinopsis Obstetri, edisi 2

12

Satu siklus haid dibagi atas beberapa fase (stadium):


(1) Stadium menstruasi (deskuamasi)

: 3-7 hari

(2) Stadium proliferasi

: 7-9 hari

(3) Stadium sekresi

: 11 hari

(4) Stadium premenstruasi

: 3 hari

4.1.2.2 Hormon-hormon Siklus Haid


- FSH (Follicle Stimulating Hormone) dikeluarkan oleh hipofise lobus depan
- Estrogen dihasilkan oleh ovarium
- LH (Luteinzing Hormone) dihasilkan hipofise
- Progesteron dikeluarkan oleh indung telur (Mochtar, 1998)
4.1.2.3 Ovulasi (Pengeluaran Sel Telur)
Kapan terjadinya ovulasi atau keluarnya sel telur dari indung telur perlu kita
ketahui untuk menentukan masa/ hari subur seorang wanita, karena kehamilan
hanya mungkin terjadi bila sanggama (koitus) dilakukan pada sekitar saat ovulasi.
Biasanya ovulasi terjadi kira-kira 14 hari sebelum haid yang akan datang. Dengan
kata lain, diantara dua haid yang berurutan, indung telur akan mengeluarkan ovum,
setiap kali satu dari ovarium kanan dan lain kali dari ovarium kiri.
Cara menentukan adanya ovulasi:
-

Biopsi endometrium
Suhu basal badan
Sitologi vaginal
Getah serviks
pH getah vagina
Endoskopi (Mochtar, 1998)

4.1.3 Kehamilan normal


Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil
normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid
terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi
sampai 3 bulan, triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan, triwulan ketiga dari
bulan ketujuh sampai 9 bulan. (Prawirohardjo, 2007)
4.1.4 Persalinan normal
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun
ke dalam jalan lahir. Kelahiran disebut juga proses pengeluaran janin dan ketuban
didorong keluar melalui jalan lahir.
Sehinggga persalinan dan kelahiran normal, proses dimana terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang

13

kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada
janin. (Prawirohardjo, 2007)
Persalinan dibagi dalam 4 kala, yaitu:
- Kala I : dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10 cm). Proses
ini terbagi dalam 2 fase, fase laten (8 jam) serviks membuka sapai 3 cm dan
fase akhir (7 jam) serviks membuka dari 3 sampai 10 cm. Kontraksi lebih kuat
dan sering selama fase aktif.
- Kala II : dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini
biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.
- Kala III : dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung
tidak lebih dari 30 menit.
- Kala IV : dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama postpartum.
(Prawirohardjo, 2007)
4.2 Abortus
4.2.1 Definisi
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di
luar kandungan. WHO IMPAC menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 22 minggu,
namun beberapa acuan terbaru menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 20 minggu
atau berat janin kurang dari 500 gram.
4.2.2 Etiologi dan Faktor Presdiposisi
Etiologi penyebab abortus adalah sebagai berikut:
Faktor dari janin (Fetal), yang terdiri dari: kelainan genetik (kromosom)
Faktor dari ibu (maternal), yang terdiri dri: infeksi kelainan hormonal seperti
hipotiroidisme,

diabetes

melitus,

malnutrisi,

penggunaan

obat-obatan,

merokok, konsumsi alkohol, faktor imunologis, dan defek anatomis seperti


uterus didelfis, inkompetensia serviks (penipisan dan pembukaan serviks
sebelum waktu inpartu, umumnya pada trisemester kedua) dan sinekhiae
uteri karena sindro Asherman.
Faktor dari ayah (paternal): kelainan sperma (Prawirohardjo, 2007)

4.2.3 Epidemiologi

14

BKKBN memperkirakan angka aborsi di Indonesia 2 juta per tahun. Aborsi


yang disengaja terjadi 1,2 1,6 juta kasus di Amerika Serikat dalam 10 tahun
terakhir. Kira-kira 15% kehamilan klinis dan 60% kehamilan kimiawi berakhir
dengan abortus spontan. Sekitar 8% abortus spontan terjadi pada kehamilan
kurang dari 12 minggu.
4.2.4 Klasifikasi

Gambar 4.4 Kriteria diagnosis abortus


Sumber: Sinopsis Obstetri, edisi 2

1.Abortus spontan: Abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis
untuk mengosongkan uterus, maka abortus tersebut dinamai abortus spontan.
Kata lain yang luas digunakan adalah keguguran (Miscarriage).
2.

Abortus

imminens

(keguguran

mengancam):

Peristiwa

terjadinya

perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil


konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
3. Abortus incipiene (keguguran berlangsung): Peristiwa perdarahan uterus
pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang
meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules
menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah.
4. Abortus inkomplet (keguguran tidak lengkap): Pengeluaran sebagian hasil
konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa
tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka

15

dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadangkadang sudah
menonjol dari ostium uteri eksternum.
5. Abortus complet (keguguran lengkap): Perdarahan pada kehamilan muda di
mana seluruh hasil konsepsi telah di keluarkan dari kavum uteri. Seluruh buah
kehamilan telah dilahirkan dengan lengkap.
6. Missed abortion (retensi janin mati): Kematian janin sebelum berusia 20
minggu, tetapi janin yang mati tertahan di dalam kavum uteri tidak dikeluarkkan
selama 8 minggu atau lebih. (Prawirohardjo, 2007)

4.2.5 Penegakan Diagnosis


4.2.5.1 Anamnesis
Anamnesa merupakan suatu cara penegakan diagnosis yang dilakukan pertama kali. Di
mana anamnesa yang baik dan benar dapat mengarahkan diagnosis. Anamnesa pada
kasus obstetri dan ginekologi memiliki prinsip yang sama dengan anamnesa pada
umumnya, yaitu meliputi identitas, keluhan utama, penyakit saat ini, riwayat penyakit
sebelumnya, riwayat pengobatan, riwayat keluarga, riwayat sosial. Pada kasus obstetri dan
ginekologi,

anamnesis

dititikberatkan

pada

riwayat

perkawinan,

kehamilan,

siklus

menstruasi, penyakit yang pernah diderita khususnya penyakit obstetri dan ginekologgi,
serta pengobatan, riwayat KB, serta keluhan-keluhan seperti perdarahan dari jalsn lahir,
keputihan (fluor albus), nyeri, maupun bennjolan (Prawirohardjo, 2011).
Menurut Sastrawinata et al., pada tahun 2005, abortus memiliki manifestasi klinik
sebagai berikut di bawah:
-

Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu

Pendarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi.

Rasa mulas atau keram perut didaerah atas simfisis, sering disertai nyeri
pingang akibat kontraksi uterus.

Pada anamnesa didapatkan pasien seorang wanita berusia 27 tahun (tergolong usia
reproduktif), 1 kali menikah selama 15 tahun, riwayat kehamilan 2 kali dan memiliki 1 orang
anak hidup. Pertama kali menstruasi (menarche) pada usia 12 tahun dengan siklus haid
pasien teratur yaitu 28 hari dan lama haid 7 hari. HPHT pasien 23 Juni 2014. Pasien datang
ke Poliklinik Ginekologi RSUD Dr.Saiful Anwar Malang pada tanggal 1 September 2014
pukul 13.00 WIB dengan keluhan utama perdarahan dari jalan lahir seperti menstruasi sejak

16

17 Agustus 2014 (selama 15 hari). Perdarahan disertai dengan rasa nyeri dari perut bagian
bawah menembus dubur dan menjalar sampai ke paha. Rasa nyeri terasa hilang timbul,
namun menyusahkan pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Pada pasien Ny. S, HPHT-nya adalah 23 Juni 2014, kemudian mulai muncul
perdarahan seperti haid pada tanggal 17 Agustus 2014. Hal tersebut berarti pasien
mengalami amenore selama 7 minggu lebih 3 hari (kurang dari 20

minggu). Adanya

keluhan perdarahan dari jalan lahir yang mungkin disertai keluarnya jaringan konsepsi, rasa
mulas atau keram perut didaerah atas simfisis, sering disertai nyeri pingang adalah keluhan
yang biasa ditemui pada kasus abortus. Hal tersebut terjadi karena uterus berkontraksi
untuk mengeluarkan jaringan sisa hasil konsepsi yang gugur yang telah dianggap sebagai
benda asing.
Menurut WHO, setiap wanita pada usia reproduktif yang mengalami dua daripada
tiga gejala seperti; (i) perdarahan pada vagina, (ii) nyeri pada abdomen bawah, (iii) riwayat
amenorea, harus dipikirkan kemungkinan terjadinya abortus. Dari hasil anamnesa pada
pasien, didapatkan memenuhi ketiga gejala tersebut. Oleh karena itu, kemungkinan
terjadinya abortus harus dipikirkan.
4.2.5.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan

fisik

perlu

dilakukan

untuk

membantu

menegakkan

diagnosis.

Pemeriksaan fisik untuk penegakan diagnosis abortus menurut Prawirohardjo, 2007 adalah
sebagai berikut:
Inspeksi Vulva: Pendarahan pervaginam ada atau tidaknya jaringan hasil
konsepsi, tercium atau tidak bau busuk dari vulva.
Inspekulo: Pendarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah
tertutup ada atau tidaknya jaringan keluar dari ostium, ada atau tidaknya cairan
atau jaringan berbau busuk dari ostium.
Colok Vagina: Porsio terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan
dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan,
tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada peraban adneksa, kavum
douglasi tidak menonjol dan tidak nyeri.
Aspek klinis abortus spontan dibagi menjadi abortus iminens (threatened abortion),
abortus insipiens (inevitable abortion), abortus inkompletus (incomplete abortion) atau
abortus kompletus (complete abortion), abortus tertunda (missed abortion), abortus
habitualis (recurrent abortion), dan abortus septik (septic abortion) (Cunningham et al.,
2005; Griebel et al., 2005).

17

Abortus Iminens (Threatened abortion)


Vagina bercak atau perdarahan yang lebih berat umumnya terjadi selama
kehamilan awal dan dapat berlangsung selama beberapa hari atau minggu serta
dapat mempengaruhi satu dari empat atau lima wanita hamil. Secara keseluruhan,
sekitar setengah dari kehamilan ini akan berakhir dengan abortus (Cunningham et
al., 2005).
Abortus iminens didiagnosa bila seseorang wanita hamil kurang daripada 20
minggu mengeluarkan darah sedikit pada vagina. Perdarahan dapat berlanjut
beberapa hari atau dapat berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah
atau nyeri punggung bawah seperti saat menstruasi. Polip serviks, ulserasi vagina,
karsinoma serviks, kehamilan ektopik, dan kelainan trofoblast harus dibedakan dari
abortus iminens karena dapat memberikan perdarahan pada vagina. Pemeriksaan
spekulum dapat membedakan polip, ulserasi vagina atau karsinoma serviks,
sedangkan kelainan lain membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi (Sastrawinata et
al., 2005).

Abortus Insipiens (Inevitable abortion)


Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan
perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri
karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari
pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang-kadang perdarahan
dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat
menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera dilakukan. Janin biasanya
sudah mati dan mempertahankan kehamilan pada keadaan ini merupakan
kontraindikasi (Sastrawinata et al., 2005).
Abortus Inkompletus atau Abortus Kompletus
Abortus inkompletus didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah
lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan
plasenta). Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak, dan membahayakan
ibu. Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang
dianggap sebagai benda asing (corpus alienum). Oleh karena itu, uterus akan
berusaha

mengeluarkannya

dengan

mengadakan

kontraksi

sehingga

ibu

merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus insipiens. Jika hasil konsepsi
lahir dengan lengkap, maka disebut abortus komplet. Pada keadaan ini kuretasi
tidak perlu dilakukan. Pada abortus kompletus, perdarahan segera berkurang

18

setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan


berhenti sama sekali karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi
telah selesai. Serviks juga dengan segera menutup kembali. Kalau 10 hari setelah
abortus masih ada perdarahan juga, abortus inkompletus atau endometritis pasca
abortus harus dipikirkan (Sastrawinata et al., 2005).
Abortus Tertunda (Missed abortion)
Abortus tertunda adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap
berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Pada abortus
tertunda akan dijimpai amenorea, yaitu perdarahan sedikit-sedikit yang berulang
pada permulaannya, serta selama observasi fundus tidak bertambah tinggi, malahan
tambah rendah. Pada pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan ada darah sedikit
(Mochtar, 1998).
Abortus Habitualis (Recurrent abortion)
Anomali kromosom parental, gangguan trombofilik pada ibu hamil, dan
kelainan struktural uterus merupakan penyebab langsung pada abortus habitualis
(Jauniaux et al., 2006). Menurut Mochtar (1998), abortus habitualis merupakan
abortus yang terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih. Etiologi abortus ini adalah
kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana sekiranya terjadi pembuahan,
hasilnya adalah patologis. Selain itu, disfungsi tiroid, kesalahan korpus luteum dan
kesalahan plasenta yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan progesterone
sesudah korpus luteum atrofis juga merupakan etiologi dari abortus habitualis.
Abortus Septik (Septic abortion)
Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran
kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum. Hal ini sering
ditemukan pada abortus inkompletus atau abortus buatan, terutama yang kriminalis
tanpa memperhatikan syarat-syarat asepsis dan antisepsis. Antara bakteri yang
dapat menyebabkan abortus septik adalah seperti Escherichia coli, Enterobacter
aerogenes, Proteus vulgaris, Hemolytic streptococci dan Staphylococci (Mochtar,
1998; Dulay, 2010).
Diagnosis
Abortus
Iminens
Insipiens

Perdarahan

Nyeri Perut

Sedikit

Sedang

Sedangbanyak

Sedanghebat

Uterus
Sesuai
usia
kehamilan
Sesuai
usia
kehamilan

Serviks
tertutup
Terbuka

Gejala Khas
Tidak
ada
ekspulsi
jaringan konsepsi
Tidak
ada
ekspulsi
jaringan konsepsi

19

Inkomplit
Komplit
Missed abortion

Sedangbanyak
sedikit
Tidak ada

Sedanghebat

Sesuai
terbuka
dengan usia
kehamilan
Tanpa/sedikit Lebih
kecil Terbuka /
dari
usia tertutup
gestasi
Tidak ada
Lebih
kecil tertutup
dari
usia
kehamilan
Tabel 4.1 Kriteria diagnosis abortus

Ekspulsi
sebagian
jaringan konsepsi
Ekspulsi seluruh jaringan
konsepsi
Janin telah mati tapi tidak
ada ekspulsi jaringan
konsepsi

Sumber: Sinopsis Obstetri, edisi 2

Pada pemeriksaan didapatkan pasien dalam keadaan baik, status generalis dalam
batas normal. Tidak ada anemia maupun ikterus. Kondisi jantung maupun paru juga dalam
batas normal. Pada pemeriksaan abdomen terlihat membesar, namun bising usus terdengar
normal dan tidak ada shifting dullness. Inspeksi pada genitalia eksterna terlihat darah keluar
minimal tanpa disertai fluor, terlihat adanya jaringan. Kemudian dilakukan inspekulo tampak
adanya portio multi paritas terbuka kurang lebih 1 jari, licin, tampak adanya perdarahan
minimal dan jaringan. Pemeriksaan kemudian dilanjutkan dengan melakukan vaginal touch
tidak didapatkan kelainan dan corpus uteri anteflexi, dindingnya dalam batas normal. Dalam
corpus uteri teraba adanya jaringan. Pada pemeriksaan adnexa perimetrium dextra dan
sinistra tidak didapatkan massa ataupun nyeri.
Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa perdarahan
minimal benar keluar dari jalan lahir disertai dengan jaringan dengan kondisi portio terbuka.
4.2.5.3 Pemeriksaan Penunjang
Plano test adalah uji hormonal kehamilan yang didasarkan pada adanya produksi
korionik gonadotropin (hCG) oleh sel-sel sinsiotrofoblas pada awal kehamilan. Hormon ini
disekresikan ke dalam sirkulasi ibu hamil dan diekskresikan melalui urin. Human Chorionic
Gonadotropin (hCG) dapat dideteksi pada sekitar 26 hari setelah konsepsi dan peningkatan
ekskresinya sebanding meningkatnya usia kehailan di antara 30-60 hari. Produksi
puncaknya adalah pada usia 60-70 hari, kemudian menurun secara bertahap dan menetap
hingga akhir kehamilan setelah usia 100-130 hari. Pemeriksaan kuantitatif hCG cukup
bermakna bagi kehamilan. Kadar hCG yang rendah ditemui pada kehamilan ektopik dan
abortus iminens. Kadar yang tinggi dapat dijumpai pada kehamilan majemuk, mola
hidatidosa, atau korio karsinoma (George Adriaansz dan T.M. Hanafiah, 2008).
Pada banyak kasus, pemeriksaan serum untuk kehamilan sangat berguna.
Pemeriksaan laboratorium paling sedikit harus meliputi biakan dan uji kepekaan mukosa
serviks atau darah (untuk mengidentifikasi patogen pada infeksi) dan pemeriksaan darah
lengkap. Pada beberapa kasus, penentuan kadar progesteron berguna untuk mendeteksi

20

kegagalan korpus luteum. Jika terdapat perdarahan, perlu dilakukan pemeriksaan golongan
darah dan pencocokan silang serta panel koagulasi.
Ultrasonografi dapat memperlihatkan massa adnexa, kehamilan intrauterin atau
cairan dalam cavum dauglas. Visualisasi dari kutub janindi dalam kantonggestasi intrauterin
benar-benar menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik. Uterus yang kosong atau uterus
yang membesar sedang tanpa gestasi intrauterin dihubungkan dengan tes kehamilan positif
merupakan petunjuk dugaan gestasi ektopik (Kedaruratan Obstetri dan Gonekologi, Kapita
Selekta, 2005).
Analisis genetik bahan abortus dapat menentukan adanya kelainan kromososm
sebagai etiologi abortus. Analisis ini sering kali memberikan informasi yang sangat berharga
untuk konseling.
Pasien Ny.S pada saat diterima pertama kali adalah di poliklinik ginekologi RSSA,
mengaku hamil dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir. Untuk membuktikan perdarahan
tersebut benar abortus atau perdarahan haid, maka dilakukan pemeriksaan penunjang
plano test secara cepat untuk skrining kehamilan. Pada hasil plano test pasien didapatkan
positif, maka diambil kesimpulan dengan cepat bahwa pasien benar dalam keadaan hamil
dan kasus perdarahan ditegakkan sebagai abortus.
4.2.6 Diagnosis
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa pasien memenuhi kriteria diagnostik abortus
inkomplit.
4.2.7 Komplikasi Abortus
Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi, infeksi dan syok.
1) Perdarahan

: Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa

hasil konsepsi dan jka perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena perdarahan
dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2) Perforasi : Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus
dalam posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan
teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi dan tergantung dari
luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi. Perforasi
uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan persoalaan
gawat karena perlukaan uterus biasanya luas, mungkin pula terjadi perlukaan
kandung kemih atau usus. Degan adanya dugaan atau kepastian terjadinya
perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cidera,
untuk selanjutnya mengambil tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.

21

3) Infeksi

: Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus,

tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkomletus dan lebih sering pada abortus
buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis. Umumnya pada abortus
infeksius infeksi terbatas pada desidua.
4) Syok
: Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik)
dan karena infeksi berat (syok endoseptik) (Anwar M. dkk., 2008).
4.2.8 Penatalaksanaan dan Perawatan Abortus
Menurut WHO tahun 2007, penatalaksaan dan perawatan pertama kali pada kasus
abortus adalah sebagai berikut:
Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk tanda-tanda vital
(nadi, tekanan darah, pernafasan, suhu)
-

Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi, tekanan sistolik < 90
mmHg).

Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi


berikan kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam:
Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1g diberikan setiap 6 jam
Gentamycin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
- Segera rujuk ibu ke rumah sakit
- Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional dan
konseling kontrasepsi pasca keguguran.
- Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus.

Pada abortus inkomplet, bila ada tanda-tanda syok maka diatasi dulu dengan
pemberian cairan dan transfuse darah. Kemudian, jaringan dikeluarkan secepat mungkin
dengan metode digital dan kuretase. Setelah itu, beri obat-obat uterotonika dan antibiotika.
Pada keadaan abortus kompletus dimana seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan
fetus), sehingga rongga rahim kosong, terapi yang diberikan hanya uterotonika. Untuk
abortus tertunda, obat diberi dengan maksud agar terjadi his sehingga fetus dan desidua
dapat dikeluarkan, kalau tidak berhasil, dilatasi dan kuretase dilakukan. Histerotomia
anterior juga dapat dilakukan dan pada penderita, diberikan tonika dan antibiotika.
Pengobatan pada kelainan endometrium pada abortus habitualis lebih besar hasilnya jika
dilakukan sebelum ada konsepsi daripada sesudahnya. Merokok dan minum alkohol
sebaiknya dikurangi atau dihentikan. Pada serviks inkompeten, terapinya adalah operatif
yaitu operasi Shirodkar atau McDonald (Mochtar, 1998).
Pada abortus inkomplit, begitu keadaan hemodinamik sudah dinilai dan pengobatan
dimulai, jaringan yang tertahan harus diangkat atau perdarahan akan terus berlangsung.
Oksitosik (misal, Oksitosin 10 IU.500ml larutan Dekstrosa 5% dalam larutan Ringer laktat IV

22

dengan kecepatan kira-kira 125 ml/jam) akan membuat uterus berkontraksi, membatasi
perdarahan, membantu pengeluaran bekuan darah atau jaringan dan mengurangi
kemungkinan perforasi uterus selama dilatasi dan kuretase. Pengeluaran hasil konsepsi
biasanya dapat dikerjakan dengan aman dengan blok paraserviks pada fasilitas rawat jalan.
Namun, faktor yang membatasi adalah kemampuan mengobservasi pasien secara memadai
setelah tindakan. Sebagian besar pasien yang dirawat jalan dapat dipulangkan setelah
observasi (1-6 jam) dapat memastikan kembalinya fungsi fisiologis dan tidak ada komplikasi
dini. Komplikasi utama kuretase adalah perforasi uterus. Jika dicurigai adanya perforasi,
pasien harus diobservasi di rumah sakit terhadap adanya tanda-tanda perdarahan
intraperitoneal, ruptur usus atau kandung kemih, atau peritonitis. Mungkin diperlukan
laparotomi spektrum luas (Ralph C. Benson, 2008).
Pada pasien Ny.S, tidak ditemukan adanya tanda-tanda shock. Kemudian segera
dilakukan kuretase untuk mengeluarkan jaringan secepat mungkin. Setelah itu, pasien MRS.
Pada umumnya setelah tindakan (DK atau suction curretage) pasien dapat segera
dipulangkan, tetapi pada beberapa kasus yang mengalami komplikasi (misalnya perdarahan
banyak, anemia atau infeksi) dapat dipertimbangkan untuk dirawat di RS. Tujuan perawatan
adalah untuk mengatasi anemia, infeksi, serta untuk pemulihan.
Terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien adalah Gentamicin 80mg
intravena dan Kaltrofen supp II per rectal. Gentamicin adalah antibiotik narrow spectrum
golongan aminoglikosida untuk gram negatif

termasuk spesies Pseudomonas. Dengan

beta-lactamse juga dapat melawan enterococci. Sementara, Kaltrofen supp II adalah tablet
supositoria yang mengandung ketoprofen 100 mg pada masing-masing tabletnya. Termasuk
golongan anti-inflamasi non-steroid (AINS) dengan daya analgesik, antiinflamasi dan
antipiretik. Bekerja menghambat sintesa prostaglandin. Supositoria yang diberikan pada
malam hari lebih efektif dalam mengontrol nyeri yang timbul sepanjang malam dibandingkan
bentuk oral, kadar puncak dicapai dalam 1-2 jam, dengan waktu paruh 2-3 jam. Jika
dikombinasikan dengan preparat oral, dosis kaltrofen supositoria per hari satu, yang
dimasukkan ke dalam rektum. Jika tidak, maka dosisnya 1 supositoria 2 kali sehari. Kedua
obat diminum setengah jam setelah makan.
4.2.9 Prognosis
Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang
tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Rata-rataterjadi 114 kasus abortus per
jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus spontan antara 15-20% dari semua
kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh kejadian abortus sebenarnya bisa mendekati 50%. Hal ini
dikarenakan tinginya angka chemical pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2-4
minggu setelah konsepsi. Sebagian besar kegagalan kehamilan ini dikarenakan kegagalan

23

gamet. Pada 1988 Wilcox dan kawan-kawan melakukan studi terhadap 221 perempuan
yang diikuti selama 707 siklus haid total. Didapatkan total 198 kehamilan, di mana 43 (22 %)
mengalami abortus sebelum saat haid berikutnya.
Namun pada kasus aborsi yang tidak aman menjadi penyebab utama kematian ibu
hamil. Meningkatnya tindak aborsi di dunia menambah risiko pada kesehatan perempuan,
kata sejumlah peneliti. Penelitian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menemukan tingkat
aborsi global adalah 28 dari 1.000 perempuan pertahun. Namun, persentase aborsi yang
dilakukan tanpa bantuan tenaga medis terlatih naik dari 44% pada 1995 menjadi 49% pada
2008. Jurnal kesehatan Lancet yang mempublikasikan laporan itu mengatakan angka
tersebut "sangat meresahkan".
Aborsi tidak aman adalah salah satu penyebab kematian ibu hamil di dunia dan hal
itu mengacu pada prosedur aborsi yang dilakukan di luar rumah sakit, klinik atau tanpa
pengawasan medis yang memenuhi syarat.

BAB 5
PENUTUP
5.1

Kesimpulan
1. Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan .
2. Faktor predisposisi terjadinya abortus yaitu faktor maternal, riwayat obstetri yang
kurang baik, riwayat infertilitas, adanya kelainan atau penyakit yang menyertai
kehamilan, berbagai macam infeksi, paparan dengan berbagai macam zat kimia,
trauma abdomen/pelvis pada trimester pertama, kelaianan pertumbuhan hasil

24

konsepsi, kelainan pada plasenta, kelainan traktus genetalia seperti inkompetensi


serviks.
3. Patofisiologi terjadinya abortus yaitu berawal dari perdarahan desiduabasalis,
diikuti nekrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan
dianggap benda asing dalam uterus dan uterus berkontraksi.
4. Manifestasi klinik abortus yaitu terlambat haid atau amenore kurang dari 20
minggu, keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan darah
normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan
normal atau meningkat, perdarahan pervaginam, rasa mulas atau keram perut di
daerah atas simfisis.
5. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu tes kehamilan, pemeriksaan
Doppler atau USG, pemeriksaan kadar fibrinogen darah.
6. Berdasarkan jenisnya, abortus dapat dibagi menjadi empat yaitu abortus spontan,
abortus profokatus, abortus profokatus terapetikus dan abortus profokatus
kriminalis. Sedangkan berdasarkan keadaan janin yang sudah dikeluarkan,
abortus dibagi atas abortus imminens, abortus insipiens, abortus inkomplit,
abortus komplit, abortus abortion, abortus terapeutik dan abortus septik.
7. Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari abortus adalah perdarahan, perforasi,
syok, infeksi dan kelainan pembekuan darah.
8. Penatalaksanaan pasca abortus adalah mencari penyebab abortus, observasi
involusi uterus dan kadar B-hCG 1-2 bulan kemudian serta pasien dianjurkan
memakaian kontrasepsi kondom atau pil.
5.2

Saran
1. Pentingnya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang pentingnya
pencegahan terjadinya abortus meliputi infeksi kelainan hormonal seperti
hipotiroidisme, diabetes melitus, malnutrisi, penggunaan obat-obatan, merokok,
konsumsi alkohol, dan faktor imunologis.
2. Pentingya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) pada pasien yang
mengalami abortus untuk menjalani pengobatan yang tepat.
3. Pentingnya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang pentingnya
monitoring berkala pada kasus abortus sangat penting untuk perencanaan
tatalaksana dan tindakan selanjutnya.

25

DAFTAR PUSTAKA
1. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad (1994), Obstetri Patologi, Bagian Obstetri
dan Ginekologi FK Unpad, Bandung.
2. Diktat UNAIR Ilmu Penyakit Kebidanan dan Kandungan: Abortus. Surabaya: balai
penerbit FK UNAIR, 2005
3. Guyton & Hall (1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku
Kedoketran EGC, Jakarta
4. Hacker Moore (1999), Esensial Obstetri dan Ginekologi Edisi 2, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

26

5. Hanifa Wikyasastro (1997), Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawiroharjo, Jakarta.
6. Hanifa Wikyasastro (1997), Ilmu Kandungan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo, Jakarta.
7. Marylin E. Doenges (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit Buku
Kedoketran EGC, Jakarta.
8. Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana
Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
9. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Edisi 2. EGC, Jakarta, Indonesia.
10. Prawirohardjo,,S. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
11. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Bagian Kebidanan
Kandungan.Abortus Hal 302-312. Jakarta :balai penerbit FK UI, 1991

dan

12. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo Bagian Ilmu Kandungan. Abortus hal
246-249. Jakarta: Balai penerbit FK UNAIR, 1991
13. WHO. 2013. Pelayanan Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan Edisi
1. Jakarta, Indonesia.

27

You might also like